98. TUJUH BULI-BULI EMAS
Seorang tukang cukur sedang berjalan di bawah sebatang
pohon yang angker, ketika ia mendengar suara yang berkata:
'Inginkah engkau mempunyai emas sebanyak tujuh buli-buli?'
Tukang cukur itu melihat kiri kanan dan tidak tampak seorang
pun. Tetapi nafsu lobanya timbul, maka dengan tak sabar ia
menjawab lantang: 'Ya, aku ingin!' 'Kalau begitu, pulanglah
segera ke rumah,' kata suara itu. 'Engkau akan menemukannya
di sana.'
Si tukang cukur cepat-cepat berlari pulang. Sungguh, ada
tujuh buli-buli penuh emas, kecuali satu yang hanya berisi
setengah saja. Si tukang cukur tak bisa melepaskan pikiran,
bahwa satu buli-buli hanya berisi setengah saja. Ia ingin
sekali untuk segera mengisinya sampai penuh. Sebab jika
tidak, ia tidak akan bahagia.
Seluruh perhiasan milik anggota keluarganya disuruhnya
dilebur menjadi uang emas dan dimasukkannya dalam buli-buli
yang berisi setengah itu. Tetapi buli-buli itu tetap berisi
setengah seperti semula. Ini menjengkelkan! Ia menabung,
menghemat dan berpuasa sampai ia sendiri dan seluruh
keluarganya kelaparan. Namun demikian, sia-sia belaka.
Biarpun begitu banyak emas telah dimasukkannnya ke dalamnya,
buli-buli itu tetap berisi setengah saja.
Pada suatu hari ia minta kenaikan gaji kepada raja.
Upahnya dilipatduakan. Sekali lagi ia berjuang untuk mengisi
buli-buli itu. Bahkan ia sampai mengemis. Namun buli-buli
itu tetap menelan setiap mata uang emas yang dimasukkan dan
tetap berisi setengah.
Raja mulai memperhatikan, betapa tukang cukur itu tampak
kurus dan menderita. 'Kau punya masalah apa?' tanya sang
raja. 'Kau dulu begitu puas dan bahagia waktu gajimu kecil
saja. Sekarang gajimu sudah lipat dua, namun kau begitu
muram dan lesu. Barangkali kau menyimpan tujuh buli-buli
emas itu?'
Tukang cukur terheran-heran. 'Siapakah yang menceritakan
hal itu kepada Paduka, ya Tuanku Raja?'
Raja tertawa seraya berkata:
'Tindak-tandukmu jelas menampakkan gejala-gejala yang
terdapat pada semua orang yang ditawari tujuh buli-buli emas
oleh setan. Ia pernah menawarkannya juga kepadaku. Aku
bertanya, apakah uang itu boleh dipergunakan atau
semata-mata untuk disimpan. Namun ia terus menghilang tanpa
berkata apa-apa. Uang itu tidak bisa digunakan, tetapi hanya
memaksa orang supaya mau menyimpannya. Lekas kembalikanlah
uang itu pada setan. Pastilah engkau akan bahagia
kembali!'
(Burung Berkicau, Anthony de Mello SJ,
Yayasan Cipta Loka Caraka, Cetakan 7, 1994)
|