|
SEBELAS
INTIFADHAH
Intifadhah --bahasa Arab untuk "melepaskan diri"--
meletus pada 9 Desember 1987, di lingkungan ramai jalur Gaza
dan dengan segera menyebar ke Tepi Barat, melibatkan 1,7
juta orang Palestina yang hidup di bawah pendudukan sejak
1967. Penyebab langsung pemberontakan itu terjadi pada 8
Desember, ketika sebuah truk angkatan bersenjata Israel
menabrak sekelompok orang Palestina di dekat kamp pengungsi
Jabalya di Jalur Gaza, membunuh empat orang dan melukai
tujuh orang lainnya. Seorang pedagang Yahudi ditikam hingga
mati di Gaza pada 6 Desember, dan orang-orang Palestina
curiga bahwa kecelakaan lalulintas itu memang
disengaja.1 Para
pengamat memperkirakan bahwa orang-orang Palestina juga
dimotivasi oleh dua peristiwa dramatis bulan sebelumnya:
oleh tindakan berani dari seorang gerilyawan Palestina yang
dengan satu tangan berhasil membunuh enam serdadu Israel
dalam suatu serangan lewat pesawat layang gantung dan oleh
keputusasaan karena tidak adanya dukungan bagi keadaan
bangsa Palestina dari negara-negara Arab pada konferensi
puncak Liga Arab di Amman.
Yang jelas, intifadhah telah melibatkan konfrontasi
antara para serdadu Israel bersenjata berat dengan anak-anak
muda dan kaum wanita yang hanya bersenjatakan batu.
Metode-metode kekerasan Israel dalam usaha mereka untuk
menekan pemberontakan telah menewaskan lebih dari seribu
jiwa dan telah mendapat kecaman luas dari seluruh dunia.
Sampai kini intifadhah masih terus berlanjut.
OMONG KOSONG
"Dalam pandangan kami, Israel bukan hanya
mempunyai hak, melainkan juga kewajiban untuk
melestarikan atau mengembalikan ketertiban di
wilayah-wilayah pendudukan dan menggunakan
tingkat-tingkat kekerasan yang sesuai untuk mencapai
tujuan itu." --Richard Schifter, asisten menteri luar
negeri untuk hak-hak asasi
manusia,19882
FAKTA
Israel telah membunuh, melukai, memotong anggota badan,
menyiksa, memenjarakan, atau mengusir berpuluh-puluh ribu
orang Palestina dalam usaha untuk menekan pemberontakan
Palestina. Ketika pemberontakan itu mencapai tahun kelima
pada akhir 1991, Pusat Informasi Hak-hak Asasi Manusia
Palestina di Jerusalem dan Chicago melaporkan statistik
kumulatif berikut ini: 994 pembunuhan atas orang-orang
Palestina oleh pasukan Israel; 119.300 orang terluka; 66
deportasi; 16.000 penahanan administratif; 94.830 acre
penyitaan tanah; 2.074 penghancuran atau penyegelan rumah;
10.000 jam malam terus-menerus atas wilayah-wilayah dengan
penduduk lebih dari 10.000 orang; dan 120.000 pencabutan
pohon-pohon dari akarnya.3
Statistik telah menjadi salah satu subjek kontroversial
dari pemberontakan itu. Namun bahkan dengan penghitungan
yang lazim dari Kementerian Luar Negeri AS, paling sedikit
930 orang Palestina telah terbunuh oleh pasukan Israel dalam
empat tahun pertama intifadhah.4
Kebrutalan usaha-usaha Israel untuk menekan intifadhah
semula dikemukakan oleh Menteri Pertahanan Yitzhak Rabin.
Pada 19 Januari 1988, dia menyiarkan kebijaksanaan "patah
tulang," dengan mengatakan bahwa Israel akan menggunakan
"kekerasan, kekuatan, dan pukulan-pukulan" untuk menekan
pemberontakan.5
Perdana Menteri Yitzhak Shamir berkata: "Tugas kami sekarang
adalah menciptakan kembali benteng rasa takut antara
orang-orang Palestina dan militer Israel, dan sekali lagi
menyebarkan rasa takut akan kematian pada orang-orang Arab
di wilayah-wilayah itu untuk mencegah mereka agar tidak
menyerang kami lagi."6
Pemerintah Israel tampaknya memasukkan ke dalam hati
mereka nasihat yang diberikan oleh mantan Menteri Luar
Negeri Henry Kissinger kepada sekelompok pemimpin orang
Yahudi Amerika di New York pada Februari 1988. The New
York Times melaporkan bahwa Kissinger menyarankan agar
Israel menumpas intifadhah "secepat mungkin --secara
besar-besaran, brutal, dan segera. Pemberontakan itu harus
dipadamkan cepat-cepat, dan langkah pertama yang diambil
hendaklah memberangus televisi, ala Afrika Selatan. Tentu
saja, akan timbul kecaman internasional atas langkah
tersebut, tapi hal itu akan segera berlalu." Dia
menambahkan: "Tidak ada penghargaan atas kekalahan karena
kelemahlembutan."7
Untuk menekan pemberontakan itu, pasukan Israel tampil
terutama untuk memukuli pria-pria tua, kaum wanita, dan
anak-anak. Seorang pejabat Agen Pertolongan dan Pekerjaan
PBB di Jalur Gaza, Angela William, berkata: "Kami sangat
terkejut melihat bukti kebrutalan pemukulan rakyat. Kami
terutama kaget melihat dilakukannya pemukulan-pemukulan
terhadap para pria tua dan kaum
wanita."8 Dana
Penyelamatan Anak-anak dari Swedia, dalam riset yang
dibiayai oleh Ford Foundation, melaporkan pada pertengahan
1990 bahwa pasukan Israel melakukan kekerasan "yang kejam,
tak pilih-pihh, dan berulang-ulang" terhadap anak-anak
Palestina. Dikatakan bahwa 159 anak-anak dengan usia
rata-rata sepuluh tahun telah terbunuh dalam dua tahun
pertama, 6.500 terluka oleh tembakan, dan 35.000 hingga
48.000 lainnya (40 persen di antara mereka berusia sepuluh
tahun atau lebih muda lagi) dilukai dalam waktu dua tahun
pertama intifadhah.9
Klaim Israel dan para pendukungnya bahwa intifadhah bukan
merupakan akibat dari kemarahan terhadap pendudukan
melainkan akibat campur tangan kekuatan-kekuatan luar
tidaklah benar. Koresponden New York Times di Israel pada
waktu itu adalah Thomas L. Friedman, pemenang Hadiah
Pulitzer untuk peliputannya atas invasi
Israel pada 1982 ke Lebanon dan peliputannya tentang
Israel pada 1987. Dia menulis pada awal pemberontakan
itu:
"Pertikaian Israel-Palestina selama dua minggu terakhir
hanya menekankan bahwa telah terjadi perang saudara
sebelumnya di sini... Hanya karena orang-orang Palestina
atau Israel tidak mati dalam jumlah sebegitu setiap minggu
bukan berarti bahwa perang mereka tidak berlangsung
terus-menerus; tidak pernah ada satu minggu berlalu dalam
tiga tahun terakhir ini tanpa adanya seorang Palestina atau
Israel yang terbunuh atau terluka."10
Sebagaimana dilaporkan Wakil Sekretaris jendral PBB untuk
Permasalahan Politik Khusus Marrack Goulding setelah
mengunjungi wilayah-wilayah itu pada awal 1988: "Kerusuhan
enam minggu sebelumnya merupakan ungkapan keputusasaan dan
ketiadaan harapan yang dirasakan oleh para penduduk di
wilayah-wilayah yang dikuasai, yang lebih dari separuhnya
tidak mengetahui apa-apa kecuali pendudukan yang merebut apa
yang mereka anggap sebagai hak-hak mereka yang
sah."11
OMONG KOSONG
"Pemerintahan Israel di Tepi Barat (Yudea dan
Samaria) dan Jalur Gaza diakui cukup lunak." --AIPAC,
198912
FAKTA
Tidak ada yang lunak menyangkut pendudukan Israel di
wilayah-wilayah yang direbut pada 1967.
Hak-hak rakyat Palestina telah dilanggar secara
sistematis oleh Shabak, polisi rahasia Israel yang
sebelumnya dikenal sebagai Shin Bet. Shabak mempunyai
kekuasaan mutlak di wilayah-wilayah pendudukan. Salah satu
bentuk pelecehannya yang lebih efektif berasal dari
kekuasaan operatifnya untuk menentukan apakah orang-orang
Palestina di wilayah-wilayah pendudukan akan diberi izin
untuk melaksanakan aspek-aspek yang paling rutin dari
kehidupan sehari-hari mereka.13
Sekilas, praktek itu tampaknya cukup lunak. Tetapi otoritas
pendudukan Israel telah menyempurnakan pengeluaran izin
semacam itu menjadi suatu bentuk seni pelecehan
birokratis.
Washington Post melaporkan bahwa Israel dengan
sengaja menjalankan sistem itu untuk membuat kehidupan
sehari-hari menjadi sulit dan menjadikan orang-orang
Palestina di wilayah pendudukan frustrasi. Menurut Jonathan
Kuttab, seorang ahli hukum Palestina terkemuka: "Seluruh
proses itu dimaksudkan untuk menghancurkan rakyat, untuk
mematahkan perlawanan mereka dan memaksa mereka menyadari
bahwa apa pun yang mereka lakukan, sistem itu mempunyai
kuasa atas mereka dan dapat menyangkal hak-hak
mereka."14
Sistem perizinan yang mencakup segala hal itu
diberlakukan pada awal 1988 dan sejak itu telah membuat
kehidupan orang-orang Palestina sangat menyedihkan. Inti
sistem itu adalah sebuah formulir permohonan satu halaman
yang secara umum diberi judul "Permohonan Izin Administrasi
Wilayah Sipil Yudea dan Samaria." Sejak 1988, orang-orang
Palestina telah harus mengisi formulir itu untuk melakukan
salah satu dari dua puluh tiga kategori aktivitas yang
berkisar dari pendaftaran mobil hingga pendirian sebuah
pabrik baru. Izin itu diwajibkan bagi setiap pemohon dari
semua umur dan mencakup aktivitas-aktivitas sehari-hari
seperti mencatatkan kelahiran bayi, mendaftar sekolah,
mendapatkan nomor telepon, menerima pensiun, bepergian
keluar negeri, dan membeli petak tanah pekuburan.
Agar disetujui, formulir itu harus dicap oleh tujuh
kantor Israel yang tersebar di berbagai tempat di mana
antrean biasanya harus dilakukan selama berjam-jam. Para
pemohon harus membuktikan bahwa tidak ada
kewajiban-kewajiban khusus yang dibebankan pada mereka,
termasuk kartu tilang dan pajak yang belum dibayar. Menurut
laporan koresponden Washington Post Jackson Diehl:
"Bagi orang-orang Palestina, perang dalam kehidupan
sehari-hari berarti bahwa aktivitas-aktivitas yang begitu
sederhana seperti mendaftar untuk mendapatkan surat izin
mengemudi, atau akta kelahiran, akan membutuhkan
berminggu-minggu formalitas di lebih dari setengah lusin
kantor pemerintah, termasuk jawatan pemeriksaan pajak lokal
dan regional."15
Rasa putus asa yang menyeluruh dan kemarahan yang
dipendam oleh orang-orang Palestina terhadap pendudukan
militer itulah yang menyulut pemberontakan. Taktik Israel,
terutama sejak pemberontakan, telah dikecam oleh hampir
setiap organisasi hak-hak asasi manusia di dunia, oleh
saksi-saksi individual, dan berulangkali oleh para anggota
PBB, termasuk Amerika Serikat.16
Sebagian kecil dari banyak laporan kritis yang ada:
- UN Goulding Report, 21 januari 1988.
Wakil Sekretaris jenderal PBB untuk Permasalahan Politik
Khusus Marrack Goulding melakukan penyelidikan pada awal
1988 dan menyimpulkan bahwa Israel melanggar secara luas
hak-hak asasi manusia yang dijamin oleh Konvensi Jenewa
Keempat yang Berkaitan dengan Perlindungan Orang-orang
Sipil pada Masa Perang, 12 Agustus 1949. Israel terutama
melanggar Artikel 33, hukuman kolektif; Artikel 47,
usaha-usaha untuk mengubah status Jerusalem; Artikel 49,
deportasi orang-orang Palestina dan pembangunan pemukiman
di wilayah-wilayah pendudukan; dan Artikel 53,
penghancuran harta kekayaan. Di samping itu, juga
terdapat bukti pelanggaran Artikel 32, tindakan brutal
terhadap penduduk sipil.17
- European Community Report, 8 Februari
1988. Keduabelas negara Masyarakat Eropa mengecam
tindakan-tindakan keras Israel, dengan menyatakan bahwa
mereka "sangat menyesalkan tindakan-tindakan represif
Israel, yang merupakan pelanggaran terhadap hukum
internasional dan hak-hak asasi manusia." Mereka
mengatakan bahwa "tindakan-tindakan represif Israel harus
dihentikan" dan mengungkapkan "keprihatinan besar
Masyarakat Eropa atas situasi yang semakin
memburuk."18
- Physicians for Human Rights Report, 11 Februari
1988. Suatu kelompok yang terdiri atas empat
orang dokter Amerika, tiga dari Harvard dan satu dari
City University, New York, mewakili para Dokter Pendukung
Hak-hak Asasi Manusia, suatu kelompok pengamat mandiri di
Boston, melaporkan setelah kunjungan satu minggu ke
wilayah-wilayah itu bahwa Israel telah melepaskan "wabah
kekerasan tanpa kendali oleh angkatan bersenjata dan
polisi." Para dokter itu mengatakan bahwa riset mereka
mengenai orang-orang Palestina yang terluka menunjukkan
bahwa sebagian besar luka-luka itu diakibatkan oleh
tindak kekerasan sistematis oleh pasukan Israel. Para
dokter itu juga mengatakan bahwa banyak pukulan yang
secara sengaja dimaksudkan untuk mematahkan tangan,
lengan, dan kaki.19
- Medical and Human Rights Group Report, 30 Mei
1988. Para dokter Palestina, pejabat-pejabat PBB,
dan wakil-wakil dari Amnesti Internasional melaporkan
bahwa penggunaan gas air mata secara luas dan sembarangan
oleh pasukan Israel telah melukai 1.200 orang Palestina
dan menyebabkan berlusin-lusin keguguran kandungan serta
sebelas kematian sejak awal pemberontakan.
Kelompok-kelompok itu menuduh bahwa terdapat kasus-kasus
yang terdokumentasi dengan baik di mana pasukan-pasukan
itu menembakkan gas air mata ke dalam rumah-rumah,
ruang-ruang tertutup, dan rumah sakit-rumah
sakit.20
- Amnesty International Report, 17 Juni
1988. AI mengeluarkan laporan khusus yang
mengecam penggunaan amunisi secara luas oleh pasukan
Israel yang mengakibatkan terbunuhnya kaum wanita,
anak-anak di bawah usia empat belas tahun, dan
orang-orang tua. Sebagian dari mereka yang mati itu tidak
sedang terlibat dalam demonstrasi kekerasan ketika
terbunuh. Laporan itu mengatakan bahwa ada "bukti yang
menyarankan bahwa otoritas Israel pada tingkat tinggi
telah secara aktif membiarkan atau malah mendorong
digunakannya amunisi dan kekerasan yang tidak masuk
akal."21
- UN General Assembly Condemnation, 3 November
1988. Majelis Umum PBB mengumpulkan suara 130
lawan 2 untuk mengecam Israel karena telah "membunuh dan
melukai orang-orang Palestina yang tidak dapat membela
diri" dan menyatakan "sangat menyesalkan" tindakan Israel
yang mengabaikan resolusi-resolusi PBB sebelumnya yang
mengecam aksi-aksi semacam itu. Amerika Serikat dan
Israel sajalah yang memberi suara tidak
setuju.22
- UN General Assembly Condemnation, 20 April
1989. Majelis Umum PBB mengecam
pelanggaran-pelanggaran atas hak-hak asasi manusia yang
dilakukan Israel dan menuntut agar Israel menghentikan
tembakan-tembakan dan pembatasan-pembatasan peribadatan
di Tepi Barat dan jalur Gaza yang telah diduduki. Hasil
suaranya adalah 129 berbanding 2, dengan hanya Amerika
Serikat dan Israel memberikan suara
menentang.23
- Private Witness Report, 2 Maret 1990.
Dr. Martin Rubenberg, seorang dokter praktek di Florida,
bekerja sebagai sukarelawan di Jalur Gaza pada 1989 dan
mendapati bahwa Israel mencegah pemberian pelayanan
kesehatan yang layak untuk orang-orang Palestina. Dia
melaporkan: "Halangan birokratis digunakan untuk
membatasi pelayanan kesehatan... Fasilitas-fasilitas
radio, termasuk radio panggil para dokter, dilarang...
Pelayanan kesehatan juga dibatasi oleh otoritas Israel
ketika mereka mencegah kembalinya para dokter Palestina
yang telah mendapat latihan di luar negeri. Tidak adanya
pelayanan yang memadai, jam malam yang berkelanjutan,
seringnya dikenakan jam malam selama 24 jam berhari-hari
atau berminggu-minggu, penutupan militer dan
peraturan-peraturan yang melarang para penduduk Gaza
untuk bermalam di Israel, semuanya menambah kesakitan,
penderitaan, melemahkan tenaga dan daya tahan para pasien
Palestina."24
- Jimmy Carter Report, 19 Maret 1990.
Mantan Presiden Carter mengadakan perjalanan ke Israel
pada awal 1990 dan berkata: "Yang sedang kita bicarakan
adalah sebuah pemerintahan otoriter, yang berkuasa, yang
merampas hak-hak asasi mendasar rakyat
[Palestina] yang berada di bawah
kekuasaannya."25
Dia menambahkan: "Hampir tidak ada satu keluarga pun yang
hidup di Tepi Barat dan Gaza yang salah satu anggota
keluarga laki-lakinya tidak dipenjarakan oleh pihak
militer... Ada kira-kira 650 orang Palestina yang
terbunuh akibat sering ditembakkannya senjata api oleh
militer yang tidak berada dalam situasi terancam, dan
mereka juga menghancurkan rumah-rumah dan menempatkan
orang-orang di penjara-penjara tanpa
diadili."26
- Middle East Watch, 25 Juli 1990.
Organisasi hak-hak asasi manusia AS itu mendapati bahwa
peraturan-peraturan Israel yang mengatur penggunaan
senjata api "terlalu permisif" dan mendesak untuk diubah
"agar dapat mengurangi jumlah orang-orang Palestina yang
terbunuh dengan cara yang tidak dapat dibenarkan di
tangan pasukan Israel." Laporan itu mengecam kegagalan
Israel untuk menghukum para serdadu yang melakukan
pembunuhan-pembunuhan ilegal.27
- Secretary General of the United Nations Report,
1 November 1990. Sekretaris Jenderal PBB Javier
Perez de Cuellar mengusulkan agar Dewan Keamanan
melibatkan dirinya secara langsung untuk menemukan suatu
cara melindungi orang-orang Palestina yang hidup di bawah
pendudukan Israel.28
Salah satu usulan Perez de Cuellar adalah bahwa 164
penandatangan Konvensi Jenewa Keempat tahun 1949 tentang
Perlindungan Orang-orang Sipil di Masa Perang hendaknya
mengadakan pertemuan untuk membahas
pelanggaran-pelanggaran hak-hak asasi manusia oleh Israel
di wilayah-wilayah yang direbut pada 1967. Dia mencatat
bahwa "Ketetapan hati orang-orang Palestina untuk
menjalankan intifadhah merupakan bukti penolakan mereka
terhadap pendudukan dan komitmen mereka untuk
melaksanakan hak-hak politik mereka yang sah, termasuk
penegasan diri... Masalah yang kita hadapi sekarang
adalah langkah-langkah praktis apakah yang sesungguhnya
dapat diambil oleh masyarakat internasional untuk
memastikan keselamatan dan perlindungan atas para
penduduk sipil Palestina yang hidup di wilayah pendudukan
Israel. Jelas sudah, banyaknya imbauan --entah oleh Dewan
Kemanan, oleh saya sendiri sebagai Sekretaris Jenderal,
oleh Negara-negara Anggota, maupun oleh ICRC [Komite
Internasional Palang Merah]... kepada pihak berwenang
di Israel untuk mematuhi kewajiban-kewajiban mereka dalam
Konvensi Jenewa Keempat tidak pernah
efektif."29
Israel menganggap laporan itu "berat sebelah" dan Amerika
Serikat tidak menunjukkan minat untuk menyelesaikan
masalah itu.30
- United Nations Condemnation, 6 Januari
1992. Dewan Keamanan PBB dengan suara bulat
mengeluarkan sebuah resolusi yang "dengan keras mengecam
keputusan Israel, kekuatan pendudukan, untuk melakukan
deportasi para penduduk sipil Palestina" yang melanggar
Konvensi Jenewa Keempat. Resolusi itu mengacu pada
tanah-tanah yang diduduki oleh Israel sebagai
"wilayah-wilayah Palestina... termasuk
Jerusalem.31
Ini adalah untuk ketujuh kalinya sejak kelahiran
intifadhah Dewan Keamanan mengeluarkan resolusi yang
mendesak Israel untuk tidak mendeportasikan orang-orang
Palestina atau yang menyesalkan deportasi-deportasi
semacam itu; Amerika Serikat memberi suara abstain dalam
tiga resolusi sebelumnya.32
Ini adalah untuk keenam puluh delapan kalinya dewan itu
mengeluarkan resolusi yang mengecam Israel.
OMONG KOSONG
"Tidak ada keraguan dalam benak saya bahwa
Israel diberi standar lebih tinggi dibanding yang
lain-lainnya." --Richard Schifter, asisten menteri
luar negeri untuk hak-hak asasi
manusia,199033
FAKTA
Schifter mengeluarkan pernyataan ini dalam kesaksiannya
di hadapan dengar pendapat Dewan yang pertama mengenai
intifadhah pada 9 Mei 1990 --dua setengah tahun setelah
pemberontakan dimulai. Kesaksiannya dibantah oleh
saksi-saksi lainnya seperti Michael Posner, direktur
eksekutif Lawyers Commitee for Human Rights; Kenneth Roth,
wakil direktur Human Rights Watch; dan Sarah Roy, seorang
ahli akademisi mengenai Jalur Gaza. Mereka semua bersaksi
bahwa penggunaan kekerasan oleh Israel sudah keterlaluan dan
telah menyebabkan banyaknya kematian yang tak perlu,
termasuk kematian 102 anak-anak di bawah usia enam belas
tahun. Mereka juga mengecam penyiksaan Israel atas para
tawanan, penahanan-penahanan administratif untuk menangkap
orang-orang Palestina tanpa tuduhan atau pengadilan,
deportasi orang-orang Palestina, dan penghancuran
rumah-rumah Arab.34
Komite Anti-Diskriminasi Arab-Amerika (ADC) menuntut
pemecatan Schifter, dengan tuduhan telah secara sengaja
mematahkan kecaman atas Israel. Pemerintah Bush menolak. ADC
mencatat bahwa Schifter adalah presiden pendiri Lembaga
Yahudi untuk Urusan Kemananan Nasional (JINSA), suatu
kelompok yang diorganisasikan untuk "memberi informasi pada
komunitas pertahanan dan keamanan nasional mengenai nilai
kerja sama strategis antara AS dan Israel. Presiden ADC
Abdeen Jabara menuduh bahwa "Duta Besar Schifter lebih
mempedulikan citra Israel daripada melindungi hak-hak asasi
manusia dan melaksanakan mandat hukum Amerika." Permintaan
dari Jabara untuk menemui Schiffer
ditolak.35
Lepas dari kesaksiannya yang bertentangan, kantor Richard
Schifter sendiri di Kementerian Luar Negeri mengeluarkan
laporan-laporan mengenai intifadhah yang tidak meninggalkan
keragu-raguan tentang hakikat dan meluasnya
pelanggaran-pelanggaran Israel. Berikut ini adalah beberapa
kutipan dari Country Reports on Human Rights Practices yang
dikeluarkan Kementerian Luar Negeri AS sejak 1988 hingga
1991:
- 1988: Kementerian Luar Negeri melaporkan bahwa 366
orang Palestina terbunuh oleh Israel pada 1988; dua puluh
tiga orang lainnya terbunuh antara dimulainya
pemberontakan pada 9 Desember 1987 dan akhir tahun itu.
Dengan demikian jumlah kematian seluruhnya adalah 389
orang dalam waktu kurang dari tiga belas bulan
pemberontakan --lebih dari satu orang dalam satu hari.
Laporan itu mengutip "lima kasus pada 1988 di mana
orang-orang Palestina tak bersenjata yang sedang ditahan
meninggal dalam keadaan yang patut dipertanyakan atau
terang-terangan dibunuh oleh para petugas penahannya."
Lebih dari 20.000 orang Palestina telah dilukai atau
dicederai --rata-rata lima puluh lima orang setiap hari
sepanjang tahun itu. Laporan tersebut menyatakan bahwa 36
orang Palestina dideportasi pada 1988, lebih dari 2.600
orang ditahan dengan "penahanan administratif," paling
sedikit 108 rumah dihancurkan, dan 46 lainnya disegel.
Laporan itu juga menambahkan bahwa "banyak kematian dan
cedera yang dapat dihindarkan" disebabkan karena para
"serdadu Israel seringkali menggunakan senjata api dalam
situasi-situasi yang tidak mendatangkan ancaman kematian
pada pasukan... Peraturan-peraturan [yang mengatur
penggunaan senjata api] tidak dilaksanakan secara
tertib; hukuman-hukuman yang diberikan biasanya sangat
lunak; dan ada banyak kasus pembunuhan yang tidak pada
tempatnya yang tidak diberi hukuman disipliner atau
diusut." Laporan itu mencatat "pemukulan yang merajalela"
terhadap orang-orang Palestina. "Pasukan IDF menggunakan
pentungan-pentungan untuk mematahkan anggota-anggota
badan dan memukuli orang-orang Palestina yang tidak
secara langsung terlibat dalam kerusuhan atau menolak
penahanan. Para serdadu mengusir orang-orang keluar dari
rumah-rumah mereka pada malam hari, menyuruh mereka
berdiri berjam-jam, dan mengumpulkan para pria dan
anak-anak lelaki serta memukuli mereka sebagai balasan
karena mereka telah melemparkan batu. Setidak-tidaknya
tiga belas orang Palestina dilaporkan telah meninggal
akibat pemukulan-pemukulan. Menjelang pertengahan April
[1988] laporan-laporan tentang dipatahkannya
tulang-tulang telah berakhir, namun laporan-laporan
tentang pemukulan-pemukulan keras yang tidak dapat
dibenarkan terus berlanjut."36
- 1989: Kementerian Luar Negeri melaporkan bahwa 304
orang Palestina dibunuh oleh Israel pada 1989, termasuk
sebelas orang oleh para pemukim Israel dan sepuluh akibat
pukulan-pukulan selama pemeriksaaan. Laporan-laporan
mengenai orang-orang Palestina yang dilukai oleh pasukan
Israel berkisar dari 5.000 hingga 20.000 orang. Laporan
itu mengemukakan bahwa 26 orang Palestina dideportasi
sepanjang tahun itu, lebih dari 1.271 ditahan dalam
"penahanan administratif," 88 rumah dihancurkan, dan 82
lainnya disegel. Ditambahkan bahwa "laporan-laporan terus
berdatangan mengenai perlakuan kasar dan merendahkan
terhadap para tawanan yang tengah diperiksa atau
diinterogasi, serta pemukulan-pemukulan terhadap para
tersangka."37
- 1990: Kementerian Luar Negeri melaporkan bahwa 140
orang Palestina dibunuh oleh Israel pada 1990. Sepuluh
orang dibunuh oleh para pemukim Yahudi dan sisanya oleh
pasukan keamanan Israel, termasuk sedikitnya 5 orang oleh
personil tak bersegaram. Kelompok-kelompok pembela
hak-hak asasi manusia menuduh bahwa personil keamanan
berpakaian preman bertindak sebagai regu maut yang
membunuhi para aktivis Palestina tanpa peringatan,
setelah mereka menyerah, atau setelah mereka
tunduk.38
Laporan-laporan tentang orang-orang Palestina yang
dilukai oleh pasukan Israel berkisar dari 4.000 hingga
lebih dari 10.000 orang. Laporan itu menyatakan bahwa
tidak ada orang Palestina yang dideportasi tahun itu,
namun lebih dari 1.263 orang ditahan dengan "penahanan
administratif," 93 rumah dihancurkan, dan 83 disegel.
Ditambahkan bahwa "laporan-laporan terus berdatangan
mengenai perlakuan kasar dan merendahkan terhadap para
tawanan yang sedang diperiksa atau diinterogasi, serta
pemukulan-pemukulan terhadap para
tersangka."39
- 1991: Kementerian Luar Negeri melaporkan bahwa 97
orang Palestina dibunuh oleh pasukan pendudukan Israel
selama 1991, termasuk sedikitnya 27 orang oleh personil
tak berseragam. Dikatakan bahwa kelompok-kelompok pembela
hak-hak asasi manusia, seperti pada 1990, menuduh bahwa
agen-agen Israel berpakaian preman bertindak sebagai regu
maut yang membunuhi para aktivis Palestina tanpa
peringatan lebih dulu, setelah mereka menyerah atau
setelah mereka tunduk 40
Laporan-laporan tentang orang-orang Palestina yang
dilukai oleh pasukan Israel berkisar dari 841 hingga
lebih dari 5.000 orang. Laporan itu menyatakan bahwa 8
orang Palestina dideportasi dalam tahun-tahun itu, lebih
dari 1.400 orang ditahan dengan "penahanan
administratif," 55 rumah dihancurkan, dan 62 lainnya
disegel. Ditambahkan bahwa kelompok-kelompok pembela
hak-hak asasi manusia telah menerbitkan "laporan-laporan
terinci yang dapat dipercaya mengenai penyiksaan,
kekejaman, dan perlakuan keji terhadap para tawanan
Palestina di penjara-penjara dan pusat-pusat
penahanan."41
Catatan kaki:
1 John Kifner, New
York Times, 15 Desember 1987; Strum, The Women Are
Marching, 17.
2 David B. Ottaway,
Washington Post, 30 Maret 1988. Teks perkataan
Schifter itu terdapat dalam American-Arab Affairs, Musim
Semi 1988, 156-58, dan Journal of Palestine Studies,
Musim Panas 1988, 197-200.
3 Dikutip dalam
Washington Report on Middle East Affairs (American
Educational Trust, Washington D.C.), Februari 1992,15.
4 Lihat Kementerian Luar
Negeri AS, Country Report on Human Rights Practice
(Washington D.C.: Government Printing Office), untuk
tahun-tahun sejak 1988.
5 John Kifner, New
York Times, 20 Januari 1988. Juga lihat Jonathan C.
Randal, Washington Post, 21 Januari 1988; Glenn
Frankel, Washington Post, 23 Januari 1988.
6 Time, 8 Februari
1988, 39.
7 Robert D. McFadden,
New York Times, 5 Maret 1988. Perkataan Kissinger
terdapat dalam sebuah memorandum tiga halaman satu spasi
yang ditulis oleh salah seorang pemimpin kelompok itu,
Julius Berman, mantan kepala Konferensi Para Presiden
Organisasi-organisasi Utama Yahudi. Komite Anti-Diskriminasi
Arab-Amerika di Washington, D.C. berhasil mendapatkan
salinan memo itu dan menyebarkannya di kalangan
angota-anggotanya. Teks memo itu termuat dalam American-Arab
Affairs, Musim Semi 1988,158-61, dan Journal of Palestine
Studies, Musim Panas 1988,184-87. Kissinger di kemudian
hari menyangkal bahwa dia telah mengucapkan perkataan itu,
dengan menyatakan bahwa ada "distorsi kasar atas kebenaran."
Lihat Barbara Vobejda, Washington Post, 6 Maret
1988.
8 John Kifner, New
York Times, 23 Januari 1988.
9 Jackson Diehl,
Washington Post, 17 Mei 1990. Kutipan-kutipan dari
laporan seribu halaman, tiga jilid, "The Status of
Palestinian Children during the Uprising in the Occupied
Territories;" terdapat dalam "Documents and Source
Material," Journal of Palestine Studies, Musim Panas
1990,136-49.
10 Thomas L. Friedman,
"The Week in Review," New York Times, 27 Desember
1987.
11 Dokumen PBB S/19443,
21 Januari 1988. Teks itu terdapat dalam "Special
Documents," Journal of Palestine Studies, Musim Semi
1988, 66-79.
12 Davis, Myths and
Facts 1089,194.
13 Dani Rubinstein,
Ha'aretz (Tel Aviv), 7 Februari 1992.
14 Jackson Diehl,
Washington Post, 19 Oktober 1990.
15 Ibid.
16 Amnesti Intemasional
terutama sangat waspada dalam melaporkan tindakan Israel;
Journal for Palestine Studies, dimulai dengan
terbitan Musim Semi 1988, mencetak ulang teks-teks laporan
dari berbagai kelompok yang mengecam Israel pada tahun-tahun
berikutnya.
17 Dokumen PBB s/19443,
21 Januari 1988.
18 Karen DeYoung,
Washington Post, 9 Februari 1988; Shadda Islam,
"Weighing Their Words," Middle East International, 20
Februari 1988.
19 Kutipan-kutipan dari
laporan itu terdapat dalam American-Arab Affairs, Musim
Panas 1988, 178-83. Para anggota tim pengunjung itu, yang
kesemuanya dokter medis, adalah H. Jack Geiger, City
University of New York Medical School; Jennifer Leaning,
Harvard Medical School; Leon A. Saphiro, Harvard Medical
School, dan Bennett Simon, Harvard Medical School.
20 Glenn Frankel,
Washington Post, 31 Mei 1988. Lihat juga Amnesti
Internasional, "Israel and the Occupied Territories: The
Misuse of Tear Gas by Israeli Army Personnel in the Israeli
Occupied Territories," 1 Juni 1988. Teks itu terdapat dalam
American-Arab Affairs, Musim Panas 1988, 183-87, dan
Journal of Palestine Studies, Musim Gugur 1988,
259-63.
21 Teks itu terdapat
dalam Journal of Palestine Studies, Musim Gugur 1988,
263-71.
22 Paul Lewis, New
York Times, 4 November 1988.
23 Reuters, New York
Times, 21 April 1989.
24 Martin Rurenberg,
"Medical Care as a Political Weapon in Gaza;" Middle East
International, 2 Maret 1990.
25 Associated
Press, 19 Maret 1990,19: 11 EST, V0368.
26 New York
Times, 20 Maret 1990.
27 Laporan itu berjudul
"The Israeli Army and the Intifada: Policies That Contribute
to the Killings." Jilah Daoud Kuttab, Middle East
International, 3 Agustus 1990. Untuk komentar tajam
mengenai pelanggaran hak-ahak asasi manusia oleh Israel,
lihat Anthony Lewis, New York Times, 31 Juli 1990;
Colman McCarthy, Washington Post, rubrik Style, 15
Juli 1990.
28 Javier Perez de
Cuellar, "Report Submitted to the Security Council by the
Secretary-General in Accordance with Resolution 672 (1990);"
Dokumen PBB S/21919, 31 Oktober 1990. Juga lihat Resolusi
33/113 A. Untuk pembahasan terinci, lihat Mallison, The
Palestine Problem in International Law and Order, Bab
6.
29 Perez de Cuellar,
"Report Submitted to the Security Council."
30 Associated Press,
Washington Post, 5 November 1990.
31 Resolusi 726; teks
itu terdapat dalam New York Times, 7 Januari
1992.
32 Trevor Rowe,
Washington Post, 7 Januari 1992. Sikap abstain AS
adalahpada Resolusi 608 tanggal 14 Januari 1988, 636 tanggal
6 Juli 1989, dan 641 tanggal 30 Agustus 1989.
33 John M. Goshko dan
Nora Boustany, Washington Post, 10 Mei 1990.
34 Ibid.
35 ADC Times
(Washington D.C.), Maret 1990. Untuk kritik atas laporan
itu, lihat George Moses, "What Does the Human Rights Report
Say about Its Author?" Washington Report on Middle East
Affairs, April 1990. Sebuah kritik dari laporan-laporan
sebelumnya terdapat dalam Rabbi Elmer Berger, "A Critique of
the Department of State's 1981 Country Report on Human
Rights Practices in the State of Israel;" Americans for
Middle East Understanding (New York, tanpa tanggal).
Schifter pensiun pada 1992 dan menjadi penasihat senior
kebijaksanaan luar negeri untuk kampanye kepresidenan Bill
Clinton.
36 Kementerian Luar
Negeri AS, Country Reports on Human Rights Practices for
1988 (Washington, D.C.: Government Printing Office,
Februari 1989): 1376-87. Teks itu direproduksi dalam
Journal of Palestine Studies, Musim Semi 1989,
110-25.
37 Kementerian Luar
Negeri AS, Country Reports on Human Rights Practices for
1989 (Washington, D.C.: Government Printing Office
Februari 1990): 1432-45. Teks itu direproduksi dalam Journal
of Palestine Studies, Musim Semi 1990, 76-88.
38 Untuk rinciannya,
lihat Pusat Informasi Hak-hak Asasi Manusia Palestina,
Targetting to Kill: Israel's Undercover Units
(Jerusalem, Mei 1992).
39 Kementerian Luar
Negeri AS, Country Reports on Human Rights Practices for
1990 (Washington, D.C.: Government Printing Office,
Februari 1991): 1477-96. Teks itu direproduksi dalam
Journal of Palestine Studies, Musim Semi 1991,
98-111.
40 Lihat Pusat
Informasi Hak-hak Asasi Manusia Palestina, Targetting to
Kill.
41 Kementerian Luar
Negeri AS, Country Reports on Human Rights Practices for
1991 (Washington, D.C.: Government Printing Office,
Februari 1992): 1440-55. Teks itu direproduksi dalam
Journal of Palestine Studies, Musim Semi
1992,114-24.
|