Kolom Lepas

Indeks Kolom Lepas
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

TASLIMA NASRIN

Introduksi

"Dia adalah orang yang paling berani atau orang yang paling bodoh yang pernah saya jumpai," demikian menurut seorang sahabat Nasrin (Weaver 49). Keberanian Taslima Nasrin tidak perlu diragukan lagi --seorang ahli anestesiologi pemerintah dan anak perempuan dari ayah seorang dokter desa dengan ibu yang taat beribadah-- yang tiba-tiba terhenyak ke panggung media berkat respons penuh amarah kaum militan Muslim terhadap tulisan-tulisannya yang bernada feminis. Tulisan-tulisan Nasrin mengungkapkan pemikirannya tentang agama, feminisme, dan seksualitas dengan gamblang --topik-topik yang tidak sering terungkap ke permukaan di dalam masyarakat Muslim tradisional Bangladesh.

Namun, "... perlawanannya terhadap kemapanan yang membuatnya dikagumi ribuan orang" (Sen). Kelompok-kelompok fundamentalis Hindu dan Muslim dengan cepat tampil dengan sudut pandang masing-masing terhadap Taslima: kaum fundamentalis Hindu menerimanya sebagai sekutu, dan membagi-bagikan bukunya, sedangkan kaum fundamentalis Muslim membakar ratusan karyanya, "Lajja" (Malu), dan menuntut hukuman mati untuknya. Taslima Nasrin "... [menjadi] ciptaan dan alat kaum ekstremis di seantero anak benua India" (Weaver 55).

Beberapa Informasi Riwayat Hidup

Lahir tahun 1962 di Mymensingh, sebuah kota kecil di wilayah yang sekarang bernama Bangladesh (Wright).

Meraih gelar M.B.B.S. dari Mymensingh Medical College pada tahun 1984 (Wright).

Belakangan pindah ke Dhaka, untuk menyelesaikan pendidikan dokternya dan bekerja pada sebuah rumah sakit pemerintah (Wright).

Akhir 1980-an: terkenal sebagai penyair, penulis kolom, novelis, dan feminis yang sangat independen (Wright)

Mulai menulis untuk berbagai surat kabar dan majalah dalam tahun 1989 (Wright).

Serangan terhadapnya mulai pada tahun 1992 dan berlanjut setelah penerbitan novela "Lajja" pada tahun 1993 (Wright).

Paspornya disita, bukunya dilarang, sebuah hadiah ditawarkan untuk kepalanya, dan sebuah fatwa muncul pada bulan Mei 1994, setelah ia mengeluarkan pernyataan dalam koran berbahasa Inggris, The Statesman, bahwa "... Al-Qur'an harus direvisi secara menyeluruh" (dikutip dalam Sen).

Pernyataannya dengan cepat diklarifikasikan dua hari kemudian dalam sebuah tajuk rencana, tetapi kelompok-kelompok religius sudah terlanjur mendengar pernyataannya itu (Sen)

Agustus, 1994 -- setelah berbulan-bulan bersembunyi dan melarikan diri, akhirnya ia minta amnesti di bawah Komite Penulis Perempuan dari International PEN, dan di bawah perlindungan organisasi itu ia sekarang bertempat tinggal di Stockholm, Swedia (Wright).

Daftar Karya Utama

Koleksi Puisi

  • Amar kichu jay ase na ("Aku Tak Peduli"); 1988.
  • Nirbasita bahire antare ("Terbuang di Luar dan di Dalam"); 1989.
  • Atale antarin ("Tawanan di Dasar Jurang"); 1991.
  • Behula eka bhasiyechila bhela ("Behula Mengambangkan Rakit Sendirian"); 1993.
  • Ay kasta jhepe, jiban debo mepe ("Kepedihan Datang Tercurah, Kupersembahkan Hidupku Untukmu"); 1994.
  • The Game in Reverse ("Permainan Sebaliknya"); 1995

Novela

Lajja (Malu); 1993--

  • berdasarkan kisah-kisah kekerasan Hindu-Muslim dan penghancuran Masjid Babri di India; menceritakan kisah sebuah keluarga Hindu fiktif di Bangladesh yang menderita kekejaman kaum fundamentalis Muslim setelah penghancuran masjid itu -- sebagai akibat dari novel ini, kaum fundamentalis Muslim menuduh Nasrin berkomplot melawan Islam dan menawarkan hadiah sebesar 50.000 taka (US$ 1250) bagi kepalanya [bagi siapa yang berhasil menangkapnya hidup atau mati] (Wright xi).

Penghargaan yang Diraih

  • The Ananda Prize--Calcutta, 1992.
  • The Sakharov Prize for Freedom of Thought--Prague, 1994.

sumber: http://idt.net/~wasm/


(Ceramah disampaikan di Skotlandia)

TENTANG PATRIARKI, AGAMA TERORGANISIR, DAN PEREMPUAN BANGLADESH

Oleh Taslima Nasrin

Bagaimanakah status kaum perempuan di Bangladesh? Izinkan saya berbagi informasi yang mengejutkan dengan Anda.

Anak perempuan, mula-mula, sering kali menderita kelaparan pada tahun-tahun pertama kehidupan mereka. Saya dapat mengatakan dari pengalaman saya sendiri sebagai dokter di rumah sakit-rumah sakit Bangladesh, bahwa memang anak-anak perempuan menderita malnutrisi jauh, jauh lebih banyak daripada anak laki-laki. Anak-anak perempuan dididik bahwa kewajiban utama mereka dalam hidup adalah menjadi ibu rumah tangga yang baik, melahirkan anak-anak, dan melayani keluarga serta suami mereka. Mereka tidak punya kesempatan untuk mengenyam pendidikan tinggi, dan yang boleh mereka pelajari sangat terbatas.

Bila Anda mengunjungi sebuah bangsal rumah sakit di Bangladesh, Anda akan menemukan bahwa untuk setiap pasien perempuan ada 200 pasien laki-laki. Apakah ini berarti kaum perempuan lebih sehat? Sama sekali tidak, karena kaum perempuan tidak selayaknya pergi ke dokter. Mereka tidak selayaknya dirawat di rumah sakit, sekalipun mereka sakit berat. Dan akibatnya, anak perempuan cepat tumbuh menjadi perempuan yang laik menikah. Sesudah menderita malnutrisi pada masa kanak-kanak, sekarang mereka mengalami nasib yang sama setelah menikah. Banyak perempuan yang menikah hidup dari remah-remah makanan. Pekerjaan rumah tangga mereka tidak pernah berakhir. Pada akhir setiap hari yang melelahkan, yang mulai dari saat fajar menyingsing dan berakhir pada tengah malam, mereka harus memuaskan nafsu seksual para suami mereka. Di tempat tidur, kaum perempuan biasanya pasif. Para suami tidak percaya, dan kebanyakan juga tidak dapat membayangkan, bahwa kaum perempuan pun memiliki nafsu seksual, kebutuhan seksual mereka sendiri. Namun, jika saya menulis tentang fakta-fakta ini, saya dituduh menulis pornografi! Secara tradisional, kaum perempuan tidak selayaknya menulis hal-hal seperti itu. Juga dalam keluarga berencana, semua penelitian dan eksperimen biasanya dilakukan terhadap tubuh perempuan. Di desa-desa, anak-anak bermain-main dengan kondom seolah-olah itu barang mainan: sebagai balon yang ditiup dan ditepuk ke sana kemari. Kaum laki-laki berkata, "Menggunakan sarung karet tidak nikmat." Bagi kebanyakan laki-laki, vasektomi (pemutusan saluran sperma) ditolak mentah-mentah. Apa akibatnya? Kaum perempuan tetap menjadi pelayan kebutuhan suami, dengan taat mengandung banyak anak, dan menghabiskan hidup mereka sebagai istri yang patuh.

Bangladesh adalah salah satu dari 25 negara yang telah meratifikasikan Konvensi PBB tentang Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan. Tetapi Bangladesh tidak menerima beberapa pasal penting dari konvensi ini yang berkaitan dengan persamaan hak dalam perkawinan, perceraian, dan kedudukan orang tua. Mengapa mereka tidak menerima pasal-pasal itu? Karena pasal-pasal ini bertentangan --dan oleh karena itu menantang-- hukum Islam. Misalnya, di Bangladesh, hukum pribadi bukan didasarkan atas persamaan, melainkan didasarkan atas agama. Bila kaum perempuan ingin mengadakan perubahan yang diperlukan, mereka segera berhadapan dengan oposisi dari agama Islam yang mempengaruhi semua keputusan pemerintah.

Ketika negara Bangladesh merdeka terbentuk pada tahun 1971, kelegaan yang dihasilkan oleh kemerdekaan yang kita capai tidak menghasilkan perubahan mendasar dalam nasib kaum perempuan. Mengapa? Yah, sebab dari kegagalan itu berkaitan dengan perpaduan antara patriarki di satu pihak, dengan fundamentalisme keagamaan di lain pihak. Keduanya berkaitan erat. Seperti Anda ketahui, patriarki adalah sistem sosial yang di situ bapak mengepalai keluarga. Garis keturunan keluarga dirunut melalui sisi bapak dalam keluarga. Akibatnya, di dalam sistem seperti itu, masyarakat diperintah oleh kaum laki-laki dan hanya oleh kaum laki-laki. Kaum perempuan tidak dapat menjadi bagian kunci dari masyarakat seperti itu.

Tetapi, Anda mungkin bertanya, bukankah Perdana Menteri seorang perempuan? Bukankah pemimpin oposisi seorang perempuan? Ya, yang seorang adalah putri seorang pemimpin pendiri negeri ini. Yang lain janda seorang mantan penguasa militer. Mereka berkuasa karena suami mereka terbunuh.

Sementara itu, dalam merebut kemerdekaan kami, kaum perempuan harus membayar mahal. Tak terhitung jumlahnya perempuan yang diperkosa dan disiksa oleh tentara Pakistan. Banyak perempuan kehilangan suami. Banyak yang kehilangan anak laki-laki. Sekarang ini, di parlemen Bangladesh Anda hanya menemukan lima perempuan yang terpilih di antara beberapa ratus laki-laki. Partai yang berkuasa menetapkan selebihnya, jumlahnya hanya 30 orang. Bahkan di lembaga legislatif, peran perempuan hanya marjinal. Mereka pun tidak banyak berpengaruh di kalangan partai politik. Jadi secara efektif, kaum perempuan Bangladesh tidak mempunyai kekuatan yang berarti sedikit pun untuk mengambil keputusan di pemerintahan, juga tidak untuk mengadakan perubahan-perubahan dalam struktur sosial.

Nah, apakah kelompok-kelompok dari luar berhasil membantu? Bagaimana dengan LSM-LSM yang telah berkiprah dalam kegiatan pemberdayaan perempuan? Apakah mereka berhasil membantu dengan proyek-proyek peningkatan-penghasilan, pendidikan dan pelayanan kesehatan? Sama sekali tidak, kelompok-kelompok Islam telah menyerang LSM-LSM itu. Mereka telah merusak dan menghancurkan harta benda beberapa LSM terkenal. Mereka bahkan mengganggu dan menyerang orang-orang yang terlibat dalam organisasi-organisasi itu. Kelompok-kelompok Islam menuduh bahwa kegiatan-kegiatan LSM-LSM pemberdayaan itu telah menjauhkan kaum perempuan dari peran sosial mereka yang "layak" serta gaya-hidup Islami. Mereka menuduh bahwa LSM-LSM itu "anti-Islam, anti-rakyat, anti-negara", dan oleh karena itu harus dilarang. Lebih dari 120 sekolah perempuan yang diselenggarakan oleh LSM-LSM dibakar oleh kaum Muslim. Bayangkan sebentar apa artinya ini: LSM-LSM membantu mendirikan sekolah bagi anak perempuan, anak-anak perempuan itu beruntung dapat masuk sekolah, anak-anak perempuan bersukacita dengan harapan bisa belajar .... dan lalu harapan dan cita-cita mereka dibakar! Berakhir menjadi abu! Sementara itu, para orang tua di seluruh Bangladesh diminta oleh kelompok-kelompok Islam untuk menarik anak-anak mereka dari sekolah-sekolah seperti itu; kalau tidak akan menghadapi fatwa yang akan memboikot mereka secara sosial. Dapat Anda bayangkan, jumlah murid sekolah-sekolah itu merosot tajam, dan beberapa sekolah malah ditutup sama sekali setelah fatwa itu dikeluarkan. Keluarga-keluarga yang menyekolahkan perempuan dan anak-anak ke sebuah sekolah LSM dinyatakan sebagai sampah masyarakat. Kepada mereka dikatakan bahwa bila ada yang meninggal mereka tidak boleh dikubur secara Islam. Kaum laki-laki dikhotbahi di masjid-masjid kampung untuk menceraikan istri mereka bila istri itu bekerja untuk LSM. Jelaskah sekarang apa yang terjadi? Jelaskah bahwa dalam suatu sistem patriarkal kaum perempuan sedikit atau sama sekali tidak mempunyai kesempatan untuk sukses sebagai manusia merdeka? Sekalipun Bangladesh memang mempunyai beberapa organisasi perempuan, pada dasarnya kelompok-kelompok ini dapat memusatkan perhatian pada berbagai isu, namun dampak mereka sangat dijaga. Apa yang bisa mereka hasilkan sungguh terbatas.

Menghadapi semua ini, saya tampil dalam upaya untuk mengubah keadaan. Saya berupaya sebaik-baiknya untuk menentang benteng patriarki. Pena saya adalah senjata saya satu-satunya. Saya tidak berhenti pada sekadar menguraikan keterpurukan dan pelecehan yang dialami kaum perempuan setiap hari. Saya mencoba menulis secara terperinci tentang kondisi kaum perempuan yang tidak manusiawi. Saya mencoba mengidentifikasikan siapa yang bersalah. Untuk itu, saya harus menyerang berbagai peraturan dan praktek yang disahkan oleh apa yang dipahami sebagai agama.

Seperti dapat Anda duga, tidak lama kemudian saya mulai diserang secara pribadi. Ribuan pejihad mulai mengasah senjata melawan saya. Kebanyakan partai politik dengan lantang mengutuk saya alih-alih mendukung cita-cita yang saya tulis. Para mullah mencap saya anti-Islam. Para mullah mengeluarkan fatwa mereka. Para mullah mendorong orang-orang beriman untuk membunuh saya. Mereka juga menawarkan hadiah bagi kepala saya.

Cobalah letakkan diri Anda di tempat saya. Anda seorang warga negara yang berdiri tegak, Anda mengutarakan pendapat Anda, Anda menulis saran-saran Anda untuk memperbaiki nasib kaum perempuan di masyarakat Anda. Dan apa yang terjadi? Anda diserang oleh kaum agama. Anda menjadi sasaran, menjadi seorang yang oleh kaum fundamentalis agama dianjurkan untuk dibunuh. Bila Anda berhasil dibunuh, pembunuh Anda mendapat ganjaran uang! Bahkan sahabat-sahabat Anda pun tidak aman!

Jadi, di hadapan Anda ini berdiri seorang kriminal. Apakah saya tampak sebagai kriminal bagi Anda? Yah, menurut pemerintah Bangladesh, saya seorang kriminal. Apakah kejahatan saya? Karena saya berani mengekspos apa yang saya anggap kesalahan dan ketidakadilan masyarakat dan pemerintah. Saya seorang kriminal karena saya menuding kegagalan pemerintah untuk melindungi hak-hak kaum minoritas agama. Saya seorang kriminal, yang buku-bukunya dilarang. Saya seorang penghujat dan sebuah perintah penangkapan telah dikeluarkan supaya saya dapat disekap.

Dalam keadaan biasa, seorang kriminal dapat mengajukan banding. Dalam hal saya, bagi ribuan orang yang diberi hak untuk membunuh saya, saya tidak dapat mengajukan banding. Yang terbaik yang dapat saya lakukan adalah bersembunyi. Situasi diri saya begitu mengkhawatirkan pada tahun 1993, sehingga saya mungkin tertangkap, dan dimasukkan penjara, dan di penjara Bangladesh jelas saya tidak akan aman karena semua orang tahu ada fatwa terhadap kepala saya.

Maka selama 60 hari saya bersembunyi di negeri saya sendiri, bukan hanya mengkhawatirkan keselamatan diri saya, tetapi juga keselamatan sahabat-sahabat saya. Syukurlah, setelah beberapa lama, tekanan yang dilakukan oleh gerakan HAM memaksa pemerintah Bangladesh memberikan bail kepada saya dan memperbolehkan saya meninggalkan negeri itu. Saya tidak bisa pulang kembali. Masa depan saya tetap tak menentu.

Sekali lagi, cobalah letakkan diri Anda di tempat saya. Anda telah membuka mulut di tanah kelahiran Anda tentang kondisi kaum perempuan sesama Anda. Lalu Anda diserang. Anda dinamakan penghujat, kriminal. Anda mengkhawatirkan keselamatan sahabat-sahabat Anda. Dan Anda melarikan diri ke sebuah negeri asing, ke sebuah iklim asing, ke sebuah tempat yang bersahabat, tetapi di situ bahasa asli Anda tidak dipahami orang!

Sekarang saya telah tinggal di Eropa hampir dua setengah tahun lamanya. Saya sekarang menyadari bahwa di Eropa kedudukan perempuan dalam beberapa hal sama saja dengan di negeri saya, atau di Dunia Ketiga pada umumnya. Sudah tentu, saya tidak mengecilkan perbedaan-perbedaan yang ada, tetapi saya rasa kita tidak boleh menutup mata terhadap persamaan-persamaan yang ada. Titik-titik persamaan ini terlebih lagi penting karena berkaitan dengan sikap-sikap dasar masyarakat terhadap perempuan, atau tepatnya, terhadap isu-isu gender. Sungguh, justru karena persamaan sikap ini saya dapat dengan mudah menyesuaikan diri dengan kaum perempuan di sini sekalipun saya datang dari suatu negeri yang sangat berbeda. Saya sekarang menyadari bahwa kita ini sama di mana-mana, di Timur dan di Barat, di Utara dan di Selatan. Saya sekarang menyadari bahwa persaudaraan kaum perempuan adalah universal. Itu bukan lagi ide akademik bagi saya. Itu adalah bagian dari realisasi pribadi dan subyektif saya.

Akar dari kesamaan ini adalah bahwa kita semua perempuan. Kita adalah tawanan dari patriarki. Kita semua yang hidup di dalam masyarakat patriarkal menderita berbagai eksploitasi, yang bervariasi dari satu masyarakat ke masyarakat lain. Tetapi semua masyarakat patriarkal mempunyai unsur-unsur yang sama, yakni bahwa superioritas kaum laki-laki tidak boleh ditantang. Sekalipun kaum perempuan mengalami kemajuan yang patut dipuji dalam pendidikan dan budaya, kebanyakan laki-laki masih menganut ide-ide tradisional dari patriarki. Semua hasil yang dicapai kaum perempuan dalam pendidikan, budaya, seni, dan sains tidak mampu memberantas prasangka-prasangka lama dari jiwa laki-laki. Memang, banyak laki-laki kini membantu kaum perempuan dalam perjuangan mereka untuk menuntut hak dan kehormatan mereka. Tetapi, secara keseluruhan, sikap laki-laki sebagian besar tetap tidak berubah. Pada umumnya kaum laki-laki masih tidak dapat dan tidak mau menganggap perempuan setara. Di Barat maupun di Timur, agama bertanggung jawab atas hal ini. Ini sangat nyata ketika Gereja Katolik bergandengan tangan dengan kaum fundamentalis Islam di Asia Barat dan Afrika untuk menyatakan perang terhadap keluarga berencana dan kontrasepsi.

Berkat cita-cita saya, saya menjadi sasaran patriarki dan ortodoksi agama ini. Kaum perempuan masih belum boleh bersuara di negeri saya. Bangladesh adalah negeri yang di situ orang berkata, makin banyak perempuan berdiam diri makin baik dia. Selalu ada konspirasi untuk membuat kaum perempuan tuli dan bisu.

Saya, antara lain, tidak akan pernah menerima itu.

Sekalipun langit akan runtuh, saya akan tetap berbicara dari hati nurani saya sampai akhir hayat saya.

Tak pernah orang akan mampu membungkam saya.***

[diterjemahan oleh: Hudoyo Hupudio]


Date: Sun, 05 Sep 1999 07:24:07 +0700 From: Hudoyo Hupudio <hudoyo@cbn.net.id> To: <milis-spiritual@egroups.com>

Indeks Kolom Lepas
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team