Mengenai Peristiwa Ambon | |
|
Salam Persatuan, "BERSATU KITA TEGUH, BERCERAI KITA RUNTUH". Saudara-saudara sebangsaku yang saya hormati, saya sudah membaca beberapa tanggapan terhadap posting saya yang berjudul: "Pengakuan (indikasi provokator). Inti tanggapan itu adalah tentang validitas pengakuan itu. Dengan ini saya sampaikan, bahwa saya tidak mengarang ceritanya, saya tidak mengada-ada, dan saya tidak mengambilnya dari berita di luar Kep. Maluku/Halmahera. Saudara-saudaraku boleh percaya atau tidak, tetapi dengan ini saya nyatakan bahwa saya mempunyai kontak di sana, bahkan saya mempuyai seorang Lae di Halmahera (marga Situmorang). Merekalah yang secara kekeluargaan berbincang-bincang dengan para pengungsi di sana. Sekali lagi, motifasi saya memposting itu ialah agar JANGAN MEMBUAT DALANG KERUSUHAN INI TERTAWA-TAWA karena berhasil mengacaukan persaudaraan kita sebagai bangsa Indonesia. Kalau masih ada yang berprasangka buruk terhadap niat baik ini, saya khawatir jangan-jangan berbagai milis pun penuh dengan provokator yang memanfaatkan jargon agama sebagai legitimasi pemancingan emosi umat beragama tertentu. Sekali lagi, niat saya hanya satu, yaitu: Indonesia tetap bersatu tanpa memandang latar belakang apa pun. Semua kita sama di hadapan Tuhan Yang Maha Kuasa. Berikut ini saya postingkan kembali penuturan warga Transmigrasi Togoliu mengenai klarifikasi terhadap pemberitaan Republika beberapa hari yang lalu. Sekali lagi, saya tidak mengada-ada. Saudara-saudaraku boleh percaya atau tidak. Maaf bila ada kekurangan dalam kata-kata. Salam persatuan, A. Simanjuntak ============== "PENUTURAN TRANSMIGRAN TOGOLIU - TOBELO (HALMAHERA)" (Klarifikasi terhadap Pemberitaan Harian Republika dan klarifikasi pembenaran Kapolres Maluku Utara) -------------------------------------------------- Pemberitaan yang TIDAK BENAR mengenai kerusuhan yang terjadi di Halmahera, khususnya Tobelo telah menggores hati transmigran Togoliu (Halmahera). Mereka sedih setelah adanya pemberitaan yang mengada-ada itu. Sebagaimana diberitakan Harian Republika (17/01/2000), bahwa pejabat kepolisian di Maluku Utara membenarkan sebanyak 216 warga transmigrasi asal Pulau Jawa yang ditempatkan di UPT Togoliuwa, Kecamatan Tobelo, telah tewas di masjid akibat diserang oleh massa merah (Kristen) dalam pertikaian antar warga akhir Desember lalu di bagian utara Pulau Halmahera. Warga Muslim Tobelo yang tewas pada tragedi itu tercatat sementara 464 jiwa. Dari jumlah itu, 254 kedapatan tewas di Desa Togoliuwa -- lokasi penempatan transmigran asal Pulau Jawa -- dan terbanyak di masjid. "Memang benar 216 jiwa warga Muslim itu tewas di (dalam dan halaman) masjid di Desa Togoliuwa," kata Kapolres Maluku Utara Letkol Pol Drs Didik Prijandono, di Ternate, Ahad (16/1) menanggapi kesimpangsiuran jumlah korban kerusuhan. Hal itu TIDAK MUNGKIN TERJADI di lokasi itu, sebab hubungan sosial/kekerabatan dengan penduduk asli sudah terbina secara alami di daerah itu. Misalnya, kalau di tempat itu tidak ada hujan, seluruh warga masyarakat transmigran dan suku pedalaman mengambil air untuk kebutuhan sehari-hari di sebuah kali bernama kali Dudumu, tanpa ada penilaian perbedaan/kecurigaan di antara mereka walaupun berbeda agama, budaya, asli dan pendatang. Antara suku pedalaman dengan transmigran sering mengadakan "barter" (barang dengan daging buruan). Mereka senang dengan kehadiran kami, demikian juga kami terhadap mereka. Bahkan kehadiran para transmigran cukup menolong memotivasi warga setempat khususnya dalam mengolah lahan yang sangat subur, bertanam kacang, kedele, jagung, sayuran, dll. Betapa tenteramnya mereka menjalankan ibadah masing-masing. Pemerintah telah menyediakan mesjid (bagi warga Muslim) dan Kapel (bagi warga Kristen). Demikianlah penuturan Ibu FATMAWATI (30) dan Ibu NINGSIH (33), dua orang warga transmigrasi Togoliu, kepada Suara Peduli Halmahera (SPH). Berita kerusuhan di daerah Transmigrasi Togoliua (daerah gabungan antara suku Jawa, penduduk setempat, dan suku pedalaman Wangongira) TIDAK BENAR. Di sana TIDAK TERJADI APA-APA. TIDAK TERJADI PEMBUNUHAN, TIDAK TERJADI SALING CURIGA, TIDAK ADA KETERPISAHAN, mereka hidup seperti biasa, sepakat untuk tidak terpengaruh dengan apa yang terjadi di luar daerah transmigrasi. Mereka sepakat untuk bersama-sama menjaga lingkungan transmigrasi dan segenap warganya, tanpa kecuali. Ibu Ningsih menuturkan: "wah..wah.. tidak mungkin itu pak, itu berita mengada-ada. BOHONG ITU, " katanya. Yang bertikai itu adalah sesama warga di Tobelo, yang sama sekali tidak melibatkan warga transmigrasi. Apa betul ada korban meninggal ?. Ibu Ningsih: "...Yang mana ya... oh ada...yang satu meninggal karena sakit sesak nafas, yang satu meninggal karena obat berlebihan dan yang satu lagi orang Togoliu (asli Tobelo, karyawan perusahaan Widuri), meninggal karena berkelahi dengan orang Kusuri. Hanya itu Pak. Tidak ada yang lain sampai sekarang." Betulkah pada Hari Minggu (16/01/2000) warga transmigrasi telah dievakuasi? Memang ada LIMA ORANG pergi ke Kompi Senapan C-732 Tobelo, karena ingin pergi ke Jawa (rencana pulang ke Jawa sudah lama). Entah cerita apa kelima orang itu di Kompi, tiba-tiba aparat keamanan ramai, langsung menjemput warga transmigran, bahkan MEMAKSA MEREKA agar ikut naik di truk. Oknum aparat itu mengatakan: "Kalau tidak mau iktu sekarang, besok kamu akan mati (DENGAN NADA MENGANCAM). Para transmigran menanggapinya: "Kami TIDAK MAU MENINGGALKAN TRANS, BIARLAH KAMI MATI DI SINI. Inilah tekad kami bersama. Lebih lanjut aparat mengancam: "Lihat saja setelah ini akan terjadi sesuatu ...", sehingga banyak warga transmigrasi yang menjadi takut mendengar ancaman itu. Siapa yang mengatakan demikian? "Anu...aparat keamanan bernama MUHAMMAD ANTONI, waktu itu ia sangat marah, dan mengeluarkan kata-kata caci maki. Kami semua sangat sedih, semua tidak mampu berbuat apa-apa, karena aparat banyak sekali. Aparat masuk dari rumah ke rumah, MEMERINTAHKAN AGAR SEMUA IKUT. Kami heran, padahal Bapak DANRAMIL dan Pak Kapolsek cukup baik mengarahkan kami. Mereka menyadarkan kami sebelum bertindak melakukan sesuatu. Bapak itu mengingatkan agar kami rukun, bersama menjaga keamanan, lihat tanaman-tanaman yang subur dan telah siap untuk dipanen, demikian Bapak itu menghimbau kami. Kami sangat senang dengan kata-kata yang bijaksana itu. Berbeda dengan aparat yang lain itu, mereka kasar dan memaksa agar kami semua takut. Saya sedih, banyak teman yang sudah pulang. Tapi syukurlah, Tuhan YM Kuasa tetap melindungi kami. Saya sangat senang di trans, lebih baik saya dan seluruh keluarga tetap di sini, bila Tuhan berkenan sampai mati kami tetap di Trans (dituturkan dengan penuh pasti sambil tersenyum). Walaupun di Tobelo dan sekitarnya telah terjadi pertikaian sesama warga asli Tobelo (Halmahera) yangf berbeda agama, akan tetapi suasana di lokasi transmigrasi nasional Togoliu TIDAK TERJADI APA-APA. Mereka mengantisipasi keadaan secara kekeluargaan. MEREKA TETAP RUKUN DAN TENTERAM. Namun SANGAT DISESALKAN oleh SELURUH WARGA TRANSMIGRASI, pada Hari Minggu (16/01) tengah hari, kebijaksanaan aparat keamanan di luar dugaan mereka. Aparat keamanan datang MENJEMPUT warga transmigran KHUSUS YANG BERASAL DARI JAWA. Mereka sangat heran dan TERKEJUT dibarengi rasa KECEWA. Mereka pada prinsipnya mengatakan TIDAK MAU, akan tetapi aparat tersebut MENEKANKAN demi keamanan, demi keselamatan, disertai dengan ISU NEGATIP YANG TIDAK SEIRING DENGAN KESEPAKATAN WARGA SETEMPAT. Mereka dijemput secara paksa naik ke truk dan dibawa ke Kompi. Alasan dan cara paksa itu sangat mengejutkan dan MENGECEWAKAN mereka. Sehingga ketika mereka hendak meninggalkan lokasi, mereka sambil berpegangan tangan, sambil berangkulan, menangis, sangat haru. Entah masih mungkin UNTUK BISA BERJUMPA KEMBALI. Kesepakatan untuk hidup bersama selamanya di tanah, rumah, halaman, kebun, kekeluargaan yang selama ini terbina kini putus. Terputus oleh karena ulah mereka yang TIDAK BERTANGGUNGJAWAB. Demikian klarifikasi ini kami sampaikan. Sumber: SUARA PEDULI HALMAHERA (19 Januari 2000) Silakan lihat komentar/reklarifikasi mengenai berita ini. |
|
Program Kerja | Koleksi | Anggota | Indeks Artikel |