Kang Sejo Melihat Tuhan

oleh Mohammad Sobary

Indeks Islam | Indeks Sufi | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

KURUNGAN
 
Kurungan bisa penting, bisa  juga  tidak.  Tergantung  siapa
yang  melihat. Buat saya pribadi, isi kurungan lebih penting
daripada kurungannya.
 
Pak Penewu (sekarang camat) di desa saya dulu  punya  seekor
perkutut  yang  hebat.  Kabarnya, orang dari kota (maksudnya
Yogya)  ingin  menukarnya  dengan  sebuah  sedan  baru.  Ini
burungnya.
 
Kurungannya,  kata  Kang  Brahim, lebih mahal daripada rumah
Kang Brahim  sendiri,  yang  memang  kecil  itu.  Maklumlah,
namanya  juga  burungnya  Pak Penewu. Dalam hal ini kurungan
itu fungsional dan karena itu memang  penting.  Akan  ganjil
benar  bila burung semahal itu dikurung dengan kurungan yang
sudah reot dan bolong.
 
Farriduddin Attar memandang bahwa  dunia  ini  sebuah  peti.
Saya lebih suka menyebutnya kurungan. Attar menganggap bahwa
dalam hidup orang sibuk membuat  peti-peti,  sedangkan  saya
melihat orang sibuk mengumpulkan aneka kurungan.
 
Kantor  kita,  asal-usul keluarga kita, agama kita, kesukuan
kita,  titel  kesarjanaan  kita,  partai  kita,   organisasi
profesi  kita,  bahkan  istri,  suami, mertua, paman, pakde,
pakdenya pakde, semuanya merupakan kurungan. Nama  kita  pun
sebuah kurungan.
 
Seperti  dalam  kasus  perkutut Pak Penewu, antara orang dan
namanya  harus  ada  keserasian  juga.  Kalau  tidak,   bisa
menimbulkan  gangguan dan sejumlah persoalan. Pernah seorang
petani kampung menamakan anak laki-lakinya Partaningrat. Dan
adik   si   Ningrat,   Diah   Astuti.   Ketika  Partaningrat
sakit-sakitan,  mbah  dukun  membuat  diagnosa   bahwa   dia
keberatan  nama.  Kalau  tak  diganti, kata mbah dukun, bisa
gawat. Andaikata orangtuanya pergi ke dokter, bukan ke  mbah
dukun, persoalannya tentu akan lain
 
Tapi    sudahlah.   Partaningrat   diganti   Bibit,   dengan
kelengkapan upacara  kecil,  ditandai  jenang  putih  jenang
abang  (merah).  Dan  Diah  Astuti  diganti  menjadi  Kawit.
Kontras  pergantian  itu,  tapi  apa  boleh   buat;   karena
keserasian,  dalam  dunia  pemikiran Jawa, merupakan sesuatu
yang penting. Bibit lalu  tumbuh  makin  sehat.  Dan  Kawit,
setelah bersuami, langsung beranak pinak.
 
Pemuda  kita  berebut  masuk  KNPI.  Sebagai  kurungan, KNPI
menjadi saluran karier politik  yang  baik.  Bagi  yang  tak
punya  naluri politik, sekurangnya KNPI memberinya identitas
tambahan.
 
Para sejarawan membuat organisasi "Masyarakat Sejarah" (MS).
Karena  ada  sejarawan yang juga sarjana hukum, selain masuk
MS ia juga masuk "Ikatan Sarjana  Hukum"  (ISH).  Ketika  MS
mendirikan  lembaga penelitian, ia memegang jabatan penting.
Dan setelah ISH mendirikan lembaga bantuan  hukum,  ia  juga
menjadi  salah  seorang  pengurus.  Ini  semua adalah status
tambahan belaka,  sebab  tugas  utamanya  menjadi  dosen  di
sebuah  perguruan tinggi swasta. Dia sadar bahwa tak mungkin
baginya memenuhi semua tugasnya dengan  baik.  Tetapi  dalam
hati  kecilnya  ia  memerlukan semua itu untuk memberi kesan
pada   khalayak,   betapa   penting   dia,   betapa    besar
kepeduliannya   dalam   pengembangan   ilmu  dan  pengabdian
masyarakat.
 
Jadi, kurungan-kurungan tadi pada dasarnya hanya  diperlukan
sebagai identitas tambahan.
 
Fungsi kurungan sebagai identitas menjadi penting buat orang
yang "gila" atau "krisis" identitas. Dalam seminar HIPIIS di
Yogya  bulan Juli tahun lalu, saya berkenalan dengan seorang
profesor. Belum pernah saya baca karya  orang  itu.  Namanya
pun  belum  pernah  saya dengar sebelumnya. Tapi dalam kartu
namanya  tercantum  banyak  identitas:  bidang  keahlian  A,
jabatannya  di  universitas B, sekretaris organisasi profesi
C, dan anggota ikatan internasional sarjana "anu". Ini jenis
sarjana  yang  melihat  kurungan  sebagai  sesuatu yang amat
penting.
 
Namun, banyak  juga  orang  yang  tidak  kurungan  oriented.
Mereka  risi  dengan berbagai kurungan. Gelar kesarjanaannya
tak usah selalu dipakai. Safari dan  segala  lambang  kuning
emas   di   dada  perlu  sesekali  ditanggalkan.  Dan  dalam
pergaulan sehari-hari tak perlu  menonjolkan  secara  verbal
puritansi keagamaannya. Bagi yang Islam tak perlu memamerkan
keislamannya,  dan  yang  Kristen   tak   perlu   memamerkan
kekristenannya. Semua itu pada dasarnya cuma kurungan.
 
Dengan  kata  lain, kurungan macam itu cuma membikin sumpek.
Kurungan ya kurungan. Artinya, ia cuma lapis luar dari  diri
kita.  Ia  sama sekali tidak penting. Orang macam Emha Ainun
Nadjib, pinandita yang terbiasa bebas di bawah langit dengan
selimut  mega-mega,  mungkin sudah sumpek hidup dalam banyak
kurungan:   dramawan,    budayawan,    penyair,    kolumnis,
cendekiawan  muda  Islam,  dan  siapa  tahu  bakal  ada yang
menambahkan predikat konglomerat.
 
Buat saya, tak terasa aneh mendengar ia ketika  itu  menolak
diberi  kurungan  baru yang hebat: Ikatan Cendekiawan Muslim
Indonesia (ICMI). Kalau dia masuk ke sana, dan kawula  macam
saya ini juga masuk, secara moril maupun materiil Emha rugi.
Tanpa dikurung  dalam  ICMI ia  sudah  lama  dijuluki cende-
kiawan  Islam (Muslim). Tanpa kurungan resmi seperti itu ia
sudah "menjadi". Sementara itu, banyak  orang  lain  mencari
kurungan  dengan  harapan "ingin menjadi". Pernah ia memberi
fatwa  pada  saya,  yang  harus  kita  cari  esensi,   bukan
eksistensi.
 
Alasan  resmi  penolakannya  untuk  "join"  di ICMI menarik.
"Saya tidak mampu memanggul tugas mulia itu."
 
Dalam hati, saya bertanya: Siapa yang menyuruhnya  memanggul
sesuatu?  Dalam  tradisi  kita,  sebuah  status  tak  selalu
menuntut peranan. Dan achievement,  umumnya,  belum  menjadi
keadrengan  banyak  pihak. Jadi kalau ia masuk ke sana untuk
kemudian duduk dan  diam,  sebetulnya  orang  toh  tak  akan
banyak  dituntut. Soalnya, ya tadi itu, bahwa kurungan, bagi
banyak pihak, lebih penting daripada isinya.
 
---------------
Mohammad Sobary, Tempo, 20 April 1991

Indeks Islam | Indeks Sufi | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team