|
Sang Raja dan Anak Miskin
Seseorang tidak akan bisa melewati jalan dalam perjalanan
batinnya sendirian. Saudara tidak dapat melewatinya
sendirian, sebab harus ada seorang penuntun. Yang kita sebut
raja adalah penuntun, dan anak miskin itu Si Pencari.
Dikisahkan bahwa Raja Mahmud dan tentaranya terpisah.
Ketika sedang bersicepat mengendarai kudanya, dilihatnya
seorang anak kecil berada di tepi sungai. Anak itu telah
menebarkan jalanya ke sungai, dan wajahnya sangat muram.
"Anakku," kata Sang Raja, "Kenapa kau sedih? Aku tak
pernah melihat orang semuram dirimu."
Anak lelaki itu menjawab, "Baginda, hamba salah seorang
dari tujuh bersaudara yang tak punya ayah lagi. Kami bersama
ibu kami dalam kemiskinan dan tanpa bantuan siapa pun. Hamba
datang kemari setiap hari dan menebarkan jala untuk
menangkap ikan agar malamnya hamba bisa makan. Kalau hamba
gagal menangkap seekor ikan pun pada siang hari, kami tak
punya apa-apa untuk di makan pada malam hari.
"Anakku," kata Sang Raja, "bolehkah aku membantumu?'Anak
itu setuju, dan Raja Mahmud pun melemparkan jala yang,
karena sentuhan keagungannya, menghasilkan seratus ikan.
Mereka yang belum luas pengetahuannya sering beranggapan
bahwa sistem metafisika menolak nilai benda 'duniawi' atau,
sebaliknya, menjanjikan keuntungan kebendaan yang
melimpah.
Tetapi dalam Sufisme, capaian 'hal-hal baik' tidak selalu
kiasan atau mesti harafiah. Kisah perumpamaan yang berasal
dari Faridudin Attar ini, dan dicantumkannya dalam
Parliament of Birds (Musyawarah Burung), dipergunakan baik
dalam pemahaman harafiah maupun simbolik. Menurut para
darwis, seseorang bisa memperoleh keuntungan kebendaan lewat
Jalan Sufi apabila hal itu demi manfaat Jalan dan dirinya
sendiri. Demikian pula, ia akan memperoleh karunia rohani
sesuai dengan kemampuannya mempergunakannya dengan cara yang
benar.
(terjemahan
lain)
|