1 TAREKAT CHISYTIYAH
Khwaja ('Guru') Abu Ishaq Chisyti, 'orang Syria', lahir
di awal abad kesepuluh. Ia keturunan Nabi Muhammad saw dan
dinyatakan sebagai 'keturunan spritual' ajaran-ajaran
batiniah Keluarga (Bani) Hasyim. Pengikut-pengikutnya
berkembang dan berasal dari Garis para Guru, yang kemudian
dikenal menjadi Naqsyabandiyah ('Orang-orang
Bertujuan').
Komunitas Chisytiyah ini, berawal di Chisyt, Khurasan,
khususnya menggunakan musik dalam latihan-latihan mereka.
Kaum darwis pengelana dari tarekat ini, dikenal sebagai
Chist atau Chisht. Mereka akan memasuki sebuah kota dan
meramaikan suasana dengan seruling dan genderang, untuk
mengumpulkan orang-orang sebelum menceritakan dongeng atau
legenda, sebuah permulaan yang penting.
Jejak tokoh ini ditemukan pula di Eropa, di mana chistu
Spanyol ditemukan dengan pakaian dan instrumen serupa
--semacam pelawak atau komedi keliling. Bisa jadi demikian,
dalam kamus etimologi Barat menghubungkan istilah Latin
gerere, 'melakukan', sebagai asal kata 'pelawak' yang
kenyataannya adalah sosok jenaka, dan asal mula itu
berkaitan dengan Chisti Afghanistan.
Sebagaimana tarekat Sufi lainnya, metodologi khusus kaum
Chisyti segera mengalami kristalisasi menjadi kecintaan
sederhana terhadap musik; pembangkitan emosional yang
dihasilkan musik dikacaukan dengan 'pengalaman
spiritual'.
Pengaruh kaum Chisyti paling lama di India. Selama
sembilanratus tahun terakhir, musisi mereka dihargai di
seluruh benua.
Berikut materi-materi yang mewakili instruksi dan tradisi
Chisytiyah.
SEBAB DAN AKIBAT
Abu Ishaq Syami Chisyti mengatakan:
"Guruku, Khaja Hubairah, suatu hari mengajakku
berjalan-jalan keliling kota.
Seorang laki-laki menunggang keledai tidak mau memberi
jalan untuk kami di sebuah jalan sempit, dan ketika kami
minggir pelan-pelan ia menyumpahi kami.
'Semoga dihukum karena perbuatan itu!' orang-orang
berteriak dari pintu mereka.
Khaja berkata kepadaku:
'Betapa dangkalnya pikiran orang-orang ini! Tidakkah
mereka sedikit menyadari apa yang sebenarnya terjadi? Mereka
hanya melihat satu jenis sebab dan akibat, sementara kadang
akibat, seperti yang mereka katakan, muncul sebelum
sebab.'
Aku bingung dan bertanya apa maksudnya.
'Mengapa?' katanya, 'Orang itu sudah dihukum untuk
perbuatan yang baru saja dilakukan tadi. Kamis lalu ia
melamar memasuki lingkungan Syeikh Adami, dan ditolak. Hanya
kalau ia menyadari alasannya, ia akan diterima dalam
lingkungan tersebut. Sampai saat ini, ia terus berperilaku
demikian'."
KEBUN
Pada suatu waktu, ketika ilmu dan seni berkebun belum
dimantapkan diantara manusia, terdapat seorang ahli
berkebun. Dalam mengetahui kualitas tanaman, makanan mereka,
kandungan khasiat obat dan nilai keindahan, ia diakui
memiliki pengetahuan Obat-obatan (jamu dari tumbuh-tumbuhan)
dan Umur Panjang, dan ia hidup selama ratusan tahun.
Dari generasi ke generai, ia mengunjungi kebun dan
tempat-tempat yang ditanami di seluruh dunia. Di suatu
tempat ia menanami suatu kebun yang indah, dan mengajar
orang-orang tentang pemeliharaan dan cara berkebun. Tetapi,
karena terbiasa melihat 'tanaman tumbuh dan berbunga tiap
tahun, mereka segera lupa bahwa ada tanaman yang harus
dikumpulkan benihnya, harus diperbanyak dengan dipotong, ada
yang butuh banyak air dan sebagainya. Akibatnya, kebun
menjadi liar, dan orang-orang mulai menghargainya sebagai
kebun terbaik yang pernah ada.
Setelah memberi orang-orang banyak hal untuk dipelajari,
ahli kebun ini melepas mereka dan menarik pekerja lainnya.
Ia memperingatkan mereka, jika tidak menjaga kebun itu, dan
mempelajari cara-caranya, mereka akan menderita karenanya.
Mereka, pada gilirannya, lupa -- dan sejak mereka malas,
hanya merawat buah dan bunga yang mudah tumbuh, lainnya
dibiarkan mati. Beberapa orang yang belajar pertama
mendatangi mereka dari waktu ke waktu, mengatakan, "Engkau
harus melakukan ini dan itu," tetapi mereka mengusirnya dan
berteriak, "Engkau salah satu yang terpisah dari kebenaran
dalam persoalan ini!"
Tetapi ahli kebun bertahan. Ia membuat kebun lainnya, di
mana pun ia bisa, dan tidak ada satu pun yang sempurna
kecuali yang ia pelihara dengan pembantu utamanya. Maka
diketahuilah bahwa terdapat banyak kebun dan cara berkebun,
orang-orang dari satu kebun mengunjungi kebun lainnya, untuk
mendukung, mengkritik atau berdebat. Kitab pun ditulis,
diadakan perkumpulan ahli kebun, mereka juga menyusun diri
mereka sendiri dalam tingkatan, sesuai dengan apa yang
mereka pikir menjadi tatanan yang diutamakan.
Sejalan dengan manusia, kesulitan para ahli kebun tetap
ada karena mereka terlalu mudah tertarik oleh hal-hal
superfisial. Mereka mengatakan, "Aku suka bunga ini," dan
mereka ingin orang lain juga menyukainya. Mungkin saja,
sebagai pengganti daya tarik dan kelimpahan, rumput-rumputan
yang menghambat tanaman lain, dapat menyediakan obat-obatan
atau makanan yang dibutuhkan orang dan ahli kebun untuk
makanan dan kelangsungan hidup.
Diantara ahli kebun ini terdapat mereka yang lebih suka
menanam satu jenis tanaman. Mungkin dijelaskan sebagai
'keindahan'. Ada juga yang lebih cenderung hanya menanam,
menolak pemeliharaan jalan atau pintu gerbang, bahkan
pagar.
Ketika si ahli kebun meninggal, ia mewariskan semua
pengetahuannya tentang berkebun, menyumbangkannya kepada
mereka yang memahaminya menurut kapasitas masing-masing.
Maka, ilmu sebagaimana seni berkebun dikenang sebagai
warisan yang tersebar di banyak kebun dan juga dalam
beberapa catatan.
Orang-orang yang dibesarkan di satu kebun atau lainnya,
umumnya sudah diajari dengan kuat segala kebaikan atau
kejelekan, tentang bagaimana penduduk melihat sesuatu yang
mungkin mereka tidak mampu -- kendati berusaha -- menyadari
bahwa mereka harus kembali pada konsep 'kebun'. Akan tetapi,
pada umumnya mereka hanya menerima, menolak, menghentikan
keputusan atau mencari apa yang mereka bayangkan sebagai
faktor-faktor umum.
Dari waktu ke waktu, ahli kebun sejati bermunculan. Ahli
seperti itu, kebanyakan pada semi-kebun, ketika mendengar
yang asli, orang-orang berkata, "Oh ya, engkau berbicara
tentang kebun seperti sudah kami miliki, atau kami
bayangkan."Apa yang mereka miliki dan bayangkan, keduanya
tidak sempurna.
Ahli sejati, yang tidak dapat berunding dengan pekebun
imitasi, berkumpul dengan sebagian besar mereka, meletakkan
di kebun ini atau itu, sesuatu dari seluruh simpanan yang
memungkinkannya mempertahankan vitalitasnya di beberapa
tingkat.
Mereka sering terpaksa menyamar, karena orang-orang yang
ingin belajar sebenarnya tahu tentang fakta berkebun sebagai
seni atau ilmu, mendasari apa pun yang sudah mereka dengar
sebelumnya. Maka mereka bertanya, "Bagaimana aku bisa
mendapatkan bunga yang lebih indah dari umbi ini?"
Ahli kebun sejati bisa saja bekerja dengan mereka, karena
kebun yang sesungguhnya dapat diwujudkan, untuk keuntungan
seluruh ummat manusia. Mereka tidak terlalu lama, tetapi
hanya melalui mereka pengetahuan dapat diajarkan, dan
orang-orang dapat melihat apa kebun itu sebenarnya.
KELOMPOK SUFI
Sekelompok Sufi ditugaskan oleh guru mereka ke sebuah
wilayah, dan menempati sebuah rumah.
Untuk menghindari perhatian yang tidak diinginkan, hanya
satu orang yang bertugas -- Pemimpin -- mengajar publik.
Sisanya, mengemban tugas sebagai pelayan di rumahnya.
Ketika guru ini meninggal, komunitas tersebut menyusun
kembali tugas-tugas mereka, menyatakan diri mereka sebagai
mistik lanjutan.
Tetapi penduduk wilayah tersebut tidak hanya mencela
mereka sebagai peniru, tetapi mengatakan, "Memalukan! Lihat
Bagaimana mereka merampas dan membagi warisan Guru Agung.
Mengapa, pelayan-pelayan menyedihkan ini sekarang bahkan
berperilaku seolah mereka kaum Sufi!"
Orang-orang awam, dengan pengalaman pemikiran yang
kurang, tanpa sarana apa pun menghakimi situasi tersebut.
Oleh karena itu, mereka cenderung menerima para peniru
belaka, yang mengekor kepada guru dan menolak mereka yang
benar-benar membawa karya mereka.
Ketika seorang guru meninggalkan komunitas, karena
meninggal atau sebab lain, mungkin kegiatannya diharapkan
untuk dilanjutkan -- atau mungkin pula tidak. Merupakan
suatu ketamakan orang awam, kalau mereka selalu menganggap
bahwa kelanjutan tersebut memang diinginkan. Merupakan
kebodohan relatif mereka, kalau tidak dapat melihat sebuah
kelanjutan, jika mengambil bentuk lain daripada bentuk
sederhana.
KETIKA KEMATIAN BUKAN KEMATIAN
Seorang laki-laki diyakini telah meninggal, dan
disiapkanlah penguburan, ketika itu ia bangun kembali.
Laki-laki itu kemudian duduk, tetapi tampak sangat
terkejut melihat pemandangan sekitarnya, dan pingsan lagi.
Kemudian ia dimasukkan dalam keranda, dan upacara pemakaman
dimulai.
Ketika mereka tiba di kuburan, ia sadar lagi, mengangkat
penutup keranda dan berteriak minta tolong.
"Tidak mungkin ia hidup lagi," ujar para pelayat. "Karena
ia sudah dinyatakan meninggal oleh ahli yang berwenang."
"Tetapi aku hidup!" teriak laki-laki tersebut.
Ia pun lalu minta tolong kepada seorang ilmuwan dan ahli
hukum ternama yang ikut hadir.
"Sebentar," ujar sang ilmuwan. Kemudian ia berbalik
kepada para pelayat, dan menghitung mereka. "Sekarang, kita
sudah mendengar sebuah pernyataan kematian. Kalian,
limapuluh saksi mata, katakan kepadaku apa yang kalian
anggap benar!"
"Ia sudah mati," ujar para saksi.
"Kubur dia! " jawab sang ahli. Maka laki-laki itu pun
dikubur.
KAMAR PINJAMAN
Seorang laki-laki membutuhkan uang, dan satu-satunya cara
untuk mendapatkannya adalah dengan menjual rumah. Tetapi
bagaimanapun ia tidak ingin berpisah dengan semua
miliknya.
Melalui kontrak perjanjian dengan pemilik baru, laki-laki
tersebut setuju bahwa ia akan memiliki satu kamar yang
lengkap dan tidak terkunci, di mana ia dapat menyimpan semua
miliknya setiap saat.
Pertama, ia menyimpan benda kecil di kamarnya, dan
memeriksanya tanpa mengganggu siapa pun. Ketika ia berubah
pekerjaan dari waktu ke waktu, ia menyimpan barang-barang
dagangannya di sana. Pemilik baru tersebut tetap tidak
keberatan.
Akhirnya ia mulai menyimpan kucing-kucing mati di
kamarnya, sampai seluruh isi rumah merasa tidak nyaman
karena bau busuk yang menyegat.
Pemilik rumah membawa masalah ini ke pengadilan, tetapi
hakim memutuskan bahwa gangguan tersebut tidak melanggar
kontrak perjanjian. Akhirnya, mereka menjual rumah itu
kembali ke pemilik semula, dengan kerugian yang besar.
TUJUH BERSAUDARA
Pada suatu masa, terdapat seorang laki-laki yang memiliki
tujuh anak laki-laki. Sementara anak-anaknya tumbuh, ia
mengajari mereka sebanyak yang ia bisa, tetapi sebelum
melengkapi pendidikan mereka ia merasakan sesuatu, bahwa
keamanan mereka jauh lebih penting. Ia menyadari malapetaka
akan menyerang negara mereka. Karena anak-anaknya masih muda
dan ugal-ugalan, ia tidak dapat menceritakan rahasia
tersebut secara lengkap. Ia tahu kalau mengatakan, "Sebuah
malapetaka tengah mengancam,' mereka akan menjawab, "Kami
akan tinggal di sini dan menghadapinya."
Maka sang ayah mengatakan kepada masing-masing anaknya,
bahwa ia harus menjalani sebuah tugas, dan ia akan segera
pergi untuk tugas tersebut. Ia mengirim si sulung ke utara,
anak kedua ke selatan, anak ketiga ke barat dan keempat ke
timur. Ketiga lainnya, dikirim pergi tanpa tujuan.
Segera setelah mereka pergi, sang ayah, menggunakan
pengetahuan khususnya, pergi menuju ke negeri jauh membawa
beberapa pekerjaan yang sudah terganggu oleh kebutuhan
mendidik anak anaknya.
Ketika mereka menyelesaikan tugas tersebut, keempat anak
pertama kembali ke negara mereka. Sang ayah memberi batas
waktu yang cukup lama, hingga mereka tidak lagi saling kenal
dan berjauhan, sampai memungkinkan untuk pulang ke
rumah.
Sesuai dengan petunjuk, anak-anak kembali ke tempat yang
sudah mereka kenal semasa kecil. Tetapi sekarang mereka
sudah tidak saling kenal. Satunya mengatakan kalau dirinya
adalah anak sang ayah, tetapi lainnya tidak percaya. Waktu
dan iklim; penderitaan dan kebahagiaan, menyelesaikan tugas
mereka, dan penampilan mereka pun berubah.
Karena saling bertentangan dan memutuskan menilai lainnya
melalui sikap, janggut, warna kulit, dan cara berbicara
--semuanya berubah -- selama berbulan-bulan tidak satu pun
membiarkan lainnya membuka surat dari sang ayah, yang berisi
jawaban atas masalah mereka dan sisa pendidikan mereka.
Sang ayah sudah membayangkan hal ini, itulah kearifannya.
Ia tahu, sampai anak-anaknya dapat memahami bahwa mereka
sudah banyak berubah, mereka tidak dapat belajar lagi.
Situasi selanjutnya, dua bersaudara sudah saling kenal,
tetapi untuk sementara. Mereka membuka surat tersebut.
Mencoba menilai kenyataan mereka sendiri bahwa apa yang
mereka ambil sebagai pondasi sebenarnya adalah --dalam
bentuk yang mereka gunakan bagian luar yang tidak berharga;
apa yang sudah bertahun-tahun dihargai sebagai akar
kepentingan mereka, dalam kenyataannya mungkin sia-sia dan
mimpi yang tak berguna.
Dua bersaudara lainnya, melihat mereka, tidak puas kalau
mereka sudah berkembang melalui pengalaman mereka, dan tidak
ingin menandinginya.
Tiga bersaudara yang pergi ke tempat lain, belum kembali
ke tempat yang ditentukan.
Bagi keempatnya, akan menjadi 'entah kapan', sebelum
mereka benar-benar sadar satu-satunya alat kelangsungan
hidup dalam pengasingan mereka --kedangkalan yang mereka
anggap penting-- adalah rintangan bagi pemahaman mereka.
Semuanya masih jauh dari pengetahuan.
PENDAPAT UNTA
Suatu ketika, seorang laki-laki bertanya pada seekor
unta, mana yang lebih disukainya, pergi ke tempat tinggi
atau rendah.
Unta menjawab, "Apa yang penting bagiku bukan tempat
tinggi atau rendah -- tetapi bebannya!"
SUMPAH
Seorang laki-laki yang terganggu pikirannya bersumpah,
bahwa kalau masalahnya terpecahkan ia akan menjual rumahnya
dan memberikan semua keuntungannya kepada orang miskin.
Waktunya tiba, ketika sadar maka ia haruslah memenuhi
sumpah tersebut. Akan tetapi dia sendiri tidak ingin
mengeluarkan banyak uang. Oleh karena itu, dicarinya jalan
keluar.
Ia pun meletakkan tulisan rumah dijual dengan harga
sekeping uang perak. Termasuk seekor kucing. Harga untuk
binatang ini sepuluh ribu keping uang perak.
Seseorang membeli keduanya, rumah dan kucing. Maka
laki-laki yang telah bersumpah tersebut memberikan sekeping
uang perak, hasil penjualan rumah, kepada orang miskin,
sedangkan sepuluh ribu keping perak sisanya dikantonginya
sendiri.
Banyak pikiran orang bekerja seperti ini. Mereka
memutuskan mengikuti suatu ajaran; tetapi menafsirkan
hubungan mereka dengannya untuk keuntungan diri sendiri.
'KAUM SUFI ADALAH PEMBOHONG'
Kedudukan kaum Sufi seperti orang asing di sebuah negeri,
seperti tamu di sebuah rumah. Siapa pun dalam kemampuan
masing-masing berpikir pada mentalitas lokal.
Sufi sejati adalah orang yang 'sudah berubah' (abdal),
berubah menjadi bagian penting Sufisme. Orang awam tidak
berubah; sebab itu membutuhkan kepura-puraan.
Seseorang yang pergi ke suatu negeri di mana telanjang
adalah sesuatu yang dihormati, dan mengenakan pakaian
dianggap tidak terhormat. Supaya tetap eksis di negeri
tersebut, ia harus melepas pakaiannya. Jika ia mengatakan,
"Mengenakan pakaian adalah yang terbaik, telanjang tidaklah
terhormat," ia meletakkan dirinya pada sisi luar masyarakat
negeri yang ia kunjungi.
Oleh karena itu, apakah ia akan tinggal atau -- jika ia
bermanfaat di sana -- akan menerima atau menunda. Apabila
pokok bahasan tentang kebaikan mengenakan pakaian atau
lainnya diperdebatkan, ia mungkin harus berpura-pura. Karena
ada pertentangan kebiasaan di sini.
Bahkan terdapat pertentangan yang lebih besar, antara
berpikir kebiasaan dan berpikir bukan kebiasaan. Kaum Sufi,
karena berpengalaman, dalam berhubungan dengan lainnya,
begitu banyak, mengetahui tingkatan eksistensi yang tidak
dapat dinilainya dengan argumen, walaupun seluruh argumen
sudah pernah dicoba oleh seseorang pada suatu waktu, sesuatu
yang sudah berlaku serta dianggap sebagai 'akal sehat'.
Kegiatannya, seperti seorang seniman, mengurangi
ilustrasi tersebut.
TENTANG MUSIK
Mereka tahu kalau kita mendengar musik, dan kita
merasakan sesuatu yang tersembunyi di dalamnya.
Maka mereka bermain musik dan memasukkan diri mereka
sendiri pada 'keadaan'.
Tahu bahwa setiap pembelajaran harus memiliki semua
persyaratannya, bukan sekadar musik, pemikiran,
konsentrasi.
- Ingat:
- Kesia-siaan adalah perahan susu yang luar biasa
- Dari seekor sapi yang menendang embernya.
(Hadrat Mu'inuddin Chisyti)
BAGAIMANA MANUSIA MENINGKATKAN
DIRINYA?
Ada dua hal: baik dan sesuatu yang harus menjadi baik
realitas dan realitas semu. Ada Tuhan dan manusia.
Jika manusia mencari Kebenaran, ia harus memenuhi syarat
untuk menerima kebenaran. Ia tidak mengetahui ini.
Akibatnya, meyakini keberadaan Kebenaran, ia beranggapan
dirinya mampu menerimanya. Ini tidak berkaitan dengan
pengalaman, tetapi melanjutkan keyakinan.
Setelah giliranku, misalnya, orang akan terus menggunakan
bagian-bagian dari apa yang sudah biasa dianggap sebagai
alat berhubungan dengan kebenaran, menggunakannya seperti
mantera atau jimat, untuk membuka gerbang. Mereka akan
bermain dan mendengar musik, merenungkan tokoh tertulis,
berkumpul bersama, sederhana karena sudah melihat hal-hal
ini berlangsung.
Tetapi seninya ada di dalam penyatuan unsur yang benar,
yang membantu manusia menjadi layak atas hubungannya dengan
Kebenaran sejati, bukan peniruan yang tak berarti.
Ingatlah selalu bahwa ilmu (ilm) untuk mempengaruhi
jembatan antara sisi luar dan sisi dalam, jarang sekali dan
diturunkan hanya kepada sedikit orang. Tidak dapat
dihindari, akan banyak sekali orang lebih suka meyakinkan
diri sendiri yang pada kenyataannya kurang berpengalaman,
daripada menemukan pemberi intisarinya.
(Hadrat Mu'inuddin Chisyti)
MISTERI KAUM SUFI
Nyanyian Urdu ini dinyanyikan oleh pengikut pemimpin
Chisyti di abad kesembilanbelas, Sayid Mir Abdullah Shah,
yang bermukim di Delhi. Maksudnya adalah menunjukkan bahwa
Sufi dikenal melalui sesuatu yang mereka bagi, sesuatu yang
tidak dapat digambarkan melalui nama, ritual atau
tanda-tanda kebesaran; kendati semuanya sesuai dengan
kesatuan batiniah manusia yang misterius.
- Aku melihat manusia bebas duduk di tanah
- Di bibirnya sebatang ilalang,
- jubahnya robek, tangannya letih.
- Dapatkah yang satu ini menjadi Pilihan Agung?
- Ya, Temanku, itulah Dia!
- Syeikh Sa'di Baba, Sultan Arif Khan, Syah Waliyullah
al-Amir
- Tiga gelombang dari satu lautan.
- Tiga raja dalam jubah pengemis.
- Dapatkah mereka menjadi 'Pilihan Tertinggi?
- Ya, Wahai Temanku, semuanya adalah Dia!
- Semuanya Dia, Semuanya Dia, Semuanya Dia!
- Muslim, Hindu, Kristen, Yahudi dan Sikh.
- Bersaudara dalam perasaan tersembunyi -
- namun siapa yang tahu bagian dalamnya? ...
- Wahai Sahabat dari Gua!
- Mengapa kapak, mangkuk-mengemis?
- Mengapa kulit domba, tanduk dan topi?
- Mengapa batu di atas pengikat pinggang?
- Lihat: ketika dalam darahmu mengalir anggur
- Semua adalah Dia, Temanku, adalah Dia!
- Semuanya Dia, Temanku, adalah Dia!
- Apakah engkau pergi ke puncak gunung?
- Apakah engkau duduk di suatu tempat?
- Mencarinya ketika Sang Guru tiba,
- Mencari permata di dalam tambang!
- Semuanya Dia, temanku, sahabat, Semuanya Dia!
|