| |
|
MESKIPUN berperangai keras dan berperasaan berkobar-kobar, penulis lebih mengutamakan ketenangan dan kelemahlembutan daripada sikap kasar dan serampangan. Penulis menekankan diri pada penggunaan logika (sikap rasional), walaupun terkadang jiwa penulis tak menyukainya. Ini karena penulis menyadari bahwa tujuan final semua ini adalah memperoleh kebaikan dunia dan akhirat. Beberapa waktu lalu terjadi perdebatan keras antara penulis dan para pemuda aktivis Islam. Dalam diskusi tersebut, penulis berusaha mendengar dan sedikit berkomentar. Baru pada fase terakhir penulis berupaya mengeluarkan pandangan berdasarkan seluruh pngetahuan yang penulis miliki. Salah seorang aktivis itu mengatakan, "Anda menuduh kami ekstrem, mengapa tidak Anda jelaskan sikap pihak lain dan Anda ungkapkan kepada kami jalan yang ditempuhnya, apakah dia seorang yang moderat atau ekstrem?" Ada pula yang berkata, "Orang telah memperlakukan kita begini ... begitu, mereka membantai dan mengoyak-ngoyak kita!" Kemudian penulis menjawab, "Orang yang Anda sebut itu telah bertahun-tahun wafat dan lenyap bersama apa yang diperbuatnya. Semoga Allah SWT merahmatinya." Mendengar jawaban penulis, seorang pemuda langsung berteriak, "Tidak ada rahmat Allah dan ampunan-Nya bagi orang seperti dia. Bila Rasulullah saw. memintakan ampunan baginya maka Allah tidak akan mengampuninya. Tidakkah Anda membaca firman Allah perihal tersebut,
Pemuda itu melanjutkan, "Apa yang hendak Anda katakan mengenai seorang yang menghina bangsa Arab dan mengokohkan kekuasaan bangsa Yahudi? Apa yang Anda katakan mengenai orang yang mencampakkan lembaga-lembaga syariat dan peninggalan Islam serta memecah belah kelompok-kelompok harakah atau memata-matai kegiatan mereka. Apa yang hendak Anda katakan mengenai orang yang membunuh beribu-ribu orang mukmin dalam penjara secara keji, menyiksa ratusan muslimin yang dianggap tidak loyal karena menjaga jarak dengannya, menghinakan orang yang dimuliakan Allah dan memuliakan orang yang dihinakan Allah, dan dia tidak meninggalkan dunia kecuali setelah menceburkan wajah-wajah umat Islam ke dalam kepekatan dan kerugian? Dia telah memberikan tempat kepada musuh-musuh Allah suatu wilayah yang tidak pernah mereka saksikan selama seribu tahun!" Penulis mengatakan padanya, "Janganlah Anda merenungkan derita lama. Sibukkanlah diri Anda dengan membangun Islam. Usahakan agar agenda ini yang menguasai pikiranmu. Hal ini lebih baik daripada menuntut balas dendam. Dengarkanlah hakikat Islam dari para tokoh pendidik dan ulama. Jangan merasa cukup hanya dengan membaca sebagian buku." Dengan emosi yang meluap anak muda itu berkata, "Tokoh-tokoh ulama?" Mereka diperintah untuk menyambut kunjungan Makarius pembantai Islam di Cyprus, maka para ulama al-Azhar menyambutnya dengan meriah. Hal lain adalah penganugerahan gelar Honoris Causa dalam bidang filsafat kepada Ir. Soekarno, presiden pertama Indonesia yang condong kepada kaum komunis. Anehnya, para tokoh ulama ini berkumpul dan menganugerahkan gelar tersebut kepadanya. Universitas al-Azhar contoh berikutnya adalah sewaktu peletakan batu pertama pembangunan sebuah gereja, maka wakil dari al-Azhar yang menerima perintah dari penguasa pemerintahan segera melaksanakannya. Padahal dalam sejarah Vatikan sendiri tidak pernah terjadi pembebanan kepada penganut Katolik untuk meletakkan batu pertama pembangunan gereja yang tidak sealiran dengan mereka. Di mata para pemuda aktivis tersebut, para ulama bungkam terhadap berbagai kezaliman yang menggerogoti kemuliaan dan keberanian umat Islam yang mayoritas ini. Para ulama puas dengan menganjurkan ketakwaan, sedangkan para pemuda mengarah pada pembentukan sebuah negara religius atas dasar prinsip-prinsip Islam. Sebagai tanggapan, penulis katakan, "Wahai ananda, tidak semua ulama seperti yang Anda sebutkan. Jika Anda dan rekan-rekan menempuh jalan kekerasan seperti itu, maka Anda tak akan dapat kembali." Kepemimpinan UmatSesungguhnya kaum Khawarij, yang pernah ada sebelum para aktivis muda ini, telah melakukan berbagai penyimpangan. Akhirnya mereka terkubur oleh sejarah dalam waktu singkat. Orang-orang yang menjalankan risalah Islam bukanlah para penguasa yang jahat atau para penyeleweng yang bodoh, melainkan para ulama dan fuqaha yang ikhlas mendidik dan memimpin umat Islam. Apakah penulis harus mengatakan bahwa Yahudi lebih cerdik daripada kita? Salah seorang pemuda bertanya, "Apa maksud Anda?" Kemudian penulis menjelaskan, "Ketika mereka mengadakan Kongres Internasional di Swiss untuk mendirikan negara lsrael, mereka berhasil menentukan beberapa strategi yang terus dipelajari. Seorang pemimpin Yahudi, Hertzel, mengatakan bahwa Israel akan berdiri lima puluh tahun yang akan datang. Ternyata, separuh abad kemudian berdirilah negara Israel!" Seseorang tidak melakukan sesuatu untuk diri dan anaknya. Dia menanam tanaman yang dapat dipanen pada masa mendatang. Mungkin yang memanen nanti adalah cucu-cucunya. Yang penting bukanlah melihat hasil kerja kita, melainkan tercapainya tujuan yang telah dicanangkan. Untuk mencapai suatu tujuan besar, orang-orang Yahudi telah menyediakan waktu setengah abad. Dalam kurun waktu tersebut, mereka menyelesaikan berbagai problem yang bertumpuk. Mereka telah memprediksi secara matang bahwa untuk menyelesaikan permasalahan tersebut tidak bisa dilakukan secara tergesa-gesa, apalagi secara emosional. Adalah sebuah kezaliman bila penulis membawa generasi zaman ini pada kesalahan-kesalahan besar yang kita temui. Kesalahan-kesalahan itu merupakan batu-batu pengkhianatan sosial-politik yang telah lama terjadi. Maka bagaimana mereka berpikir untuk melenyapkannya dengan langkah yang tergesa-gesa dan jihad yang relatif singkat? Pada waktu Rasulullah saw. mengumandangkan akidah tauhid, ratusan patung berdiri di dalam Ka'bah dan sekitarnya. Kapan berhala-berhala itu dapat dihancurkan? Pada tahun ke 21 dari total 23 tahun perjalanan dakwah beliau! Sedangkan kawula muda aktivis menginginkan dakwah tauhid di pagi hari, kemudian berhasil menghancurkan berhala-berhala di petang hari! Maka akibat yang tidak dapat dihindari adalah konflik yang berkepanjangan, kesulitan yang bermunculan, dan mengambil jalan pintas yang fatal atas nama Islam. Penulis ingin menegaskan kembali kepada para pemuda bahwa menegakkan Islam adalah suatu persoalan, dan menguasai kelompok-kelompok manusia dengan pemerintahan adalah persoalan lain pula. Upaya menegakkan Islam menuntut prasyarat yang besar, seperti keyakinan, keikhlasan, dan hubungan baik dengan Allah SWT, disamping juga membutuhkan pengalaman hidup dan hubungan dengan masyarakat, rekan-rekan, dan musuh. Sedangkan pemerintahan berfungsi sebagai penguat upaya menegakkan Islam. Sesungguhnya ada orang-orang yang sengaja menggunakan nama Islam sebagai kedok. Mereka melakukan hal-hal negatif yang dengan sendirinya telah menodai Islam. Beberapa orang telah mempelajari hukum yang dapat mengantarkan dirinya ke jenjang yang lebih tinggi dalam pemerintahan karena tujuan kesuksesan individu, mencari popularitas, dan gila kedudukan. Sebagian manusia yang mempelajari hukum padahal dia sama sekali tidak mengetahui mengenai hubungan antarnegara, hubungan internasional, agen-agen rahasia, dan sistem hubungan yang lain. Sebagiannya lagi mempelajari hukum dengan mengatasnamakan Islam padahal dia tidak mengetahui aliran-aliran dalam Islam, baik yang ushul maupun yang furu'. Seandainya hukum yang dipahami oleh orang-orang yang berwawasan terbatas itu ditegakkan, tentu akan berakibat buruk bagi saudara-saudaranya sesama muslim. Dikhawatirkan mereka yang juga tidak banyak mengetahui keluasan syariat Islam justru akan memilih pemerintahan kafir yang dianggapnya adil! Penulis mengenal sekelompok orang yang membicarakan ide pendirian negara Islam, padahal wawasan mereka dipenuhi pandangan bahwa syura tidak dapat memaksa penguasa, zakat tidak wajib kecuali dalam empat jenis tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan, haramnya partai oposisi dalam Islam, memperbincangkan hak-hak manusia itu bid'ah, dan seterusnya. Apakah figur-figur semacam ini pantas mempersoalkan topik pendirian negara Islam? Penulis sendiri terkadang merasa belum sampai pada derajat keikhlasan sebagaimana yang seharusnya setelah mengevaluasi kembali motif-motif di dalam jiwa. Ternyata motif-motif keduniawian sempat meracuni diri penulis sehingga penulis menderita dan menyesal. Akhirnya, penulis berpendapat bahwa dengan kesalahan ini penulis tidak patut memimpin orang lain. Kalimat Allah SWT adalah segala-galanya. Bila Allah berkenan menghancurkan kezaliman, Ia tidak menggantikannya dengan kezaliman yang serupa sesudahnya, melainkan menggantikannya dengan orang-orang Islam yang adil dan saleh. Al-Qur'an menggambarkan,
Bagi orang yang hendak berkhidmat terhadap Islam dan mendirikan negara atas nama Islam, ada persyaratan yang mesti dimiliki, yaitu kesempurnaan jiwa dan intelektual. Untuk mencapai kesempurnaan ini tidak mungkin dicapai secara tiba-tiba, melainkan terbentuk seiring dengan proses kejiwaan yang sangat panjang. Dengan berlindung kepada Allah, penulis terpaksa mengkritik golongan-golongan tertentu dengan didasari motivasi ingin menjaga kebangkitan Islam dari cela-cela yang tidak mengantarkan kita pada tujuan yang telah ditetapkan. Sebab-sebab Ekstrem KeagamaanKeberagamaan yang menyimpang tentu mempunyai sebab-sebab psikologis dan lainnya yang dapat diamati. Sebab-sebab ini dapat dicermati pada pernyataan dan perilaku seseorang serta ekspresi sikap seseorang terhadap orang lain dan segala sesuatu. Sebab-sebab itu mempunyai kadar masing-masing, yaitu lemah dan kuat, sedikit dan banyak. Akan tetapi, walau bagaimanapun kondisinya, sebab-sebab ini tetap mempunyai pengaruh yang dalam terhadap pandangan seseorang. Padahal seharusnya, ibadah-ibadah yang telah disyariatkan Allah kepada manusia dapat menyucikan jiwa, memelihara cela-cela lahir dan batin, serta menjaga tingkah laku dari penyelewangan, durhaka, dan berbuat serampangan. Hal ini dapat terwujud jika orang-orang yang beribadah menghayati hakikat ibadahnya. Hati nurani dan mata hatinya bersujud kepada Allah semata ketika anggota badannya melakukan sujud serta bergetar jiwanya ketika lidahnya mengucapkan bacaan shalat. Akan tetapi, bila ibadah-ibadah yang selama ini dilakukannya baru sampai pada kulitnya, maka wajar jika ibadah-ibadah itu tidak memberikan pengaruh pada perilakunya. Pada suatu hari, penulis sedang menulis tentang "Kesalahan di Seputar Dakwah." Saat itu penulis bertanya dalam hati, "Apa yang Anda harapkan dari orang yang bertabiat jelek kecuali nasihat-nasihat dengan kalimat yang pedas dan ungkapan-ungkapan yang kasar?" Tabiat sebagian orang dapat mengubah agama dari sudut pandangnya yang orisinal menjadi agama dalam sudut pandang tabiatnya yang buruk. Maka orang itu dapat menggantikan agama, yang berfungsi sebagai petunjuk, menjadi penghalang datangnya petunjuk. Al-Qur'an telah mengingatkan akan bahaya sekelompok penginjil dan pendeta yang menjadikan agama sebagai kerahiban yang dapat merusak fitrah dan menolak manfaat. Firman Allah,
Sekelompok orang semacam ini berbahaya bagi eksistensi agama-agama, Sebuah syair menyatakan,
Sebab-sebab psikologis mulai tumbuh sejak masa kanak-kanak, bahkan terkadang terwarisi secara genetis. Jika pendidikan tidak berhasil melenyapkan sebab-sebab psikologis ini, maka dia akan tumbuh terus pada diri sang anak sampai usia remaja dan tetap berakar dalam tabiatnya hingga masa tua. Silahkan melihat orang seperti Abu Sufyan, pemimpin senior yang terkemuka di Mekah pada masa jahiliah. Dia dikenal oleh masyarakat sebagai orang yang gemar kemegahan. Abbas r.a. pernah mengusulkan kepada Rasulullah saw. agar beliau berkenan menerangkan sesuatu yang dapat menenangkan hatinya setelah tauhid berhasil mendominasi kehidupan kota Mekah. Nabi saw. mengabulkan keinginan pamannya dan bersabda,
Abu Sufyan bergembira karena disebut-sebut namanya dan membuka jalan untuk menyerahkan Mekah tanpa pertempuran. Kadangkala cela psikis bersembunyi di balik semangat memperjuangkan nilai-nilai dan ketegasan membela kebenaran. Contoh yang paling jelas adalah seseorang yang menyangsikan keadilan Rasulullah saw. dalam membagi harta rampasan perang. Orang tersebut berkata, "Pembagian tidak dilakukan karena Allah." Hebatnya, Rasulullah saw. adalah pribadi muslim yang paling sabar dan bijak. Menghadapi masalah seperti itu, Nabi saw. menganggap kelemahan demikian disebabkan oleh godaan dunia karena belum kokohnya keyakinan dalam hati sebagian muslim. Sesungguhnya, terburu-buru menuduh hamba Allah yang paling mulia, Rasulullah saw., adalah refleksi penyakit batin! |
|
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota |