PERUMPAMAAN TENTANG ALAT PENOPANG
Karena suatu kecelakaan, seorang kepala desa tidak dapat
lagi menggunakan kakinya. Maka ia berjalan dengan alat
penopang. Lama kelamaan ia dapat berjalan dengan cepat -
bahkan ia dapat berdansa dan melingkar-lingkar untuk
menghibur tetangga-tetangganya.
Lalu ia mendapat gagasan untuk melatih anak-anaknya
menggunakan alat penopang. Dalam waktu singkat berjalan
dengan penopang menjadi lambang kedudukan yang tinggi di
desa itu dan semua orang menggunakannya.
Sampai pada keturunan keempat tidak seorang pun di desa
itu dapat berjalan tanpa penopang. Sekolah di desa itu
memasukkan pelajaran "Alat penopang - Teori - Praktek"
matapelajarannya, dan tukang kayu di desa itu menjadi
terkenal karena mutu alat penopang yang mereka hasilkan.
Bahkan dibicarakan kemungkinan untuk mengembangkan alat
penopang listrik, yang digerakkan baterei.
Pada suatu hari seorang pemuda Turki menghadap para
penatua desa dan bertanya mengapa semua orang harus berjalan
dengan penopang padahal Allah telah memberikan kaki kepada
manusia untuk berjalan. Para penatua desa itu merasa geli
karena orang baru ini merasa lebih bijaksana daripada
mereka. Maka mereka memutuskan untuk memberi pelajaran
kepadanya. Mereka berkata, "Mengapa engkau tidak menunjukkan
caranya kepada kami?"
"Baik," kata pemuda itu.
Acara pertunjukan ditentukan akan diadakan pada jam 10.00
hari Minggu berikutnya di lapangan desa. Ketika pemuda itu
berjalan terpincang-pincang dengan alat penopang ke tengah
lapangan, semua orang berada di sana. Dan ketika jam desa
menunjukkan pukul sepuluh, pemuda itu berdiri tegak dan
menanggalkan alat penopangnya. Gerombolan orang itu terdiam
ketika ia melangkah maju dengan berani - dan jatuh
tertelungkup.
Dengan itu semua orang semakin diyakinkan bahwa sungguh
tidak mungkin berjalan tanpa bantuan alat penopang.
(DOA SANG KATAK 1, Anthony de Mello SJ,
Penerbit Kanisius, Cetakan 12, 1996)
|