|
APENDIKS II. KECEPATAN
Tidak ada aspek Sufisme yang lebih memikat bagi orang
yang tidak sabar selain kecepatan. Minat dan kegemaran yang
sangat kuat ini telah muncul sejak "teknik cepat" dari
tarekat Sufi ini telah dibawa ke India oleh Syekh
Syattar.
"Kecepatan" (metode Syattari) secara tradisional berasal
dari Tarekat Sufi Naqsyabandiyah, yang hampir menyebar
secara luas ke Afghanistan, Turkistan, sebagian yang lain di
Asia Tengah dan Ottoman Turki. Bahauddin Naqsyabandi (w.
1389) menyatakan bahwa ini merupakan fase ajaran Sufi.
Rantai transmisinya sampai kembali ke Muhammad saw dan
sahabat-sahabatnya, Abu Bakar, Salman al-Farisi, keluarga
Sayyid dan keluarga Imam serta yang lain-lain, termasuk juga
Bayazid Bisthami (w. 875) juga para guru besar lainnya.
Syekh Abdullah Syattari mengunjungi India pada abad
kelima belas, dengan mengembara dari satu biara ke biara
yang lain dan memperkenalkan metodenya. Prosedurnya yaitu
dengan cara mendekati seorang ketua suatu kelompok Sufi dan
mengatakan, "Ajarilah aku dengan metode yang Anda miliki,
dan bandingkanlah metode Anda dengan metodeku, bila Anda
tidak bersedia, maka kuajak Anda mengikuti metode yang
kumiliki."
Syattari meninggal pada kuartal pertama abad kelima belas
di India, dan para penerusnya berpengaruh secara kuat bagi
para Kaisar Mogul. Salah seorang pemimpin Syattariyah, Shah
Gwath, dibunuh oleh para penguasa agama resmi, tetapi pada
akhirnya juru bicara mereka didaftarkan sebagai seorang
siswa. Tarekat Syattariyah tidak lagi diperhatikan publik
pada awal abad kesembilan belas sampai masa sekarang,
menjadi --dalam bahasa Sufi-- suatu organisasi yang
semata-mata 'mengabadikan diri' yang berpusat di Gujarat.
Metode-metode Syattariyah yang sejak itu dengan segala upaya
diselidiki oleh orang India dan para Pencari lainnya, tetap
melestarikan unsur ajaran Naqsyabandiyah sebagai madzhab
induk yang dipraktikkan Syattari.
|