KEBINGUNGAN MUSA
Diceritakan bahwa sebelum memimpin bangsanya dari tanah
Mesir, Musa belajar pada seorang Guru besar untuk
mempersiapkan diri menjadi seorang nabi. Disiplin pertama
yang diwajibkan oleh sang Guru kepada Musa adalah "diam."
Pada suatu hari mereka berdua berjalan-jalan dan Musa begitu
terpesona oleh keindahan alam, sehingga mudah baginya untuk
diam. Akan tetapi ketika mereka sampai pada tebing sungai,
ia melihat seorang anak yang tenggelam di tepi yang lain dan
ibunya berteriak-teriak minta tolong.
Musa tidak dapat tetap diam melihat hal seperti itu.
"Guru," katanya, "tidak dapatkah Guru melakukan sesuatu
untuk menyelamatkan anak itu?" "Diam!" kata Gurunya. Musa
menahan nafas.
Akan tetapi hatinya terusik. Ia berpikir, "Sungguhkah
Guru saya ini orang yang berhati keras, tidak punya
perasaan? Tidak kuasakah ia menolong orang-orang yang
membutuhkan?" Ia takut mempunyai pikiran yang tidak baik
mengenai Gurunya, tetapi ia juga tidak dapat
mengusirnya.
Dalam perjalanan itu mereka sampai ke pantai laut dan
melihat sebuah perahu tenggelam bersama dengan seluruh
awaknya. Musa berkata, "Guru, lihat! Perahu itu tenggelam!"
Sekali lagi Gurunya menyuruhnya untuk memegang disiplin
diam. Maka Musa tidak berbicara lagi.
Namun hatinya sangat tidak tenang, sehingga ketika mereka
sampai ke rumah kembali, Musa membicarakan hal itu dengan
Allah yang berkata kepadanya, "Gurumu benar. Anak yang tadi
tenggelam adalah anak yang akan menyebabkan kebinasaan
beratus-ratus ribu orang. Malapetaka ini dihindarkan dengan
tenggelamnya. Perahu yang tenggelam itu diawaki oleh
bajak-bajak laut yang merencanakan untuk pergi ke suatu kota
di pinggir pantai untuk menjarah dan merampas serta membunuh
orang-orang yang tak bersalah dan cinta damai."
Pelayanan merupakan suatu kebajikan hanya kalau disertai
kebijaksanaan.
(DOA SANG KATAK 1, Anthony de Mello SJ,
Penerbit Kanisius, Cetakan 12, 1996)
|