Maling Teriak Maling
Amerika Sang Teroris?

Noam Chomsky


Libya dalam Demonologi*  Amerika Serikat (1/2)

Dalam sistem doktrinal Amerika, tidak ada orang yang dilambangkan dengan begitu tandas sebagai "momok bengis terorisme" seperti Muammar Qaddafi, si "anjing gila" di dunia Arab, dan Libya di bawah kepemimpinannya telah menjadi model utama bagi sebuah negara teroris. Penggambaran Libya di bawah Qaddafi sebagai negara teroris memang pas. Laporan terbaru Amnesti Internasional menyebut pembunuhan atas empat belas warga negara Libya oleh negara teroris ini sepanjang tahun 1985, empat di antaranya dihabisi di luar negeri; aksi-aksi besar terorisme bolehlah dinisbatkan pada Libya.1 Di tengah hiruk-pikuk histeris yang dirancang untuk meraih tujuan-tujuan lain, macam-macam tuduhan dilontarkan. Tetapi, yang mendapat perhatian khusus adalah pernyataan seorang pejabat senior intelijen AS pada April 1986, bahwa "beberapa pekan lalu", Qaddafi "menggunakan rakyatnya terutama untuk membunuh kaum penyempal Libya."2 "Beberapa pekan lalu," kata sang pejabat intelijen melanjutkan, Qaddafi "membuat keputusan tegas untuk membidik warga Amerika." Dugaan keputusan ini, yang dianggap sebagai fakta mapan dalam sistem indoktrinasi, walau tak ada sepotong pun bukti terpercaya yang disajikan untuk menopangnya (seperti akan kita lihat), dikemukakan sesudah insiden Teluk Sidra, ketika armada laut dan udara AS menenggelamkan kapal-kapal Libya dengan menewaskan banyak orang, dan dianggap sah belaka, malah dirasa sangat terlambat, menurut doktrin-doktrin sinis sebagaimana dianut oleh pemerintah Amerika Serikat dan diamini oleh para komentator terpandang --sebagian sudah dikutip, sebagian lagi akan segera kita sorot.

Laporan-laporan Amnesti Internasional menyatakan bahwa pembunuhan-pembunuhan teroris Libya mulai berlangsung sejak awal 1980, pada masa ketika (Presiden) Jimmy Carter melancarkan perang teroris di El Salvador dengan kerelaan Jose Napoleon Duarte untuk berperan sebagai pelindung guna menjamin bahwa persenjataan akan mengalir ke tangan para pembunuh. Sementara Libya membunuh empat belas warganya sendiri, bersama segelintir orang lain, rezim klien AS El Salvador menghabisi sekitar 50.000 warganya dengan cara yang dilukiskan oleh Uskup Rivera Damas --pengganti Uskup Agung Romero yang terbunuh-- pada Oktober 1980, sesudah tujuh bulan teror berlangsung, sebagai "sebuah perang penggilasan dan pemusnahan terhadap seluruh penduduk sipil yang tak berdaya".3 Pasukan-pasukan keamanan yang melaksanakan tugas-tugas yang diperlukan ini diacungi jempol oleh Duarte beberapa pekan kemudian, karena mereka telah "mengabdi dengan gagah berani bersama-sama rakyat melawan subversi", seraya mengakui bahwa "massa berada di pihak gerilyawan" ketika penggilasan ini mulai dilancarkan di bawah aliansi Carter-Duarte. Duarte menyatakan pujian atas pembunuhan-pembunuhan massal ini tatkala ia dilantik sebagai presiden Junta, dalam rangka memberi kepresidenannya legitimasi dan menjamin arus pasokan senjata setelah pembunuhan atas empat biarawati Amerika --suatu tindakan yang umumnya dipandang tak patut di AS-- meskipun justifikasi-justifikasi pun sudah dikemukakan untuk tewasnya para biarawati ini, oleh Jeane Kirkpatrick dan (Menlu) Alexander Haig.

Sementara itu, media mencoba meyakinkan kita, "Tidak ada argumen kuat bahwa kebanyakan dari korban-korban politik yang jumlahnya ditaksir 10.000 orang pada 1980 adalah korban-korban pasukan pemerintah atau milisi-milisi yang punya hubungan dengan mereka" (Washington Post), meskipun kemudian diakui diam-diam bahwa pada waktu itu para pejabat dalam pemerintahan Carter menyampaikan berita kepada media bahwa "pasukan-pasukan keamanan yang bertanggung jawab atas 90 persen dari kekejian-kekejnan itu", bukan "kelompok-kelompok sayap-kanan yang 'tak terkontrol'" sebagaimana dilaporkan oleh pers.4

Sejak hari-hari pertama operasi-operasi teroris Carter-Reagan di El Salvador, peran utama Duarte adalah menjamin bahwa tidak akan ada rintangan bagi pembantaian itu, seraya menyangkal kekejian-kekejian yang terdokumentasikan rapi atau menjustifikasinya dengan alasan bahwa para korban adalah "kaum komunis". Ia telah memainkan perannya dengan amat baik, membangkitkan tepukan meriah di jajaran spektrum politik Amerika Serikat, ketika pembantaian buas terhadap penduduk sipil ini berbuah sesuai dengan yang diinginkan, yaitu menghancurkan ancaman berupa demokrasi sejati yang telah tumbuh pada 1970-an dengan munculnya kelompok-kelompok swadaya masyarakat dukungan Gereja, himpunan petani, serikat buruh, dan "organisasi-organisasi rakyat" lainnya. Koresponden konservatif Amerika Tengah dari Spectator London mengamati bahwa pasukan-pasukan maut itu "melaksanakan persis tugas mereka: mereka menyembelih serikat buruh dan ormas-ormas" dan menyebabkan orang-orang yang selamat "mengungsi ke luar negeri atau bergabung dengan gerilyawan", yang pada titik ini perang AS terhadap penduduk pedesaan pindah ke persneling tinggi, dengan teror dan pembantaian-pembantaian besar.

Maka, wajarlah kalau para editor New Republic, yang telah mendesak Reagan agar menggencarkan pembantaian ini dengan tanpa peduli akan hak-hak asasi manusia ("ada prioritas-prioritas Amerika yang lebih penting di sana") dari "tak peduli berapa banyak pun yang terbunuh", kini tentu melihat dengan gembira sukses-sukses di El Salvador, yang merupakan "model nyata bagi pendukungnya guna mendorong menuju demokrasi dalam lingkungan kita". Teror yang terus berlangsung, yang didokumentasikan oleh Americas Watch, Amnesti Internasional, dan --teramat jarang--oleh media, merupakan hal yang sangat diabaikan di Amerika.5

Pembantaian di El Salvador bukanlah sekadar terorisme negara berskala besar, melainkan terorisme internasional, mengingat pengorganisasiannya, pasukan persenjataannya, pelatihnya, dan partisipasi langsung dari sang Penguasa Separo Bumi. Demikian pula pembantaian atas sekitar 70.000 rakyat Guatemala pada tahun-tahun yang sama, ketika persenjataan AS mengalir ke tangan para pembunuh dalam jumlah yang jauh lebih besar daripada yang diperkirakan oleh banyak orang, meskipun mereka perlu mengundang para centeng Amerika --jenderal-jenderal Argentina neo-Nazi, Taiwan, dan terutama Israel, yang menggadaikan keahliannya dengan penuh semangat untuk urusan ini-- guna melakukan pembantaian secara lebih efisien; pemerintah AS juga membangun suatu saluran persenjataan yang melibatkan Belgia dan kolaborator-kolaborator lainnya sebagai pelengkap, di bawah pengarahan ilegal Pentagon dan CIA. Tatkala teror mencapai puncak kebiadabannya, Reagan dan kawan-kawan memuji para pembunuh dan penyiksa itu karena perbaikan-perbaikan yang mereka lakukan di bidang hak-hak asasi manusia, dan "pengabdian total mereka kepada demokrasi", seraya mencibir timbunan dokumentasi tentang aneka kebiadaban sebagai "ocehan ngawur".6

Terorisme internasional AS di El Salvador disanjung sebagai suatu prestasi gemilang di bentangan spektrum politik arus-utama di Amerika, lantaran ia meletakkan landasan bagi apa yang disebut "demokrasi" --menurut langgam Barat: yaitu kekuasaan kelompok-kelompok elite yang melayani kebutuhan-kebutuhan sang Penguasa Dunia, seraya kepentingan publik digerogoti oleh ratifikasi rutin keputusan elite sehingga organisasi-organisasi rakyat yang dapat memberi suatu landasan bagi demokrasi yang sejati-- sekarang "disembelih" dan ditumpas. Pada 1982 dan 1984 Amerika Serikat menyelenggarakan apa yang diaebut oleh Edward Herman dan Frank Brodhead sebagai "eleksi-eleksi demonstrasi" untuk menjinakkan front di dalam negeri. Eleksi ini diselenggarakan dalam suasana "teror dan kekalutan, desas-desus menakutkan, dan kenyataan yang mengerikan", dalam kata-kata para pengamat dari Kelompok Hak Asasi Manusia Parlemen Inggris. Sementara itu, pers AS menyambut hangat demonstrasi dari komitmen-penuh kita terhadap demokrasi ini, sebagaimana mungkin dilakukan juga oleh Pravda dalam keadaan-keadaan serupa.7

Guatemala juga dipandang sebagai sebuah sukses karena alasan-alasan serupa. Ketika separo penduduk benar-benar berbondong ke tempat-tempat pemungutan suara sesudah dibuat trauma oleh kekerasan dukungan AS, para komentator masyhur di Amerika gembira ria menyaksikan demonstrasi kecintaan kita yang diperbarui kepada demokrasi ini; mereka tak risau menyaksikan banyaknya pembunuhan oleh pasukan maut, mendengar pengakuan terbuka sang presiden baru bahwa ia tak akan berbuat apa-apa terhadap akar-akar kekuasaan aktual di tangan militer dan oligarki dan bahwa pemerintah sipil itu cuma "manajer-manajer yang menimbulkan kebangkrutan dan kesengsaraan"8 dan fakta bahwa Amerika Serikat berperan mengubah aksi-aksi tersebut menjadi suatu sarana bagi AS untuk berpartisipasi lebih penuh dalam represi dan teror negara, sebagaimana di El Salvador. Sesungguhnya, eleksi-eleksi di negara-negara teroris asuhan AS acapkali merupakan suatu kebaikan yang bercampur keburukan atau sebuah bahaya maut bagi penduduk domestik, karena alasan yang amat penting ini.

Kedua contoh ini, sudah tentu, mewakili hanya sebagian dari peran AS dalam terorisme internasional selama 1980-an, dan catatan menyeramkan sudah tersusun sejak puluhan tahun silam. "Ciri paling menonjol dalam kebiadaban-kebiadaban Libya", tulis dua komentator yang mengulas studi Amnesti Internasional tentang teror negara, "ialah bahwa mereka merupakan (kebiadaban) yang jumlahnya cukup kecil sehingga kasus-kasus individual dapat dihitung satu per satu", sangat berbeda dengan Argentina, Indonesia, atau negara-negara Amerika Latin, tempat sang Kaisar mengacau dunia.9

Pendeknya, Libya memang sebuah negara teroris, tetapi dalam kancah terorisme internasional ia nyaris tak memainkan peran apa-apa.

Tetap ada saja jiwa-jiwa polos yang percaya bahwa mungkinlah menemukan suatu tingkat vulgaritas dan pembelaan bagi pembantaian dan teror yang tidak akan diberangus dalam publikasi-publikasi terpandang Barat. Mereka dapat dikelabui oleh ilusi-ilusi semacam ini dengan melihat segudang contoh selama tahun-tahun teror paling buruk di Amerika Tengah,10 atau dengan menoleh ke jurnal "neokonservatif", The National Interest, tempat mereka dapat membaca --dalam sebuah kritik terhadap Washington Post karena bersikap lunak terhadap Libya-- bahwa "Pastilah, misalnya, kalau pemerintahan Jose Napoleon Duarte di El Salvador ataupun setiap pemerintahan baru di Turki melakukan tindakan yang kira-kira mendekati jumlah eksekusi yang telah dilakukan Qaddafi, Post akan menyajikan kepada kita dengan sangat terperinci, dan akan melaporkan munculnya oposisi besar".11

Bukan hanya "terorisme" dirumuskan demi mengabdi ideologi, seperti sudah saya bahas sebelumnya, melainkan standar-standar pembuktian juga dipersiapkan berdasar kesepakatan sedemikian rupa sehingga pas untuk mencapai tujuan-tujuan sang Kaisar. Untuk memperlihatkan peranan Libya sebagai sebuah negara teroris, cukuplah didasarkan atas bukti yang paling samar, atau tidak ada sama sekali. Judul sebuah editorial New York Times yang menjustifikasi serangan teroris AS yang menewaskan sekitar seratus orang di Libya (menurut laporan-laporan pers dari tempat kejadian), berbunyi: "To Save the Next Natasha Simpson" ("Menyelamatkan Natasha Simpson Berikutnya"). Yang dirujuk adalah gadis Amerika berumur sebelas tahun yang menjadi salah seorang korban dari serangan teroris di bandara-bandara Roma dan Wina pada 27 Desember 1985; korban-korban ini memberi kita hak mengebom kota-kota Libya "untuk membikin gentar terorisme dukungan negara", tandas para editor Times dengan serius. pemboman ini hanyalah cacat kecil sehingga tak perlu ada bukti yang ditampilkan untuk menunjukkan bahwa Libya terlibat dalam aksi-aksi itu.

Pemerintah Italia dan Austria menyatakan bahwa para teroris tersebut dilatih di daerah-daerah Lebanon yang dikuasai Syria, dan tiba lewat Damaskus --suatu kesimpulan yang ditiupkan oleh Menteri Pertahanan Israel Yitzhak Rabin. Empat bulan kemudian, dalam tanggapan terhadap klaim AS mengenai keterlibatan Libya dalam serangan Wina, Mendagri Austria menandaskan bahwa "tidak ada bukti sedikit pun untuk menuduh Libya", lalu kembali menyebut keterlibatan Syria dan menambahkan bahwa Washington tak pernah menyajikan bukti tentang keterlibatan Libya yang telah ia janjikan untuk disampaikan kepada penguasa Austria. Ia juga menambahkan komentar yang tepat, tapi tak diungkapkan di AS, bahwa masalah terorisme yang berbasis di Lebanon itu sebagian besar adalah akibat kegagalan dalam memecahkan problem Palestina. Kegagalan ini menyebabkan orang-orang yang putus asa tersebut beralih ke cara kekerasan --suatu akibat yang memang diinginkan oleh AS-Israel guna dijadikan alasan bagi penerapan terorisme mereka, sebagaimana dibahas dalam Bab Kedua.12 Beberapa bulan kemudian, Mendagri Italia-seraya menandatangani perjanjian kerja sama dengan AS untuk "memerangi terorisme" --mengulangi posisi yang dinyatakan oleh Italia "sejak Januari" bahwa mereka mencurigai keterlibatan Syria dalam serangan Roma dan Wina itu. Times melaporkan pernyataannya, namun tanpa merasa perlu berkomentar tentang serangan pembalasan yang memang layak terhadap Libya yang telah mereka sambut hangat pada April --yang sesungguhnya merupakan terorisme tak beralasan menurut laporan-laporan berita mereka.13

Kalau seseorang yang terlibat dalam sebuah aksi teroris pernah berkunjung ke Libya, atau diduga pernah mendapat pelatihan atau dana dari Libya di masa lalu, itu sudah cukup untuk mengutuk Qaddafi sebagai "anjing gila" yang harus dilenyapkan. Standar-standar serupa dapat dituduhkan pada CIA dalam berbagai pembunuhan oleh para pelarian Kuba, di samping sejumlah besar cara lain. Ingatlah, apa yang terjadi pada 1985 saja: salah seorang yang dicurigai mengebom jet jumbo Air India di dekat Irlandia yang merupakan aksi teroris paling buruk di tahun itu, menewaskan 329 orang, dilatih di sebuah sekolah anti-Komunis untuk para serdadu bayaran di Alabama; Jaksa Agung AS Edwin Meese, yang mengunjungi India sembilan bulan kemudian, mengemukakan sebuah pernyataan yang nyaris tak dilaporkan bahwa AS sedang mengambil langkah-langkah "untuk mencegah para teroris supaya tak memperoleh pelatihan atau sumber-sumber daya di Amerika Serikat", dengan menunjuk pada kamp-kamp latihan militer swasta yang telah dituduh oleh India sebagai tempat pelatihan bagi ekstremis Sikh; pernyataan Meese ini tidak benar --begitulah ia dianggap-- walaupun pers tak pernah melakukan penyelidikan.14

Aksi teroris yang menelan paling banyak korban di Timur Tengah adalah sebuah pemboman-mobil di Beirut pada Maret, menewaskan 80 dan melukai 200 orang, yang dilakukan oleh sebuah unit intelijen Lebanon yang dilatih dan didukung oleh CIA, dalam suatu upaya untuk membunuh seorang pemimpin Syi'ah yang diyakini terlibat dalam "serangan-serangan teroris terhadap instalasi-instalasi AS" di Beirut;15 istilah "terorisme" lazim digunakan oleh tentara-tentara asing untuk menunjuk pada aksi-aksi melawan mereka oleh penduduk lokal yang memandang mereka sebagai pasukan pendudukan yang sedang berusaha memaksakan suatu pemecahan politik menjijikkan yang ditegakkan oleh invasi asing, dalam hal ini adalah "Orde Baru"-nya Israel. Dengan standar-standar pembuktian seperti digunakan dalam kasus Libya, AS sekali lagi menjadi kekuatan teroris utama di dunia pada 1985, bahkan kalaupun kita tak memasukkan terorisme besar-besaran yang diatur secara serampangan oleh sistem propaganda.

Dilanjutkan pada 1986, aksi-aksi teroris paling serius di kawasan Timur Tengah pada saat tulisan ini disusun --terlepas dari terorisme Israel yang terus berlangsung di Lebanon-- adalah pemboman AS atas Libya dan pemboman-pemboman di Syria yang, menurut stasiun radio partai Presiden Lebanon Amin Gemayel, Phalangis, menewaskan lebih dari 150 orang pada April; Syria menuduh agen-agen Israel yang melakukan pemboman-pemboman ini, tanpa mengemukakan bukti, tetapi kredibilitasnya tak kurang dibandingkan dengan tuduhan-tuduhan serupa AS terhadap siapa saja yang menjadi bajingan pada saat itu --dan, kadang-kadang, tak termasuk dalam "momok bengis teroris". 16

AS, sudah tentu, menyangkal bertanggung jawab bagi aksi-aksi para teroris yang telah dilatihnya: orang-orang Kuba, Lebanon, para pembunuh massal, seperti Rios Montt di Guatemala, dan sejumlah besar lainnya di Amerika Latin dan tempat-tempat lain. Dalam kasus pemboman, misalnya, CIA membantah terlibat, walaupun sangkalan ini "diragukan oleh beberapa pejabat pemerintah dan Kongres, yang menyatakan bahwa CIA sedang bekerja sama dengan kelompok tersebut pada saat pemboman itu" --sebuah kesimpulan yang juga ditarik oleh penyelidikan Washington Post, yang menandaskan bahwa Washington menangguhkan operasi rahasia sesudah pemboman itu, yang dilakukan tanpa pengesahan CIA.17 Kalaupun kita menerima pernyataan bahwa CIA tak mengesahkan pemboman tersebut dan tak lagi berurusan dengan kelompok teroris yang telah dilatihnya itu, dalih pemerintah segera dapat dicampakkan oleh standar-standar yang biasa diterapkan bagi musuh-musuh resmi oleh para pembela terorisme AS dan Israel, baik di pemerintahan maupun media. Ingat, bahwa "tanggung jawab moral yang amat besar bagi kekejian-kekejian ... semuanya ada pada Arafat" karena "dia adalah bapak pendiri kekerasan Palestina dewasa ini", dan dengan demikian, AS boleh menangkap Arafat lantaran ia "bertanggung jawab bagi aksi-aksi terorisme internasional" secara sangat luas, entah dia terlibat atau tidak.18 Jadi, "tanggung jawab sangat besar" dalam kasus-kasus yang sudah disebut dan banyak lagi lainnya "semuanya ada pada Washington", apa pun fakta-fakta yang ada mengenai keterlibatan langsungnya.

Seperti disebut dalam Bab Pendahuluan, kampanye Reagan terhadap "terorisme internasional" merupakan sebuah pilihan wajar bagi sistem propaganda guna menggencarkan agenda pokoknya: perluasan sektor negara dalam ekonomi, pengalihan sumber-sumber daya dari golongan miskin kepada kaum kaya, dan suatu kebijakan luar negeri yang lebih "aktif" (yaitu agresif dan teroristis). Kebijakan-kebijakan semacam ini mengharuskan supaya rakyat merasakan ketakutan sehingga patuh pada musuh garang yang mengancam mau menghancurkan kita, tetapi perlulah dihindarkan --karena terlalu berbahaya-- untuk berkonfrontasi langsung dengan si Setan Besar sendiri. Terorisme internasional oleh centeng-centeng Imperium Setan merupakan kandidat yang paling andal, dan para ahli PR pemerintah segera menggarap tugas menyusun jaring kebenaran-kebenaran semu dan dusta yang bermanfaat, memperkirakan dengan tepat bahwa permainan informasi (charade) ini bakal dianggap sungguhan oleh para komentator yang berpikiran cetak.

Libya benar-benar pas untuk memenuhi kebutuhan ini. Qaddafi merupakan sasaran empuk kebencian, khususnya mengingat merajalelanya rasisme anti-Arab di Amerika Serikat dan komitmen mendalam kelas-kelas terpelajar --dengan amat sedikit perkecualian-- terhadap rejeksionisme dan kekerasan AS-Israel. Qaddafi telah menciptakan sebuah masyarakat yang buruk dan represi, dan betul-betul bersalah melakukan terorisme balasan, terutama terhadap rakyat Libya, seperti sudah disebutkan. Hukuman mati yang dijatuhkan Qaddafi atas pembangkang Libya, serta aksi-aksi terorisnya itu sebenarnya bisa saja dicegah, menurut para analis intelijen AS dan Israel, tapi itu konsekuensinya adalah akan ketahuan bahwa sandi rahasia Libya (yang rupanya mudah ditebak) itu sudah dipecahkan. "Seorang analis Israel menyatakannya secara lebih lugas, 'Buat apa kita membuka rahasia metode dan sumber kita demi sebagian rakyat Libya?"'19 Libya itu lemah dan tak berdaya sehingga perang boleh digencarkan terhadapnya dan, kalau perlu, pembunuhan rakyat Libya dapat dilakukan dengan enteng. Kemenangan militer yang gemilang di Grenada, suatu kulminasi dari keagresifan dan kebencian ekstrem pemerintahan-pemerintahan Carter-Reagan setelah pemerintahan Uskup itu dianggap membahayakan karena menggubris kebutuhan mayoritas miskin, dilakukan untuk mencapai tujuan serupa. Hal ini sangat dirasakan di luar negeri. Wartawan Amerika Donald Neff, yang menulis di sebuah jurnal Inggris tentang insiden Teluk Sidra pada Maret 1986, berkomentar bahwa "ini merupakan sebuah operasi yang kurang bergaya Rambo dibandingkan dengan demonstrasi gertakan yang dimaksud untuk memancing pertempuran. Ini adalah gaya khas Reagan. Selama lima tahun menjabat, ia berkali-kali bertingkah sok kuasa atas nasib orang-orang lemah. Kali ini, ia juga melakukannya". Adalah kenyataan yang menarik tentang kebudayaan Amerika bahwa pameran kepengecutan dan kekejaman ini tampaknya disambut baik oleh masyarakat, sebagaimana ia kadang-kadang terjadi pula di luar negeri.

Sebagai contoh, Paul Johnson mengecam "bau busuk kepengecutan murni di udara", dan pemboman AS atas "basis-basis teroris" (yaitu sasaran-sasaran sipil) di Libya membangkitkan keraguan. Johnson memuji "kegagahan sang Koboi", yang memamerkan keberaniannya dengan mengirim bomber-bombernya untuk membunuhi penduduk sipil yang tak berdaya.20

Ahli-ahli PR pemerintahan Reagan memahami manfaat Libya sebagai musuh dan hanya perlu membuang sedikit waktu dengan menghadapi lawan yang berbahaya ini. Libya sekaligus juga dirancang sebagai agen utama dalam "jaringan teroris" yang didukung Soviet, dan pada Juli 1981 rencana CIA untuk menggulingkan dan membunuh Qaddafi dengan suatu kampanye teror paramiliter di Libya bocor kepada pers.21

Kita dapat mencatat sepintas bahwa dengan standar-standar AS, rencana ini mengesahkan Qaddafi untuk melakukan aksi teror terhadap sasaran-sasaran Amerika sebagai "pembelaan diri terhadap serangan di masa depan" --kalimat yang dipakai oleh juru bicara Gedang Putih Larry Speakes ketika mengemukakan justifikasi resmi untuk pemboman atas Tripoli dan Benghazi. Justifikasi serupa diulangi lagi di PBB oleh Vernon Walters dan Herbert Okun. Pemerintah bahkan dengan kurang ajar menegaskan bahwa hak ini --yang bahkan Hitler pun tak mengatakannya dan yang, jika dikemukakan oleh negara-negara keras lainnya, niscaya meluluhlantakkan ketertiban dunia dan hukum internasional yang masih sedikit tersisa-- sejalan dengan Piagam PBB. Tidak ada bentuk kemustahilan legal yang dapat tandas menyatakan bahwa "itu sudah diterima baik di Peoria" --dan di Cambridge, New York, dan Washington. Toh Reagan disanjung oleh Anthony Lewis untuk keyakinannya "pada suatu argumen legal bahwa kekerasan adalah sah sebagai tindakan membela-diri". Alasan mengapa AS menjustifikasi serangan itu "atas dasar perlunya menyerang lebih dulu, yang dapat dipandang sebagai sebuah bentuk pembelaan-diri, bukan atas dasar aksi pembalasan" dijelaskan oleh seorang pejabat Deplu, yang menyebut bahwa Piagam PBB secara tegas melarang penggunaan kekerasan kecuali untuk membela-diri. Sesungguhnya, membela-diri terhadap serangan bersenjata, hanya boleh setelah PBB bertindak sesudah permohonan resmi kepada Dewan Keamanan oleh negara yang merasa dirinya sebagai korban dari serangan bersenjata mendadak dan besar-besaran. Sementara "argumen legal" tersebut diacungi jempol di dalam negeri, umumnya ia dicibir di luar negeri. Di luar negeri hanya sedikit orang yang tidak sepakat dengan mantan dubes Kanada di PBB George Ignatief --anggota delegasi pertama Kanada ke PBB dan kini kanselir Universitas Toronto-- yang menolak permohonan hak membela diri yang ditetapkan dalam Piagam PBB itu sebagai tidak beralasan.22 Pada Agustus 1981, pesan anti-Qaddafi "diterapkan dengan menggelar perangkap untuk Libya di Teluk Sidra", sebuah perangkap "yang direncanakan dengan seksama oleh pihak AS" guna memancing konfrontasi yang di dalamnya jet-jet Libya dapat ditembak jatuh, sebagaimana memang kemudian terjadi, menurut Edward Haley dalam studi anti-Qaddafi-nya yang garang tentang hubungan AS dan Libya. Salah satu tujuan utamanya, tandas Haley dengan logis, adalah untuk "memanfaatkan 'ancaman Libya' guna meraih dukungan bagi langkah-langkah (Pemerintah) yang ingin menggencarkan 'konsensus' Menlu Haig terhadap Uni Soviet, dan sebagai unsur dalam kesepakatan-kesepakatan yang diperlukan untuk menciptakan Pasukan Gerak Cepat" --sebuah pasukan intervensi yang sasaran utamanya adalah Timur Tengah. Pada November, Pemerintah membuat dongeng menggelikan tentang gali-gali Libya yang berkeliaran di jalan-jalan Washington untuk membunuh Pemimpin Kita, menyebabkan media langsung ramai-ramai mengomentari dengan agak skeptis, tapi waktu itu skeptisismenya sangat kecil.

Ketika ditanya tentang rencana ini, Reagan menjawab, "Kami  punya bukti, dan (Qaddafi) mengetahuinya."23 Ceritanya pelan-pelan menguap ketika tujuannya sudah terpenuhi, dan pers bersikap cukup disiplin sehingga tak melaporkan penyingkapan di pers Inggris bahwa "para pembunuh" yang namanya tercantum dalam daftar resmi AS --yang bocor di Inggris-- adalah anggota-anggota teras Amal Lebanon (yang sangat anti-Libya), termasuk pemimpinnya Nabih Berri dan tokoh tua komunitas Syi'ah.24

Dongeng-dongeng lain mencakup ancaman Libya untuk menyerbu Sudan dengan menyeberangi 600 mil gurun pasir (sementara pasukan-pasukan udara Mesir dan AS tak berdaya menghalangi penyerbuan ini), dan rencana penggulingan pemerintah Sudan pada Februari 1983. Untungnya rencana ini diketahui pada saat kelompok reaksioner dalam pemerintahan sedang menggarapnya dengan militansi yang tak memadai --sebuah rencana yang begitu subtil sehingga intelijen Sudan dan Mesir tak tahu apa-apa, sementara para wartawan AS yang pergi ke Khartoum dapat dengan segera mengetahuinya. AS menanggapi plot isapan jempol ini dengan suatu pameran besar kekuatan, memungkinkan Menlu Shultz, yang sudah dikecam terlalu pengecut, untuk menggebuk tantangan-tantangan herois di layar televisi seraya mengumumkan bahwa Qaddafi "kembali ke dalam kotak yang mengurungnya" karena Reagan bertindak "cepat dan tegas" terhadap ancaman bagi ketertiban dunia ini. Lagi-lagi, peristiwa ini dilupakan segera sesudah tujuan-tujuannya tercapai. Media umumnya memainkan peranan yang sudah digariskan untuk mereka, dengan hanya sekali-sekali menggerutu. 25

Peristiwa-peristiwa Maret-April 1986 membuat pola lazim ini menjadi sempurna. Operasi Teluk Sidra pada Maret merupakan saat yang tepat untuk mengobarkan histeris nasionalisme-ekstrem (jingoist), beberapa saat sebelum pemungutan suara penting di Senat guna menentukan bantuan buat Contra bertepatan pula dengan "invasi" palsu Nikaragua atas Honduras --suatu operasi PR yang berhasil gemilang sebagaimana terlihat dari reaksi garang para anggota lunak Kongres dan semua media, juga hasil pemungutan suara di Senat (lihat Bab Kedua). Permainan informasi ini juga mengizinkan Pemerintah untuk memberikan bantuan militer senilai dua puluh juta-dolar kepada Honduras, yang menurut pernyataan resmi Honduras bantuan ini tak diminta --dan yang sudah pasti "hilang" di kamp-kamp Contra-- namun tetap dipakai cara lain yang memungkinkan gerombolan ilegal di Washington itu mengelakkan pembatasan-pembatasan kongresional yang lunak atas kekejaman mereka.26 Provokasi Teluk Sidra juga merupakan sebuah sukses, memungkinkan pasukan AS menenggelamkan sejumlah kapal Libya, membunuh lebih dari 50 orang Libya dan, seperti diharapkan, mendorong Qaddafi untuk melakukan aksi-aksi teror terhadap warga Amerika, sebagaimana kemudian dinyatakan.

Sementara pasukan AS berhasil membunuh sejumlah besar orang Libya, mereka ajaibnya tak mampu menyelamatkan orang-orang yang lolos. Tugas ini rupanya bukanlah mustahil sebab enam belas orang yang lolos dari serangan AS itu kenyataannya diselamatkan dari sekoci oleh sebuah kapal minyak Spanyol.27

Tujuan resmi dari operasi militer AS adalah memantapkan hak untuk menempati Teluk Sidra, yang sepenuhnya omong-kosong, sebab pengiriman sebuah armada laut hampir tak diperlukan atau merupakan cara yang kurang kena guna mencapai tujuan ini: sebuah deklarasi pun sudah cukup. Jika langkah-langkah lebih lanjut dianggap perlu karena alasan tertentu, selalu tersedia cara-cara yang sesuai dengan hukum. Kalau seseorang berselisih dengan tetangganya mengenai suatu hak, ada dua cara untuk menyelesaikannya: yang pertama adalah membawa persoalannya ke pengadilan, kedua adalah menarik picu senjata dan membunuh si jiran. Pilihan pertama jelas tersedia dalam kasus Teluk Sidra ini.

Oleh karena terang tak ada urgensinya, dimungkinkanlah untuk menerapkan cara-cara legal guna menetapkan hak untuk menempati secara wajar. Tetapi, sebuah negara teroris dan tak menggubris hukum tentulah akan memilih prioritas-prioritas yang berbeda. Ditanya kenapa AS tak membawa persoalannya ke Mahkamah Intemasional, Brian Hoyle, direktur Dinas Kebijakan dan Hukum Laut di Departemen Luar Negeri, mengatakan bahwa urusannya "akan memakan waktu bertahun-tahun. Saya kira dengan begitu, kita tak dapat hidup"28 --memberi pembenaran tegas bagi armada-armada laut AS untuk beroperasi di Teluk Sidra jika Amerika Serikat ingin tetap hidup sebagai sebuah bangsa.

Tentang alasan-alasan yang lebih sempit, posisi AS plinplan. Pers terus-menerus bicara tentang "hukum laut", tapi Amerika Serikat nyaris tak punya dasar yang jelas untuk menanggapi doktrin ini hanya lantaran Pemerintahan Reagan menolak Undang-Undang Perjanjian Laut. Tambahan pula, Libya menembak pesawat-pesawat AS, bukan kapal-kapal, dan "hukum udara" sama sekali belum tersusun rapi. Negara-negara melontarkan macam-macam klaim mengenai masalah ini. Amerika, misalnya, mengklaim Zona Identifikasi Pertahanan Udara sejauh 200 mil, yang di dalamnya ia berhak menerapkan "pembelaan-diri" terhadap pesawat penerobos yang dianggap bermusuhan. Tidak ada keraguan bahwa armada udara AS masuk ke dalam rentang 200 mil wilayah Libya menurut Pentagon malah 40 mil --dan bahwa mereka bersikap bermusuhan sehingga berdasarkan standar-standar AS, Libya berhak untuk menangkap mereka. Ihwal ini disebut oleh ahli hukum konservatif Alfred Rubin dari Sekolah Fletcher Universitas Tufts, yang berkomentar bahwa "dengan mengirim armada udara, kita sudah bertindak melampaui apa yang telah jelas dilarang menurut Hukum Laut" guna melakukan "provokasi yang tak perlu".29 Tapi, buat sebuah negara bandit, hal-hal semacam itu tak relevan, dan tindakan tersebut merupakan sebuah sukses setidaknya di dalam negeri.

Catatan kaki:

* Dari kata demon (hantu, memedi, lelembut). Demonologi, dengan demikian, bermakna "perekayasaan sistematis untuk menempatkan sesuatu agar ia dipandang sebagai ancaman yang sangat menakutkan-penerj.

1 Amnesty International Report-1985' (London, 1985); Political Killing's by Governments (AI Report, London, 1983).

2 William Beecher, BG, 15 April 1986.

3 Pemerintah AS menyatakan bahwa sejak September 1980, Nikaragua mengirim persenjataan kepada kelompok gerilyawan yang umumnya terdorong oleh Perang Teroris Carter-Duarte terhadap penduduk; kiriman senjata ini jumlahnya sangat kecil, bahkan kalaupun kita menelan saja bukti dokumenter yang disodorkan. Bukti tentang arus senjata sejak awal 1981 sebetulnya nol (bandingkan dengan TTT dan kesaksian analis CIA, David Mac Michael di depan Mahkamah Internasional; UN A/40/ 907, S/17639; 19 November 1985). Tentu saja, sudah tak dipersoalkan di sini bahwa memberikan persenjataan kepada rakyat yang sedang berusaha membela-diri terhadap perang teroris yang dilancarkan oleh Amerika Serikat merupakan kejahatan, kalau bukan bukti tentang usaha menaklukkan Separo Belahan Bumi. Pada 27 Juni 1981, Mahkamah Internasional menetapkan bahwa pemasokan senjata itu telah berlangsung sampai bulan-bulan pertama 1981, walaupun tindakan-tindakan lebih jauh "tak dirumuskan dengan tegas", dan penetapan soal semacam pemasokan senjata sebagai masalah hukum, kalaupun benar, tidaklah berarti membenarkan AS untuk merespons dengan "serangan bersenjata", sebagaimana dinyatakan oleh pemerintah AS. Karena itu, Mahkamah Internasional mendapati tindakan-tindakan AS "telah melanggar prinsip (Piagam PBB) yang melarang pemakaian ancaman atau penggunaan kekerasan" dalam masalah internasional, disamping melarang bentuk kejahatan-kejahatan lain. Kalangan di AS umumnya tak menggubris penilaian Mahkamah dan menganggapnya tak relevan, sementara para pentolan penganjur Ketertiban Dunia menyimpulkan bahwa AS tak perlu tunduk kepada yurisdiksi Mahkamah Internasional, sebab Amerika "masih memerlukan kebebasan untuk melindungi kebebasan", seperti di Nikaragua (Thomas M. Franck, NYT,17 Juli 1986). Pelobi Contra, Robert Leiken dari Lembaga Carnegi untuk Perdamaian Internasional, "mencela pengadilan itu, yang dia katakan bercacat karena 'persepsi yang semakin berkembang' bahwa ia punya hubungan erat dengan Uni Soviet"-hubungan erat yang tiba-tiba muncul sejak Mahkamah yang sama menetapkan keputusan yang menguntungkan AS dalam Kasus Iran pada 1980 (Jonathan Karp, WP, 28 Juni 1986). Semua ini, sekali lagi, merupakan reaksi yang dapat diharapkan oleh seseorang di sebuah pusat utama terorisme internasional.

4 Editorial, WP (Manchester Guardian Weekly, 22 Februari 1981); Alan Riding, NYT, 27 September 1981. Lihat TTT untuk rujukan-rujukan yang tak disebut di sini atau di bawah.

5 Ambrose Evans-Pritchard, Spectator, 10 Mei 1986; dengan ditunaikannya tugas penyembelihan, katanya melanjutkan, sejumlah besar mayat 'bergelimpangan dan tubuh-tubuh dilemparkan ke tengah Danau Ilopango, hanya sedikit sekali yang dibuang ke tepian danau untuk mengingatkan orang-orang yang mandi di sana bahwa represi masih terus berlangsung. Editorial-editorial New Republic, 2 April 1984, 7 April 1986. Tentang kebiadaban-kebiadaban mutakhir, lihat Americas Watch, Settling into Routine (Mei 1986), yang melaporkan bahwa pelenyapan dan pembunuhan-pembunuhan politik --90 persen oleh pasukan bersenjata Duarte-- terus terjadi dengan rata-rata empat kasus per hari di negara teroris ini beserta sejumlah besar kekejian pemerintah lainnya.

6 Chris Krueger dan Kjell Enge, Security and Development Conditions in the Guatemalan Highlands (Washington Office on Latin America, 1985); Alan Nairn, "The Guatemala Connection", Progressive, Mei, September 1986. Tentang koneksi Israel, di Amerika Tengah dan kawasan-kawasan lain, lihat Benjamin Beit-Hallahmi, From Manila to Managua: Israel's World War (Pantheon, akan terbit).

7 Herman dan Brodhead, Demonstration Elections (South End, 1984). Mereka mendefinisikan konsep ini untuk menunjuk kepada muslihat dari intervensi asing yang didalamnya pemilihan-pemilihan "diorganisasikan dan dirancang oleh suatu kekuatan asing, terutama untuk menjinakkan penduduk yang resah"; mereka membahas sejumlah contoh lain dan juga memperlihatkan secara terperinci bahwa pemilihan-pemilihan tersebut tak kurang lucunya dibanding eleksi-eleksi yang diselenggarakan oleh penguasa Soviet. Istilah mereka, "pemilihan-pemilihan demonstrasi", dipinjam dan sangat disalahgunakan dengan menunjuk kepada Nikaragua oleh Robert Leiken (New York Review, 5 Desember 1985), sebagai bagian dari kampanyenya guna mendukung pasukan centeng teroris itu. Lihat surat Brodhead dan Herman, yang diterbitkan setelah ditunda selama setengah tahun bersama surat-surat lain oleh para pengamat Parlemen Inggris (26 Juni 1986), dan tanggapan Leiken, yang diam-diam mengakui ketepatan kritik mereka (dengan menghapusnya), seraya menegaskan bahwa mereka menyusun konsep mereka "sebagai cara untuk memusatkan perhatian kepada Imperialisme Barat, sembari menjauhkannya dari Imperialisme Soviet ... sejalan dengan keyakinan mereka yang mencolok bahwa hanya ada satu adidaya yang bejat"; ini merupakan tanggapan standar dari para pembela teror negara yang kebohongannya tersingkap dalam hal ini, mereka perlu membenamkan kritik keras Brodhead dan Herman atas pemilihan-pemilihan di Polandia, selain banyak kritik lain mereka. Bagian-bagian lain dari tanggapan Leiken dan artikel-artikelnya sendiri mengandung tingkat integritas yang tinggi dan perlu dibaca dengan cermat oleh mereka yang tertarik dengan cara kerja sistem ideologi AS. Lihat terutama kritik Alexander Cockburn (Nation, 29 Desember 1985, 10 Mei 1986) dan keengganan Leiken untuk memberikan tanggapan (NYRB, 26 Juni); juga Pengantar saya untuk Morley dan Petras, op. cit.

8 Council on Hemispheric Affairs, Washington Report on the Hemisphere, 16 April 1986. Dari pelantikan Cerezo pada bulan Januari sampai Juni, pembunuhan-pembunuhan diperkirakan terjadi 700 kali, meningkat 10 persen dibanding tahun sebelumnya; tak diketahui berapa banyak yang bersifat politik, ataupun berapa jumlah sesungguhnya (Edward Cody, WP, 6 Juli 1986). Alan Nairn dan Jean Marie Simon menaksir pembunuhan politik terjadi lebih dari 60 kali setiap bulan; mereka merupakan korban dari "suatu sistem terorisme politik yang efisien" yang dijalankan oleh militer Guatemala dengan menggunakan siasat-siasat seperti "arsip komputer tentang wartawan, mahasiswa, pemimpin, kelompok kiri, politisi, dan lain-lain" --sebuah sistem yang diberikan kepada mereka oleh Israel, meskipun fakta ini dan koneksi Israel pada umumnya, tak disebut, dan secara umum tak disingung-singgung dalam jurnal ini (New Republic, 30 Juni 1986). "Birokrasi Guatemala untuk urusan kematian tampak lebih mulus jalannya dibandingkan dengan saat kapan pun sejak pertengahan 1960-an", mereka menyimpulkan, menyebut bahwa "Presiden Cerezo toh tak mengecam satu pun pembunuhan oleh tentara" dan bahwa "menteri dalam negerinya mengatakan bahwa pembunuhan-pembunuhan politik tak lagi jadi masalah" --sebuah pendirian yang mudah dimengerti, kalau tidak demikian, maka mereka sendiri juga akan lenyap di negara klien teroris ini.

9 John Haiman dan Anna Meigs, "Khaddafy: Man and Myth", Africa Events, Februari 1986.

10 Lihat TTT untuk seleksi yang luas; juga Bab Kedua, catatan kaki no. 17, 44, dan rujukan-rujukan yang dikutip di atas.

11 Michael Ledeen, National Interest, Musim Semi 1986. Lihat catatan kaki no. 4 dan teks.

12 Editorial, NYT, 20 April 1985; WP, 11 Januari 1986; Rabin, BG, 25 Januari 1986; El Pais (Madrid), 25 April 1986.

13 E .J. Dionne, "Syria Terror Link Cited by Italian", 25 Juni 1986; para redaktur Times jelas mengetahui bahwa bagian kasus pemerintah AS yang telah mereka dukung sudah ambruk, seperti akan kita lihat langsung.

14 NYT, 27 Juni 1985; CSM, 25 Maret 1986. Serdadu-serdadu bayaran Kuba yang bertempur dengan tentara centeng AS yang menyerang Nikaragua menduga bahwa mereka dilatih di sebuah basis paramiliter di Florida; Stephen Kinzer, NYT, 26 Juni 1986. Tetapi, pemerintah AS menangkap para perencana percobaan penggulingan diktator Suriname di New Orleans (dilukiskan oleh kejaksaan AS sebagai "sebuah 'titik-lompat' bagi serdadu-serdadu bayaran yang ingin terlibat di Amerika Tengah dan Selatan"), mendakwa mereka melanggar UU Netralitas AS (CSM, 30 juli 1986), sebagaimana ia tempo hari membendung usaha-usaha penggulingan rezim ganas Duvalier yang didukungnya di Haiti, yang berarti menunjukkan komitmen kukuhnya kepada Rule of Law.

15 Bob Woodward dan Charles R. Babcock, WP, 12 Mei.

16 Ihsan Hijazi NYT, 20 April 1986. Pembaca cermat Times akan menemukan sebuah kutukan terhadap terorisme oleh Presiden Syria, Assad-yang tak diungkap oleh laporan Henry Kamm dari Athena (29 Mei 1986) --yang secara khusus menyebut pembunuhan atas 144 warga Syria dalam sebuah "aksi teroris besar", agaknya menunjuk pada pemboman terhadap bus-bus Syria.

17 Philip Shenon, NYT, 14 Mei 1985; Lou Cannon, Bob Woodward, et al., WP, 28 April 1986.

18 New Republic, 20 januari 1986; Edwin Meese, AP, 14 April 1986; lihat Bab Kedua.

19 Frank Greve, Philadelphia Inquirer, 18 Mei 1986.

20 Nef, Middle East International (London), 4 April 1986; Johnson, Sunday Telegraph (London), 1 juni 1986. Komentar-komentar Johnson mencerminkan pendirian tipikal pembela terorisme negara yang sangat terpandang ini. Demikianlah, dalam sebuah konferensi propaganda tentang terorisme yang diselenggarakan oleh Israel di Washington lihat Bab Pendahuluan, catatan kaki no. 15), ia memuji Israel karena mengambil "langkah-langkat cepat" untuk memerangi "kanker teroris" seperti dengan invasinya atas Lebanon pada 1982: "Kenyataannya, dengan keberanian fisik dan moral di atas formalitas hak-hak negara, Israel untuk pertama kalinya mampu memukul tepat di jantung kanker itu, meredam pertumbuhannya dan membuangnya langsung ke dalam liangnya (Wolf Blitzer, Jerusalem Post, 29 juni 1984) --bertentangan tajam dengan maksud Israel, seperti dibahas dalam Bab Kedua.

21 Haley, Qaddaf and the U.S., 271 dst.

22 Larry Speaks, TV nasional, pukul 19:30,14 April; NYT, 16 April; AP 14 April, NYT, 15 April; Lewis, NYT, 17 April; Bernard Weinraub, NYT, 15 April, 1986; left Sallot, Globe &Mail (Toronto), 24 April 1986. Seperti disebut sebelumnya, Mahkamah Internasional telah menolak keyakinan AS (menyangkut El Salvador, bukan, katakanlah, Afghanistan, Angola atau Kamboja) bahwa pemasokan senjata kepada kelompok gerilyawan membolehkan "serangan bersenjata". Lihat catatan kaki no. 3.

23 Haley, Qaddafi and the U.S., 8, 264.

24 New Statesman, 16 Agustus 1985.

25 Lihat FT, 210; Haley, op.cit., yang melakukan upaya yang patut dipuji untuk menjadikan komedi ini serius.

26 "Dinas Intelijen Pusat (CIA), yang tak boleh memberi bantuan militer kepada pemberontak Nikaragua, diam-diam mengalirkan beberapa juta dolar kepada para pemberontak tersebut untuk proyek-proyek politik selama tahun lalu, kata pejabat- pejabat pemerintah AS", juga memungkinkan "CIA untuk melestarikan pengaruh kuat atas gerakan pemberontakan itu, walaupun larangan Kongres tetap berlaku dari Oktober 1984 sampai September 1985, yang tak mengizinkan CIA untuk mengeluarkan uang 'yang akibatnya akan berarti mendukung, langsung maupun tak langsung, operasi-operasi militer atau paramiliter di Nikaragua', kata para pejabat tersebut". Salah satu tujuan dari apa yang dilukiskan oleh para pejabat AS sebagai "sebuah program besar" adalah "menciptakan keadaan tertentu agar (kelompok Contra) menjadi entitas politik aktual di kalangan sekutu-sekutu kita di Eropa". Anggota Kongres Sam Gejdenson menyatakan bahwa "Kami curiga bahwa CIA tak pernah benar-benar mengundurkan diri dari kancah, tapi tingkat keterlibatan langsungnya dalam perang Contra boleh jadi mencengangkan pengamat yang paling dingin sekalipun". Dokumen-dokumen UNO (Contra) yang diperoleh AP "memperlihatkan bahwa banyak dana politik UNO mengalir ke organisasi-organisasi militer yang punya hubungan dengan kelompok penghimpun" yang dibentuk oleh AS, sementara sebagian dana dipakai untuk menyuap para pejabat Honduras dan Costa Rica "untuk memungkinkan pemberontak beroperasi di negara-negara itu". Sebagian besar uang ini disalurkan melalui sebuah bank di Bahama yang berpusat di London. AP, 14 April; BG, 14 April 1986. Penyingkapan-penyingkapan ini berlalu tanpa dikomentari pada waktu itu, dan sedikit dikomentari sesudahnya. Kemudian, Miami Herald melaporkan bahwa lebih dari 2 juta dolar dari 27 juta dolar yang diberikan oleh Kongres untuk "bantuan kemanusiaan" telah digunakan untuk membayar pejabat-pejabat Honduras "agar menutup mata terhadap kegiatan-kegiatan ilegal Contra di negeri Honduras" (editorial BG, 13 Mei 1986), beserta sejumlah bukti tentang korupsi yang mendapat pcrhatian terbatas, sampai tak ada pengaruh sama sekali.

27 Al; 27 Maret 1986, mengutip El Pais (Madrid).

28 R.C. Longworth, Chicago Tribune, 30 Maret 1986.

29 Richard Higgins, BG, 25 Maret 1986.

(bagian pertama, kedua)


Maling Teriak Maling: AMERIKA SANG TERORIS?
karya Noam Chomsky, terbitan Amana Book, Inc., 1986
Penterjemah Hamid Basyaib
Penerbit Mizan, Jln. Yodkali No. 16, Bandung 40124
Cetakan 2, Sya'ban 1422 /Oktober 2001
Telp.(022) 700931 Fax.(022) 707038
email:info@mizan.com, http://www.mizan.com/
 
Indeks artikel kelompok ini | Tentang Pengarang | Disclaimer
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Dirancang oleh MEDIA, 1997-2002.
Hak cipta © dicadangkan.