Maling Teriak Maling
Amerika Sang Teroris?

Noam Chomsky


Libya dalam Demonologi Amerika Serikat (2/2) 

Tingkat provokasi di Teluk Sidra dibikin terang oleh jubir Pentagon Robert Sims, yang "mengatakan bahwa AS sudah menggariskan kebijakan untuk menembak setiap kapal Libya yang memasuki perairan internasional di Teluk Sidra, selama masa armada AS masih beroperasi di kawasan itu --tak peduli seberapa jauh pun jarak kapal tersebut dari kapal-kapal AS". "Mengingat 'niat bermusuhan' yang diperlihatkan oleh Libya ketika ia mencoba menembak jatuh pesawat-pesawat AS", tandas Sims, maka setiap kapal militer Libya merupakan "ancaman terhadap pasukan kita."30 Pendeknya, AS tetap berhak untuk menembak setiap kapal Libya yang mendekati armada lautnya di lepas pantai Libya, untuk "membela-diri", sementara Libya tak punya hak untuk membela-diri di wilayah udara yang rentangnya sebanding dengan yang diklaim oleh AS itu.

Masih ada lanjutan ceritanya. Wartawan Inggris David Blundy mewawancarai para insinyur Inggris di Tripoli yang sedang memperbaiki sistem radar buatan Rusia di sana: Salah seorang, yang mengaku sedang memantau keseluruhan insiden itu melalui layar-layar radar (yang, berlawanan dengan klaim Pentagon, tetap dapat berfungsi), melaporkan bahwa "ia melihat pesawat-pesawat tempur Amerika bukan hanya masuk dua belas mil ke dalam wilayah perairan Libya, melainkan juga terbang di atas daratan Libya". "'Saya melihat pesawat-pesawat itu terbang hampir delapan mil ke dalam wilayah udara Libya,' ungkapnya. 'Saya kira Libya tak punya pilihan lain kecuali menghajarnya. Menurut pendapat saya, mereka enggan untuk melakukan hal itu'." Insinyur tersebut menambahkan bahwa "pesawat-pesawat tempur Amerika mendekat dengan menggunakan rute lalu-lintas pesawat sipil biasa, sehingga sinyal radarnya tak tampak di layar radar Libya".31

Setahu saya, tak secuil pun informasi ini muncul di media AS, terlepas dari sebuah laporan unggul khas Alexander Cockburn, yang memainkan peranan personal lazimnya sebagai pengimbang dari ketundukan dan distorsi media. Artikel Blundy tidaklah dilenyapkan secara misterius oleh pers AS. Ia dikutip oleh Joseph Lelyveld dari Times, tapi dengan penghilangan bagian-bagian pentingnya.32

Sebuah kemungkinan besar --dan jelas memang ditunggu-- dari akibat operasi Teluk Sidra itu adalah munculnya aksi-aksi terorisme Libya sebagai pembalasan. Aksi-aksi ini lalu akan menciptakan suatu keadaan teror di Amerika Serikat dan, kalau mujur, juga di Eropa sehingga menyiapkan pentas bagi ledakan berikutnya. Pemboman diskotek La Belle di Berlin Barat pada 5 April, yang menewaskan seorang-serdadu kulit-hitam Amerika dan seorang Turki, 33 langsung saja dituduhkan kepada Libya, dan kemudian digunakan sebagai dalih untuk pemboman 14 April atas Tripoli dan. Benghazi, menewaskan banyak warga Libya, tampaknya sebagian terbesar penduduk sipil (sekitar seratus orang, menurut pers Barat; enam puluh orang menurut laporan resmi Libya). Pemboman ini terjadi persis sehari sebelum DPR melakukan pemungutan suara tentang bantuan kepada Contra. Dalam hal khalayak lupa akan ihwalnya, para penulis pidato Reagan menandaskannya. Berpidato di Konferensi Bisnis Amerika pada 15 April, ia berkata, "Saya ingin mengingatkan DPR yang melakukan voting pekan ini bahwa gembong teroris ini sudah mengirim 400 juta dolar dan segudang senjata serta penasihat militer ke Nikaragua, untuk membawakan perang internalnya ke Amerika Serikat. Dia membual bahwa dia membantu orang-orang Nikaragua karena mereka memerangi Amerika dengan alasannya sendiri.34 Gagasan bahwa si "anjing gila" sedang membawakan perang internalnya ke AS dengan memberi persenjataan kepada orang-orang yang sedang diperangi AS dengan pasukan centeng terorisnya itu bagus betul, yang berlalu tanpa komentar berarti, tapi operasi PR tak berhasil --untuk pertama kalinya-- menggiring Kongres, walaupun pemboman atas Libya itu mengobarkan semangat chauvinis.

Agaknya, untuk sebagian terbesar konsekuensi ini dapat dilekatkan pada rasisme anti-Arab yang berlaku dan pada langkanya reaksi yang waras terhadap episode-episode histeris buatan terdahulu atas kejahatan-kejahatan Qaddafi, yang sungguhan maupun yang tuduhan.

Serangan 14 April ini merupakan pemboman pertama dalam sejarah yang digelar di televisi pada waktu-utama (prime time). Sebagai lanjutan dari pertunjukan-pertunjukan yang direkam di media-cetak, hujan bom ini dirancang cermat agar tepat-waktu, sehingga akan dimulai persis pada pukul 7 malam Waktu Standar Timur (EST) --dan begitulah yang kemudian terjadi,35 yaitu tepat pada saat ketiga saluran televisi nasional menyiarkan program-program berita utama, yang tentu saja sudah ditongkrongi oleh para penjaga gawang yang telah teragitasi (para petugas televisi), yang langsung mengalihkan siaran ke Tripoli untuk menyalurkan pandangan-mata tentang peristiwa, yang merangsang ini. Segera sesudah hujan bom berakhir, Gedang Putih mengutus Larry Speakes untuk berpidato dalam sebuah konferensi pers, yang diikuti oleh pentolan-pentolan lain, dengan demikian menjamin dominasi total atas sistem propaganda selama saat-saat awal yang sangat penting.

Orang mungkin menganggap bahwa pemerintah telah berjudi dengan melancarkan operasi PR yang agak mencolok ini, karena para wartawan bakal mengajukan pertanyaan-pertanyaan sulit, tapi Gedung Putih rupanya cukup yakin bahwa tidak akan terjadi hal-hal yang tak diinginkan, dan keyakinannya pada ketaatan media terbukti sepenuhnya benar.

Jelas, pertanyaan-pertanyaan dapat dilontarkan. Untuk menyebut hanya yang paling mencolok, Speakes menyatakan AS mengetahui pada 4 April bahwa "Biro Rakyat" Libya di Berlin Timur memberi tahu Tripoli sebuah serangan akan terjadi di Berlin pada esok harinya, dan ia kemudian mengabarkan Tripoli bahwa pemboman diskotek La Belle sudah terjadi, seperti direncanakan. Jadi, AS sudah tahu pada 4-5 April --dengan pasti, kata Gedung Putih-- bahwa Libya bertanggung jawab langsung atas pemboman disko itu. Kalau begitu, orang dapat bertanya kenapa laporan dari investigasi-investigasi AS dan Jerman Barat dari 5 April sampai saat terjadinya serangan terus saja menyatakan bahwa yang terlihat paling jauh cuma kecurigaan-kecurigaan tentang keterlibatan Libya. Sesungguhnya, semua wartawan yang mendengarkan keterangan Pemerintah mengantongi --kecuali kalau kita mengandaikan inkompetensi yang amat mengherankan dari orang-orang di ruang berita-- sebuah laporan AP dari Berlin yang masuk ke pesawat teleks pada pukul 18:28 EST, satu jam sebelum pemboman atas Tripoli. Laporan ini menyatakan bahwa "komando militer Sekutu (di Berlin Barat) tidak melaporkan perkembangan-perkembangan dalam investigasi atas pemboman disko itu" dan bahwa "para pejabat AS dan Jerman Barat telah mengatakan bahwa Libya mungkin melalui kedutaannya di Berlin Timur yang dikuasai Komunis --dicurigai terlibat dalam pemboman diakotek La Belle" (penekanan --huruf miring-- dari saya).36

Wartawan sebetulnya dapat bertanya, bagaimana mungkin hanya beberapa menit sebelum serangan itu AS dan Jerman Barat paling jauh hanya mempunyai kecurigaan-kecurigaan tentang keterlibatan Libya --sebagaimana pada seluruh periode berikutnya-- sementara pada 4-5 April, atau sepuluh hari sebelumnya, mereka mengetahui pasti mengenai hal ini. Tapi, waktu itu tak ada pertanyaan-pertanyaan yang menyudutkan, tak pula pernah dilontarkan sejak itu, dan fakta-fakta yang relevan pun umumnya dibenamkan.

Reagan menyatakan pada malam 14 April bahwa "kami punya bukti kuat, akurat, tak terbantah". Ini mirip dengan "Kami punya buktinya, dan (Qaddafi) mengetahuinya" dalam kasus para gali Libya. Mereka merasa tidak perlu menyebut tentang keterlibatan Sandinista dalam perdagangan obat bius, pengumuman mereka mengenai "revolusi tanpa perbatasan", tentang dukungan Helmut Kohl dan Bettino Craxi untuk serangan atas Libya (yang dibantah dengan geram oleh para pejabat yang "sangat kaget" di Jerman dan Italia),37 dan sejumlah besar kebohongan lain yang dilakukan oleh sebuah pemerintahan yang sudah sangat jauh melampaui standar-standar dusta yang lazim. Namun, mereka terus saja "melakukan macam-macam kejahatan, kebohongan, pengelabuan" --dalam kata-kata sang pemimpin tituler itu, mengacu pada model-model Stalinisnya-- untuk meraih tujuan-tujuannya. Mereka yakin bahwa penyingkapan sekali-sekali dalam berita-berita kecil, yang dimuat jauh sesudah peristiwa terjadi, tak akan merintangi arus konstan kebohongan dalam mengarahkan perdebatan dan meninggalkan kesan-kesan positif yang sudah tertanam dengan kukuh, persis sebagaimana terjadi.

Namun demikian, di luar batas negara AS ketaatan tak bercokol. Di Jerman, sepekan setelah Washington menyatakan pengetahuan pastinya tentang keterlibatan Libya atas pemboman disko itu sepuluh hari sebelumnya (4-5 April), Der Spiegel (21 April) melaporkan bahwa penyadapan-penyadapan telepon yang terkenal ampuh itu tampaknya tak ada, dan bahwa intelijen Berlin Barat hanya mempunyai kecurigaan-kecurigaan tentang keterlibatan Libya, juga mencurigai "kelompok-kelompok pedagang obat bius yang saling bersaing" di antara kemungkinan-kemungkinan lain (termasuk klan atau kelompok-kelompok neo-Nazi, menurut dugaan sebagian orang; disko itu sendiri sering dikunjungi oleh GI berkulit hitam dan para imigran Dunia Ketiga). Perang Washington adalah "alat politik", Der Spiegel melanjutkan, "sepanjang lawannya sekecil Grenada dan Libya --dan musuhnya se-ideal si bangsat Qaddafi", dan tidak ada pemimpin Eropa yang perlu berilusi bahwa keprihatinan atau kepentingan Eropa akan dipertimbangkan jika AS sudah memutuskan untuk menaikkan suhu kekerasan internasional, bahkan sampai ke tingkat Perang Dunia final, tambah editor Rudolf Augstein. 38 Dalam sebuah wawancara pada 28 April dengan wartawan jurnal Angkatan Darat AS, Stars and Stripes, Manfred Ganschow, kepala Staatschutz Berlin dan ketua tim seratus orang yang menyelidiki pemboman disko itu, mengatakan, "Saya tak punya bukti yang lebih kuat bahwa Libya terlibat dalam pemboman ini daripada yang saya punyai ketika Anda pertama kali menghubungi saya dua hari setelah aksi ini. Tak ada sedikitpun bukti." Ia sepakat bahwa ini merupakan "sebuah kasus yang sangat politis" dan menyiratkan keraguan besar tentang apa yang dikatakan dan akan diungkapkan oleh "para politikus" mengenai hal ini.39

Pers AS menyembunyikan keraguan-keraguan yang diungkapkan oleh media dan tim penyelidik di Jerman. Tetapi, pembaca yang cermat akan mampu mengendusnya dalam laporan-laporan tentang penyelidikan yang terus berlangsung, ketika orang-orang yang dicurigai punya hubungan dengan Syria dan pihak-pihak lain diperiksa. Pernyataan-pernyataan pemerintah AS bahwa ia punya "pengetahuan pasti" pada 4-5 April telah merosot menjadi kualifikasi-kualifikasi seperti "dilaporkan" dan "diduga". Inilah indikasi bahwa media tahu betul bahwa pernyataan-pernyataan itu meragukan atau bohong, tapi terlalu loyal, atau kelewat takut, untuk berkata begitu --maka, kadang-kadang, mereka mengungkapkan keterlibatan mereka sendiri dalam pemboman teroris itu.40" Keraguan ini, kualifikasi-kualifikasi ini, penyurutan dari penegasan yakin sebelumnya, dan pengutipan tak langsung atas bukti yang menggugurkan klaim-klaim pemerintah --semuanya merupakan muslihat yang digunakan oleh media untuk mengisyaratkan bahwa mereka sangat sadar bahwa mereka sama sekali tak mampu kalau diminta memaparkan bukti yang jelas bagi kasus yang mereka sokong dengan penuh semangat.

Dalam New York Review of Books,41 Shaul Bakhash menandaskan bahwa Hindawi bersaudara asal Yordania "tidak bertanggung jawab atas pemboman diskotek di Berlin Barat" dan "sampai sekarang tidak ada bukti meyakinkan" bahwa mereka "direkrut oleh Syria (bukan oleh Libya sebagaimana mungkin dianggap orang berdasarkan beberapa pernyataan resmi pada waktu itu)". Terlepas dari fakta bahwa dia melaju melampaui bukti yang ada, rumusan Bakhash ini memancing minat. Bukan karena "beberapa pernyataan resmi" sehingga "orang mungkin menganggap" bahwa Libya terlibat. Semua pernyataan resmi --yang disajikan dengan yakin dan tanpa kualifikasi serta diulang dengan cara ini oleh media sampai kasusnya mulai tersingkap berminggu-minggu kemudian-- yang secara tegas menandaskan keterlibatan Libya dan menjustifikasi pemboman dan pembunuhan warga sipil Libya atas dasar ini. Lebih jauh, bukanlah dukungan media, bukan pula pernyataan ini yang mengantarkan kita kepada kesimpulan yang jelas: jika pemerintahan Reagan berdusta tentang buktinya yang "kuat", "akurat" dan "tak terbantah", pemboman itu dapat ditandaskan sebagai terorisme negara --dan ditutupi oleh media yang loyal, yang menghindari pertanyaan-pertanyaan yang jelas pada saat ketika mereka mengungkapkan dukungan bergelora atas serangan tersebut seraya mengajukan dalih-dalih yang ganjil guna menjustifikasi keterlibatan mereka dalam terorisme (misalnya, dongeng para redaktur Times tentang "Natasha Simpson berikutnya").

Operasi PR ini jelas merupakan sebuah sukses di dalam negeri, setidaknya untuk jangka-pendek. Ia "sudah diterima baik di Peoria", seperti dilaporkan pers, sebuah contoh sukses mengenai "rekayasa persetujuan demokratis" yang tentu, sebagaimana dimaksudkan, "memperkuat tangan Presiden Reagan dalam berhadapan dengan Kongres tentang isu-isu seperti anggaran militer dan bantuan buat kaum 'Contra' Nikaragua"42.

Bagi banyak negara, AS menjadi negara yang amat ditakuti, lantaran "pemimpin koboi garang"-nya gemar melakukan tindakan-tindakan "sinting" dengan mengorganisasikan "gerombolan pembunuh" untuk menyerang Nikaragua dan main bom secara gila-gilaan di tempat-tempat lain, dalam kata-kata sebuah jurnal ternama Kanada, yang secara umum berkecenderungan lunak dan sangat pro-Amerika.43 Pemerintahan Reagan memainkan ketakutan-ketakutan ini dengan berhasil, memanfaatkan strategi "orang gila"-nya Nixon. Pada pertemuan puncak negara-negara maju di Tokyo pada Mei, Pemerintahan Reagan mengedarkan sebuah tulisan tentang posisinya. Didalamnya dinyatakan bahwa salah satu alasan mengapa Eropa sebaiknya bertindak bijaksana dan berdiri sejalur dengan perjuangan AS adalah "keperluan untuk melakukan sesuatu agar orang-orang gila Amerika tidak akan lagi main hakim sendiri". Ancaman ini berhasil mendorong lahirnya sebuah pernyataan menentang terorisme, yang hanya menyebut nama Libya.44 Ancaman eksplisit ini selalu tak digubris oleh media yang asyik menyoraki "sukses" pemboman atas Libya, yang akhirnya membuat orang-orang Eropa yang "lembek" mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menangkis ancaman. Libya terhadap peradaban Barat.

Reaksi atas pemboman Libya di dalam dan luar negeri sangat berbeda. Kedua belas anggota Masyarakat Ekonomi Eropa mengimbau AS supaya menghindari "eskalasi ketegangan militer lebih jauh di kawasan yang mengidap segenap bahaya inheren itu". Beberapa jam kemudian, pesawat-pesawat tempur AS beraksi, saat Menlu Jerman Barat Hans-Dietrich Genscher sedang dalam perjalanan ke Washington untuk menjelaskan posisi MEE. Juru bicaranya mengatakan bahwa "Kami ingin melakukan segala yang kami mampu untuk menghindari eskalasi militer". Pemboman ini mengobarkan protes luas di hampir seluruh Eropa, termasuk demonstrasi-demonstrasi besar, dan menyulut kutukan editorial di bagian terbesar dunia. Koran besar Spanyol yang independen, El Pais, mengecam pemboman ini, menulis bahwa "Aksi militer Amerika Serikat itu bukan hanya pelanggaran hukum internasional dan ancaman maut terhadap perdamaian di Mediterania, melainkan juga suatu penghinaan atas sekutu-sekutu Eropanya, yang tak menemukan alasan untuk menerapkan sanksi-sanksi ekonomi terhadap Libya dalam sebuah pertemuan hari Senin, meskipun sebelumnya terdapat tekanan untuk menerapkan sanksi". Koran konservatif, South China Morning Post, di Hong Kong menulis bahwa "Tindakan Presiden Reagan untuk mengatasi si 'anjing gila Timur Tengah' mungkin terbukti lebih berbahaya dibandingkan dengan penyakitnya", dan tindakannya "mungkin pula mendorong kekompakan untuk mengobarkan kebakaran yang lebih luas" di Timur Tengah. Di Mexico City, El Universal menulis bahwa AS "tak punya hak untuk menobatkan diri sebagai pembela kebebasan dunia", menyarankan penyelesaian dengan cara-cara legal melalui PBB. Masih banyak lagi reaksi-reaksi serupa.

Pers AS, sebaliknya, amat sangat gembira. New York Times menulis bahwa "warga yang paling 'dingin' pun dapat menyetujui dan menyambut gembira serangan-serangan Amerika atas Libya", melukiskan serangan ini sebagai hukuman yang adil: "Amerika Serikat telah menghukum (Qaddafi) secara hati-hati, proporsional --dan adil." Bukti mengenai keterlibatan Libya atas pemboman disko itu "sekarang sudah terungkap secara jelas kepada publik"; "Lalu datanglah juri, yaitu pemerintahan-pemerintahan Eropa yang dikirimi utusan oleh Amerika Serikat untuk menyampaikan bukti itu dan sama-sama melancarkan aksi terhadap pemimpin Libya." Rupanya, tidaklah relevan bahwa sang juri tidak yakin akan bukti tersebut, dan mengeluarkan suatu "penilaian" yang meminta supaya sang eksekutor menahan diri dari segala tindakan. Sama seperti pers AS yang tidak merasa perlu untuk mengemukakan komentar editorial tentang fakta (yang kini diam-diam diakui) bahwa bukti itu sangat kurang, kalau bukan tak ada sama sekali.

Pemerintah-pemerintah umumnya mengecam aksi ini, walaupun tak semua.

Inggris dan Kanada tampil mendukung, kendatipun respons masyarakat sangat berbeda, dan ada pula dukungan dari Perancis yang cuaca mutakhirnya dilanda kefanatikan Reaganisme. Radio pemerintah Afrika Selatan menyebut serangan ini "menandaskan komitmen sang pemimpin dunia Barat yang telah dipancang untuk mengambil tindakan tegas terhadap terorisme"; AS dibenarkan dalam menyerang Qaddafi, "yang namanya betul-betul sinonim dengan terorisme internasional". Di Israel, PM Shimon Peres menyatakan bahwa aksi AS jelas sah "karena membela-diri": "Kalau pemerintah Libya mengeluarkan perintah untuk membunuh serdadu-serdadu AS di Beirut dengan darah-dingin, di tengah malam, Anda pikir Amerika Serikat harus bagaimana? Menyanyi haleluya. Atau mengambil tindakan untuk membela-diri?" Gagasan bahwa AS bertindak untuk "membela-diri" terhadap sebuah serangan atas pasukan di Beirut dua setengah tahun sebelumnya merupakan inovasi yang amat menarik, bahkan kalaupun kita mengesampingkan situasi-situasi yang menyulut aksi "terorisme" dulu itu.45

Di AS, Senator Mark Hatfield, salah seorang dari segelintir tokoh politik di negeri ini yang patut menyandang gelar terhormat "konservatif", mengutuk gempuran bom AS ini "pada sebuah sidang Senat yang nyaris senyap", dan dalam secarik surat kepada Times. Para pemimpin sejumlah denominasi besar Kristen mengecam pemboman, tapi pentolan-pentolan Yahudi umumnya memujinya --antara lain Rabbi Alexander Schindler, presiden Serikat Kongregasi-Kongregasi Yahudi Amerika, yang "menyatakan bahwa pemerintah AS 'telah menanggapi dengan setimpal dan dahsyat terorisme sinting"' Qaddafi. Profesor Hubungan Internasional Harvard, Joseph Nye, mengatakan, Reagan harus merespons "senapan-berasap dalam peristiwa Berlin itu. Kecuali itu, apa lagi yang mau Anda lakukan terhadap terorisme dukungan-negara?" --seperti terorisme dukungan-negara di Amerika Tengah dan Lebanon Selatan, misalnya, tempat,"senapan-berasap" melimpah-ruah sebagai bukti. Eugene Rostow mendukung pemboman ini sebagai "memang seharusnya dan sudah agak terlambat", sebagai bagian dari "pertahanan yang lebih aktif terhadap proses ekspansi Soviet" --suatu campuran aneh dari jingoisme dungu dan fantasi Maois yang toh memperoleh penghormatan dalam komentar tentang masalah internasional dewasa ini.

"Penggulingan rezim Qaddafi," katanya menjelaskan, "sepenuhnya dapat dibenarkan menurut hukum internasional yang berlaku," sebab Qaddafi "telah terang-terangan dan terus-menerus melanggar aturan-aturan ini." "Maka, wajarlah kalau setiap negara yang pernah diganggu oleh aksi-aksi Libya memiliki hak, baik secara sendirian maupun bersama negara-negara lain, untuk menggunakan kekuatan apa saja yang dirasa perlu guna mengakhiri perilaku ilegal Libya. Libya itu pembajak barbar jika dilihat dari sisi legal"46 ia mendesak NATO untuk "mengeluarkan deklarasi tentang tanggung jawab negara-negara bagi aksi-aksi ilegal yang dilakukan dari wilayah mereka."47 Maka, secara a fortiori NATO harus mengutuk sang Kaisar, bukan hanya si pembajak, dan negara-negara dari Indocina sampai Amerika Tengah serta Timur Tengah --antara lain-- harus berhimpun untuk menggunakan kekuatan apa saja yang perlu untuk menyerang Amerika Serikat, Israel, dan negara-negara teroris lainnya.

Bagi koresponden ABC, Charles Glass, yang melaporkan pemboman beserta akibatnya dari kancah, peristiwa ini dilambangkan oleh secarik surat tulisan-tangan seorang gadis berusia tujuh tahun, yang ditemukan di reruntuhan rumah keluarganya, sebuah keluarga berpendidikan Amerika yang ia kunjungi. Surat itu berbunyi:

Pak Reagan yang Terhormat,

Mengapa Anda membunuh satu-satunya saudara perempuan saya, Rafa, dan kawan saya, Racha, yang umurnya baru sembilan tahun, dan boneka bayi saya, Strawberry. Benarkah Anda mau membunuh kami semua karena ayah saya orang Palestina, dan Anda ingin membunuh Qaddafi karena ia mau membantu kami untuk kembali ke rumah dan negeri ayah saya.

Nama saya Kinda 48

Orang lain melihat persoalan ini secara berbeda. Michael Walzer tak sependapat dengan orang-orang Eropa yang mengkritik pemboman atas Libya sebagai kasus "terorisme negara". "Itu bukan ('terorisme negara')," katanya, "sebab sasarannya adalah target-target militer yang tertentu, dan para pilot menempuh sejumlah risiko dalam usaha mereka untuk memukul target-target tersebut sambil menghindari sasaran lain." Kalaupun pemboman malam hari atas sebuah kota terjadi dengan menghajar daerah-daerah permukiman berpenduduk padat di Tripoli, yang menewaskan banyak warga sipil, itu cuma ekses tak sengaja.49 Rupanya inilah yang harus kita harapkan dari seorang moralis yang sangat terpandang dan pencetus teori tentang perang yang adil, yang mencoba meyakinkan kita bahwa.invasi Israel atas Lebanon dapat dibenarkan berdasarkan konsep ini; bahwa operasi-operasi militer Israel di Lebanon Selatan merupakan "sebuah contoh yang baik mengenai perang yang seimbang", dan bahwa sekiranya warga sipil "terkena risiko" selama pemboman Israel atas Beirut, "tanggung jawab bagi risiko itu terletak pada PLO".50

Keterlibatan media dalam aksi terorisme-negara ini tak berakhir dengan perilaku patriotis pada saat pemboman, sebagaimana baru saja diulas --suatu akibat logis dari dukungan sebelumnya atas dongeng ngawur apa saja yang dibikin pemerintah. Perlu juga diperlihatkan bahwa pemboman ini merupakan sebuah sukses dalam mengenyahkan terorisme Libya, seperti terbukti dari langkanya aksi-aksi teroris yang dikaitkan dengan Qaddafi setelah pemboman. Sudah tentu, untuk memantapkan tesis ini, dirasa perlu untuk menyembunyikan fakta bahwa tidak pula ada kaitan-kaitan yang masuk akal sebelum pemboman selain dari hal-hal yang sudah disebut terdahulu, yang jelas tak relevan. Lagi-lagi, media membuktikan diri sangat andal menjalankan tugas yang diembannya.

Para redaktur Washington Post memuji pemboman atas Libya dengan alasan bahwa "tidak ada lagi aksi-aksi teroris yang punya hubungan dengan" Kolonel Qaddafi, yang kini menggariskan suatu "kebijakan yang melunak". Yang lebih penting adalah dampaknya terhadap sekutu-sekutu Barat, yang kebanyakan "membutuhkan sebuah shock" yang diberikan oleh "contoh tentang ketegasan, ketepatan intelijen yang tak terbantah, akibatnya berupa keterkucilan Libya yang mencolok dan, tak kurang pentingnya, kemerosotan dalam pariwisata" --dan, tak kurang pentingnya, adalah bahaya berupa "orang-orang sinting Amerika" yang cenderung main hajar secara serampangan (lihat bahasan di atas), bahaya yang ditekankan oleh kabar yang disampaikan oleh kapal-kapal AL AS dalam jarak hanya beberapa mil dari garis-pantai Soviet di Laut Hitam pada saat yang sama.51 Lihat betapa pada saat belakangan ini, redaksi Post masih merasa mungkin untuk menunjuk pada "ketepatan intelijen yang tak terbantah". David Ignatius menulis bahwa pemboman ini "berlangsung dengan sangat baiknya terhadap Muammar Qaddafi Libya", menuntaskan "perubahan-perubahan yang agak menakjubkan --dan amat menguntungkan-- di Libya, Timur Tengah, dan Eropa". Pemboman ini membuktikan bahwa Qaddafi itu "lemah, terkucil, dan rapuh", "sedemikian rapuhnya sehingga pesawat-pesawat tempur Amerika mampu beroperasi dengan bebas di dalam wilayah udaranya yang dijaga ketat" --sebuah kemenangan yang betul-betul gemilang, dan sebuah penemuan yang paling mencengangkan tentang adidaya ini. Untuk memperlihatkan "psikologi yang telah memungkinkan Qaddafi untuk mengintimidasi banyak bagian dunia", Ignatius tak mengutip aksi-aksi-sebab dia tahu bahwa tidak ada contoh yang layak tetapi cuma menyatakan, dengan agak bimbang, bahwa kalaupun "Orang-orang Libya dapat kembali melancarkan terorisme, skalanya tidak akan sebesar seperti yang mereka lakukan pada awal tahun ini", ketika "Intelijen AS mengetahui bahwa Libya sudah memerintahkan 'Biro-Biro Rakyat'-nya untuk menggencarkan serangan teroris di sekitar selusin kota". Sebagai wartawan yang sangat andal, Ignatius paham bahwa pernyataan-pernyataan pemerintah AS tentang apa yang telah "diketahui" oleh intelijen itu kosong belaka; pemaparannya tentang "sukses" dari operasi tersebut, sehubungan dengan buyarnya rencana-rencana yang dikatakan sudah disusun itu, merupakan caranya untuk mengatakan dengan hati-hati bahwa akibat-akibat dari "tindakan bejat" itu sama sekali tidak ada.52

Demikian pula, George Moffett mencatat bahwa serangan teroris Libya "sudah berhenti" --yakni, mereka telah mengurangi aksinya dari hampir-nol menjadi hampir-nol; ini merupakan salah satu "perkembangan positif" yang "tampil untuk mempertahankan kebijakan pemerintah Reagan mengenai pembalasan militer"; dan rekannya, John Hughes, mencatat dengan penuh gelora bahwa "sejak hukuman gempuran udara terhadap Libya ... tak ada lagi serangan-serangan besar teroris atas warga Amerika yang didalangi oleh Kolonel Muammar Qaddafi" sebagaimana memang tidak pernah ada satu pun sebelumnya, sepanjang yang diketahui.53

Pesan kepada para teroris negara ini gamblang saja: Kami pihak pers, akan mengikuti perintah-perintah Anda (Pemerintah AS) bila Anda melakukan serangan terorisme yang menekan dunia, kalau Anda menyelenggarakan aksi teroris besar untuk menghukum kebiadaban ini, dan jika Anda mengumumkan bahwa sebagai hasil dari heroisme Anda, sang penjahat jadi bertekuk lutut. Fakta-fakta ala kadarnya tak akan pernah membuat kami enggan untuk patuh.54

Tercatat, "telah terjadi kira-kira delapan belas insiden teroris anti-Amerika di Eropa Barat dan Timur Tengah dalam waktu tiga bulan sejak pemboman atas Libya, sedangkan selama tiga setengah bulan sebelumnya hanya terjadi kira-kira lima belas kali," sementara ."Di seluruh dunia, tingkat terorisme anti-Amerika tampak hanya berbeda sedikit dibandingkan dengan tahun lalu," ulas Economist (seraya menyanjung aksi gagah Reagan); dan ahli terkemuka tentang terorisme dari Rand Corporation mencatat bahwa serangan-serangan teroris setelah pemboman itu berjumlah kira-kira sama dengan sebelumnya "

Melengkapi rekaman ini, pada 3 Juli FBI mengeluarkan laporan 41 halaman, yang mengulas insiden-insiden teroris di Amerika Serikat pada 1985. Jumlahnya tujuh insiden, dengan menewaskan dua orang. Pada 1984, terjadi tiga belas aksi teroris. Angkanya menurun setiap tahun sejak 1982, ketika tercatat lima puluh satu insiden teroris.55 Liputan media mengenai laporan FBI ini menarik. Toronto Globe & Mail memuat sebuah berita AP pada 4 Juli, dengan judul: "Para ekstremis Yahudi dituduh atas dua kematian". Alinea pembukanya berbunyi: "Para ekstremis Yahudi melakukan empat dari tujuh aksi teroris yang menewaskan dua orang di Amerika Serikat, menurut laporan Biro Investigasi Federal kemarin". Laporan selanjutnya menguraikan perincian "insiden-insiden yang dikaitkan dengan para ekstremis Yahudi" yang "menewaskan dua orang dan melukai sembilan orang, kata laporan itu (hanya dua orang itulah yang tewas), bersama dengan insiden-insiden lainnya. Sebaliknya, New York Times tak memuat sepotong pun berita mengenai laporan FBI itu. Satu-satunya rujukannya kepada laporan ini hanya terdapat dalam alinea kesebelas dari sebuah kolom pada 17 Juli, yang berbunyi: "Menurut laporan tahunan FBI tentang terorisme, empat dari tujuh kasus terorisme dalam negeri pada 1985 diyakini melibatkan 'kelompok-kelompok teroris Yahudi'. Tidak ada dakwaan yang dihasilkan dari semua investigasi ini". Koran nasional terbesar kedua, Washington Post, memuat sebuah berita mengenai laporan FBI pada 5 juli, berjudul "Terorisme Domestik Menurun Tahun Lalu, Kata Laporan FBI". Disebut bahwa "kedua orang yang tewas dan sembilan yang cedera itu dikatakan merupakan korban-korban dari empat aksi teroris oleh para ekstremis Yahudi" (dari tujuh aksi yang dilaporkan); ini diulangi dalam sebuah berita pada 17 Juli tentang penyelidikan FBI atas pembunuhan Alex Odeh, dan disebut bahwa "kelompok-kelompok ekstremis Yahudi dicurigai sebagai pelakunya".56

Hanya tiga kalimat itulah isi liputan pers nasional atas kesimpulan-kesimpulan dari Laporan FBI mengenai sumber-sumber terorisme domestik pada 1985. Saya tak melihat adanya editorial atau komentar-komentar lain yang mengangkat berita pemboman AS terhadap Tel Aviv atau Jerusalem untuk melenyapkan "kanker" dan "menjinakkan" si "anjing gila" yang telah menyajikan "momok bengis terorisme" ke negeri kita. Orang boleh bertanya, kenapa hal itu tidak pantas. Kenyataannya, Israel membantah bertanggung jawab bagi aksi-aksi para "ekstremis Yahudi" itu dan mengecam aksi-aksi para teroris, demikian pula anggota Knesset Rabbi Kahane yang bekas kelompoknya, Liga Pertahanan Yahudi (JDL), dicurigai FBI sebagai pelaku aksi-aksi tersebut, sebagaimana AS menyangkal bertanggung jawab atas aksi-aksi teroris oleh orang-orang yang telah dilatih dan didukungnya. Namun, seperti sudah saya sebutkan, dalih-dalih ini sama sekali tak berlaku menurut standar-standar yang lazim diterapkan kepada Muammar Qaddafi dan Yasser Arafat, yang juga mengutuk aksi-aksi teroris dan membantah bertanggung jawab bagi aksi-aksi tersebut. Ingatlah lagi doktrin bahwa "tanggung jawab moral yang besar bagi kebiadaban-kebiadaban ... semuanya berada di pundak Passer Arafat", karena "dia sejak dulu sampai sekarang adalah bapak pendiri kekerasan Palestina kontemporer", dan dengan demikian, AS dapat menangkap Arafat lantaran "bertanggung jawab atas aksi-aksi terorisme internasional" secara sangat luas, entah dia terlibat atau tidak 57 Jadi, "tanggung jawab moral yang besar" bagi aksi-aksi yang dilakukan para ekstremis Zionis semuanya terletak pada Israel.

Pers selalu menyembunyikan kecaman Arafat atas aksi-aksi teroris Palestina. Untuk menyebut sebuah contoh yang teramat mencolok, pada 3 Juni 1982, kelompok teroris pimpinan Abu Nidal --yang telah divonis mati oleh PLO beberapa tahun sebelumnya-- mencoba membunuh Dubes Israel Shlomo Argov di London. Peristiwa ini kontan membuat Israel menginvasi Lebanon --sebuah "pembalasan" yang dipandang sah oleh pemerintah AS, media, dan kalangan terpelajar umumnya. Washington Post berkomentar bahwa usaha pembunuhan Argov merupakan hal yang "memalukan" bagi PLO, yang "mengklaim mewakili semua orang Palestina, tapi ... cenderung bersikap selektif dalam soal mengakui tanggung jawab atas aksi-aksi kekerasan yang dilakukan orang Palestina" (7 Juni 1982).

Kalau aksi teroris oleh sebuah kelompok Palestina yang berseteru dengan PLO merupakan hal yang "memalukan" bagi PLO atas dasar alasan-alasan ini, maka teranglah aksi-aksi teroris oleh para ekstremis Yahudi --yang menewaskan dua dan melukai sembilan orang-- adalah hal yang "memalukan" bagi Israel. Apalagi menurut undang-undang, Israel adalah "Negara Orang Yahudi", termasuk mereka yang bertebaran di mana-mana (bukan negara warga negaranya, yang seperenam di antaranya non Yahudi). Maka, sejalan dengan logika pemerintah AS, para komentator ternama, dan hampir semua media, AS jelas berhak --kalau bukan wajib-- mengebom Tel Aviv "sebagai pembelaan-diri terhadap serangan-serangan di masa depan".

Orang boleh curiga bahwa rasa "malu" terhadap akibat logis dari doktrin-doktrin yang mereka canangkan inilah yang menjelaskan mengapa laporan FBI tersebut diperlakukan secara ganjil dalam media AS, walaupun dugaan ini barangkali meremehkan kemampuan mereka dalam bersikap self-contradiction. Orang dapat pula membayangkan bahwa media menganggap sebagian besar aksi-aksi teroris di AS, beserta segala korbannya, dilakukan oleh orang-orang Arab-Amerika yang punya hubungan dengan unsur-unsur ekstremis PLO atau yang dicurigai merupakan bagian dari kelompok teroris yang didirikan oleh seorang pejabat pemerintah Libya.

Pemboman AS atas Libya tak ada sangkut-pautnya dengan "terorisme", bahkan dalam pengertian sinis Barat atas kata ini. Sesungguhnya, sudah jelas bahwa operasi Teluk Sidra dan pemboman kota-kota Libya hanya akan memicu terorisme balasan semacam itu. Inilah alasan pokok kenapa sasaran-sasaran Eropa yang mungkin dibidik memohon kepada AS agar tidak melakukan aksi semacam itu.

Ini bukanlah aksi kekerasan pertama yang dilakukan dengan harapan memancing terorisme balasan. Invasi Israel atas Lebanon yang didukung AS merupakan kasus serupa, sebagaimana dibahas dalam Bab Kedua. Serangan atas Libya cepat atau lambat dapat pula menyulut aksi-aksi teroris, yang akan dimanfaatkan untuk memobilisasi opini di dalam dan luar negeri guna mendukung rencana-rencana AS di dalam maupun luar negeri. Jika orang Amerika bereaksi dengan cara histeria massa, sebagaimana telah terjadi, termasuk takut berwisata ke Eropa (padahal wisatawan akan seratus kali lebih aman daripada di kota Amerika mana pun), ini juga merupakan laba bersih karena alasan-alasan serupa.

Alasan sebenarnya serangan AS atas Libya tak ada hubungannya dengan pembelaan-diri terhadap "serangan teroris" atas pasukan AS di Beirut pada Oktober 1983, sebagaimana dinyatakan Shimon Peres. Tidak Pula dengan aksi yang dikaitkan secara tepat ataupun keliru kepada Libya, atau dengan "pembelaan-diri terhadap serangan di masa depan" sesuai dengan doktrin luar biasa yang dicanangkan oleh pemerintah Reagan dan disambut hangat di dalam negeri. Terorisme Libya itu gangguan sepele saja bagi AS, tapi Qaddafi merintangi rencana-rencana AS di Afrika Utara, Timur Tengah, dan kawasan-kawasan lain. Qaddafi mendukung Polisario dan kelompok-kelompok anti-AS di Sudan, bersekutu dengan Maroko, melakukan intervensi di Chad,58 dan secara umum merongrong usaha-usaha AS dalam membentuk "konsensus strategis" di kawasan itu dan dalam memaksakan kemauannya di tempat-tempat lain. Semua ini merupakan kejahatan, yang harus dihukum.

Lebih lanjut, serangan atas Libya bertujuan, dan berdampak, menyiapkan opini di dalam dan luar negeri mengenai aksi-aksi kekerasan AS berikutnya. Tanggapan spontannya boleh jadi negatif, tapi begitu sudah terserap, tingkat harapannya meninggi dan AS dapat melancarkan eskalasi lebih jauh jika kebutuhan muncul.

Ada dua kawasan utama yang paling mungkin dijadikan ajang eskalasi itu. Pertama adalah Amerika Tengah. Tentara-centeng AS memang berhasil dalam tugas besarnya, yakni "memaksa (kelompok Sandinista) mencurahkan sumber-sumber daya langkanya pada peperangan dan bukan pada program sosial", sebagaimana dinyatakan terus terang oleh para pejabat pemerintah 59 --suatu keterusterangan yang amat jarang. Namun, ternyata mereka tak mampu "melenyapkan kanker itu" (meminjam retorika gaya Nazi yang dipakai oleh George Shultz dan lain-lain60). Maka, ancaman berupa pembangunan independen yang berhasil, yang mungkin menyejahterakan rakyat yang sengsara di negara-negara klien AS, akan tetap ada. Tekanan internasional dan domestik mencegah AS dari melakukan serangan langsung, seperti ketika AS menyerang Vietnam pada 1962 dan kemudian seluruh Indocina. Cara-cara teror yang kurang langsung, meskipun umumnya berhasil di El Salvador, ternyata tak mempan untuk Nikaragua. Karena itu, wajarlah kalau AS turun ke gelanggang yang lebih mungkin ia menangkan: konfrontasi internasional. AS berhasil menggertak sebagian besar sekutunya supaya tak memberikan bantuan yang berarti kepada Nikaragua. Tercapailah tujuan yang diniatkannya, yaitu memaksa Sandinista untuk bersandar pada blok Soviet agar tetap hidup. Perdebatan di Kongres mengenai bantuan sesungguhnya tak ada artinya. Pihak Pemerintah yang tak mengenal hukum akan menemukan cara-cara untuk membiayai Tentara terorisnya, apa pun yang diputuskan Kongres. Yang penting adalah kemenangan yang lain: otorisasi Kongresional bagi keterlibatan langsung CIA dan eskalasi dengan cara-cara lainnya.

Cara yang jelas adalah mengancam pelayaran Soviet dan Kuba. Nikaragua tak akan mampu untuk merespons, tapi Uni Soviet dan Kuba sanggup. Seandainya mereka berusaha melindungi kapal-kapal mereka, sistem propaganda AS pasti akan bereaksi dengan garang terhadap bukti baru agresi komunis ini. Ini memungkinkan Pemerintah menciptakan krisis internasional yang didalamnya, dapat diperkirakan, Uni Soviet akan mundur sehingga Nikaragua akan ditelikung dengah mudah. Jika mereka tak merespons, akan tercapai hasil serupa. Sudah tentu dunia bisa jadi berantakan, tapi itu kurang penting dibandingkan dengan perlunya memotong si kanker. Opini masyarakat Amerika dan Eropa harus dipersiapkan untuk akibat-akibat akhir ini. Pemboman atas Libya mengubah persneling ke tingkat lain.

Kawasan kedua tempat opini dunia harus dipersiapkan bagi kemungkinan eskalasi adalah Timur Tengah. AS telah merintangi penyelesaian politik atas konflik Arab-Israel paling sedikit sejak tahun 1971 sampai sekarang, seperti sudah dibahas. Dalam situasi konfrontasi militer yang timbul dari rejeksionisme AS-Israel, Israel tidak akan membiarkan setiap penghimpunan negara-negara Arab yang dapat mengimbangi kekuatan militernya, sebab itu artinya ia menghadapi ancaman kehancuran.

Perjanjian Camp David berhasil menyingkirkan negara besar Arab, Mesir, dari konflik. Dengan demikian, Israel dimungkinkan memperluas langkahnya dalam mengintegrasikan daerah-daerah pendudukan dan menyerang tetangga utaranya. Tapi, Syria tetap merupakan ancaman besar dan, cepat atau lambat, Israel harus bertindak untuk melumatkannya. Di Israel perang terus-menerus dibicarakan, yang umumnya dialamatkan kepada ancaman dan kegarangan Syria, tapi menyembunyikan niat Israel untuk bertindak guna menghancurkan saingan militer potensial --dan memang tindakan ini diperlukan, sepanjang pemecahan politik bisa dihindari. Media AS, seperti biasa, menurut saja.

Sementara itu, pemerintah AS jelas ingin agar pilihan-pilihannya tetap terbuka. Masuk akal jika serangan Israel terhadap Syria disertai dengan pemboman oleh AS; yang pertama didalihkan dengan "serangan lebih dulu" untuk "membela-diri terhadap serangan di masa depan", yang kedua dikemas untuk konsumsi Barat sebagai "pembelaan-diri" terhadap terorisme dukungan Syria. Partisipasi langsung AS bertujuan memperingatkan Uni Soviet bahwa perang global bakal meledak dari setiap usaha mereka untuk mendukung sekutu Syria mereka. Opini Eropa dan Amerika harus dipersiapkan bagi kemungkinan tindakan semacam ini. Serangan atas Libya, beserta kampanye propaganda selanjutnya, membantu menyiapkan panggung, membuat AS lebih leluasa mempertimbangkan pilihan-pilihan ini seandainya kemudian mereka dirasa perlu. Sekali lagi, kemungkinan meletusnya perang nuklir tidaklah kecil, tetapi AS telah berulang-ulang memperlihatkan bahwa ia siap menghadapi bahaya ini untuk mencapai tujuan-tujuannya di Timur Tengah, sebagaimana di tempat-tempat lain.

Kelicikan dan sinisme dari kampanye propaganda tentang "terorisme internasional" telah tersingkap bagi segelintir kecil publik yang dapat dijangkau oleh opini disiden di Amerika Serikat, tapi kampanye itu sendiri terus meraih sukses luar biasa dalam mempengaruhi pendapat masyarakat luas. Dengan kesetiaan media massa untuk mengabdi kepada kepentingan sistem propaganda negara, yang secara sistematis membenamkan setiap komentar yang dapat menelanjangi ihwal sesungguhnya di depan mata mereka ataupun setiap pembicaraan rasional mengenainya, prospek bagi sukses-sukses propaganda ini di masa depan tetap cerah. Dukungan setia kelas-kelas terpelajar bagi terorisme internasional besar-besaran ini memberikan sumbangan bagi brutalitas dan penderitaan besar, dan dalam jangka panjang, membawa serta bahaya-bahaya serius berupa konfrontasi adidaya dan, akhirnya, perang nuklir. Namun, kemungkinan-kemungkinan ini dianggap sepele dibandingkan dengan keperluan untuk menjamin bahwa tidak akan muncul ancaman terhadap "stabilitas" dan "ketertiban" atau tantangan terhadap privilese dan kekuasaan.

Dalam hal ini, kiranya tidak ada yang membikin heran pelajar sejarah mana pun yang jujur.[]

Catatan kaki:

30 Fred Kaplan, BG, 26 Maret 1986.

31 London Sunday Times, 6 April 1986.

32 Cockburn, Wall St. Joumal, 17 April; juga Nation, 26 April 1986. Lelyveld, NYT, 18 April 1986.

33 Serdadu GI lain berkulit hitam yang cedera, meninggal beberapa bulan kemudian.

34 NYT, 16 April 1986.

35 NYT, 18 April 1986; Times melaporkan bahwa pada pukul 7 malam pesawat-pesawat F-111 mengebom sasaran-sasaran militer "dekat Tripoli" dan "dekat Benghazi", dan bahwa pada pukul 7:06 malam mereka mengebom "bandara Tripoli, sasaran final". Sesungguhnya, sebagaimana diketahui oleh para redaktur Times, pesawat-pesawat F-111 mengebom sebuah permukiman penduduk di Tripoli.

36 AP, 14 April 1986.

37 James M. Markham, NYT, 25 April 1986.

38 Der Spiegel, 21 April 1986; gambar sampulnya bertuliskan "Teror terhadap Teror", sebuah slogan Gestapo yang terkenal, agaknya bukan dipilih secara kebetulan. Lihat juga artikel Norman Birnbaum, edisi yang sama.

39 Teks wawancara yang diberikan oleh seorang wartawan Amerika kepada Stars and Stripes di Jerman.

40 Lihat, misalnya, James M. Markham, NYT, 31 Mei, yang mengutip seorang "penyelidik polisi Berlin Barat" yang "mengatakan ia yakin bahwa Kedutaan Libya di Berlin Timur 'mengetahui' serangan tersebut" --ringkasan padat dari "kepastian-kepastian" yang ditandaskan sebelumnya-- dan mengutip Manfred Ganschow, tapi tak menyertakan bantahannya tentang semua bukti; atau Robert Suro, NYT, 3 Juli, tentang kemungkinan keterlibatan Syria dan kelompok teroris anti-Arafatnya Abu Nidal dalam pemboman diskotek ini; menunjuk pada "bukti yang dilaporkan memperlihatkan" keterlibatan Libya (penekanan --huruf miring-- dari saya); atau Bernard Weinraub, NYT, 9 Juni, menunjuk pada kemungkinan keterlibatan Syria dan apa yang "dikatakan" oleh para pejabat pernerintah AS bahwa mereka mengetahui penyadapan-penyadapan oleh Libya.

41 Bakhash, op.cit.

42 CSM, 22 April 1986; lihat Bab Pertama, catatan kaki no. 3.

43 Toronto Globe & Mail, editorial-editorial, 5, 18, 28 Maret 1986, menunjuk khusus pada Nikaragua.

44 Lihat AP, International Herald Tribune, 6 Mei, untuk pembahasan luas; NYT 6 Mei 1986, yang menyebut secara lebih singkat, dan teks pernyataan terhadap terorisme itu.

45 AP, 14 April; survei tentang reaksi pers dunia, AP, 15 April; survei tentang reaksi editorial AS, 16 April; editorial, NYT, 15 April 1986; Peres, NYT, 16 April.

46 Setelah pemboman atas Libya, terdapat sejumlah besar rujukan pada ekspedisi-ekspedisi Amerika untuk menghukum para pembajak Barbar; tampaknya tak satu pun yang surut beberapa tapak dalam sejarah, untuk menggambarkan masa ketika "NewYork telah menjadi sebuah pasar pencoleng (sic), tempat para pembajak merampas barang-barang yang kemudian dibawa dengan mengarungi lautan-lautan besar", ketika pembajakan memperkaya koloni-koloni Amerika, sebagaimana dilakukan Inggris sebelum mereka (Nathan Miller, The Founding Finaglers, David McKay, 1976, 25-6). Pembajakan bukanlah ciptaan orang Libya yang digilas dengan penuh gelora oleh para pengawal ketertiban Amerika.

47 AP, 21 April; NYT, 20 April; survei tentang reaksi kalangan agama, AP; 17 April; juga 19 April yang melaporkan konferensi 14 kelompok komunitas dan agama yang mengutuk pemboman ini, berlawanan dengan dukungan terhadapnya oleh Dewan Rabbi Washington Barat; NYT, BG, 16 April; Rostow, NYT, 27 April.

48 Charles Glass, Spectator (London), 3 Mei 1986. Faksimili surat aslinya disampaikan kepada pers di AS sebagai surat pembaca, tapi tak dimuat. Teks ini diterbitkan oleh Alexander Cockburn (In These Times, 23 Juli 1986), dengan kesan bahwa sebab Presiden dan Ny. Reagan "sangat suka membaca pesan-pesan dari anak kecil, mereka mungkin akan menyampaikan yang satu ini pada kesempatan yang baik nanti".

49 Dissent, Musim Panas 1986. Mengamati dari kancah, Ramsey Clark menyimpulkan berdasarkan pola pemboman bahwa daerah pinggiran kota yang makmur, tempat jatuhnya korban-korban sipil paling buruk, pasti merupakan sasaran yang disengaja; Nation, 5 Juli 1986. Pertanyaan ini tak relevan bagi isu terorisme, sebagaimana setiap orang yang moralnya tidak idiot akan langsung memahaminya (Clark, tentu saja, tak menyarankan sebaliknya).

50 New Republic, 6 September 1982; untuk contoh-contoh lain tentang pendapat-pendapat tokoh terpandang ini, lihat Bab Pertama, Kedua, dan FT.

51 WP edisi mingguan, 4 Agustus 1986.

52 Ignatius, mingguan WP, 28 Juli 1986.

53 CSM, 25 Juni, 16 Juli 1986.

54 Economist (London), 26 Juli 1986; CSM, 24 Juli 1986.

55 Orang harus menerima angka-angka ini dengan hati-hati, mengingat adanya pertimbangan ideologi yang masuk ke dalam pendefinisian suatu aksi sebagai "teroris". Demikianlah, pemboman atas klinik-klinik aborsi tak dimasukkan dalam kategori "terorisme" pada suatu waktu, dan mungkin sampai sekarang. Menurut kolumnis Cal Thomas dari Mayoritas Moral, terjadi 300 pemboman "atas bangunan-bangunan tempat aborsi dilakukan" dari 1982 sampai akhir 1984, yang ia pandang "mungkin bukan gagasan yang baik ... dari segi taktis, dan juga dari sudut politik" walaupun agaknya sangat baik "secara moral"; BG, 30 November 1984.

56 AP, Globe & Mail (Toronto), 4 Juli 1986; Stephen Engelberg, "Para Pejabat Mengatakan FBI Mencurigai Peledakan Dilakukan oleh Yahudi Ekstremia", NYT,17 Juli 1985; WP, Peyman Pejman,15,17 Juli.

57 New Republic, 20 Januari 1986; Edwin Meese, AP, 4 April 1986; lihat Bab Kedua. Ingat bahwa terorisme Zionis terhadap penduduk sipil sudah berlangsung sejak lama, jauh sebelum pembentukan Negara Israel; lihat FT, 164 dst.

58 Intervensi pertama Libya terjadi setelah pengiriman pesawat, penasihat, dan pasukan Legiun Asing Perancis (Haley, op. cit., 98), tapi intervensi Perancis di Afrika adalah sah, bahkan patut dipuji; seperti dikomentari Business Week dengan gembira, pasukan Perancis membantu "mengamankan Afrika Barat dari jarahan pemburu minyak Perancis, Amerika dan orang-orang asing lainnya" (l0 Agustus 1981), dan melaksanakan pengabdian-pengabdian serupa di tempat-tempat lain.

59 Julia Preston, BG, 9 Februari 1986.

60 Berbicara di Universitas Negeri Kansas, Shultz "mendapat tepukan panjang ketika ia berkata, 'Nikaragua itu kanker, dan kita harus memotongnya'." Ia juga menjelaskan bahwa "Perundingan-perundingan menjadi eufimisme bagi kapitulasi jika bayang-bayang kekuasaan tak disertakan di meja tawar-menawar" --sebuah gagasan yang juga lazim.

(bagian pertama, kedua)


Maling Teriak Maling: AMERIKA SANG TERORIS?
karya Noam Chomsky, terbitan Amana Book, Inc., 1986
Penterjemah Hamid Basyaib
Penerbit Mizan, Jln. Yodkali No. 16, Bandung 40124
Cetakan 2, Sya'ban 1422 /Oktober 2001
Telp.(022) 700931 Fax.(022) 707038
email:info@mizan.com, http://www.mizan.com/
 
Indeks artikel kelompok ini | Tentang Pengarang | Disclaimer
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Dirancang oleh MEDIA, 1997-2002.
Hak cipta © dicadangkan.