| |
40. Mengapa umat katolik memakai Deuterokanonika sebagai Kitab Suci juga? JAWABAN DR. TOM JACOBS SJ: Ini adalah soal tradisi. Kitab Suci bahasa Yunani, yakni Septuaginta, dipakai di kalangan orang Yahudi dari mana juga berasal kelompok Gereja perdana. Dari surat-suratnya kelihatan bahwa Santo Paulus seringkali mempergunakan Septuaginta itu, begitu juga tulisan-tulisan PB yang lain. Maka Kitab Suci yang dipakai oleh Gereja perdana adalah Septuaginta. Oleh sebab itu Gereja tidak pernah mempersoalkan hal itu dan tetap meneruskan praksis dari Gereja perdana itu, dengan menyeleksi secara kritis empat buku dari Septuaginta yang tidak diakui, yakni buku pertama Esra, buku ketiga dan keempat Makabe dan Mazmur-mazmur Salomo. Baru kemudian pada zaman Reformasi hal ini dipermasalahkan oleh Luther dan kawan-kawannya. Lalu yang menjadi pertanyaan: Apa sebetulnya Kitab Suci itu sendiri? Oleh karena Septuaginta berupa terjemahan dengan tambahan, maka dikatakan tidak asli. Yang diterima hanyalah Kitab Suci berbahasa Ibrani. Tetapi di situ justru kelihatan perbedaan antara orang protestan dan orang katolik. Bagi orang protestan yang paling pokok adalah bukunya, teksnya. Sedangkan bagi orang katolik tulisan Kitab Suci pada dasarnya tidak lain dari pengungkapan iman, yang semula secara lisan diwartakan dalam jemaat. Maka yang pokok adalah pewartaan lisan, yang kemudian dibukukan dalam Kitab Suci. Perbedaan pandangan, yang sangat tajam pada zaman Reformasi itu, menyangkut perbedaan antara Kitab Suci dan tradisi. Kitab Suci ialah buku sebagaimana ditulis pertama kali atas ilham Allah, dan tradisi adalah ajaran yang secara turun-temurun diteruskan dan sedikit demi sedikit dibukukan. Dewasa ini baik protestan maupun katolik mengakui bahwa Kitab Suci dan tradisi tidak bisa dipisahkan, apalagi dilawankan. Kitab Suci tidak hanya berasal dari tradisi, tetapi juga diteruskan dalam tradisi dan senantiasa harus dipahami dalam tradisi. Dari lain pihak tradisi menjadi kabur, kalau tidak mempunyai pusat yaitu Kitab Suci, dimana tradisi dikalimatkan dan dirumuskan dengan jelas. Tetapi pada zaman Luther, Kitab Suci sangat dilawankan dengan tradisi. Dan itupun masuk akal. Karena pada zaman Reformasi apa-apa saja disebut "tradisi." Gereja kurang membedakan antara Tradisi pokok atau inti, dan segala macam adat kebiasaan yang ada didalam Gereja dan yang tidak lain daripada ciptaan manusia. Maka untuk mencari inti dan yang pokok, para reformatores melawankan Kitab Suci dengan tradisi. Di kemudian hari mulai disadari bahwa pertentangan itu terlalu keras. Dan bahwa Kitab Suci tidak bisa dilepaskan dari tradisi. Tetapi pada periode Kitab Suci masih dipertentangkan dengan tradisi, dipertahankan PL dalam bahasa Ibrani-melawan terjemahan Yunani yang dianggap "tradisi." Sebaliknya Gereja katolik, yang dari semula sangat menekankan tradisi, dengan mudah sekali meneruskan apa yang sudah selalu dilakukan ialah menerima Septuaginta sebagai ungkapan yang tepat dari tradisi. Dengan demikian Gereja katolik mau meneruskan apa yang sudah merupakan tradisi PB sendiri. Dan yang terakhir itu dewasa ini diakui oleh banyak orang protestan pula. ------------------------------------------------------- Permasalahan Sekitar Kitab Suci oleh Dr. Tom Jacobs, SJ. Cetakan keempat: 1996 (ISBN 979-413-982-3) Penerbit Kanisius, Jln. Cempaka 9, Deresan, Yogyakarta 55281 Telp.(0274) 588783, 565996, Fax.(0274) 563349 Kotak Pos 1125/Yk, Yogyakarta 55011 | |
|
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota |