|
18. Ucapan Burung Kedua
Seekor burung lain mendekati Hudhud dan berkata, "O
pelindung bala tentara Sulaiman! Aku tak kuat menempuh
perjalanan ini. Aku terlalu lemah untuk melintasi lembah
demi lembah. Jalan begitu sulit sehingga aku akan terbaring
mati pada tahap pertama. Ada gunung-gunung berapi di tengah
jalan. Juga tidaklah menguntungkan bagi setiap orang untuk
ikut serta dalam usaha demikian. Ribuan kepala telah
bergulingan bagai bola dalam permainan polo, karena telah
banyak yang tewas mereka yang pergi mencari Simurgh. Di
jalan semacam itu, banyak makhluk yang tulus menyembunyikan
kepala karena takut, bagaimana jadinya diriku nanti, yang
tak lain dari debu? "
Hudhud menjawab, "O kau yang berwajah muram! Mengapa
hatimu begitu sedih? Karena begitu kecil artimu di dunia
ini, maka tak ada bedanya apakah kau muda dan berani atau
tua dan lemah. Dunia benar-benar kotor; makhluk-makhluk
binasa di sana pada setiap pintu. Beribu-ribu yang jadi
kuning bagai sutera, dan binasa di tengah airmata dan
derita. Lebih baik mengurbankan hidupmu dalam mencari
ketimbang merana sengsara. Andaikan kita tak akan berhasil,
tetapi mati karena sedih, yah, jauh lebih parah lagi, namun
karena banyak kesalahan di dunia ini, kita setidak-tidaknya
akan dapat menghindarkan diri dari kesalahan-kesalahan baru.
Ribuan makhluk dengan cerdiknya menyibukkan diri dalam usaha
mencari jasad mati dunia ini; maka, bila kau abdikan dirimu
dalam usaha ini, terlebih lagi dengan tipu daya, akan
dapatkah kau menjadikan hatimu lautan cinta! Ada yang
mengatakan bahwa keinginan akan apa yang bersifat ruhani
hanya kesombongan, dan bahwa bukan hanya yang beruntung akan
dapat mencapainya. Tetapi tidakkah lebih baik mengurbankan
hidup kita dalam mengejar nasrat ini ketimbang terikat
dengan urusan duniawi? Telah kulihat segalanya dan telah
kulakukan segalanya, dan tak ada apa pun yang menggoncangkan
kesimpulanku. Lama aku harus berurusan dengan orang-orang
dan telah kulihat betapa sedikit mereka yang benar-benar tak
terikat pada kekayaan. Selama kita tak mempertaruhkan diri
kita sendiri, dan selama kita terikat pada seseorang atau
sesuatu, kita tak akan bebas. Jalan ruhani tidak teruntuk
bagi mereka yang terliput dalam kehidupan lahiriah. Tapakkan
kakimu di Jalan ini bila kau dapat berbuat, dan jangan
bersenang hati dengan upaya yang hanya layak bagi betina.
Ketahuilah sungguh-sungguh, bahwa seandainya pun pencarian
ini tak bersifat saleh, namun masih tetap perlu
dilaksanakan. Tentu saja, ini tak gampang; di pohon cinta,
buah itu tak berdaun. Katakan pada siapa yang memiliki
daun-daun agar melepaskan semua itu.
Bila cinta menguasai kita, ia membangkitkan hati kita,
mencemplungkan kita dalam darah, memaksa kita bersujud di
luar tirai; ia tak memberi kita istirahat sejenak pun; ia
membunuh kita, namun masih tetap menuntut harga darah. Ia
mereguk air luh1
dan makan roti yang beragikan dukacita; tetapi meskipun kita
lebih lemah dari seekor semut, cinta akan memberi kita
kekuatan."
Cerita Kecil tentang Seorang
Perenung
Seorang gila, yang gila akan Tuhan, pergi dengan
bertelanjang ketika orang-orang lain pergi dengan
berpakaian. Ia berkata, "O Tuhan, beri hamba pakaian
yang indah, maka hamba pun akan puas seperti orang-orang
lain." Sebuah suara dari dunia gaib menjawabnya,
"Telah kuberikan padamu matahari yang hangat, duduklah
dan bersuka-sukalah dalam kehangatan matahari itu." Si
gila berkata "Mengapa menghukum hamba? Tak punyakah
Tuan pakaian yang lebih baik dari matahari?" Suara itu
pun berkata, "Tunggulah dengan sabar selama sepuluh
hari, dan tanpa ribut-ribut akan kuberikan padamu pakaian
lain." Matahari menghanguskan si gila itu selama
delapan hari; kemudian seorang miskin datang mendekati dan
memberinya sehelai pakaian yang bertambal seribu. Si gila
berkata pada Tuhan, "O Tuan yang mengetahui segala apa
yang tersembunyi, mengapa telah Tuan berikan pada hamba
pakaian yang bertambal-tambal ini? Adakah telah Tuan bakar
sekalian pakaian Tuan dan harus menambal pakaian usang ini?
Tuan telah menyambung-nyambung seribu pakaian. Dari siapa
Tuan mempelajari seni ini?"
Tidaklah mudah berhubungan dengan istana Tuhan. Orang
harus menjadi bagai debu di jalan yang menuju ke sana.
Setelah pergulatan yang lama ia mengira telah mencapai
tujuannya hanya karena mengetahui bahwa tujuan itu masih
harus dicapai.
Cerita tentang Rabi'ah
Rabi'ah, meskipun seorang wanita, namun merupakan
mahkota laki-laki. Sekali ia mempergunakan waktunya delapan
tahun untuk pergi haji ke Ka,bah dengan mengingsutkan
panjang badannya di tanah. Ketika akhirnya ia sampai ke
pintu rumah suci itu, ia berpikir, "Kini akhirnya telah
kutunaikan kewajibanku." Pada hari suci ketika ia
hendak menghadapkan diri ke Ka'bah, perempuan-perempuan
pengiringnya meninggalkannya. Maka Rabi'ah pun
menyelusuri jejaknya semula dan berkata, "O Tuhan yang
memiliki seri keagungan, delapan tahun lamanya hamba telah
mengukur jalan dengan panjang badan hamba, dan kini, ketika
hari yang dirindukan itu telah tiba sebagai jawaban atas
doa-doa hamba, Tuan letakkan duri-duri di jalan
hamba!"
Untuk memahami arti peristiwa
demikian2 perlu
pula mengetahui seorang pencinta Tuhan seperti Rabi'ah
itu. Selama kau terapung-apung di lautan dunia yang dalam,
ombak-ombaknya akan menerima dan menolakmu berganti-ganti.
Kadang-kadang kau akan diperkenankan sampai ke Ka'bah,
kadang-kadang pula kau akan menarik nafas panjang (karena
kecewa) berada di sebuah kuil. Jika kau berhasil menarik
diri dari keterikatan dengan dunia ini, kau akan menikmati
kebahagiaan; tetapi jika kau tinggal terikat, kepalamu akan
berpusing-pusing bagai batu giling pada perkakas penggiling.
Tidak sejenak pun kau akan tenang; kau akan terganggu oleh
seekor nyamuk saja pun.
Si Penggila Tuhan
Sudah menjadi kebiasaan seorang laki-laki miskin yang
gandrung dengan Tuhan untuk berdiri di suatu tempat
tertentu. Dan suatu hari seorang raja Mesir yang sering lalu
di mukanya dengan orang-orang istana yang menjadi
pengiringnya, berhenti dan berkata, "Kulihat dalam
dirimu sifat tenang dan santai yang cukup menarik." Si
gila itu menjawab, "Bagaimana hamba akan tenang kalau
hamba menjadi sasaran lalat dan kutu anjing? Sepanjang siang
lalat-lalat menyiksa hamba, dan malam hari kutu-kutu anjing
tak membiarkan hamba tidur. Seekor lalat kecil saja yang
masuk ke telinga Nimrod mengganggu benak si gila itu
berabad-abad. Mungkin hamba Nimrod zaman ini sebab hamba
harus berurusan dengan sahabat-sahabat hamba, lalat-lalat
dan kutu-kutu anjing itu."
Catatan kaki:
1 Bahasa Jawa:
airmata--H.A.
2 Maksudnya: peristiwa si
gila yang menyangka telah mencapai tujuannya (pada CERITA
KECIL TENTANG SEORANG PERENUNG). - H.A.
(sebelum,
sesudah)
|