ANTARA MODERAT DAN EKSTREM (2/2)

Oleh: Syekh Muhammad al-Ghazali

 
Indeks Islam | Indeks Artikel
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

Rasulullah saw. mengingatkan kita bahwa kelompok ini biasanya panjang shalatnya, tetapi ibadahnya itu tidak menyucikan dan menyembuhkan cela jiwanya.

Dalam perang Ushrah, Rasulullah saw. menanyakan Ka'ab bin Malik, "Mengapa dia tidak ikut serta?" Tiba-tiba seorang menuduhnya dengan melontarkan ungkapan yang bernada merendahkan dan menyiratkan dendam. Memang Ka'ab adalah salah satu dari tiga orang yang mangkir, namun Allah telah memaafkan dan mengampuninya. Ketika terjadi peristiwa Ka'ab, datanglah sepucuk surat dari raja Romawi yang meminta agar Ka'ab meninggalkan Madinah. Penjemputan akan dilakukan dengan penghormatan oleh staf raja. Akan tetapi, Ka'ab menganggapnya sebagai ujian sehingga ia membakar surat tersebut. Sebenarnya dalam kasus ini, keutamaan tertinggi telah diberikan, namun ada orang yang melihatnya dengan benci. Sikap ini menutup semua kebaikan dan meluapkan emosi.

Pada zaman Rasulullah, ada pula seseorang yang banyak berbicara sehingga digelari "si mulut besar." Setiap Rasulullah saw. berbicara, ia berusaha menimpali agar dapat melebihi pembicaraan Rasulullah.

Dewasa ini, betapa sering kita saksikan orang-orang yang berbicara mengenai agama secara serampangan. Pembicaraannya tidak menghasilkan apa-apa kecuali senda gurau dan kesia-siaan belaka. Padahal betapapun baiknya suatu nasihat, ia tidak akan bermanfaat tanpa niat yang baik pula.

Hasan al-Bashri pernah mendengar sebuah nasihat yang amat jelas uraiannya, namun sedikit pun ia tak tersentuh. Ini karena uraian itu tidak memenuhi syarat sebagai nasihat yang baik dipandang dari segi ketulusan dan kesungguhan, karena komunikatornya mempunyai cela psikis.

Cela psikis dapat ditemui pada banyak orang, baik di kalangan para pemeluk agama maupun orang-orang atheis. Para pakar pendidikan berpendapat bahwa cela ini merupakan sifat materialistik yang amat berbahaya.

Telah umum diketahui bahwa maksiat hati lebih berbahaya daripada maksiat anggota tubuh. Kesombongan lebih buruk daripada mabuk, meskipun Allah mensyariatkan hukuman langsung kepada orang yang mabuk dan menangguhkan siksaan bagi orang yang sombong di akhirat kelak.

Rahasia di balik ketetapan tersebut adalah bahwa mabuk biasanya hanya memudharatkan si peminum dengan merusak hati dan akalnya, sedangkan orang yang sombong dapat melakukan kejahatan yang lebih keji dengan ruang lingkup yang lebih luas. Misalnya menzalimi orang-orang lemah.

Janganlah kita mengira bahwa wujud kesombongan itu hanya dengan mendongakkan kepala atau memantap-mantapkan langkah. Kesombongan dapat pula berupa penolakan terhadap kebenaran dan meremehkan orang lain atau mencari pengakuan masyarakat. Lihatlah sikap orang yang dirundung penyakit psikis ini, mereka menerima kebenaran sebagai kebatilan dan sebaliknya.

Nabi Musa a.s. menegaskan kepada Fir'aun, sebagaimana diterangkan di dalam Al-Qur'an,

"Sesungguhnya aku datang kepadamu dengan membawa bukti yang nyata dari Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil (pergi) bersama aku." (al-A'raaf: 105)

Al-Qur'an menyitir jawaban Fir'aun terhadap penegasan Nabi Musa a.s., sebagai berikut.

"Sesungguhnya Musa ini adalah ahli sihir yang pandai, bermaksud hendak mengeluarkan kamu dari negerimu." (al-A'raaf 109-110)

Tak hanya itu, Fir'aun pun mengancam orang-orang yang mengikuti dan mempercayai kebenaran yang dibawa oleh Nabi Musa a.s. sebagaimana tertera di dalam Al-Qur'an,

"Apakah kamu beriman kepadanya sebelum aku memberi izin kepadamu?" (al-A'raaf: 123)

Demikianlah, dari dulu hingga sekarang, selalu ada orang-orang yang menyeleweng, termasuk sebagian penguasa. Mereka adalah malapetaka bagi umatnya dan mendorong terbunuhnya ribuan manusia lemah sebagai tebusan bagi reputasi individualnya. Mereka mengklaim diri "Negara adalah aku" (l'etat chest moi).

Anarki politik merupakan lahan subur bagi pertumbuhan Fir'aunisme. Amat disayangkan, Fir'aunisme di Timur lebih banyak ditemui ketimbang di Barat. Fir'aunisme ini merupakan batu sandungan terbesar bagi perkembangan bangsa-bangsa mana pun. Ini karena rahasia penyebaran sifat-sifat jahat, baik kecil ataupun besar, berada di tangan isme ini.

Ketika meneliti berbagai penyelewengan di kalangan para pemeluk agama, penulis menemukan corak Fir'aunisme ini pada sejumlah aliran yang telah dihancurkan dan dipersempit ruang geraknya. Sebagian pemikiran tersebut berkembang dari balik terali besi ketika situasi kondisi sosial-politik sangat buruk dan menyiksa umat Islam.

Apakah dengan bahasan ini penulis membela ekstremitas keagamaan? Tidak! Ulama mana yang dapat membiarkan pembelotan pemikiran dan penyelewengan psikis?

Menurut penulis, para pemuda yang ekstrem itu telah mengalami distorsi temperamen. Ini karena bila kita mempunyai visi yang jauh dan misi yang suci, tentu kita akan memilih yang lebih ringan di antara dua pilihan, selama tidak melanggar syariat. Akan tetapi sebaliknya, pemuda-pemuda itu memilih yang paling sulit!

Islam mengutamakan pembuktian dan menomorduakan kekerasan. Tidak ada yang memilih metode kekerasan kecuali orang-orang yang keras. Para pemuda tersebut pernah diperlakukan dengan keras (terutama oleh penguasa yang anti-Islam, --peny.), maka mereka pun terbiasa dengan kekerasan. Gambaran yang senantiasa terbayang di depan matanya adalah senapan!

Di kalangan umat, ada kelompok yang minim pengetahuan keislamannya. Pengetahuan itu hanya mereka peroleh dari buku-buku yang tidak mengikuti garis pemikiran Islam yang benar dan pendapat-pendapat yang kuat dari para fuqaha.

Mereka mengutamakan hadits-hadits dha'if dan memahami khabar yang sahih secara tidak proporsional. Mereka berpikir secara irasional dan bertentangan dengan empat imam mazhab (Hambali, Maliki, Hanafi, dan Syafi'i). Bahkan karena kebekuan pola pikir, mereka menolak perkembangan ilmu pengetahuan. Penulis pernah mendengar sebagian mereka menyerang teori bahwa bumi itu bulat dan berotasi. Menurut anggapan mereka, antitesis tersebut didasarkan atas pemikiran Ibnu Qayyim!

Apakah kelompok ekstrem ini mempunyai hubungan spiritual dan intelektual dengan golongan Khawarij? Tampaknya berbeda. Ini karena seperti yang dikatakan oleh hakim Walid dari pemerintahan Khalifah Rasyid, Khawarij mempunyai pandangan positif terhadap syura (musyawarah) dan memiliki sikap moral yang bersih.

Kekacauan politik jangan dijadikan alasan untuk membolehkan penyelewengan akidah dan ketidaklurusan fikih. Islam bukanlah agama yang menutup-nutupi penyimpangan. Islam justru membersihkan dan melawan penyimpangan. Menurut pengalaman penulis, agama merupakan pendorong untuk melakukan berbagai kebajikan.

Para pelaku penyimpangan biasanya menyembunyikan penyakit-penyakit psikisnya dengan rakaat-rakaat yang dilakukannya. Mereka selalu berpikir negatif terhadap orang lain. Benaknya dipenuhi dengan menyalahkan orang lain, bukan pengampunan. Mereka tahu bahwa cabang-cabang Islam tujuh puluh lebih, tetapi mereka tidak bisa membedakan kepala dengan ekor, tidak membedakan fardlu dengan nafilah, dan pelaksanaan yang mereka ketahui hanyalah yang mereka tetapkan.

Melebih-lebihkan dan Mengurangi

Pada dasarnya, perbedaan pendapat dalam fikih tidak boleh memperlemah ukhuwah islamiyah dan menimbulkan percekcokan. Akan tetapi, kelompok ekstrem berkecenderungan membesar-besarkan masalah kecil dan memicu konflik dari hal-hal yang tidak prinsipil.

Perbedaan pendapat merupakan perangkat ilmiah yang signifikan bila diarahkan dengan baik. Sayangnya, di balik perbedaan pendapat, kelompok ekstrem mengidap cacat psikis yang seharusnya dihilangkan.

Seseorang dari kelompok ekstrem pernah melayangkan surat kepada penulis. Isi suratnya antara lain menyebutkan bahwa pada masa awal Islam, dakwah mendahului perang Akan tetapi kemudian, menurutnya, ketentuan itu dihapus sehingga menjadi: perang bisa saja dilancarkan tanpa didahului kegiatan dakwah! Penulis surat ini telah mengajukan pandangan yang tidak ilmiah. Surat itu memang mencerminkan semangat penulisnya, namun sayangnya, sang penulis menghendaki jalan pintas dan menyerang ke segala penjuru atas nama agama. Religiusitas yang tidak disertai ketulusan hati, kehalusan budi pekerti, dan kecintaan terhadap sesama makhluk, malah akan menjadi laknat bagi negara dan manusia.

Ekstremitas tidak terjadi pada kondisi sosial yang mapan. Penyimpangan psikologis tersebut terjadi pada masa krisis pandangan, ketika masalah khilafiyah dibesar-besarkan. Misalnya, posisi tangan dan kaki dalam shalat.

Perhatian mereka terhadap masalah-masalah khilafiyah sangat berlebihan. Hanya sedikit perhatian mereka terhadap pembangunan negara Islam yang ideal atau berusaha mempersiapkan hal-hal yang diperlukan bagi kemajuan peradaban Islam di masa depan.

Kelemahan lain yang lebih berbahaya adalah mereka terlampau cepat menuduh pelaku dosa sebagai kafir atau fasik. Pernah terjadi perdebatan sengit mengenai muslim yang meninggalkan shalat karena malas. Mereka memvonisnya sebagai orang kafir, harus dibunuh, dan masuk neraka selama-lamanya.

Penulis menerangkan kepada mereka, "Muslim yang meninggalkan shalat memang berdosa, tetapi hukum yang kalian sebutkan itu berlaku bagi muslim yang meninggalkan shalat karena mengingkari kewajiban syar'i. Ini karena mengingkari kewajiban dalam syariat berarti keluar dari Islam. Sedangkan orang-orang yang malas melakukan shalat masih tetap mengakui dasar pensyariatannya."

Tetap saja mereka menegaskan, "Wajib dibunuh."

Penulis kembali mengingatkan, "Mengapa kalian melupakan hadits Nabi saw. yang menjelaskan bahwa bila Allah SWT menghendaki, Ia akan menyiksa atau memaafkan seorang muslim yang malas menunaikan ajaran Islam."

Selama dosa yang diperbuat manusia tidak termasuk dosa syirik, insya Allah, Dia berkenan mengampuninya. Pendapat ini dipegang oleh mayoritas umat Islam. Sebagian mazhab bahkan menyatakan bahwa muslim yang malas menunaikan ketaatan jangan dibunuh.

Kita harus bersikap lemah lembut dan memberikan nasihat yang baik kepada-Nya. Hendaknya kita menuntunnya ke masjid untuk membiasakannya beribadah, bukan menggiringnya ke tiang gantungan. Akan tetapi amat disesalkan, umat muslim yang ekstrem senantiasa mengeluarkan pernyataan bunuh, dan menurut mereka itulah satu-satunya Islam yang benar.

Hal lain yang sering mereka perhatikan secara berlebihan adalah masalah wanita. Menurut mereka, wanita wajib menutup seluruh tubuh hingga ke kuku sekalipun, baik dalam ibadah maupun di luar ibadah, seperti keluar rumah untuk suatu keperluan yang sangat mendesak. Bagi mereka, kuku pun termasuk aurat. Kaum pria dan wanita tidak boleh saling mengetahui sedikit pun!

Memang, diantara kelompok ekstrem itu ada yang benar-benar berniat baik dan berkeinginan memperoleh ridha Allah. Akan tetapi, kekurangannya adalah kedangkalan pengetahuan dan pemahaman keislamannya. Andaikan mereka berwawasan luas, tentu semangat dan komitmen mereka akan sangat bermanfaat bagi Islam.

Pernah terjadi di sebuah desa, seorang lurah menulis dan mengirimkan sepucuk surat kepada imam sebuah masjid. Surat itu menerangkan kedatangan seorang penyuluh pertanian ke desa mereka. Karenanya, masyarakat diminta berkumpul untuk menyimak penyuluhan tersebut.

Ketika imam hendak berbicara dengan menggunakan pengeras suara, seorang pelajar berkata, "Nabi saw. melarang kita mencari barang yang hilang di dalam masjid." Dia berkata lagi "Sesungguhnya shalat didirikan hanya untuk Allah (maksud pemuda ini, masjid hanya digunakan untuk ibadah ritual saja -peny.)." Ia berusaha mencegah imam mengambil pengeras suara. Pertengkaran memuncak. Maka si pelajar berteriak, "Mikrofon ini tidak akan bisa diambil kecuali setelah melangkahi mayat saya!"

Sesungguhnya analogi yang dibuat sang pelajar antara penyuluhan pertanian dengan mencari unta yang hilang adalah analogi yang tidak tepat. Tidak perlu mempertaruhkan nyawa untuk masalah semacam ini.

Para pendidik dan pemimpin hendaknya menyikapi para pemuda yang bersikap ekstrem dengan penuh kearifan. Merupakan suatu keharusan untuk meminta bantuan para ulama yang peka dan independen untuk membina mereka. Ini karena mereka enggan berkolusi, apalagi dibina, oleh orang-orang yang berada dalam lingkaran kekuasaan.

Wallahu a'lam bishshawab.

(sebelum, sesudah)


Kebangkitan Islam dalam Perbincangan Para Pakar (As-Shahwatul Islamiyah Ru'yatu Nuqadiyatu Minal Daakhili) Penerbit GEMA INSANI PRESS Jl. Kalibata Utara 11 No. 84 Jakarta 12740 Telp. (021) 7984391-7984392-7988593 Fax. (021) 7984388

 

Indeks Islam | Indeks Artikel
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team