|
|
TAK banyak orang Indonesia yang namanya dikenal di New York. M. Syamsi Ali adalah satu di antara yang sedikit itu. Usianya baru 33 tahun. Tapi, pengalamannya sebagai ustad dan pemuka Islam di AS cukup hebat. Dua hari lalu, dia terpilih jadi Tim Rekonsiliasi -wadah bentukan wali kota New York untuk mencegah konflik Yahudi-muslim akibat tragedi Al Aqsa. Siapa Syamsi? Apa kiprahnya? Ramadhan Pohan, Washington New York City, 4 Oktober 2000. Wali Kota New York Rudolph ''Rudy'' Giuliani dan pimpinan kepolisian NYPD (New York Police Department) melakukan pertemuan dadakan di balai kota. Di situ hadir 12 pendeta Yahudi, baik rabbi dari Israel maupun AS sendiri. Dari pihak muslim, hadir delapan pemuka Islam New York yang beragam latar belakang. Selain pemuka Islam asal Mesir, Pakistan, dan Bosnia-Herzegovina yang berdomisili di New York, di situ ada nama Ustad Muhammad Syamsi Ali, orang Indonesia yang kini bermukim di AS. Wali kota ingin mendapat masukan demi menjaga keamanan dan keharmonisan metropolitan New York. Pasalnya, gara-gara pembantaian tentara Israel atas Palestina di Jerusalem, New York ikut bergolak. Pertengkaran, penikaman,dan penganiayaan antara pengikut Yahudi dengan komunitas Arab dan muslim marak belakangan ini. Pertemuan pak wali dengan pemuka-pemuka Islam dan Yahudi usai, sekaligus melahirkan kesepakatan pembentukan ++++ Tim Rekonsiliasi. Ketuanya Surgeont Sharp, kepala bidang urusan kemasyarakatan NYPD. Lima pemuka muslim masuk dalam komite itu, yakni Imam Ezekil Pasha dari masjid Malcom Shahbaz, Imam Musa dari Masjid Mos'ab bin Umar dari Brooklyn, Imam Hamood dari Bronx Islamic Center, Muhammad Pirzada yang ketua Pakistan League in America. Seorang lagi anggota komite itu adalah M. Syamsi Ali, satu-satunya anggota dari Indonesia ataupun Asia Tenggara. ''Baru saja saya ditelepon untuk menghadiri rapat Komite Rekonsiliasi membicarakan strategi dan langkah ke depan tim ini,'' kata Syamsi kepada Jawa Pos. Terpilihnya Syamsi dalam ++++ Komite Rekonsiliasi New York memperlihatkan pengakuan khusus Islam Indonesia dan pribadi Syamsi. Pria kelahiran Bulukumba Sulsel 5 Oktober 1967 ini sebenarnya baru tiga tahun berdomisili di Kota New York. Tapi, nama suami Muthia Malik Thahir ini begitu cepat meroket di New York dan AS umumnya, baik di mata kalangan muslim Indonesia dan pemuka muslim internasional. Di mata komunitas muslim Indonesia -jumlahnya sekitar 4.000 orang yang mencakup New York dan sekitarnya (termasuk New Jersey, Connecticut)- Syamsi amat cepat dikenal. Barangkali, ini karena kiprahnya di lingkungan Masjid Indonesia di New York. Di masjid yang didirikan pada 1995 dan berkapasitas 800-an jamaah itu, Syamsi cukup aktif. Paling tidak, sejak kedatangannya di kota bisnis terbesar AS 1997 lalu, dia sudah terlibat di kepengurusan Masjid Indonesia. ''Hingga saat ini saya diamanahi menjadi vice chairman (di Masjid Indonesia, Red) dan Dewan Pengurus Keluarga Pengajian Indonesia New York. Selain itu, saya juga mengetuai bidang pengajian, yang merupakan tulang punggung segala kegiatan kaum muslimin di New York,'' ujarnya datar, tanpa bermaksud meninggikan diri. Dalam peresmian ''KH Abdurrahman Wahid Library'' di Perwakilan Tetap RI untuk PBB di New York bulan lalu, Syamsi-lah yang menyampaikan doa. Dubes Dr Makarim Wibisono memang sengaja meminta Syamsi membacakan doa di acara yang juga dihadiri Presiden Gus Dur dan Menlu RI DR Alwi Shihab itu. Presiden Imaam (Indonesia Muslim Association in America) Firdaus Kadir amat mengakui dan mengagumi kiprah Syamsi. Firdaus terkesan ketika dalam konferensi para imam masjid muslim seluruh AS di Crystal City, area Washington, pemuka muslim internasional banyak membicarakan nama Syamsi. Di kalangan masyarakat Indonesia sendiri, Syamsi pun dikenal sosok peneduh antarmuslim dan nonmuslim Indonesia di AS. ''Kaum muda senang dengannya. Generasi lama pun demikian. Ustad Syamsi juga aktif menjaga rekonsiliasi masyarakat muslim dan nonmuslim kita,'' kata Firdaus, aktivis muslim yang sudah 20 tahun menetap di AS. Itu di level ''nasional'' Indonesia. Di forum internasional, Syamsi malah jauh lebih meng-greget. Walaupun baru 1997 menetap di New York, relasinya dengan pemimpin-pemimpin Islam cukup luas. Sejak 1997 itu pula, ayah tiga anak ini ditunjuk mengoordinasi pelaksanaan Parade Muslim yang diadakan setiap tahun di kota New York. Parade internasional muslim ini diorganisasi oleh The Muslim Foundation of America, Inc. Di lembaga itu Syamsi duduk sebagai salah seorang anggota dewan pengurusnya, yakni anggota Board of Directors, dan sekaligus menduduki jabatan senior vice chairman. Bukan itu saja. Syamsi pun terpilih menjadi anggota ''Majelis Syuro'' para imam di New York. ''Majelis Syuro ini adalah badan koordinasi antara imam-imam yang ada di kota New York,'' jelasnya. Tahun lalu, dia juga termasuk salah seorang pendiri The Imams Council of New York City (ICNYC). Kiprahnya di level internasional ini makin mengentalkan pergaulan dan nama Syamsi di muka pimpinan muslim New York dan AS umumnya. ''Organisasi (ICNYC) ini hampir sama dengan Majelis Syuro, hanya cakupannya lebih luas. Anggotanya bukan hanya para imam, tapi juga para profesional muslim di berbagai bidang,'' imbuhnya. Tak ada yang mengingkari kiprah Syamsi di tengah-tengah kepemimpinan umat Islam di New York. Syamsi tidak tahu persis sebabnya, kecuali menduga-duga. ''Saya menilai, salah satu penyebabnya adalah bahwa Indonesia dapat diterima oleh berbagai kalangan muslim yang ada. Sebagai catatan, di New York ini ada 3 kelompok muslim yang kuat, yaitu Afro American, Arab, dan Sub Continent. Ketiganya merasa sebagai yang paling mampu memimpin umat ini,'' paparnya. ''Pada akhirnya, dan tanpa di sengaja, terjadi persaingan yang kurang sehat. Dari sinilah, ketika ada pihak lain yang tampil (figur Indonesia, Red), mereka pun menerimanya,'' timpal Syamsi, enteng. Syamsi pun dikenal sebagai khatib dan penceramah yang amat piawai. Kemahirannya berbahasa Inggris dan Arab memang sangat mendukung -berkat pendidikannya di Pesantren Muhammadiyah ''Darul Arqam'' Ujungpandang (1981-1987) hingga perguruan tinggi. Syamsi menamatkan S1 di bidang ushuluddin (1991) dan S2 bidang perbandingan Agama, kedua-duanya di International Islamic University, Islamabad, Pakistan. Dari satu masjid ke masjid lain di New York dan kota-kota AS lain, Syamsi aktif jadi khatib dan penceramah. Termasuk di Masjid 96th Street yang merupakan Islamic Cultural Center of New York (ICCNY), masjid terbesar di New York. Bahkan, Jumat siang waktu setempat atau Sabtu dini hari WIB, Syamsi akan menyampaikan kotbah Jumat di masjid terbesar New York itu. Setiap Jumatan, ruang basement masjid dan dua lantai di atasnya acap membludak dan menampung lebih 15 ribu jamaah itu. ''Selain menjadi khatib, beberapa kali juga saya memberi ceramah di Masjid 96 itu. Dalam periode minggu tertentu, saya juga diminta (jadi khatib) di Masjid ICNA (Islamic Circle of North America) dan masjid-masjid Arab di Brooklyn,'' ungkapnya. Karena kefasihannya berbahasa Arab pula, Syamsi pun sering diwawancarai televisi AS dari Arabic Channel. Pengalaman Syamsi mengajar di Islamic Education Foundation Jeddah, Saudi Arabia (yayasan pendidikan milik Amir Mamduh, adik Raja Fahd, Red) selama 1994-1996, jelas makin mendukung kepiawaiannya. Hingga kini sudah banyak negara Islam yang dikunjungi Syamsi. Selain Pakistan dan Arab Saudi, dia juga sudah mengunjungi Turki, Jerusalem, Iran, Yordania, Syria, serta negara-negara Timur Tengah lain. Saking seringnya bepergian ke luar negeri dan menetap di beberapa negara, ketiga anak pasangan Syamsi-Muthia Malik Thahir lahir di manca negara. Anak mereka yang pertama, Maryam Zakiyah, 7, lahir di Pakistan. Yang kedua, Utsman Afifi, 4, lahir di Jeddah, Saudi Arabia. Si bungsu Adnan Osama, 1,5, lahir di New York. Di balik kepiawaian Syamsi berkotbah dan berceramah dalam bahasa Inggris dan Arab sekarang, ternyata tersimpan cerita lama yang sangat menarik. Ketika masih SD di Bulukumba, Syamsi kecil rupanya anak yang nakal. ''Kenakalan pertama saya adalah saya suka berkelahi. Kenakalan kedua, saya paling bandel di sekolah. Seingat saya, sampai saya tamat SD, saya nggak memiliki buku catatan. Sampai sekarang, saya masih berpikir, mengapa saya lulus,'' kenangnya, separo masygul. Saking nakalnya, anak ketiga di antara lima bersaudara pasangan Ali Kadrun dan Ny Inong Tippang ini pun dimasukkan ke pesantren. ''Saya dimasukkan ke pesantren oleh orang tua karena ketika saya kecil, saya termasuk sangat nakal. Sehingga, bagi orang tua saya saat itu, pesantren adalah tempat yang sesungguhnya untuk memenjarakan saya,'' kenangnya lagi. Tetapi, justru dimasukkan ke pesantren, Syamsi yang berperawakan tubuh sekitar 167 cm malah merasakan banyak kesenangan dan kegembiraan. ''Di pesantren, saya bisa melampiaskan kenakalan saya karena di pesantren itu saya bisa ikut latihan silat. Kenakalan saya di SD jadi tersalur,'' kata penyandang sebutan pendekar Tapak Suci dan juara pertama nasional silat di Bandung (1995) serta juara dua di kejuaraan nasional silat di Bali (1997) ini. Selain punya prestasi silat dan kemahiran bahasa Arab dan Inggris di pesantren, prestasi sekolah Syamsi pun berkibar. Syamsi tamat dari pesantren (1987) dengan peringkat I sehingga meraih beasiswa dan melanjutkan kuliah di Pakistan. Bakat dan tekad Syamsi mengejar pendidikan terpatri karena terpicu latar belakang keluarganya yang sederhana. ''Kedua orang tua saya adalah dari keluarga petani. Bahkan, saya selalu menyatakan bahwa kedua ibu bapak saya termasuk korban keterbelakangan pendidikan RI masa lalu sehingga beliau berdua termasuk masih buta huruf.'' Kini, ketika sudah ke New York, Syamsi sangat sibuk. Karyawan di Kantor Perwakilan Tetap RI untuk PBB New York (PTRI-New York) ini berpesan bahwa New York adalah kota sibuk. Seorang yang tinggal di sini harus piawai mengelolanya. Di kantor beralamat 325 East 38th Street, New York, N.Y. 10016 itu, Syamsi bekerja sebagai staf lokal. (http://www.jawapos.com/dailynews/200010/07/Berita_Utama/1-BOKS.htm) |
|
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota Dirancang oleh MEDIA,
1997-2002. |