69. BAIKLAH, BAIKLAH
Seorang gadis di kampung nelayan hamil di luar nikah,
Setelah berkali-kali dipukuli, akhirnya ia mengaku bahwa
bapak dari anak yang dikandungnya adalah Guru Zen yang
merenung sepanjang hari di dalam kuil di luar desa.
Orangtua si gadis bersama banyak penduduk desa
beramai-ramai menuju kuil. Dengan kasar mereka menyerbu Guru
yang sedang berdoa. Mereka menghajarnya karena
kemunafikannya dan menuntut bahwa ia sebagai bapak anak itu
wajib menanggung biaya untuk membesarkannya. Jawaban Guru
itu hanyalah, 'Baiklah, baiklah.'
Setelah orang banyak pergi meninggalkannya, ia memungut
bayi itu dari lantai. Ia minta supaya seorang ibu dari desa
memberi anak itu makan dan pakaian serta merawatnya atas
tanggungannya.
Guru itu jatuh namanya. Tidak ada lagi orang yang datang
untuk meminta wejangannya.
Ketika peristiwa itu sudah berlalu satu tahun lamanya,
gadis yang melahirkan anak itu tidak kuat menyimpan
rahasianya lebih lama lagi. Akhirnya ia mengaku, bahwa ia
telah berdusta. Ayah anak itu sebetulnya adalah pemuda di
sebelah rumahnya. Orangtua si gadis dan para penduduk
kampung amat menyesal. Mereka bersembah sujud di kaki Guru
untuk mohon maaf dan meminta kembali anak tadi. Guru
mengembalikannya dan yang dikatakannya hanyalah: 'Baiklah.
Baiklah!'
Orang yang sungguh-sungguh sadar!
Kehilangan nama? Tidak banyak berbeda dengan kehilangan
kontrak yang mau ditandatangani dalam mimpi.
(Burung Berkicau, Anthony de Mello SJ,
Yayasan Cipta Loka Caraka, Cetakan 7, 1994)
(versi asli)
|