|
TIGA
PARA PENGUNGSI PALESTINA
Konflik Arab-Israel telah menimbulkan dua gelombang besar
pengungsi Palestina. Gelombang pertama adalah akibat perang
1948 dan berjumlah 726.000 orang,
dua pertiga dari seluruh penduduk Palestina yang 1,2 juta
orang. Gelombang kedua terjadi pada perang 1967
ketika 323.000 orang Palestina kehilangan rumah-rumah
mereka, 113.000 di antaranya telah menjadi pengungsi sejak
1948.1
OMONG KOSONG
"Tidak ada pengungsi... yang ada hanyalah
para pejuang yang berusaha untuk menghancurkan kita,
sampai ke akar-akarnya." --David Ben-Gurion,
perdana menteri Israel, 19492
FAKTA
Laporan-laporan dari berbagai sumber yang mandiri dan
dapat dipercaya menunjukkan bahwa sebagian besar pengungsi
Palestina adalah anak-anak, kaum wanita, dan kaum pria yang
sudah tua.
Setelah pasukan Israel --di bawah komando calon perdana
menteri Yitzhak Rabin-- merebut kota Arab, Lydda, pada
pertengahan 1948 dan mengusir penduduk, komandan militer
Inggris dari pasukan Yordania, Pasha Glubb, melaporkan:
"Barangkali tiga puluh ribu orang atau lebih, hampir
seluruhnya kaum wanita dan anak-anak, memungut apa saja yang
dapat mereka bawa dan lari dari rumah-rumah mereka melintasi
padang terbuka."3
Pada 16 September, penengah PBB Count Folke Bernadotte
mencatat bahwa "hampir seluruh penduduk Arab lari atau
diusir dari daerah pendudukan Yahudi. Banyak di antara
mereka adalah bayi-bayi, anak-anak, kaum wanita yang sedang
hamil dan ibu-ibu yang sedang menyusui. Kondisi mereka
sungguh papa."4
Pada 17 Oktober 1948, wakil AS di Israel, James G.
McDonald, melaporkan dengan mendesak dan langsung kepada
Presiden Truman bahwa "tragedi para pengungsi Palestina
dengan cepat berubah menjadi bencana dan harus dianggap
sebagai malapetaka. Sumber-sumber pertolongan dan pemukiman
kembali di masa sekarang dan mendatang sama sekali tidak
memadai... Dari kira-kira 400.000 pengungsi yang akan
menghadapi musim dingin dengan hujan deras, diperkirakan,
akan terbunuh lebih dari 100.000 pria yang telah tua, kaum
wanita dan anak-anak yang tidak mempunyai tempat berlindung
dan hanya menyimpan sedikit atau bahkan tidak menyimpan
makanan sama sekali."5
Pada Februari 1949 angka kematian di kalangan para
pengungsi Palestina di Jalur Gaza saja dilaporkan 230 orang
tiap hari.6
William L. Gower, delegasi untuk Palang Merah Amerika,
melaporkan: "Delapan puluh hingga 85 persen dari orang-orang
yang terusir terdiri atas anak-anak, wanita-wanita tua,
wanita-wanita yang sedang hamil, dan ibu-ibu
menyusui."7
Pada pertengahan Maret 1949, sebuah laporan dari
Kementerian Luar Negeri berbunyi: "Dana Darurat Anak-anak
Internasional menganggap 425.000 atau 58 persen dari
pengungsi patut diberi bantuan dalam programnya: kelompok
ini terdiri atas bayi-bayi, anak-anak kecil, kaum wanita
yang sedang hamil, dan ibu-ibu menyusui. Kira-kira 15 persen
pengungsi sudah berusia lanjut, sakit, dan lemah. Akan
terlihat bahwa kaum pria dan wanita yang berbadan sehat
jumlahnya paling banyak 25 persen dari keseluruhan, atau
180.000 orang."8
Reaksi di Amerika Serikat terutama adalah tidak peduli.
Media berita Amerika pada umumnya mengabaikan keadaan para
pengungsi Palestina. Laporan rahasia Kementerian Luar Negeri
Maret 1949 menyatakan bahwa publik Amerika Serikat "secara
umum tidak menyadari masalah pengungsi Palestina, sebab hal
itu tidak diberi tekanan oleh pers atau
radio."9
OMONG KOSONG
"Jumlah seluruh pengungsi Arab yang
meninggalkan Israel adalah sekitar 590.000 orang."
--AIPAC,198910
FAKTA
Angka AIPAC itu terlalu rendah setidak-tidaknya 150.000.
Setelah banyak usaha dilakukan oleh berbagai negara dan agen
internasional untuk memperkirakan jumlah keseluruhan
pengungsi Palestina, Perserikatan Bangsa-Bangsa menyimpulkan
pada akhir 1949 bahwa 726.000 orang dari 1,2 juta rakyat
Palestina telah terusir dari rumah-rumah mereka dan menjadi
pengungsi akibat perang 1948. 25.000 orang lainnya tercatat
sebagai pengungsi kasus perbatasan namun tidak dimasukkan
dalam jumlah keseluruhan.11
Ini merupakan angka resmi PBB, yang secara umum diterima di
luar Timur Tengah.
Orang-orang Arab berkeras bahwa jumlah yang sesungguhnya
mendekati 1 juta, sementara Israel secara resmi menyatakan
bahwa angkanya adalah antara 520.000 dan
530.000.12
Tetapi dokumen-dokumen internal menunjukkan bahwa para
pejabat sejak awal mengetahui bahwa angkanya jauh lebih
tinggi daripada yang mereka kemukakan di muka umum. Ahli
sejarah Israel Benny Morris telah mendokumentasikan
pengetahuan awal Israel tentang jumlah yang sesungguhnya itu
dari catatan-catatan dalam arsip Israel. Satu dokumen
menunjukkan bahwa Direktur Jenderal Kementerian Luar Negeri,
Rafael Eytan, melaporkan bahwa "jumlah yang sesungguhnya
adalah mendekati 800.000." Namun secara resmi Israel tetap
mengemukakan angka yang rendah sebab, seperti kata-kata yang
diucapkan oleh seorang pejabat Kementerian Luar Negeri
lainnya, "Tampaknya... kita perlu meminimalkan jumlah
itu."13
Jumlah pengungsi itu menggelembung dalam perang 1967
ketika 323.000 orang Palestina lagi diusir keluar dari
rumah-rumah mereka. Dari semua ini, 113.000 adalah pengungsi
untuk kedua kalinya dari 726.000 orang yang telah menjadi
tunawisma akibat perang 1948.14
Di samping orang-orang yang terusir akibat perang, Israel
juga secara sengaja mengusir beribu-ribu orang lainnya dari
rumah-rumah mereka --4.000 orang Palestina dari wilayah
Yahudi dan Mughrabi di Kota Lama Jerusalem; 10.000 penduduk
desa-desa Imwas, Yalu, dan Beit Nalu di Latrun Salient,
bahkan tidak memperbolehkan mereka membawa barang-barang
milik mereka sendiri; dan 6.000 hingga 20.000 orang Badui
dari rumah-rumah mereka di daerah Rafah, Jalur Gaza, di
dekat Semenanjung Sinai.15
OMONG KOSONG
"Sering kali para pemimpin Yahudi mendesak
orang-orang Arab agar tetap tinggal di Palestina dan
menjadi warga negara Israel."
--AIPAC,199216
FAKTA
Sasaran utama para pemimpin Israel adalah membebaskan
diri dari orang-orang Palestina, bukan mendorong mereka agar
tetap tinggal di negara Yahudi.17
Ahli sejarah Israel Benny Morris melaporkan: "Ben-Gurion
jelas-jelas menginginkan sesedikit mungkin orang Arab
tinggal di Negara Yahudi. Dia ingin melihat mereka lari.
Demikian yang dikatakannya pada para kolega dan ajudannya
dalam pertemuan-pertemuan di bulan Agustus, September dan
Oktober (1948)"18.
Sebuah telaah dari Kementerian Luar Negeri pada 1949
mencatat bahwa meskipun telah membuat janji-janji di masa
sebelumnya, para pejabat Israel "dengan sangat jelas
menunjukkan" bahwa mereka kini tidak akan membiarkan "lebih
dari sejumlah kecil pengungsi" untuk kembali ke rumah-rumah
mereka.19
Dalam diskusi-diskusi internal mereka, sejumlah pejabat
Israel menyatakan bahwa mereka tidak menginginkan adanya
orang-orang non-Yahudi di dalam negara mereka yang baru.
Anggota Knesset Eliahu Carmeli berkata: "Saya tidak rela
untuk menerima bahkan satu orang Arab pun, satu orang
goy [non-Yahudi] pun. Saya menginginkan
negara Yahudi seluruhnya untuk bangsa Yahudi." Ayah Moshe
Dayan, Shmuel, yang juga seorang anggota Knesset, mengatakan
bahwa dia menentang setiap usaha untuk kembali "bahkan jika
dipertukarkan dengan perdamaian. Apa yang akan diberikan
oleh perdamaian resmi itu pada
kita?"20
Pada awal Maret 1948, komando militer Israel telah
menghasilkan Rencana Dalet, yang bertujuan merebut
daerah-daerah di Galilee dan antara Jerusalem dan Tel Aviv
yang telah ditetapkan dalam Rencana Pembagian PBB untuk
negara Palestina. Dalam kata-kata ahli sejarah Morris:
"Rencana Dalet bertujuan untuk menaklukkan dan menduduki
secara permanen, atau meratakan dengan tanah, desa-desa dan
kota-kota kecil Arab. Di situ diinstruksikan bahwa... jika
terjadi perlawanan, pasukan bersenjata [Arab] di
desa-desa itu harus dihancurkan dan para penduduk harus
diusir dari Negara."21
Ahli sejarah Israel Simha Flapan mencatat bahwa "rencana
itu mengemukakan secara rinci upaya 'pengusiran penduduk
Arab setempat ke luar perbatasan'... Jika ditengok kembali,
dapat dilihat bahwa tujuan dari rencana itu adalah
pencaplokan --penghancuran desa-desa Arab harus diikuti
dengan didirikannya desa-desa Yahudi untuk
menggantikannya."22
Flapan menyimpulkan: "Beratus-ratus ribu [orang
Palestina], yang diintimidasi dan diteror, lari dengan
panik, dan yang lain-lainnya diusir oleh angkatan bersenjata
Yahudi, yang, di bawah kepemimpinan [David]
Ben-Gurion, merencanakan dan melaksanakan pengusiran itu
segera setelah adanya Rencana Pembagian
PBB."23
Satu operasi untuk merebut Galilee dinamakan Matateh
(Sapu), dan komandan Yahudi Yigal Allon berbicara secara
terbuka tentang perlunya "membersihkan Galilee
Atas."24
Ben-Gurion meyakinkan para koleganya bahwa serangan atas
Galilee akan mengakibatkan wilayah itu menjadi "bersih" dari
orang-orang Arab.25
Sebagaimana dikatakannya: "Tanah dengan orang-orang Arab di
atasnya dan tanah tanpa orang-orang Arab di atasnya adalah
dua jenis tanah yang berbeda."26
Flapan menulis: "Bahwa tujuan utama Ben-Gurion adalah
mengevakuasi sebanyak mungkin penduduk Arab dari negara
Yahudi hampir tidak mungkin diragukan
lagi."27
Jelaslah bahwa larinya orang-orang Israel bukanlah,
sebagaimana dikatakan oleh presiden pertama Israel, Chaim
Weizman, "suatu penyederhanaan yang ajaib" dari masalah
demografi Israel.28
Sebaliknya, itu adalah pembuktian yang mengerikan dari
ramalan sang pendiri gerakan Zionis, Theodor Herzl, meskipun
yang ada dalam benaknya adalah gambaran yang tidak begitu
kejam: "Kita akan mendorong penduduk miskin
[Palestina] agar melintasi perbatasan dengan
menawarkan pekerjaan bagi mereka di negeri-negeri yang
dilintasi, sementara meniadakannya di negeri kita
sendiri."29
OMONG KOSONG
"Masalah demografi akan lenyap." --Ezer
Weizman, menteri pertahanan Israel,
198130
FAKTA
Ketidakseimbangan antara penduduk Palestina dan Yahudi
--"masalah demografi"-- telah lama mengganggu para pemimpin
Zionisme. Kaum Zionis telah menyadari bahwa orang-orang
Yahudi berselisih dengan penduduk Palestina bukan hanya
karena penduduk Palestina adalah mayoritas melainkan juga
karena angka kelahiran mereka lebih tinggi dibanding
orang-orang Yahudi. Meskipun itu adalah masalah yang tidak
begitu diperhatikan di Amerika Serikat, di Israel masalah
kelompok etnis mana yang menjadi mayoritas merupakan
persoalan serius dan diakui sebagai "bom waktu
demografi."31
Sudah sejak 1938, pemimpin Yahudi David Ben-Gurion
mengatakan pada para koleganya bahwa "titik awal pemecahan
masalah Arab" adalah dicapainya suatu persetujuan dengan
negara-negara Arab tetangga untuk mengadakan transfer damai
orang-orang Palestina dari negara
Yahudi.32 Pada
1943, mengingat angka kelahiran orang-orang Arab yang lebih
tinggi dibanding orang-orang Yahudi, dia menandaskan bahwa
2,2 anak dalam tiap keluarga tidaklah cukup dan para orang
tua Yahudi didorong agar melaksanakan "tugas demografi"
mereka.33
Tahun berikutnya, pemimpin revisionis Zeev Jabotinsky
menulis: "Kita mesti memerintahkan kaum Yahudi Amerika untuk
memobilisasi setengah milyar dollar agar Irak dan Saudi
Arabia bersedia menyerap orang-orang Arab Palestina. Tidak
ada pilihan lain: orang-orang Arab harus memberi ruang bagi
orang-orang Yahudi di Eretz Israel. Jika ada kemungkinan
untuk memindahkan orang-orang Baltik, ada kemungkinan pula
untuk memindahkan orang-orang Arab
Palestina."34
Pada waktu pembagian PBB tahun 1947 masalah demografi
merupakan masalah terbesar bagi kaum Zionis sebab jumlah
orang Palestina melebihi jumlah orang-orang Yahudi, dua
dibanding satu, di Palestina. Rencana pembagian menetapkan
bahwa di negara Yahudi orang Yahudi harus menjadi mayoritas:
498.000 orang Yahudi dan 435.000 orang
Palestina.35
(Negara Palestina yang diusulkan akan mempunyai 725.000
penduduk Arab dan 10.000 penduduk
Yahudi.)36
Dengan angka mayoritas yang begitu tipis, orang-orang
Yahudi tidak bisa yakin bahwa mereka dapat terus menjadi
mayoritas di negeri mereka sendiri. Karena itu memburu
orang-orang Palestina agar lari dari tanah mereka dan
menjadikan mereka pengungsi merupakan pemecahan praktis di
mata banyak tokoh Zionis. Sebagaimana dikemukakan dalam
suatu memorandum resmi untuk Ben-Gurion pada pertengahan
1948: "Pengusiran orang-orang Arab itu hendaknya dianggap
sebagai pemecahan bagi masalah orang Arab di negara
Israel."37
Ben-Gurion sadar benar akan kenyataan itu dan bertitah:
"Kita tidak boleh membiarkan orang-orang Arab kembali ke
tempat-tempat yang mereka
tinggalkan."38
Kebijaksanaan Israel dengan segera mengeras menjadi
pendirian resmi bahwa para pengungsi Palestina harus
dilarang untuk kembali --dan hampir tak seorang pun yang
berhasil menempati kembali rumah-rumah mereka. Menjelang
akhir Mei 1948 suatu "komite pemindahan" tak resmi lahir
dengan tujuan khusus mencegah kembalinya para pengungsi Arab
dengan jalan menempatkan orang-orang Yahudi di rumah-rumah
yang ditinggalkan dan menghancurkan desa-desa
Palestina.39
Pada 1 Juni perintah-perintah langsung dikeluarkan pada
unit-unit militer Israel untuk secara paksa mencegah
kembalinya para pengungsi.40
Akibat pengusiran orang-orang Palestina, hanya tinggal
170.000 orang di antara mereka yang berada di tanah yang
dikuasai oleh Israel pada akhir pertempuran pada 1949. Para
pria, wanita, dan anak-anak ini rnenjadi warga negara Israel
dan merupakan 15 persen dari jumlah penduduk, suatu
minoritas yang jauh lebih bisa diterima dibanding 40 persen
atau lebih yang akan mereka wakili seandainya tidak terjadi
pengungsian besar-besaran.41
Ben-Gurion masih tetap prihatin mengenai masalah
demografi sehingga pada 1949 dia memprakarsai pemberian
hadiah bagi para ibu yang melahirkan anak yang kesepuluh.
Program itu dihentikan satu dasawarsa kemudian dikarenakan
banyaknya jumlah ibu-ibu Palestina warga negara Israel yang
berhasil meraih hadiah tersebut. Pada 1967, sebuah pusat
demografi Israel didirikan sebab "penambahan angka kelahiran
di Israel sangat penting bagi masa depan seluruh bangsa
Yahudi."42
Kini masalah demografi tetap merupakan pemikiran utama di
Israel. Dari masa perang 1967 hingga dimulainya intifadhah
pada 1987, jumlah penduduk Palestina berlipat ganda, hampir
seluruhnya akibat peningkatan alamiah. Proporsi orang
Palestina di negara Israel meningkat 18 persen. Dalam
periode yang sama, jumlah penduduk Yahudi naik 50 persen,
terutama karena terjadinya imigrasi. Tanpa adanya para
pendatang baru, peningkatan jumlah penduduk Yahudi hanya
akan mencapai 29 persen. Pada 2005, warga negara Palestina
di Israel diproyeksikan akan berjumlah 1,35 juta. Yang harus
ditambahkan pada angka ini adalah orang-orang Palestina yang
hidup di wilayah pendudukan di Tepi Barat dan jalur Gaza.
Jumlah keseluruhannya akan mendekati 2 juta pada awal
1990-an dan diproyeksikan akan mencapai 2,5 juta pada
2002.43
OMONG KOSONG
"[Para pengungsi Palestina] pergi
sebagian karena mematuhi perintah langsung dari para
komandan militer dan sebagian karena kampanye kepanikan
yang disebarkan di kalangan orangorang Arab Palestina
oleh para pemimpin negara-negara Arab yang
menyerang." --Moshe Sharett, menteri luar negeri
sementara Israel, 194844
FAKTA
Sejak 1961 jurnalis Irlandia Erskine Childers meneliti
catatan Inggris tentang semua siaran radio dari para
pemimpin Arab sepanjang 1948 dan menyimpulkan: "Tidak pernah
ada satu perintah, seruan, atau saran mengenai evakuasi
Palestina dari stasiun radio Arab mana pun, di dalam atau di
luar Palestina, pada 1948. Malah ada rekaman yang berulang
kali terpantau berupa seruan, bahkan perintah, pemimpin
kepada para penduduk sipil Palestina untuk tetap
tinggal."45
Bahkan sebelum Childers, Pasha Glubb, komandan Inggris
dari angkatan bersenjata Yordania, telah menulis: "Kisah
yang disuguhkan pada dunia oleh humas Yahudi, bahwa para
pengungsi Arab pergi dengan sukarela, tidaklah benar.
Imigran-imigran sukarela tidak meninggalkan rumah-rumah
mereka hanya dengan pakaian yang melekat di badan.
Orang-orang yang telah memutuskan untuk pindah rumah tidak
akan melakukannya dengan tergesa-gesa sehingga mereka
kehilangan anggota-anggota keluarga lain-suami tidak dapat
melihat istrinya, atau orang tua tidak dapat menemukan
anak-anak mereka. Kenyataannya kebanyakan mereka pergi dalam
kepanikan, untuk menghindari pembantaian (setidak-tidaknya,
begitulah pikir mereka). Sesungguhnya mereka memang
terdorong untuk pergi karena pernah terjadi satu dua kali
pembantaian. Yang lain-lainnya terdorong untuk pergi karena
adanya serangan-serangan atau aksi-aksi tidak
senonoh."46
Sejak itu, banyak sekali dokumentasi bermunculan yang
membuktikan bahwa pasukan-pasukan Israel melancarkan perang
psikologis, ancaman-ancaman, tindak kekerasan, dan
pembunuhan- pembunuhan untuk memaksa banyak orang Palestina
meninggalkan rumah-rumah mereka. Dokumentasi baru ini
terutama berasal dari sumber-sumber
Israel.47
Ahli sejarah Israel Simha Flapan menyimpulkan:
"Diterbitkannya beribu-ribu dokumen dalam arsip negara dan
Zionis belakangan ini, serta buku harian Ben-Gurion,
menunjukkan bahwa tidak ada bukti yang dapat mendukung klaim
Israel [bahwa para pemimpin Arab memerintahkan
orang-orang Palestina untuk lari]. Dalam kenyataannya,
informasi itu bertentangan dengan teori 'orde,' sebab di
antara sumber-sumber baru tersebut ada dokumen-dokumen yang
membenarkan adanya usaha-usaha keras dari AHC [Komite
Tinggi Arab] dan negara-negara Arab untuk mencegah
pengungsian."48
Begitu pula, ahli sejarah Israel Benny Morris melaporkan:
"Saya tidak menemukan bukti yang menunjukkan bahwa AHC
mengeluarkan perintah umum, lewat radio atau lain-lainnya,
pada orang-orang Arab Palestina agar
mengungsi."49
Namun pernyataan bohong tetap bersikeras bahwa para
pemimpin Arablah yang memerintahkan pengungsian. Jurnalis
Christopher Hitchens melihat sebuah iklan pro Israel dalam
New Republic pada akhir 1980-an yang berbunyi: "Pada
1948, pada hari proklamasi kemerdekaan Israel, lima angkatan
bersenjata Arab menyerang negeri baru itu dari segala sudut.
Dalam siaran radio yang menakutkan, mereka mendesak
orang-orang Arab yang tinggal di sana agar mengungsi, agar
pasukan penyerang dapat bergerak tanpa penghalang." Hitchens
menanyakan dukungan bukti bagi siaran-siaran "yang
menakutkan" itu, namun tidak pernah mendapat
jawaban.50
Pada 27 Mei 1991, Near East Report, laporan
berkala AIPAC, menegaskan bahwa "pada 1948 para pemimpin
Arab telah berulang kali mendesak orang-orang Palestina
untuk mengungsi agar angkatan bersenjata Arab bisa menemukan
waktu yang lebih longgar untuk menghancurkan negara Yahudi
yang baru lahir itu."51
Pada waktu itu, karya Benny Morris yang didukung bukti kuat
The Birth of the Palestinian Refugee Problem telah
beredar selama tiga tahun, melaporkan bahwa tidak ada bukti
yang menunjukkan orang-orang Palestina diperintah untuk
mengungsi.52
OMONG KOSONG
"Dapatkah kita meragukan bahwa
pemerintah-pemerintah Arab telah memutuskan agar para
pengungsi tetap mengungsi?" --Abba Eban, duta
besar Israel untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa,
195553
FAKTA
Meskipun Majelis Umum PBB memerintahkan Israel sejak
Desember 1948 untuk membiarkan para pengungsi Palestina
kembali ke rumah-rumah mereka, Israel
menolak.54
Israel berkeras bahwa para pengungsi adalah tanggung jawab
negara-negara Arab, yang dituduhnya tidak mempedulikan nasib
para pengungsi tersebut.55
Tetapi, sebuah telaah rahasia dari Kementerian Luar
Negeri pada awal 1949 mencatat bahwa negara-negara Arab
sangat prihatin dengan masalah pengungsi: kedutaan besar di
Kairo melaporkan bahwa jika para pengungsi didesak masuk ke
Mesir "akibatnya akan menimbulkan bencana bagi keuangan
Mesir." Kedutaan besar Yordania melaporkan bahwa para
pengungsi itu merupakan saluran penyedot yang sangat
mengganggu "sumber-sumber yang hampir kering" dan bahwa
"uang, pekerjaan, dan kesempatan-kesempatan lain
[sangat] langka." Kedutaan besar di Lebanon
melaporkan bahwa para pengungsi menjadi "beban tak
tertanggungkan" bagi pemerintahan itu sementara Syria
"praktis telah membiarkan pengeluaran-pengeluaran untuk
pertolongan sebagai saluran penyedot anggaran yang tidak ada
pendukungnya."
Telaah itu menyimpulkan bahwa bantuan untuk para
pengungsi oleh pemerintah-pemerintah Arab telah mencapai $11
juta dalam bentuk tunai atau barang selama sembilan bulan
terakhir tahun 1948, suatu jumlah yang "relatif besar" jika
"dipandang dari anggaran yang sangat ramping dari kebanyakan
pemerintah negara-negara tersebut." "Keseluruhan bantuan
langsung dari Israel... hingga saat itu terdiri atas 500
peti jeruk."56
Alasan utama Israel tidak mau menerima kembalinya para
pengungsi ke rumah-rumah mereka adalah karena kebanyakan
dari rumah-rumah itu telah diambil alih oleh orang-orang
Yahudi atau telah dihancurkan untuk diganti dengan perumahan
baru bagi orang-orang Yahudi.57
Sebuah laporan penting dari Kementerian Luar Negeri pada
1949 mencatat bahwa "sebagian besar pengungsi ingin kembali
ke rumah-rumah mereka." Namun kepulangan mereka itu tidak
realistis sebab "penguasa Israel telah melancarkan suatu
program sistematis untuk menghancurkan rumah-rumah Arab di
kota-kota besar seperti Haifa dan di lingkungan
komunitas-komunitas pedesaan guna membangun kembali wilayah
pemukiman modern untuk menampung gelombang masuk imigran
Yahudi dari kamp-kamp DP [displaced persons (orang-orang
terlantar)] di Eropa [yang diperkirakan berjumlah
25.000 orang per bulan]. Karena itu, dalam banyak kasus,
secara harfiah tidak ada rumah tempat kembali para
pengungsi. Dalam kasus-kasus lain, imigran-imigran Yahudi
yang berdatangan telah menduduki tempat-tempat tinggal
bangsa Arab dan jelas mereka tidak bersedia melepaskannya
kepada para pengungsi. Maka jelaslah bahwa sebagian besar
orang-orang yang malang itu akan berhadapan dengan kenyataan
bahwa mereka tidak akan dapat kembali ke rumah-rumah
mereka."58
Koresponden New York Times Anne O'Hare McCormick
melaporkan pada 17 Januari 1949 bahwa orang-orang Israel
"berlari dengan kecepatan penuh untuk mendiami kembali tanah
yang ditinggalkan akibat perpindahan besar-besaran bangsa
Arab .... Ini jelas berarti bahwa sangat sedikit di antara
750.000 pengungsi yang tersebar wilayah Palestina Arab dan
negeri-negeri tetangga yang dapat kembali ke rumah-rumah
mereka sebelumnya di wilayah Israel. Tempat mereka telah
diambil oleh para pemukim Yahudi yang kini berdatangan untuk
pertama kalinya dalam jumlah tak terbatas secepat alat
transportasi dapat mengangkut
mereka."59
Meskipun demikian, Israel telah melancarkan kampanye
propaganda yang tak putus-putusnya untuk menimpakan
kesalahan pada negara-negara Arab. Seberapa berhasilnya
usaha itu dapat dilihat dari program Partai Demokrat 1960
yang menegaskan: "Kami akan mendorong dilangsungkannya
perundingan-perundingan perdamaian Arab-Israel, pemukiman
kembali para pengungsi Arab di tanah-tanah di mana tersedia
ruang dan kesempatan bagi mereka, suatu akhir bagi
boikot-boikot dan blokade-blokade, dan pemanfaatan tak
terbatas Terusan Suez oleh semua bangsa." AIPAC hingga hari
ini masih terus menyalahkan orang-orang Arab karena tidak
mau menerima para pengungsi. Myths and Facts yang
terbit pada 1992 membandingkan keadaan bangsa Palestina
dengan para pengungsi Turki di Bulgaria pada 1950, dengan
mengemukakan bahwa meskipun menghadapi berbagai kesulitan
pemerintah Turki memulangkan 150.000 pengungsi. Buku itu
menambahkan: "Jika negara-negara Arab ingin meringankan
penderitaan para pengungsi, mereka dengan mudah dapat
mengambil sikap yang sama dengan yang diambil
Turki."60
Catatan kaki:
1 "Report of the Special
Representative's Mission to the Occupied Territories, 15
Sept. 1967," Laporan PBB no. A/6797.
2 Ben-Gurion,
Diaries, 29 Mei 1959, dikutip dalam Segev, 1949,
35.
3 Glubb, A Soldier
with the Arabs, 162.
4 Depertemen Luar Negeri
AS, A Decade of American Foreign Policy: 1940-1949,
850-51. Untuk kisah pribadi yang menyentuh hati tentang
keadaan para pengungsi, lihat Turki, The
Disinherited.
5 "The Special
Representative of the United States in Israel (McDonald) to
President Truman," 17 Oktober 1948, pukul 16.00, Foreign
Relations of the United States 1948 (untuk selanjutnya
disebut sebagai FRUS), 5: 1486.
6 New York Times,
17 Februari 1949.
7 ibid. Lihat juga Beryl
Cheal, "Refugees in the Gaza Strip, Desember 1948-Mei 1950,"
Journal of Palestine Studies, Musim Gugur
1988,138-57.
8 FRUS 1949,
"Palestine Refugees" (rahasia), 15 Maret 1949, 6:
828-42.
9 Ibid.
10 Davis, Myths and
Facts (7989), hal. 114.
11 Thomas J. Hamilton,
New York Times, 19 November 1949; "Report of the
Special Representative's Mission to the Occupied
Territories, 15 Sept. 1967," laporan PBB no. A/6797*. Juga
lihat Janet Abu Lughod, "The Demographic Transformation of
Palestine;" dalam Abu Lughod, Transformation of
Palestine, 139-64. Perkiraan Kementerian Luar Negeri,
yang jelas tidak diumumkan pada waktu itu, adalah sekitar
820.000; lihat FRUS 1949, "Editorial Note;" 6:
688.
12 Morris, The Birth
of the Palestinian Problem, 297.
13 Ibid., 297.
14 "Report on the
Mission of the Special Representative to the Occupied
Territories," laporan PBB no. A/6797*. Juga lihat Davis,
The Evasive Peace, 69; Neff, Warrior for
Jerusalem, 320. Davis mengemukakan jumlah pengungsi
dua-kali itu adalah 145.000.
15 Aronson,
CreatingFacts, 19. Untuk penuturan saksi mata yang
menyedihkan tentang kehancuran desa-desa Latrun, lihat
artikel yang ditulis oleh wartawan Israel Amos Kenen,
"Report on the Razing of Villages and the Expulsion of
Refugees," dalam Davis dan Mezvinsky, Documents from
Israel, 148-51. Juga lihat Nakhleh, Encyclopedia of the
Palestine Problem, 400-401.
16 Bard dan Himelfarb,
Myths and Facts, 121.
17 Para sarjana Israel
telah secara cermat mendokumentasikan sebab-sebab perginya
para pengungsi; lihat terutama Flapan, The Birth of
Israel, 84-87; Morris, The Birth of the Palestinian
Refugee Problem, 58; Segev, 1949, 25-29. Juga lihat
Ball, The Passionate Attachment, 29-30, 35-36.
Masalah itu juga mendapat perhatian serius dalam edisi ulang
tahun keempat puluh dari apa yang dinamakan "Palestine 1948"
yang diterbitkan oleh Journal of Palestine Studies,
Musim Gugur 1988; lihat terutama Lampiran D, "Maps: Arab
Villages Emptied and Jewish Settlements Established in
Palestine, 1948-49;" 38-50; Donald Neff, "U.S. Policy and
the Palestinian Refugees," 96-111; Nur-eldeen Masalha, "On
Recent Hebrew and Israeli Sources for the Palestinian
Exodus, 1947-49," 120-37.
18 Morris, The Birth
of the Palestinian Refugee Problem, 292.
19 FRUS 1949,
"Palestine Refugees" (rahasia), 15 Maret 1949, 6: 831,
837.
20 Morris, The Birth
of the Palestinian Refugee Problem, 281.
21 Ibid., 63.
22 Flapan, The Birth
of Israel, 42.
23 Ibid., 89.
24 Palumbo, The
Palestinian Catastrophe, 18, 115.
25 Morris, The Birth
of the Palestinian Refugee Problem, 218. Juga lihat
Alexander Cockburn, "Beat the Devil," The Nation, 31
Agustus-7 September 1992,198.
26 Segev, 1949,
28.
27 Flapan, The Birth
of Israel, 90.
28 MacDonald, My
Mission in Israel, 176.
29 Patai, The
Complete Diaries of Theodor Herzl, 88.
30 Aronson, Creating
Facts, 18.
31 MacDowall,
Palestine and Israel, 164- 69.
32 Morris, The Birth
of the Palestinian Refugee Problem, 1947-1949,
24-26.
33 MacDowall,
Palestine and Israel, 165.
34 Yossi Melman dan Dan
Raviv, "Expelling Palestinians;" Washington Post,
rubrik Outlook, 7 Februari 1988. Para penulis itu adalah
wartawan-wartawan Israel yang menulis buku berbahasa Ibrani
A Hostile Partnership: Israelis, Jordanians and
Palestinians.
35 Angka-angka itu
tidak mencakup Jerusalem, yang harus mempunyai penduduk
Yahudi 100.000 orang di samping 105.000 orang Arab; lihat
Muhammad Zafrulla Khan, "Thanksgiving Day at Lake
Success," dalam Khalidi, From Haven to Conquest,
714.
36 Epp, Whose Land
Is Palestine?, 185.
37 Morris, The Birth
of Palestinian Refugee Problem, 136.
38 Ben-Gurion,
Israel, 150.
39 Morris, The Birth
of the Palestinian Refugee Problem, 135-36.
40 Ibid., 140.
41 Ben-Gurion,
Israel, 361.
42 MacDowall,
Palestine and Israel, 165.
43 Ibid., 124, 221.
44 Dikutip dalam
Palumbo, The Palestinian Catastrophe, xv.
45 Erskine B. Childers,
"The Other Exodus," dalam Khalidi, From Haven to
Conquest.
46 Glubb, A Soldier
with the Arabs, 251.
47 Flapan, The Birth
of Israel, 84-87; Morris, The Birth of the
Palestinian Problem, 58; Segev, 1949, 25-29.
48 Flapan, The Birth
of Israel, 85.
49 Morris, The Birth
of the Palestinian Refugee Problem, 290.
50 Christopher
Hitchens, "Broadcasts," dalam Said dan Hitchens, Blaming
the Victims.
51 Joel Himelfarb, "And
You Thought Peter Jennings Was Bad;" Near East
Report, 27 Mei 1991.
52 Morris, The Birth
of the Palestinian Refugee Problem, 290.
53 Pidato di
Perserikatan Bangsa-Bangsa, 19 November 1955; teks ini
terdapat dalam Medzini, Israel's Foreign Relations, 1:
405.
54 Resolusi 194 (II1).
Teks ini terdapat dalam New York Times, 12 Desember
1948; Kementerian Luar Negeri A.S., A Decade of American
Foreign Policy 1940-1949, 851-53; Tomeh, United
Nations Resolutions on Palestine and the Arab-Israeli
Conflict, 1: 15-16; Medzini, Israel's Foreign
Relations, 1: 116-18. Majelis Umum mengulangi seruannya
mengenai hak-hak rakyat Palestina untuk kembali atau
menerima kompensasi sebanyak sembilan belas kali dalam
resolusi-resolusi yang dikeluarkan antara 1950 hingga 1973:
394, 818, 916, 1018, 1191, 1215,1465, 1604,1725, 1865, 2052,
2154, 2341, 2452, 2535, 2672, 2792, 2963, dan 3089.
Kementerian Luar Negeri secara terbuka menegaskan kembali
dukungan AS bagi rumusan kembali-atau-kompensasi dalam
sebuah resolusi pada 1992, namun juru bicara Margaret
Tutwiler menambahkan bahwa masalah itu harus dirundingkan
secara langsung antara Israel dan orangorang Palestina;
lihat Washington Times, 14 Mei 1992.
55 Lihat Medzini,
"The Arab Refugees," dalam Israel's Foreign
Relations, 1: 365-467.
56FRUS,1949,
"Editorial Note," 6: 688.
57 Quigley,
Palestine and Israel, 105.
58 FRUS 1949,
"Palestinian Refugee," 6:836-37. Angka imigrasi DP terdapat
di halaman 831.
59 Anne O'Hare
McCormick, New York Times, 18 Januari 1949.
60 Bard and Himelfarb,
Myths and Facts, 143.
|