Maling Teriak Maling:
Amerika Sang Teroris?

Noam Chomsky


Terorisme Timur Tengah dan Sistem Ideologi Amerika (3/3)

Pembajakan bukanlah satu-satunya bentuk terorisme yang lolos dari kategori ini jika ia dilakukan oleh kawan-kawan AS. Dubes AS di PBB, Jeane Kirkpatrick, menjelaskan bahwa peledakan kapal protes antinuklir kelompok Greenpeace, Rainbow Warrior, oleh agen-agen Perancis dengan menewaskan satu orang bukanlah terorisme: "Saya ingin mengatakan bahwa Perancis jelas tak berniat untuk menyerang warga sipil dan orang-orang tak berdosa dan melakukan penganiayaan atau pembunuhan" --sebuah seruan bahwa teroris-teroris lain dapat melakukan semua ini dengan tenang. Dalam editorial utamanya, berjudul "Mitterand's Finest Hour" ("Saat Terbaik Mitterand"), Asian Wall St. Journal menulis, "Kampanye Greenpeace itu teramat keras dan berbahaya ... Bahwa pemerintah Perancis telah siap untuk menggunakan kekerasan terhadap Rainbow Warrior ... mencerminkan bahwa pemerintah memiliki prioritas-prioritas yang jelas". Dalam New York Times, David Housego mengulas sebuah buku tentang peristiwa ini, mengkritik Perancis karena melakukan "kekeliruan-kekeliruan" dan "sebuah kesalahan yang buruk"; "tidak ada perlunya meledakkan kapal itu, dan Perancis dapat "mencapai tujuan serupa dengan publisitas yang jauh kurang jelek". Tidak ada isyarat bahwa sejumlah kata yang lebih keras patut dilontarkan. Berdasarkan "kekeliruan-kekeliruan" ini, Housego menyimpulkan bahwa "sukarlah untuk membenarkan tanpa memberatkan (Menteri Pertahanan) Mr. Hernu, dan sulit untuk menyalahkan orang-orang Selandia Baru untuk penyekapan mereka atas para perwira Perancis itu."82 Housego membandingkannya dengan Watergate, sambil melupakan kesamaan besarnya: dalam kasus itu juga terdapat kegaduhan besar tentang "kekeliruan-kekeliruan" dan kejahatan. kecil, serta banyak pujian-diri di pihak media, sementara Kongres maupun media menyepelekan kejahatan-kejahatan besar yang dilakukan Pemerintah Nixon karena menganggapnya tak relevan.83 Sang Kaisar terbebas dari dakwaan melakukan terorisme ataupun kejahatan-kejahatan lain, dan sekutu-sekutunya sering menikmati keistimewaan serupa. Kesalahan terburuk mereka hanyalah melakukan "kekeliruan-kekeliruan".

George Shultz patut nian diberi penghargaan atas kemunafikan dalam hal ini. Seraya memberikan dorongan "aktif" terhadap terorisme, ia melukiskan pernyataan bahwa "seorang teroris adalah seorang pejuang kemerdekaan dalam bentuk lain" sebagai "akal bulus":

Pejuang kemerdekaan atau kaum revolusioner tidak meledakkan bus-bus yang tak berisi tentara musuh. Para teroris pembunuh melakukan hal itu. Pejuang kemerdekaan tidak membunuh pengusaha tak berdosa atau membajak pria, wanita, dan anak-anak tak berdosa. Para teroris pembunuh melakukan hal itu ... Para pejuang perlawanan di Afghanistan tidak menghancurkan desa-desa atau membunuh orang-orang tak berdaya. Kelompok Contra di Nikaragua tidak meledakkan bus-bus sekolah atau melakukan eksekusi-eksekusi massal atas penduduk sipil.

Kenyataannya, para teroris yang dikomandoi Shultz di Nikaragua, seperti ia ketahui, justru amat mahir dalam serangan-serangan maut atas warga sipil, dengan menganiaya, memperkosa, dan memotong-motong anggota badan. Catatan teror mereka yang menjijikkan terdokumentasi rapi, meski tak dihiraukan dan dengan cepat dilupakan, bahkan disangkal oleh para pembela teroris (lihat catatan kaki nomor 17). Pejuang-pejuang perlawanan di Afghanistan juga melakukan bentuk tertentu penganiayaan brutal yang akan mengobarkan kecaman-kecaman keras di Barat, seandainya pasukan-pasukan yang diserang (yang kemudian akan disebut "pembebas" yang bertindak "mempertahankan diri") adalah orang Amerika atau Israel. Hanya beberapa bulan sebelum Shultz bicara, kawan-kawannya dari kelompok UNITA di Angola berbangga karena telah menembak jatuh pesawat sipil dengan menewaskan 266 orang dan membebaskan 26 sandera yang telah mereka sekap selama sembilan bulan, termasuk 21 orang Portugis, dan misionaris-misionaris Spanyol dan Amerika Latin. Mereka juga, menurut laporan Associated Press, mengumumkan "suatu kampanye baru teror-kota", melakukan pemboman di Luanda dengan menewaskan 30 orang dan mencederai lebih dari 70 orang, ketika sebuah jip penuh dinamit meledak di kota itu. Mereka juga menangkapi guru, dokter-dokter Eropa, dan lain-lain --jumlahnya sekitar 140 orang asing menurut laporan pers-- termasuk 16 orang teknisi Inggris yang, tandas Jonas Savimbi, "dijadikan sandera" dan tidak akan "dibebaskan sampai Perdana Menteri Thatcher memberi organisasinya semacam pengakuan". Aksi-aksi semacam ini terus saja berlangsung, misalnya peledakan sebuah hotel pada April 1986, yang menewaskan 17 warga sipil dan melukai banyak lainnya. Savimbi "adalah salah seorang diantara segelintir pahlawan sejati di zaman kita", kumandang Jeane Kirkpatrick dalam sebuah konvensi Aksi Politik Konservatif. Disinilah Savimbi "menerima tepukan meriah sesudah bersumpah akan menyerang instalasi-instalasi minyak Amerika di negaranya, sebuah rencana untuk membunuh warga Amerika yang tidak mendorong AS untuk melancarkan doktrin "pembelaan-diri terhadap serangan di masa depan" seperti diterapkan untuk menjustifikasi pemboman atas "si anjing gila" Qaddafi. Demikian pula tak ada pemboman atas Johannesburg ketika para serdadu bayaran Afrika Selatan tertangkap pada Mei 1985 di Angola Utara dalam sebuah misi untuk menghancurkan fasilitas-fasilitas serupa dan membunuh para warga Amerika. Sebuah negara teroris harus menerapkan penilaian-penilaian yang sangat seksama.84

Dalam dunia nyata, Savimbi memenuhi syarat-syarat sebagai seorang pejuang kemerdekaan bagi Shultz, Kirkpatrick, dan para komandan serta penasihat teroris terkemuka lainnya, terutama lantaran "UNITA merupakan grup paling kuat di antara kelompok-kelompok klien dukungan Afrika Selatan, yang digunakan untuk menggoyahkan negara-negara tetangga."85

Sebagaimana serdadu-serdadu Contra Shultz, tugas utama mereka, seperti sudah disebut, adalah menjadikan seluruh penduduk Nikaragua sebagai sandera di bawah ancaman teror sadistis, untuk memaksa pemerintah menanggalkan setiap komitmen terhadap kebutuhan-kebutuhan mayoritas yang miskin, dan menggariskan kebijakan "moderat" dan "demokratis" demi kepentingan-kepentingan pokok bisnis AS beserta rekanan-rekanan lokalnya, sebagaimana layaknya negara manis yang berada di bawah pengayoman Amerika.

Tetapi, dalam iklim kultural yang bejat dan korup, tempat suburnya komandan dan para pembela teroris, pernyataan Shultz dan pernyataan-pernyataan lain yang serupa, berlalu dengan nyaris tanpa menaikkan alia mata.

Menyekap sandera jelas termasuk dalam rubrik terorisme. Oleh karena itu, jelas bahwa Israel bersalah untuk sebuah aksi besar terorisme internasional ketika ia menggelandang sekitar 1.200 tawanan, kebanyakan kelompok Syi'ah Lebanon, ke Israel dengan melanggar hukum internasional dalam perjalanan mundurnya dari Lebanon. Untuk tindakannya ini, Israel menjelaskan bahwa mereka akan dilepaskan "pada jadwal tak tertentu, bergantung pada situasi keamanan di Lebanon Selatan." jadi, teranglah bahwa mereka dijadikan sandera, sambil menantikan munculnya "perilaku baik" di pihak penduduk lokal yang dijaga ketat oleh pasukan Israel bersama serdadu-serdadu bayaran mereka di "wilayah keamanan", Lebanon Selatan dan daerah-daerah sekitarnya. Sebagaimana diungkapkan oleh Mary McGrory, dengan penyempalan langka dari konformitas umum, para tawanan itu adalah "sandera-sandera di penjara Israel"; "Mereka bukan penjahat; mereka dijaring untuk dijadikan tameng terhadap serangan, ketika orang-orang Israel akhirnya meninggalkan Lebanon." Sesungguhnya, tak ada niat untuk meninggalkan Lebanon, tempat Israel mempertahankan "wilayah keamanan"-nya, dan sebenarnya pengunduran parsial ini merupakan prestasi aksi perlawanan rakyat Lebanon. Sebanyak 140 tawanan diam-diam dibawa ke Israel pada November 1983, dengan melanggar perjanjian dengan Palang Merah untuk membebaskan mereka dalam sebuah pertukaran tawanan, setelah penutupan (hanya untuk sementara, sebagaimana kemudian terbukti) kamp tawanan Ansar, pentas penganiayaan-penganiayaan brutal yang sering dilukiskan sebagai "kamp konsentrasi" oleh orang-orang Israel yang bekerja di sana atau yang mengunjunginya, dan yang merasa jijik melihat perilaku buas para penawan. Tawanan-tawanan itu bahkan tak boleh dikunjungi oleh Palang Merah sampai Juli 1984. Juru bicara Departemen Pertahanan Israel, Nachman Shai, menyatakan, 400 dari 766 orang yang masih disekap pada Juni 1985 ditangkap karena "kegiatan-kegiatan teroris" --artinya, mengadakan perlawanan terhadap pendudukan militer Israel, sedangkan "sisanya ditahan karena melakukan bentuk-bentuk aktivitas-aktivitas politik yang kurang keras atau mengorganisasikan kegiatan-kegiatan yang dimaksudkan untuk mengusir Tentara Israel dari Lebanon, kata Mr. Shai".86

Israel sudah berjanji untuk membebaskari 340 sandera pada 10 Juni, "tapi menunda pembebasan itu pada saat terakhir karena alasan-alasan keamanan yang tak pernah dijelaskan sepenuhnya".87 Empat hari kemudian, kelompok Syi'ah Lebanon --yang menurut laporan merupakan sahabat dan kerabat para sandera yang disekap Israel88-- membajak TWA flight 847, menawan sejumlah sandera dalam upaya untuk membebaskan para sandera yang ditawan Israel. Pembajakan ini mengobarkan histeris yang terancang rapi dan seratus persen hipokrit di Amerika Serikat, dengan munculnya nada-nada rasis yang gamblang dan maraknya serangan kepada media yang memberi para pembajak kesempatan langka untuk menjelaskan sikap mereka. Karena itu, ini mengusik disiplin totalitarian yang telah mapan dalam sistem propaganda. Para penculik Israel tak membutuhkan akses khusus ke media AS, yang dengan senang hati menyampaikan pesan-pesan mereka untuk kepentingan mereka, sering sebagai "berita".

Media acap dikecam sebagai "mendukung terorisme" dengan memberi peluang kepada para teroris untuk menyatakan sikap mereka. Rujukannya bukan kepada tindakan reguler Ronald Reagan, George Shultz, Elliot Abrams, dan teroris-teroris ulung lainnya, yang menyajikan pesan-pesan mereka tanpa ada sedikit pun bantahan atau komentar, menyediakan kerangka buat konsep dan asumsi-asumsi untuk apa yang disebut "pelaporan berita".

Pers menyunat pernyataan-pernyataan para pembajak yang bernada meminta pembebasan sandera-sandera yang disekap Israel yang, tentu saja, bukan sandera menurut adat Amerika, sebab mereka ditawan oleh "pihak kita".

Keganjilan pretensi kelompok Syi'ah dipaparkan gamblang. Flora Lewis menyatakan bahwa "bukanlah watak kaum militan Syi'ah, yang menjunjung kesyahidan dan memperlihatkan sedikit keengganan dalam mencabut nyawa orang, untuk terlalu peduli dengan waktu pengembalian para tawanan" --versi lain dari konsep mujarab bahwa peringkat-peringkat lebih rendah daripada penawanan tak dirasa menyakitkan. Editor Times menyajikan argumen muram bahwa "Israel sudah merencanakan untuk menenteramkan kelompok Syi'ah yang berang itu pekan lalu (yaitu, beberapa hari sebelum pembajakan TWA), tapi tertunda oleh penculikan sejumlah serdadu Finlandia PBB di Lebanon". Dalam berita 90-kata, Times mencatat tuduhan Finlandia bahwa selama peristiwa yang sama sekali tak ada kaitannya ini, "Para perwira Israel menyaksikan kelompok milisi Lebanon mempermak serdadu-serdadu Finlandia yang diculik saat sedang bertugas sebagai pasukan PBB di Lebanon, tapi tak berbuat apa-apa guna menolong mereka", sementara mereka "dipukuli dengan batang besi, pipa karet, dan popor senapan oleh anggota-anggota Tentara Pembebasan Lebanon". "Ada banyak sekali kejahatan di sini", sergah Times, lalu mengutuk para pembajak TWA, penguasa Yunani (untuk kelalaian mereka), dan bahkan Amerika Serikat karena "tak menghukum Iran yang melindungi para pembunuh dua warga Amerika dalam sebuah pembajakan tahun lalu" (lihat catatan kaki nomor 77). Tapi, penyanderaan yang dilakukan Israel tak termasuk dalam kejahatan-kejahatan ini.89

Sejarawan Princeton, ahli Timur Tengah, Bernard Lewis, yang reputasi keilmuannya selayaknya menyumbangkan bukti atau menyangkal bukti-tandingan eksplisit yang tak semestinya, dengan lantang menandaskan bahwa "para pembajak atau pihak-pihak yang mengirim mereka harus betul-betul mengetahui. bahwa Israel sudah berencana untuk membebaskan orang-orang Syi'ah dan tawanan-tawanan Lebanon lainnya, dan bahwa tantangan terbuka semacam ini hanya akan menunda pembebasan mereka, bukan mempercepatnya". Lebih jauh, mereka "menantang Amerika, menistakan warga Amerika", sebab mereka tahu bahwa media yang selalu haus-berita akan "memberi mereka publisitas tak terbatas dan mungkin malah semacam advokasi". Ingat bahwa ini adalah suara seorang cendekiawan terpandang dalam sebuah jurnal terpandang --suatu kenyataan yang sekali lagi membuat kita makin paham tentang kesintingan aneh yang berlaku dalam kehidupan intelektual.

Editor New Republic mencibir tuntutan kelompok Syi'ah bagi pembebasan sandera-sandera tawanan Israel sebagai "sampah belaka"; "Pembajakan, penculikan, pembunuhan, dan pembantaian adalah cara kelompok Syi'ah dan faksi-faksi lainnya di Lebanon dalam menjalankan bisnis politik mereka", dan "semua orang tahu" bahwa tawanan-tawanan yang disekap Israel sudah dijadwalkan untuk dibebaskan --kalau Israel sedang waras dan siap. Presiden Reagan semakin memompa histeris dengan menjelaskan bahwa "tujuan nyata" para teroris itu, tidak kurang, adalah "menyingkirkan Amerika dari dunia". Sementara Norman Podhoretz, seraya mengingatkan bahwa penggunaan kekerasan mungkin sekali akan menyebabkan kematian warga Amerika yang disandera, mengecam Reagan karena tidak "mempertaruhkan jiwa (yakni jiwa orang-orang lain) guna membela kehormatan bangsa". Walikota New York, Edward Koch, menyerukan pemboman Lebanon dan Iran, dan para tukang bikin ulah lainnya.90

Sementara itu, pembaca yang cermat dapat menemukan berita kecil di antara timbunan laporan-laporan tentang krisis penyanderaan ini bahwa dua ribu orang Syi'ah Lebanon --termasuk tujuh ratus anak-anak-- mengungsi dari rumah-rumah mereka di bawah berondongan Tentara Lebanon Selatan Israel, yang juga menembaki jip-jip pasukan penjaga perdamaian PBB. Sementara itu, "hari ini suatu pasukan gabungan serdadu-serdadu Israel dan kelompok milisi Kristen mengobrak-abrik sebuah desa di Lebanon Selatan dan menangkap sembilan belas orang Syi'ah, kata seorang juru bicara PBB".91

Setelah pembajakan, Israel mulai melepaskan sandera-sanderanya sesuai dengan jadwalnya sendiri, sangat mungkin dipercepat lantaran pembajakan TWA ini telah menarik perhatian internasional atas pembajakan itu sendiri, jauh lebih besar dibandingkan dengan operasi penculikan yang lebih penting itu. Ketika tiga ratus orang dibebaskan pada 3 Juli, AP melaporkan kesaksian mereka bahwa mereka disiksa dan kelaparan, sementara Thomas Friedman dari Times hanya mendengar bahwa "kami telah diperlakukan dengan baik oleh orang Israel ..." Dan akhirnya, Reagan menulis surat kepada Shimon Peres, "mengatakan bahwa krisis penyanderaan Beirut telah mempererat hubungan antara negara-negara mereka"; tak disebut-sebut tentang "krisis penyanderaan" yang lain, yang tak menjadi bagian dari sejarah resmi.92

Berdasarkan standar-standar Newspeak Barat pun, aksi-aksi Israel tersebut dapat dinyatakan sebagai penyekapan sandera. Akan tetapi, sebagai klien dari sang Kaisar yang mengacau dunia, Israel lolos dari dakwaan ini. Namun, penting ditandaskan lagi batas-batas konsep Orwellian dalam diskursus politik kontemporer, yang di dalamnya istilah-istilah seperti "terorisme" dan "sandera" dirumuskan sedemikian rupa sehingga mengecualikan contoh-contoh paling ekstrem --seperti kasus di Nikaragua atau Lebanon Selatan-- yakni. seluruh penduduk dijadikan sandera guna menjamin kepatuhan kepada sang majikan asing. Penggunaan istilah semacam ini wajib hukumnya, mengingat watak sejati terorisme internasional besar-besaran itu dan kebutuhan nyata untuk mencegah setiap pemahaman yang benar tentangnya.

Sepanjang hanya menyangkut Timur Tengah, kita harus mengakui bahwa pada tingkat tertentu soal ini dipahami dengan baik oleh para pengelola terorisme  internasional. Alasan bagi serangan buas atas Lebanon Selatan sepanjang 1970-an dijelaskan oleh Abba Eban, diplomat Israel yang dianggap tokoh lunak terkemuka: "ada suatu kemungkinan rasional, yang akhirnya pasti terjadi, bahwa penduduk yang terkena akan menggunakan tekanan untuk mendesakkan gencatan permusuhan". Diterjemahkan ke dalam bahasa gamblang: penduduk Lebanon Selatan dijadikan sandera, untuk menahan mereka agar memaksa bangsa Palestina menerima status yang telah ditetapkan bagi mereka oleh pemerintahan Partai Buruh yang diwakili oleh Eban, yang telah menegaskan bahwa bangsa Palestina "tak punya peranan untuk dimainkan" dalam setiap pemecahan secara damai.93 Kepala Staf AB Mordechai Gur menjelaskan pada 1978 bahwa "selama 30 tahun, ... kita terus bertempur melawan sekelompok penduduk yang tinggal di desa dan kota-kota", lalu ia menyebut peristiwa-peristiwa seperti pemboman Kota Irbid, Yordania, dan terusirnya puluhan ribu penduduk Lembah Yordan dan satu setengah juta warga sipil dari Terusan Suez akibat pemboman-masih banyak contoh lain. Semua ini merupakan bagian dari program penyanderaan penduduk sipil guna mencegah perlawanan terhadap pemecahan politik yang dipaksakan dengan kekerasan oleh Israel, dan selanjutnya melestarikannya seraya menolak kemungkinan pemecahan politik, seperti yang ditawarkan Sadat tentang perjanjian perdamaian-penuh berdasarkan perbatasan-perbatasan yang diakui secara internasional pada 1971. praktek "pembalasan" rutin Israel terhadap sasaran-sasaran sipil tak berdaya yang tak ada kaitannya dengan sumber-sumber aksi-aksi teroris (aksi-aksi ini sendiri sering merupakan pembalasan bagi terorisme Israel sebelumnya, dan seterusnya), juga mencerminkan konsepsi serupa yang menyempal, pada awal 1950-an, dari diktum terdahulu Ben Gurion bahwa "reaksi tidaklah efisien", kecuali kalau ditujukan secara tepat: "Kalau kita tahu keluarganya --(kita harus) menggebuknya tanpa ampun, termasuk wanita dan anak-anak."94

Pemahaman Gur tentang perang-perang Israel dianut luas di kalangan para komandan militer. Selama operasi-operasi Tinju Besi di awal 1985, Menteri Pertahanan Yitzhak Rabin memperingatkan bahwa jika diperlukan, Israel akan melancarkan "sebuah kebijakan pembumihangusan seperti yang terjadi di Lembah Yordan selama perang pengurasan tenaga musuh" dengan Mesir. "Lebanon sekarang merupakan sumber teror yang lebih serius dibandingkan pada 1982", tambahnya, dengan munculnya teroris-teroris Syi'ah yang mencekam Eropa Barat (mereka tak berbuat demikian sebelum invasi Israel 1982, karena alasan-alasan yang tak kunjung jelas), sehingga Israel harus mempertahankan sebuah wilayah di selatan, tempat "kita dapat membendungnya". Veteran komandan pasukan-payung, Dubik Tamari, yang mengeluarkan perintah penggempuran kamp Ain el-Hilweh dengan bombardemen udara dan artileri untuk "menyelamatkan jiwa" serdaru-serdadu di bawah komandonya (ini adalah penerapan lain dari bualan "kesucian tangan"). Dia menjustifikasi tindakan ini dengan komentar bahwa "Negara Israel sudah membunuhi warga sipil sejak 1947", dan "pembunuhan penduduk sipil dengan sengaja" merupakan "salah satu tujuan utama."95

Tamari menyebut serangan atas Qibya pada 1953 sebagai contoh, ketika Unit 101 Ariel Sharon membunuh tujuh puluh warga desa Arab di rumah-rumah mereka, agaknya sebagai pembalasan atas sebuah serangan teroris yang sama sekali tak ada hubungannya dengan mereka. Ben-Gurion berdalih di radio Israel bahwa orang-orang yang dibunuh oleh warga sipil Israel itu dihabisi oleh teroris Arab, mereka "umumnya pengungsi, rakyat dari negara-negara Arab dan orang-orang yang selamat dari kamp-kamp konsentrasi Nazi". Ben-Gurion juga membantah "tuduhan ngawur" bahwa pasukan militer Israel terlibat sebuah dusta tak tahu malu yang, selanjutnya, menempatkan permukiman-permukiman Israel di bawah ancaman pembalasan atas pembantaian-pembantaian darah-dingin ini. Yang kurang diketahui adalah fakta bahwa sebulan sebelum pembantaian Qibya, Moshe Dayan mengirim Unit 101 untuk menggiring empat ribu orang Badui dari suku Azzazma dan Tarbin menyeberangi perbatasan Mesir, sebuah langkah lain dalam pengusiran-pengusiran yang sudah dimulai sejak 1950, tak lama setelah gencatan-gencatan senjata. Pada Maret 1950, sebelas orang Israel tewas dalam sebuah peledakan bus di Negev Timur oleh orang-orang Azzazma ("terorisme yang tak beralasan"), memicu penggempuran Israel atas desa Nahaleen Yordania yang sama sekali tak ada kaitannya, menewaskan sembilan orang ("pembalasan"). Pada Agustus 1953, Unit 101 Sharon membunuh dua puluh orang, dua pertiganya di jalur Gaza, dalam "pembalasan" atas infiltrasi.96 Siklus "pembalasan" (oleh Yahudi) dan "teror" (oleh Palestina) setapak demi setapak dapat dilacak sampai berpuluh tahun ke belakang --suatu pelacakan yang akan segera menunjukkan bahwa terminologi ini adalah khazanah propaganda, bukan deskripsi faktual.

Lagi-lagi di sini kita dapat melihat betapa efektifnya sejarah direkonstruksi dalam bentuk yang lebih bersifat mengabdi ideologi. Maka, Thomas Friedman, ketika mengulas strategi "kontra-terorisme Israel", menulis bahwa "periode pertama, dari 1948 hingga 1956, dapat dilukiskan dengan paling baik sebagai era kontra terorisme-melalui-pembalasan, atau umpan-balik negatif", meskipun "setidaknya satu di antara pembalasan-pembalasan ini menjadi amat kontroversial, menimbulkan korban-korban sipil" --agaknya ini menunjuk pembantaian Qibya. Catatan para akademisi tentang hal ini acapkali hampir tidak berbeda.97

Operasi-operasi Tinju Besi tentara Israel di Lebanon Selatan pada awal 1985 juga berpedoman pada logika yang dikerangkakan Eban, seperti sudah dibahas. Penduduk sipil dijadikan sandera di bawah ancaman teror untuk menjamin bahwa mereka menerima kesepakatan-kesepakatan politik yang didiktekan oleh Israel di Lebanon Selatan dan daerah-daerah pendudukan. Peringatan-peringatan masih dikumandangkan. Penduduk masih dijadikan sandera, tanpa menimbulkan keprihatinan dari negara adidaya yang membiayai operasi-operasi ini, dan tanpa ada usaha untuk mencapai pemecahan politik yang sungguh-sungguh.

Sementara terorisme skala-besar --termasuk penawanan sandera-- lolos dari tudingan dalam Newspeak Barat kalau dilakukan oleh pihak kawan, hal serupa berlaku bagi operasi-operasi skala lebih kecil, seperti sudah digambarkan. Untuk menyebut sejumlah kecil kasus khas lainnya, pada November-Desember 1983 Israel "menetapkan bahwa ia tak akan membiarkan pasukan Arafat keluar dari kota itu (Tripoli, di Lebanon Utara, tempat mereka digempur oleh pasukan dukungan Syria) selama nasib para tawanan Israel belum jelas". Karena itu, Israel membom apa yang mereka sebut "posisi-posisi gerilyawan", merintangi keberangkatan kapal-kapal Yunani yang mau mengangkut keluar kelompok-kelompok yang setia kepada Arafat. Para jubir Druze melaporkan bahwa sebuah rumah sakit terkena bom selama pemboman dan pemberondongan "tempat-tempat yang mereka sebut sebagai basis Palestina" di Beirut Timur; sementara di Tripoli, "sebuah kapal kargo yang sudah remuk, terkena hantaman langsung dan tenggelam", dan "sebuah kapal penumpang habis terbakar ketika dibom".98 Lagi-lagi penduduk, juga kapal asing, dijadikan sandera untuk menjamin pembebasan tawanan-tawanan Israel yang tertangkap dalam perjalanan agresi Israel di Lebanon. Tak ada komentar tentang kekejian lanjutan ini di Amerika, seperti biasa.

Di Lebanon dan Laut Mediterania, Israel melancarkan serangan-serangan dengan bebas dan sama sekali tanpa sanksi. Pada tengah Juli 1985, pesawat-pesawat tempur Israel membom dan memberondong kamp-kamp Palestina di dekat Tripoli menewaskan sedikitnya dua puluh orang, kebanyakan warga sipil, termasuk enam anak-anak di bawah usia dua belas tahun. "Gumpalan-gumpalan asap dan debu menyelimuti,kamp-kamp pengungsi Tripoli yang dihuni lebih dari 25.000 orang Palestina selama berjam-jam sejak serangan pukul 2:55 sore itu", yang diduga sebagai "pembalasan" atas dua serangan bom mobil beberapa hari sebelumnya di "zona keamanan" Israel di Lebanon Selatan, oleh sebuah kelompok yang punya hubungan dengan Syria. Dua pekan kemudian, kapal-kapal tempur Israel menyerang sebuah kapal kargo berbendera Honduras, satu mil dari pelabuhan Sidon, yang menurut kapten Yunaninya sedang menurunkan semen, merusak tubuh kapal dengan tiga puluh lubang; tak lama kemudian kelompok milisi itu kembali menembaki dan membom dari arah pantai, mencederai sejumlah warga sipil. Pers aliran-utama bahkan tak mau melaporkan bahwa keesokan harinya kapal-kapal tempur Israel menenggelamkan sebuah perahu nelayan dan merusak tiga lainnya, sementara seorang anggota Parlemen dari Sidon meminta PBB agar mengakhiri "pembajakan" Israel yang didukung Amerika. Pers melaporkan apa yang disebut Israel suatu operasi "pembedahan" terhadap "instalasi-instalasi teroris" dekat Baalbek di Lembah Bekaa pada Januari 1984, menewaskan sekitar seratus orang --kebanyakan sipil-- dan melukai empat ratus lainnya, termasuk seratus lima puluh anak-anak dalam sebuah pemboman besar atas sebuah gedung sekolah. "Instalasi-instalasi teroris" itu termasuk sebuah masjid, satu hotel, sebuah restoran, sejumlah toko dan gedung lain di tiga desa Lebanon dan kamp pengungsi Palestina yang diserang, sementara warta Beirut melaporkan bahwa sebuah pasar ternak dan sebuah kompleks industri juga dibom dan banyak bangunan pun rusak. Seorang wartawan Reuters di desa-desa yang dibom mengatakan bahwa babak kedua pemboman dimulai dua puluh menit sesudah yang pertama, "menambah jumlah orang yang tewas atau cedera", karena penduduk pria dan wanita keluar dari tempat perlindungan untuk mulai menarik orang yang mati atau cedera dari reruntuhan gedung-gedung. Ia melihat "banyak sekali anak-anak" di rumah-rumah sakit, sementara para saksi mata melaporkan banyaknya pria dan wanita yang berhamburan ke sekolah-sekolah dan dengan panik mencari anak-anak mereka. Pemimpin kelompok Syi'ah Lebanon yang mengutuk "kebiadaban Israel", melukiskan serangan-serangan terhadap "warga sipil tak berdosa, rumah-rumah sakit dan tempat-tempat ibadat" itu sebagai upaya "untuk meneror penduduk Lebanon". Tetapi, peristiwa ini berlalu tanpa komentar di Amerika, malah Israel dipuji sebagai "negeri yang menghargai kehidupan manusia" (Washington Post). Maka, kita dapat menyimpulkan sekali lagi bahwa korban-korban pemboman pembedahan itu hanya setengah-manusia dalam konsensus Barat yang rasis.99

Sekali lagi, orang dapat membayangkan bagaimana reaksi yang akan muncul di Barat, termasuk media "pro-Arab", seandainya PLO atau Syria yang melakukan "serangan pembedahan terhadap "instalasi-instalasi teroris" di dekat Tel Aviv, menewaskan seratus orang sipil dan melukai empat ratus lainnya, termasuk seratus lima puluh anak-anak dalam pemboman besar atas sebuah gedung sekolah beserta sasaran-sasaran sipil lainnya.

Versi standar di Amerika ialah bahwa kekerasan Israel --biarpun sangat eksesif-- merupakan "pembalasan" atas kekejaman-kekejaman Arab. Seperti Amerika Serikat, Israel mengklaim hak-hak yang jauh lebih luas: hak untuk melakukan serangan-serangan teroris guna mencegah aksi-aksi potensial menentangnya, sebagaimana dalam justifikasi bagi perang Lebanon oleh anggota lunak Knesset, Ammon Rubinstein, seperti telah dikutip. Serdadu-serdadu melancarkan apa yang mereka sebut "tembakan preventif" saat berpatroli di Lebanon, menyapu kawasan ini dengan berondongan senapan mesin, rnenyebabkan pasukan pemelihara perdamaian Irlandia memblokade jalan sebagai protes. Teramat sering, serangan-serangan Israel di Lebanon dinyatakan sebagai "preventif, bukan penghukuman", misalnya pemboman dan pemberondongan kamp-kamp pengungsi Palestina dan desa-desa sekitarnya oleh 30 jet Israel pada 2 Desember 1976, menewaskan 57 orang, yang tampaknya sebagai pembalasan atas keputusan Dewan Keamanan PBB untuk membahas sebuah usulan perdamaian Arab yang ditolak keras oleh Israel dan karena itu ditanggalkan dari sejarah.100 Tatkala pasukan-pasukan udara dan amfibi Israel menyerang Tripoli ini Lebanon Utara pada Februan 1973 yang menewaskan 31 orang (umumnya sipil) menurut penguasa Lebanon, dan merusak sekolahan, klinik, dan gedung-gedung lainnya --Israel menjustifikasi gempuran-gempuran ini sebagai "dimaksudkan untuk mencegah sejumlah serangan teroris yang sudah direncanakan terhadap orang-orang Israel di luar negeri".101 Polanya tetap, dan justifikasi-justifikasi itu diterima di Amerika sebagai sah belaka --lagi-lagi mencerminkan status Israel sebagai sebuah negara klien yang bermanfaat dan status setengah-manusia korban-korbannya.

Kasus yang disebut terakhir itu terjadi bersamaan dengan hari ketika Israel menembak jatuh sebuah pesawat komersial Libya yang kemudian tertelan badai pasir, dua menit menjelang mendarat di Kairo, dengan menewaskan 110 orang. AS secara resmi menyatakan simpatinya terhadap keluarga-keluarga para korban, tetapi juru bicara persnya "tak mau berbicara kepada wartawan tentang perasaan Pemerintah mengenai insiden ini". Israel menyalahkan sang pilot Perancis; Times dengan taat kontan menggarisbawahi penyalahan ini dengan menerima penegasan Israel bahwa pilot itu tahu bahwa dia telah diperintahkan untuk mendarat, tetapi malah mengelak dengan tindakan yang "sangat mencurigakan'" --seperti justifikasi Uni Soviet untuk penembakannya atas KAL 007 102-- sehingga tindakan Israel ini "paling buruk ... hanya dapat disebut tindakan sewenang-wenang yang tak setara dengan kebuasan aksi-aksi Arab sebelumnya yang toh dimaafkan".

Reaksi resmi Israel dikemukakan oleh Perdana Menteri Golda Meir, "Pemerintah Israel menyatakan kesedihan mendalam atas hilangnya jiwa manusia dan penyesalan bahwa pilot Libya. (sic) tersebut tidak menghiraukan peringatan-peringatan yang diberikan kepadanya, sesuai dengan kelaziman internasional", sementara Shimon Peres menambahkan bahwa "Israel bertindak sesuai dengan hukum internasional". Israel menyatakan dengan bohong bahwa pilot itu tak berwenang menerbangkan pesawat jet.

"Pers dilarang memuat gambar-gambar pesawat yang hancur, korban yang tewas dan yang cedera", ungkap Amiram Cohen dalam sebuah ulasan terperinci tentang reaksi Israel (ditulis sesudah perontokan KAL 007), dan "para wartawan tak diizinkan mendatangi rumah sakit di Beersheba dan mewawancarai penumpang-penumpang yang selamat --semuanya merupakan bagian dari usaha "penyumbatan informasi". Reaksi internasional dicibir oleh pers Israel sebagai senapas dengan "anti-Semitisme yang subur" di Eropa, dan ungkapan ini --juga di Amerika-- akan langsung dilontarkan terhadap siapa pun yang berani menyinggung atau mengkritik kekejian Israel. Pers Israel bersikeras bahwa "Israel tidak bersalah" dan bahwa "orang harus menyalahkan si pilot (Perancis)". Itu merupakan "suatu mobilisasi pers," kata Cohen, guna mendukung pembenaran aksi-aksi Israel. Sesudah melontarkan sekeranjang dusta, Israel menegaskan bahwa terjadi suatu "kekeliruan penilaian", dan bersedia memberi sejumlah ganti rugi kepada keluarga-keluarga para korban "untuk menghormati pertimbangan-pertimbangan kemanusiaan", seraya menyangkal bahwa Israel "bersalah" atau bertanggung jawab atas kejatuhan pesawat itu.103 Peristiwa ini berlalu dengan cepat di Amerika Serikat, dengan hanya sedikit kritik terhadap para pelaku kejahatan ini. PM Golda Meir datang ke Amerika empat hari kemudian; ia jengkel dengan beberapa pertanyaan tajam dari pers, dan pulang dengan membawa hadiah baru berupa sejumlah pesawat militer. Seperti sudah disebutkan, reaksinya sangat berbeda dengan ketika Rusia menembak jatuh KAL 007 pada September 1983,104 tetapi sama dengan ketika kawan-kawan UNITA AS menyatakan telah merontokkan dua pesawat sipil pada saat yang sama. Tidaklah sulit untuk melihat kriteria bagi "terorisme internasional".

Catatan tentang terorisme Israel dapat disusun sejak awal berdirinya negara ini --bahkan sebelumnya-- termasuk pembantaian 250 warga sipil dan pengusiran keji atas 70.000 orang lainnya dari Lydda dan Ramle pada Juli 1948; pembantaian beratus-ratus orang di desa Doueimah di dekat Hebron pada Oktober 1948 dalam salah satu dari sejumlah besar "operasi pembersihan tanah" yang digencarkan seraya aparat propaganda internasionalnya mengumumkan bahwa warga-warga Arab itu meninggalkan kediaman mereka, seperti juga sekarang, atas imbauan para pemimpin mereka; pembunuhan ratusan orang Palestina oleh IDF setelah penjarahan Jalur Gaza pada 1956; pembantaian di Qibya, Kafi Kassem, dan banyak lagi desa lainnya; pengusiran beribu-ribu orang Badui dari daerah-daerah bebas-militer tak lama setelah perang 1948 dan beribu-ribu lagi dari timur laut Sinai pada awal 1970-an, lalu desa-desa mereka dihancurkan untuk membuka kawasan bagi permukimam Yahudi, dan seterusnya. Korban-korban itu, per definisi, adalah "partisan-partisan PLO", dan karena itu teroris, Maka, editor terpandang dari Ha'aretz, Gershom Schocken, dapat menulis bahwa Ariel Sharon "mengibarkan namanya sejak awal 1950-an sebagai seorang pejuang buas terhadap para partisan PLO", menunjuk pada pembantaian-pembantaian yang dipimpinnya di Qibya pada 1953 (jauh sebelum PLO ada). Dan korban-korban di Lebanon dan tempat-tempat lain, sudah tentu, adalah "teroris" --kalau bukan, tentu mereka tidak akan dibunuh oleh sebuah negara yang sedemikian mengagungkan "kesucian tangan", dan yang dinyatakan dijalankan menurut "hukum yang luhur" oleh pers Amerika yang "pro-Arab".

Para komandan teroris itu berkedudukan terhormat. Ketika sang teroris ulung AS kontemporer menduduki jabatan presiden pada 1981, kedua komandan teroris Israel yang kondang jahatnya menduduki jabatan perdana menteri dan menteri luar negeri; sementara jabatan tertinggi di negeri Yahudi itu dipegang oleh orang yang telah membunuh puluhan warga sipil yang disanderanya di masjid sebuah kota Lebanon pada operasi pembersihan tanah yang lain pada 1948, yang dengan segera memperoleh pengampunan --semua jejak kejahatan ini dihapus dari sejarah, dan jaminan sebuah lisensi penegak hukum atas dasar "tak bercacat" dapat diberikan atas tindakannya.105

Bahkan terorisme terhadap warga Amerika sepenuhnya dapat ditoleransi. Serangan-serangan teroris Israel atas instalasi-instalasi AS (juga tempat-tempat umum) di Mesir pada 1954 --dalam rangka merusak hubungan AS-Mesir dan menggoyahkan perundingan-perundingan perdamaian rahasia yang waktu itu sudah berjalan-- dimaafkan belaka ketika itu, dan selanjutnya hampir tak lagi diingat. Demikian pula upaya penenggelaman kapal intelijen AS Liberty di perairan internasional pada 1967 oleh torpedo dan bomber-bomber Israel, yang bahkan memberondong sekoci-sekoci yang masih berada di atas kapal, guna menjamin bahwa tak akan ada yang bakal selamat; sebanyak 34 awak tewas dan 171 luka-luka. peristiwa ini merupakan bencana laut AS di masa damai yang terburuk di abad ini, tetapi dianggap sebagai "kekeliruan" --sebuah keganjilan yang mencolok-- dan nyaris tak diketahui.106 Demikian juga halnya dengan penganiayaan para warga Amerika oleh tentara Israel di Tepi Barat dan Lebanon Selatan, yang hampir tak diberitakan oleh media; sorotan dan verifikasi dubes AS di Israel, yang disangkal oleh Israel, juga tak dihiraukan.107 Fakta bahwa korbannya adalah para warga Amerika keturunan Arab jelas berperan sebagai justifikasi bagi pemberangusan beritanya, sesuai dengan standar-standar media.

Apa yang mencengangkan mengenai catatan ini --yang mencakup cukup banyak terorisme terhadap kaum Yahudi sendiri pada masa yang paling dini-- adalah bahwa ia sama sekali tak menodai reputasi Israel di Amerika, untuk standar-standar moralnya yang tak ada bandingnya dalam sejarah. Setiap aksi baru terorisme, kalaupun dicatat, segera dibenamkan dan dilupakan, atau dilukiskan sebagai suatu penyimpangan insidental dari kesempurnaan; dijelaskan dengan bertolak dari watak garang sang musuh, yang memaksa Israel untuk menyimpang --biarpun hanya sesaat-- dari jalan luhurnya. Sementara itu, media acapkali dikecam untuk "moral ganda" mereka yang mengabaikan kejahatan-kejahatan Arab seraya mendesak Israel agar memenuhi standar-standar kebajikan yang mustahil; dan para cendekiawan terpandang --yang reputasinya toh tak ternoda oleh absurditas-absurditas semacam ini-- dengan enteng memberi tahu kita bahwa "sejumlah besar tokoh masyarakat terkemuka di Barat, bahkan- beberapa pemerintah Barat" (biasa, semuanya tak disebut namanya) telah menyokong PLO untuk menghancurkan Israel.108 Di jajaran spektrum politik Amerika Serikat dan di kalangan kelas-kelas terpelajar --dengan keseragaman yang amat besar dan perkecualian yang teramat kecil-- bercokol doktrin kukuh bahwa terorisme Palestina beserta sekutu-sekutu Arabnyalah, dengan dukungan Kremlin, serta komitmen membara mereka untuk membunuhi kaum Yahudi dan menghancurkan Israel, dan penolakan mereka untuk mempertimbangkan setiap pemecahan politik, yang menjadi akar penyebab konflik abadi Arab Israel yang di dalamnya Israel merupakan korban yang memilukan. Sebagaimana Amerika Serikat, ia tak berdaya di hadapan "momok bengis terorisme", yang bergentayangan dari Amerika Serikat sampai Lebanon dan tempat-tempat lain.

Gerakan nasional Yahudi beserta negara yang tumbuh darinya, tidaklah mencemari tanah barunya dengan catatan berlimpah tentang kekejian-kekejian terorisnya, terlepas dari kekebalan yang mereka nikmati dalam opini terkemuka Barat. Bagi warga Amerika, cukuplah mengingat "bahwa Adolf Hitler memilih untuk memuji Amerika Serikat ... karena "mengatasi masalah' penduduk asli",109 sebagaimana dilakukan oleh sebagian dari mereka yang hidup dengan kode Hitler di Amerika Tengah dewasa ini, dengan dukungan AS. Tetapi, komentar-komentar mutakhir tentang "terorisme" di "negara-negara beradab" penuh kemunafikan busuk, dan hanya akan jadi objek cemoohan di kalangan masyarakat beradab.[]

Catatan kaki:

82 NYT, 27 September 1985, sebuah keterangan foto tanpa berita; AWSJ, 22 Agustus, dikutip oleh Alexander Cockburn, Nation, 2 September 1985; Housego, NYT Book Review, 20 Juli 1986. Di Perancis-yang juga negara teroris-sama sekali tak ada protes terhadap kekejaman atau aksi-aksi penghukuman yang dilakukan oleh Perancis atas Selandia Baru, dalam "pembalasan" bagi peradilan terhadap para teroris yang tertangkap. Malah, sebagaimana diungkap oleh sebuah laporan setelah perundingan dengan Selandia Baru, "tindakan ini tidak membangkitkan kritik diri, tetapi patriotisme. Dalam pandangan Perancis, Selandia Baru beserta perdana menterinya, David Lange, kontan menjadi bajingan karena menangkap dua orang agen-yang menurut khalayak Perancis ditahan secara sewenang-wenang-untuk kejahatan berupa pengabdian kepada kepentingan nasional. Di Perancis, kematian awak Greenpeace kurang diberitakan oleh pers, demikian pula fakta bahwa kedaulatan Selandia Baru telah dilanggar." Meskipun pemerintah Sosialis mengumbar janji untuk mengambil "tindakan hukum" jika muncul "aksi-aksi kriminal", "satu-satunya tindakan hukum yang diambil hanyalah terhadap beberapa pegawai pemerintah Perancis yang membeberkan informasi kepada pers" dan "tidak dilakukan penyelidikan terbuka" (NYT, 30 Juli 1986). Sebuah demonstrasi digelar di Perancis sesudah tenggelamnya sebuah kapal bersama 151 penumpangnya, termasuk seorang intelektual terkemuka, Rene Dumont. Walaupun demonstrasi ini disaksikan sendiri oleh Para wartawan, ia tak diliput oleh TV dan pers, termasuk pers Sosialis, Liberation Le Monde baru menurunkan berita empat-barisnya setelah demonstrasi berakhir. Kelompok Hijau dan kelompok-kelompok perdamaian Perancis "gentar untuk menantang chauvinisme massa yang marak di Perancis gara-gara peristiwa Greenpeace", sementara Kongres Partai Sosialis memberikan suatu sambutan kepahlawanan kepada Menteri Hernu, yang bertanggung jawab resmi atas kekejaman ini (Diana Johnstone dan Elizabeth Schilling, In These Times 23 Oktober 1985).

Terorisme Perancis terhadap Greenpeace bermula dengan protesnya atas percobaan nuklir Perancis di koloni-koloni Pasifiknya pada 1972, ketika sebuah ranjau Perancis menghajar dan nyaris menenggelamkan yacht-nya, dan pasukan komando "ramai-ramai" menaikinya, dengan ganas memukuli dan hampir membutakan (Direktur Greenpeace) David McTaggart dan seorang awak lain dengan pentungan karet" (James Ridgeway, Village Voice, 8 Oktober 1985, yang juga menyebut tentang perlakuan buruk Soviet terhadap Greenpeace).

83 Lihat artikel-artikel saya "Watergate: A Skeptical View", New York Review, 20 September 1973; editorial, More, Desember 1975; dan pengantar untuk N. Blackstock (ed.), COINTELPRO (Vintage, 1976).

84 Shultz, BG, 23 Juni 1984; NYT 25 Juni 1984, 30 Desember 1983; AP, BG, 23 April 1984, NYT 1 April 1986; Colin Nikerson, BG, 3 Februari 1986, tentang konvensi ini; Afticasia, Juli 1985, untuk perincian mengenai pasukan komando Afrika Selatan yang tertangkap, suatu peristiwa yang kurang dihiraukan di AS. Tentang pesawat-pesawat sipil ini, lihat BG, NYT, WT, 11 November 1983; BG 21 Februari 1984. Insiden-insiden yang nyaris tak diberitakan ini terjadi di tengah-tengah histeris massa atas penembakan KAL 007 oleh Uni Soviet, yang menelan tujuh halaman penuh indeks Times yang dicetak padat, dalam September 1983 saja.

85 Barry Munslow dan Phil O'Keefe, Third World Quarterly, Januari 1984.

86 Dan Fisher, LAT, 21 Juni; McGrory, BG, 21 Juni; David Adams, New Stateman, 19 April ; NYT, 21 Juni 1985. Tentang Ansar, lihat FT, 231 dst.; wawancara, Hotam, "The Detention of Palestinians and Lebanese in the military prison of Atlit" (di Israel), 18 April 1984-tentang tawanan Palestina dan Lebanon yang dipindahkan dari Lebanon Selatan dan dikucilkan tanpa alat-alat komunikasi dengan keluarga atau Palang Merah, dan penolakan pengacara atau bukti apa pun menyangkut penahanan mereka dan pemindahan mereka ke Israel, dengan melanggar hukum internasional.

87 LAT, 1 Juli 1985.

88 David Ignatius, Wall St. Journal, 18 Juni 1985.

89 NYT, 21 Juni, 18 Juni, 1 Juli 1985.

90 Bernard Lewis, NY Review, 15 Agustus; New Republic, 8 Juli; Reagan, Pidato di Asosiasi Pengacara Amerika, 8 Juli (BG, 9 Juli); Podhoretz, LAT 26 Juni; NYT; 2 Juli 1985.

91 Thomas Friedman, NYT, 23 Juni; NYT, 19 Juni 1985.

92 AP, BG, 4 Juli; Friedman, NYT, 4 Juli; BG, 4 April 1985.

93 John Cooley, Green March, Black September (Frank Cass, London, 1973), 197; lihat FT dan Beilin, op.cit, untuk sejumlah pernyataan serupa.

94 FT,181-2.

95 Rabin, berbicara di Knesset, Hadashot, 27 Maret 1985; Tamari wawancara, Monitin, Oktober 1985. Tentang persepsi para serdadu, lihat ringkasan-ringkasan dari terjemahan pers Israel dalam FT, yang berbeda dari bahan yang diajukan dalam kegiatan-kegiatan habsara di AS (lihat Bab Pendahuluan, catatan kaki no. 12). Atau komentar-komentar serdadu-payung Ari Shavit mengenai invasi atas Lebanon pada 1978, dimuat dalam Koteret Rashit (13 Mei 1986) sebagai pembanding bagi sebuah diskusi tentang operasi komando militer ini, mengenang "sejenis ekstase" yang memenuhi unit-unit tentara saat memuntahkan peluru ke desa-desa atau ke mana saja setelah "menjadi jelas bahwa di sini tidak jadi perang", hanya ada "semacam olahraga jalan-kaki". Tak diragukan bahwa begitu pulalah tentunya kelakuan tentara negara-negara lain, tapi mereka tidak mengumbar dongeng tentang "kesucian tentara".

96 Rokach, op.cit; Uri Milshtein, Al-Hamishmar, 21 September 1983; Kennett Love, Suez (McGraw-Hill, 1969),10 dst, 61-2.

97 NYT, 4 Desember 1984. Tentang pendapat cendekiawan, lihat, misalnya, TNCW, 331, yang membahas Nadau Safran, Israel: the Embattled Ally (Harvard, 1978).

98 LAT 24 November; BG,19 Desember; NYT, 20 Desember; BG, 20 Desember 1983.

99 Globe & Mail (Toronto), 11 Juli;BG,24 Juli;NYT, 24 Juli;Boston Herald, 25 Juli 1985; NYT, 5, 6 Januari; BG, 5, 6 Januari 1984.

100 James Markham, NYT, 3 Desember 1975, yang mengemukakan perkiraan jumlah korban dari sumber-sumber Lebanon dan Palestina. NYT, 23 Maret 1985; NYT, 3, 4 Desember 1975.

101 Time, 5 Maret 1973; NYT, 22 Februari 1973, menyatakan ada lima belas orang yang tewas.

102 Tidak ada bukti pendukung dalam kasus jet Libya ini, tetapi dugaan Soviet barangkali benar, walaupun ia jelas tak memberi justifikasi bagi kekejaman ini; lihat R.W Johnson, Shoot-Down (Viking, 1986), sebuah studi menarik terutama karena penelanjangannya atas kebohongan pemerintah AS. Resensi-resensi minor atas buku ini menyadarkan kita. Joel Brinkley menulis bahwa buku ini "nyaris menghina" tokoh-tokoh penting dalam pemerintahan Reagan, dan berbohong bahwa itu banyak didasarkan atas laporan pers Amerika (NYT Book Review, 20 Juli 1986). Douglas Feaver menyatakan bahwa Johnson "menyerang tesisnya dengan informasi salah tentang hal-hal yang dengan mudah dapat dicek", menyebut bahwa di halaman 2 ia mengutip hanya sebagian laporan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (Book World, WP Weekly, 7Juli 1986). "Dengan mudah dicek" pula bahwa Johnson mengutip kalimat yang disebut Feaver secara lengkap di halaman 234-yang memang relevan; kutipan untuk halaman 2 itu hanya sebagian, karena hanya sekianlah yang relevan di sana.

103 NYT, 22, 23 Februari; editorial, 23 Februari; 25, 26 Februari 1973. Amiram Cohen, Hotam, 10 Februari 1984. Insiden ini hanya diingat sekilas selama Peristiwa KAL 007, yang menyulut pernyataan-pernyataan bohong Para pembela kekejian Israel bahwa Israel "langsung mengakui tanggung jawab" dan "membayar kerugian"; Michael Curtis, surat pembaca, NYT 2 Oktober; Martin Peretz, New Republic, 24 Oktober 1983.

104 Lihat catatan kaki no.85. Untuk perbandingan tentang reaksi atas kedua peristiwa ini, lihat Robert Scheer, Manchester Guardian Weekly, 25 September 1983; untuk pembahasan insiden serupa lainnya, yang pelaku kekejiannya juga sama sekali tak dikritik di sini, lihat tulisan saya, "1984: Orwell's and Ours", Thoreau Quarterly, Musim Dingin/Semi 1984, don "Notes on Orwell Problem" dalam Knowledge of Language (Praeger 1986).

105 Tentang pengusiran-pengusiran Lydda-Ramle, lihat Benny Morris, Middle East Journal, Musim Dingin 1986; tentang kasus-kasus lain, Iihat FT, TTT, dan sumber-sumber yang dikutip; Schocken, Foreign Afairs, Musim Qugur 1984. Mengenai upaya-upaya untuk membunuh' para pemimpin politik Palestina pada 1984, yang diorganisasikan oleh Moshe Dayan, lihat Uri Milshtein, Al-Hamishmar, 21 September 1983;Hadashot 11 Januari 1985. Sebuah laporan intelijen Israel bertanggal 30 Juni 1984 yang terungkap baru-baru ini menyimpulkan bahwa dari 391.000 pengungsi Arab (152.000 dari luar daerah yang ditetapkan bagi Israel oleh rekomendasi Partisi PBB), setidaknya 70 persen mengungsi karena operasi-operasi militer kelompokYahudi (terutama Haganah/IDF) termasuk pengusiran langsung; perkiraan ini, menurut Benny Morris dalam analisisnya, terlalu rendah. Laporan ini juga mencatat bahwa ini terjadi di tengah upaya-upaya keras para pemimpin Arab untuk menahan arus pengungsian. Morris juga menyebut bahwa "keadaan dalam paro kedua eksodus ini", dari Juli hingga Oktober, " merupakan sebuah kisah yang lain"; "sesudah Juni 1948, ada banyak lagi pengusiran terencana" (Middle Eastern Studies [London], Januari 1986; wawancara dengan Haim Bar'am, Kol Ha'ir, 9 Mei 1986).

106 Beragamnya versi Israel mengenai peristiwa ini menarik untuk dibaca. Untuk ulasan tentang beberapa di antaranya (termasuk satu-satunya berita yang muncul di sebuah jurnal besar AS, suatu penyingkapan yang memalukan oleh Ze'ev Schiff don Hirsh Goodman dalam Atlamic Monthly), lihat James Ennes, "The USS Liberty: Back in The News". American-Arab Affairs, Musim Dingin 1985-6. Mungkin yang paling mencengangkan adalah yang dikemukakan oleh Yitzhak Rabin, waktu itu Kepala Staf AB, yang melukiskan serangan atas kapal ini sebagai "perkembangan yang paling membahayakan dalam seluruh kampanye ini", yang selama itu ia mengalami "teror berat". la kemudian menempatkannya dengan sangat cermat pada 7 Juni (sebenarnya 8 Juni), suatu kesalahan yang gampang dilihat, yang hanya dapat dipahami sebagai suatu usaha untuk mengaburkan alasan yang jelas bagi serangan ini: untuk menyembunyikan dari AS rencana invasi atas Syria setelah gencatan-senjata. Rabin, Memoirs, 108 dst.

107 Tentang Kasus Lebanon Selatan, lihat Mark Bruzonsky, MEI, 16 Mei 1986; juga BG, 15 April; David Shipler, NYT, 16 April 1986. Lihat Houston Chronicle (AP), 18 Mei 1986 (UPI), 21 Mei 1934, tentang kasus pengusaha New Mexico, Mike Mansour, yang disekap selama 22 hari dan, menurut pengakuannya, disiksa dan dipaksa menandatangani sebuah pengakuan, yang ia sangkal.

108 Robert Tucker, Commentary, Oktober 1982.

109 Dario Fernandez-Morera, History of European European Ideas, jil. 6, no. 4, 1985.

(bagian pertama, kedua, ketiga)


Maling Teriak Maling: AMERIKA SANG TERORIS?
karya Noam Chomsky, terbitan Amana Book, Inc., 1986
Penterjemah Hamid Basyaib
Penerbit Mizan, Jln. Yodkali No. 16, Bandung 40124
Cetakan 2, Sya'ban 1422 /Oktober 2001
Telp.(022) 700931 Fax.(022) 707038
email:info@mizan.com, http://www.mizan.com/
 
Indeks artikel kelompok ini | Tentang Pengarang | Disclaimer
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Dirancang oleh MEDIA, 1997-2002.
Hak cipta © dicadangkan.