|
Foto 1. 1910: Pelabuhan Sabang dan Pulau
Weh. Gambar sekolah ini digunakan di negara
induk dan jajahannya untuk mengilustrasikan
pendidikan. Gambar-gambar ini tetap tergantung di
dinding kelas. Gambar ini digunakan untuk pelajaran
ilmu bumi. Yang diperlihatkan adalah pelabuhan
Sabang, yang terletak di sebuah pulau di bagian
paling Utara daerah Aceh. Pelabuhan ini penting
untuk ekspor batu bara dan minyak. Selain itu,
dalam perjalanan dari Belanda ke Hindia Belanda,
ini tempat berlabuh pertama di Hindia Belanda.
Lukisan yang menjadi contoh gambar sekolah ini
diperkirakan dibuat berdasarkan foto di bawah ini.
Gambar sekolah disertai deskripsi yang lengkap oleh
H. Zondervan. (sumber)
|
Foto 2. 1860: Pemain gamelan di Makassar (sumber
foto)
Foto 3. 1860: Orang Bugis.
Litografi ini adalah salah satu dari sebuah seri
yang terdiri dari lima litografi. Diperkirakan
karya ini dibuat berdasarkan gambar-gambar Ernest
de Jancigny Dubois. De Jancigny Dubois adalah
seorang ilmuwan dan penggambar amatir yang membuat
penelitian etnografis dan arkeologis di pulau Jawa
pada tahun 1840. Gambar berbagai kelompok etnis
Indonesia yang dibuatnya, seperti gambar orang
Bugis ini, tidak dibuat dengan menggunakan model
manusia yang alamiah. Gambarnya dibuat berdasarkan
boneka dari koleksi D. Scheltema, seorang bekas
agen Javasche bank di Surabaya. Lito dibuat oleh
Coenraad Ritsema dan diterbitkan oleh J.J. van
Brederode di Haarlem dalam portofolio dengan
halaman judul. Terbitan ini langka sekali. Hanya
Museum Pusat di Jakarta yang memiliki eksemplar
lengkap dengan halaman judul. (sumber)
|
Foto 4. 1824: Benteng Belgica di Banda Neira. Pelukis Q.M.R.
Ver Huell. (sumber
foto)
Foto 5. 1824: Benteng Belgica di Banda
Neira. Pada awalnya, Banda, yang terdiri dari
pulau Neira, Lontor, Ai, Run, Rosengain dan Gunung
Api, merupakan satu-satunya daerah penghasil pala
dan bunga pala di seluruh dunia. VOC tidak berhasil
memperoleh monopoli perdagangan melalui
perundingannya dengan pemimpin setempat. Karena itu
dipakai cara militer. Pada tahun 1621 pasukan
ekspedisi di bawah pimpinan Gubernur Jenderal Jan
Pieterszoon Coen menaklukkan Lontor, pulau
terbesar. Penduduk yang tidak tewas atau mati
kelaparan, melarikan diri atau ditangkap. Jumlah
korban mencapai ribuan. Tahanan diasingkan ke
Batavia. Pulau-pulau lain juga diduduki. Dengan
penaklukan Lontor, monopoli atas buah pala dan
bunga pala diamankan, tetapi akibat lenyapnya orang
Banda, tidak ada tenaga yang dapat merawat pohon
pala dan memanen buahnya. Untuk mengatasi masalah
ini, VOC menyewakan penanaman kepada bekas karyawan
atau keturunan mereka. Mereka diwajibkan memasok
semua pala dan bunga pala kepada VOC dengan harga
yang sudah ditetapkan. Pekerjaan itu sebenarnya
tidak dilakukan oleh perkenir tersebut,
tetapi oleh budak. (sumber)
|
Foto 6. 1842: Lapangan Waterloo di
Batavia. Waterlooplein, bersama dengan
Koningsplein, merupakan lapangan yang paling
penting di Batavia. Di lapangan ini terletak
Paleis Daendels (Istana Daendels),
dengan latar depannya tugu peringatan pertempuran
di Waterloo dengan singa Belanda di
puncaknya. Pada sore hari Minggu, ketika korps
musik tentara membawakan musiknya, lapangan ini
menjadi tempat berkumpulnya orang kaya dengan
kereta-kereta mereka, untuk mendengar, tetapi
terutama untuk melihat dan dilihat orang lain.
Konon, tempat ini menjadi saksi banyak pertemuan
romantis. Di kanan bawah kita melihat seorang
blanda-hitam, serdadu yang berasal dari
daerah di sekitar Elmina, daerah pendudukan Belanda
di daerah pesisir Ghana (Afrika Barat), yang
bertugas dalam dinas ketentaraan Hindia Belanda.
(sumber)
|
Foto 7. 1842: Istana di Buitenzorg
(Bogor). Buitenzorg didirikan pada tahun 1745
oleh Gubernur- Jenderal Van Imhoff (1705-1750).
Rumah peristirahatan yang dibangunnya dihancurkan
gempa bumi pada tahun 1834. Istana baru, yang
selesai dibangun pada tahun 1856, berfungsi sebagai
rumah dinas Gubernur-Jenderal pada zaman kolonial,
dan sebagai istana kepresidenan zaman ini. Di
tempat ini disimpan, antara lain, karya seni yang
dikumpulkan Presiden Soekarno (1901-1970). Istana
ini berbatasan dengan kebun botanis yang dibangun
pada tahun 1817 dan yang dulu dikenal sebagai
Lands Plantentuin di Buitenzorg.
(sumber)
|
Foto 8. 1646: Kambing dengan satu tanduk.
Pada akhir abad ke-16 kapal-kapal Belanda pertama
berangkat ke Hindia Timur. Pieter van den Broecke
menulis laporan mengenai perjalanannya yang kedua
ke Hindia, yang dimuat dalam kumpulan karangan
Begin ende voortgang, van de Vereenighde
Nederlantsche Geoctroyeerde Oost-Indische Compagnie
[
] (Awal dan perkembangan perusahaan
Hindia Timur Belanda yang diberi oktroi
[...]). Laporan ini tidak hanya
menceritakan perkembangan perjalanan, dengan
scorbutus*, pemberontakan dan sejumlah
besar peristiwa lain, tetapi juga menyebut semua
yang ditemukan awak kapal selama perjalanan.
Laporan ini sebenarnya merupakan deskripsi biologis
dan antropologis awal. Banyak temuan para
pengembara itu dianggap asing dan, karena itu,
dirasakan patut dicatat. Ceritanya dihiasi dengan
gambar hal-hal yang aneh ini. Yang mencolok pada
gambar dengan fauna asing ini adalah burung dodo di
sebelah kiri. Pemunahan jenis hewan ini adalah
perbuatan yang sangat tidak patut dibanggakan orang
Belanda.
* Penyakit yang diakibatkan oleh kekurangan
vitamin C. (sumber)
|
Foto 9. 1920: Seorang bocah Jawa membawa batu
tulis menuju sekolah, sambil melewati toko batik.
van der Heyden adalah seorang ilustrator buku di
Hindia Belanda pada awal abad ke-20. Karyanya yang
paling terkenal adalah Indisch prentenboek 1;
Bedienden en beroepen (Buku gambar Hindia Belanda
I; Pelayan dan pekerjaan) dan Nieuw Indisch A.B.C.
(A.B.C. Hindia Belanda yang baru). Dalam koleksi
KITLV terdapat lukisan cap air dan gambar yang
diperuntukkan bagi sebuah buku sekolah dalam tiga
jilid. Jilid pertama mengenai hari sekolah seorang
bocah Jawa, jilid yang kedua bercerita mengenai
perusahaan gula tempat bocah itu bekerja sebagai
pembantu pada suatu keluarga Eropa. Jilid yang
terakhir mengenai keluarga Eropa itu, setelah
berpindah rumah ke Surabaya. Buku sekolah ini tidak
pernah dipublikasikan. Ini gambar pertama yang
dimaksudkan untuk jilid 1: bocah Jawa melewati toko
batik dalam perjalanannya ke sekolah. (sumber)
|
|