Anjing, Tongkat, dan Sang Sufi
Suatu hari seorang lelaki berpakaian sufi sedang
berjalan-jalan. Di tengah jalan dilihatnya seekor anjing
yang tanpa sebab dan tanpa alasan dipukulnya keras keras
dengan tongkat. Anjing itu meraung kesakitan dan lari kepada
guru agung Abu Said. Anjing itu rebah di dekat kaki Abu
Said, Sambil terus menjilati lukanya, ia menuntut keadilan
atas kekejaman lelaki berpakaian sufi itu.
Orang bijak itu mempertemukan keduanya. Kepada Sufi itu
ia berkata, "Hai, orang yang tak berbelas kasih! Teganya
engkau menyakiti makhluk malang ini! Lihatlah hasil
perbuatanmu!"
Jawab Sufi itu, "Sekali-kali ini bukan salahku. Aku
memukulnya bukan hanya karena ia menyalak, tetapi juga
karena ia telah mengotori jubahku."
Tetapi, anjing itu bersikukuh dengan pengaduannya.
Kemudian, guru tiada banding itu berkata kepada anjing
itu, "Daripada menunggu datangnya Pembalasan Terakhir,
biarlah kini aku membalas rasa sakit yang kau alami."
Kata anjing itu, "Alangkah luhur dan bijaknya engkau,
guru! Ketika kulihat orang ini berpakaian seperti seorang
sufi, aku mengira ia takkan menyakitiku. Seandainya kulihat
seorang berpakaian biasa, seperti biasa aku akan segera
menyingkir dan jalan agar ia bisa lewat. Aku telah salah
sangka bahwa penampilan lahiriah menandakan batin yang suci.
Jika guru hendak menghukumnya maka ambillah daripadanya
jubah Orang Terpilih itu. Tanggalkan darinya pakaian
Orang-orang Saleh ..."
Anjing itu telah mencapai Tingkatan tertentu dalam Jalan
Kebenaran. Sungguh keliru anggapan bahwa seorang manusia
nisaya iebih baik daripadanya.
'Pengondisian' yang digambarkan dalam kisah ini dengan Jubah
Darwis sering disalahartikan oleh kaum esoteris dan agamawan
dari berbagi kalangan sebagai sesuatu yang berhubungan
dengan pengalaman atau nilai yang sesungguhnya.
Kisah ini, yang diambil dari karya Attar Divine
Book (the Ilahi-Nama) beredar di kalangan para darwis
dari "Jalan Kesalahan" (Path of Name), dan dianggap
berasal dari Hamdun Si Pengelantang, pada abad ke-19.
(terjemahan
lain)
|