|
PUSAT ADVOKASI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
INDONESIA
Jl. Cililitan Kecil III No. 46
RT 13/ 07 Jakarta Timur 13640 Ph. 021-9100618
DUKUNGAN UNTUK PENEGAKKAN HUKUM DALAM KASUS POSO
Kasus Poso yang berlangsung hampir dua tahun sejak
Desember 1998 dan terbagi atas tiga fase, masing-masing
kerusuhan jilid I (25 - 29 Desember 1998) jilid II ( 17-21
April 2000) dan jilid III (16 Mei - 15 Juni 2000) serta
telah menelan korban tewas hampir 300 jiwa, ratusan orang
tak diketahui nasibnya, dan hampir 70.000 jiwa mengungsi
adalah suatu tragedi kemanusiaan yang memilukan. Di saat
bangsa Indonesia tengah menata diri untuk membentuk
Indonesia baru yang lebih damai dan tenteram ternyata masih
ada komponen bangsa yang bermain di air keruh, mengobarkan
perpecahan, dan meluluhlantakkan nilai-nilai kemanusiaan
yang selama ini kita hormati bersama. Lebih dari itu,
realitas konflik berupa pembantaian massal (massacre),
penyiksaan, dan pelecehan seksual terhadap wanita adalah
suatu pelanggaran HAM kelas berat dan kejahatan kemanusiaan
(crime against humanity) yang bertentangan dengan instrumen
HAM nasional maupun internasional manapun.
Pada konflik tersebut, hak manusia untuk hidup (right of
live), untuk bebas dari rasa takut (freedom of fear), untuk
bebas dari penyiksaan (conventian against torture), dan
untuk bebas dari perbuatan yang tak bermartabat, seolah
dilecehkan dan dinegasikan. Nafsu binatang dan kebengisan
setan berganti menjadi tuhan-tuhan baru yang mesti
diperturutkan segala kehendaknya.
Inisiatif aparat keamanan untuk menghentikan kekerasan
dan meminimalisir konflik adalah upaya yang patut diacungi
jempol. Tertangkapnya sejumlah komandan lapangan seperti
Fabianus Tibo, Dominggus Soares, dan Marinus adalah bukti
bahwa aparat cukup reaktif dalam menghentikan konflik.
Namun, yang perlu diingat, penangkapan dan penghentian
kekerasan hanyalah satu fase saja dalam sistem peradilan
pidana Indonesia. Untuk dapat tegaknya hukum dan
terlindunginya Hak Asasi Manusia, segala ikhtiar tersebut
harus ditindaklanjuti dengan penyelidikan, penyidikan,
penuntutan, pengadilan, dan penghukuman yang intensif dan
optimal untuk para pelaku kejahatan. Kemudian, untuk para
saksi dan korban, mesti dijalankan mekanisme perlindungan
saksi, perlindungan dan rehabilitasi korban.
Menanggapi masih minimnya ikhtiar untuk mengusut dan
menyeret pelaku kejahatan Poso ke muka pengadilan, Pusat
Advokasi Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia menyatakan
sebagai berikut:
- Mendukung segala ikhtiar aparat keamanan untuk
menghentikan kekerasan dan meminimalisir konflik di Poso.
- Mendesak aparat penyelidik, baik polisi maupun polisi
militer untuk meneruskan dan mengintensifkan penyelidikan
dan penyidikan terhadap tersangka kasus kerusuhan Poso
yang belum tertangkap. Tidak sekedar para komandan
lapangan, namun para aktor intelektual yang masih bebas
berkeliaran.
- Mendukung segala ikhtiar aparat keamanan dan aparat
hukum untuk memproses dan menindaklanjuti pengusutan
tersangka kasus kerusuhan Poso sampai ke tingkat
pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM).
- Mendesak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS
HAM) yang memiliki wewenang untuk menyelidiki pelanggaran
HAM berdasarkan UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan
KOMNAS HAM, untuk segera membentuk Komisi Penyelidik
Pelanggaran HAM (KPP HAM) untuk kasus Poso, tidak sekedar
menjadi pengamat ataupun pemantau saja.
- Mendesak aparat hukum dan pemerintah setempat untuk
meningkatkan pelayanan, perlindungan, dan rehabilitasi
terhadap korban, saksi, dan pengungsi dalam kerusuhan
Poso.
- Mengingatkan seluruh aparat hukum, aparat pemerintah,
dan segenap komponen bangsa untuk kembali konsisten pada
penyelesaian hukum dalam setiap kejahatan dan pelanggaran
HAM yang terjadi di tanah air Indonesia.
Jakarta, 9 Agustus 2000
Heru Susetyo
Koordinator
Date: Mon, 14 Aug 2000 21:14:00 +0030
From: "sony suhandono" <abu.iqra@lycos.com>
|