| |
|
III. INJIL EMPAT, SUMBER-SUMBER DAN SEJARAHNYA Dalam karangan-karangan yang ditulis pada permulaan sejarah agama Kristen, Injil baru disebutkan, lama sesudah surat-surat Paulus. Bukti-bukti tentang adanya lnjil-Injil baru terdapat pada pertengahan abad II M, dan lebih tepat lagi sesudah tahun 140, padahal banyak pengarang-pengarang Kristen dari permulaan abad II sudah mengetahui adanya surat-surat Paulus. Pernyataan-pernyataan yang dimuat dalam l'Introduction a la Traduction oecumeniq de la Bible Nouveau Testament (Pengantar kepada terjemahan bersama Protestant, Katolik - Perjanjian Baru) cetakan tahun 1972 tersebut, perlu diingat betul-betul, dan perlu diingat pula bahwa buku Pengantar tersebut adalah hasil karya kolektif yang mengumpulkan sarjanae-sarjana Protestant dan Katholik yang jumlahnya lebih dari 100 orang. Injil yang kemudian menjadi resmi atau Kanonik, baru diketahui lama sesudah itu, meskipun redaksinya sudah selesai pada permulaan abad II. Menurut terjemahan ekumenik orang mulai menyebutkan riwayat-riwayat Injil mulai pertengahan abad II, "akan tetapi selalu sukar untuk menetapkan apakah riwayat-riwayat itu disebutkan menurut teks tertulis atau hanya menurut ingatan-ingatan fragmen daripada tradisi lisan." "Sebelum tahun 140 tak ada bukti-bukti bahwa ada orang yang mengetahui tentang kumpulan fasal-fasal Injil; begitulah yang kita baca dalam komentar mengenai terjemahan Bibel." Keterangan tersebut di atas bertentangan dengan apa yang ditulis oleh A. Tricot (tahun 1960) dalam komentar terjemahan Perjanjian Baru. "Dari pagi-pagi semenjak permulaan abad II, telah ada kebiasaan memakai perkataan Injil, untuk menunjukkan fasal-fasal yang disekitar tahun 150 Yustin menamakan memoar para Rasul." Pernyataan yang semacam itu sangat sering sehingga akibatnya orang awam mempunyai gambaran yang keliru tentang waktu pengumpulan Injil. Injil-Lnjil menjadi suatu kesatuan satu abad setelah Yesus tidak ada lagi, dan bukan sebelum itu. Terjemahan Ekumenik Bibel mengira-ngirakan bahwa Injil yang empat itu mendapat status sebagai Injil Kanonik sekitar tahun 170. Pernyataan Yustin yang mengatakan bahwa para pengarang Injil adalah para rasul (sahabat Yesus) tak dapat lagi diterima pada waktu ini, seperti yang akan kita lihat nanti mengenai waktu penyusunan Injil-Injil. A. Tricot menerangkan bahwa Injil Matius, Markus dan Lukas telah disusun sebelum tahun 70. Pernyataan tersebut tidak dapat diterima kecuali yang mengenai Markus. Juru tafsir, A. Tricot ini, seperti juru-juru tafsir lainnya merasa berbuat amal kebajikan untuk melukiskan bahwa para penulis Injil adalah rasul-rasul atau sahabat-sahabat Yesus, dan dengan begitu maka ia memajukan waktu penyusunannya sehingga dekat kepada waktu hidupnya Yesus. Adapun Yahya yang oleh A. Tncot digambarkan sebagai seorang yang hidup sampai tahun 100, orang-orang Kristen biasa membaca namanya disebutkan dekat Yesus dalam peristiwa-peristiwa penting, akan tetapi sangat sukar untuk memastikan bahwa orang itu adalah pengarang Injil yang membawa nama Injil Yahya. Rasul Yahya (sebagai juga Matius), bagi A.Tricot dan beberapa ahli tafsir lainnya adalah saksi yang cakap dan boleh dipercaya mengenai kejadian-kejadian yang diriwayatkannya; tetapi kebanyakan ahli kritik tidak menerima hypotesa yang mengatakan bahwa sahabat Yahya itu adalah pengarang Injil keempat Tetapi jika empat Injil itu tidak dapat dianggap secara memuaskan sebagai memoar para rasul atau para sahabat Yesus, darimanakah asal Injil-Injil itu? O.Culmann dalam bukunya: Perjanjian Baru (1967), Presses Universitaire de France, menulis bahwa "para pengarang Injil adalah juru bicara dari masyarakat Kristen asli yang menentukan tradisi lisan; selama 30 tahun atau 40 tahun, Injil hanya ada dalam bentuk tradisi lisan; tradisi meriwayatkan kata-kata atau hikayat-hikayat yang terpisah-pisah. Para pengarang Injil menghubungkan hal-hal yang terpisah itu, masing-masing menurut caranya dan seleranya serta perhatian teolognya yang khusus. Pengelompokan kata-kata Yesus sebagai rangkaian riwayat-riwayat dengan kata-kata penghubung yang kabur seperti: sesudah itu, selekasnya, dan lain-lain yang terdapat dalam Injil-Injil Sinoptik9 hanya merupakan susunan literer dan tidak mempunyai dasar sejarah." Pengarang tersebut meneruskan: "Kita harus ingat bahwa yang menjadi pedoman kelompok primitif (asli) dalam menentukan tradisi mengenai kehidupan Yesus bukan perhatian terhadap sejarah hidup Yesus, akan tetapi kebutuhan untuk berdakwah untuk pendidikan dan untuk beribadah. Para rasul menggambarkan kebenaran kepercayaan yang mereka dakwahkan dengan cara meriwayatkan kejadian-kejadian dalam kehidupan Yesus. Khotbah-khotbah mereka itulah yang menentukan hikayat-hikayat tersebut. Kata-kata Yesus diriwayatkan khususnya dalam pengajaran kateketiknya Gereja asli. Para penyusun "Terjemahan Ekumenik dari pada Bibel" tidak menyebutkan mengenai penyusunan Bibel kecuali terbentuknya tradisi lisan di bawah pengaruh nasehat-nasehat murid Yesus dan juru-juru dakwah lainnya. Pemeliharaan bahan-bahan tersebut dalam Injil adalah dengan jalan dakwah, liturgi, pengajian-pengajian para penganut agama yang setia. Kemungkinan tersusunnya bentuk tertulis mengenai kepercayaan, kata-kata tertentu danpada Yesus seperti Hikayat Penyaliban umpamanya, para pengarang Injil memakai bentuk tertulis bersama dengan tradisi oral untuk menghasilkan teks yang sesuai dengan lingkungan yang bermacam-macam, untuk memenuhi kebutuhan Gereja, untuk menunjukkan pemikiran tentang kitab suci, untuk membetulkan yang salah dan untuk menjawab argumentasi lawan. Dengan begitu maka para pengarang Injil mengumpulkan secara tertulis hal-hal yang mereka dapatkan sebagai tradisi lisan, masing-masing menurut pandangan dan seleranya." Sikap kolektif yang diperlihatkan oleh 100 ahli tafsir Perjanjian Baru Katolik dan Protestant berbeda sekali dengan garis yang ditetapkan oleh Konsili Vatikan II dalam penyusunan dogmatik tentang Wahyu, yaitu penyusunan yang dikerjakan antara tahun 1962 dan tahun 1965. Kita telah menyebutkan di atas tentang dokumen penting yang dihasilkan oleh Konsili tersebut mengenai Perjanjian Lama. Konsili Vatikan II telah mengatakan bahwa fasal-fasal Perjanjian Lama mengandung hal-hal yang tidak sempurna dan lemah (imparfait et caduc), akan tetapi Konsili tersebut tidak memberikan "reserve" yang sama terhadap Injil. Sebaliknya Konsili tersebut menyebutkan: "Semua orang tahu bahwa di antara tulisan-tulisan Kitab suci, termasuk yang terdapat dalam Perjanjian Baru, Injil-Injil menunjukkan kelebihan yang menonjol, karena Injil itu merupakan kesaksian yang tertinggi tentang kehidupan dan ajaran kata Tuhan yang menjelma menjadi manusia, juru selamat kita. Di mana saja dan kapan saja, Gereja selalu mempertahankan bahwa empat Injil itu berasal dari para Rasul (sahabat Isa). Injil-Injil itu adalah apa yang telah diceramahkan oleh para Rasul dengan mengikuti perintah Yesus. Oleh karena itu maka para Rasul dan orang-orang yang selalu dekat dengan mereka, telah mendapat inspirasi suci dari Ruhul Kudus dan meriwayatkan tulisantulisan yang merupakan dasar kepercayaan Kristen, yakni Injil, dengan empat bentuknya yaitu Injil Matius, Injil Markus, Injil Lukas dan Injil Yahya." "Ibu Suci (Gereja) selalu berpegang dengan kuat bahwa empat Injil yang diberi sifat bersejarah telah menyampaikan dengan penuh amanat segala apa yang diperbuat dan diajarkan oleh Yesus, putra Tuhan, selama ia hidup di antara manusia sampai ia diangkat ke langit. Para pengarang suci kemudian menyusun Injil empat yang memberikan kepada kita segala yang benar dan jujur mengenai Yesus." Kata-kata yang kita kutip daripada Konsili Vatikan II itu menunjukkan secara tegas kepercayaan bahwa Injil telah meriwayatkan perbuatan dan perkataan Yesus. Akan tetapi kita merasakan ketidakserasian antara pernyataan Konsili tersebut dengan pernyataan pengarang-pengarang yang kita sebutkan sebelumnya, khususnya kata kata R.P. Kannengiesser: "Kita tidak boleh memahami Injil-lnjil secara harafiah, oleh karena Injil itu merupakan tulisan-tulisan daripada keadaan-keadaan tertentu atau tulisan-tulisan perjuangan yang penulis-penulisnya memelihara tradisi masyarakat mereka mengenai Yesus dengan tulisan." "Injil-Injil adalah teks-teks yang menyesuaikan diri dengan bermacam-macam lingkungan, memenuhi kebutuhan-kebutuhan Gereja, melontarkan pikiran-pikiran mengenai Kitab suci, membetulkan kesalahan-kesalahan dan menjawab argumentasi lawan. Dengan begitu, Injil-injil mengumpulkan dan menuliskan apa yang mereka terima dari tradisi lisan, menurut pandangan-pandangan pribadi mereka." (Terjemahan Ekumenik dari Injil). Nyata sekali hahwa antara deklarasi Konsili Vatikan dan sikap-sikap yang lebih baru terdapat kontradiksi. Tidak mungkin untuk menyesuaikan deklarasi Vatikan II yang mengatakan bahwa dalam Injil, kita menemukan riwayat yang jujur tentang perbuatan dan perkataan Yesus, dengan adanya kontradiksi, kekeliruan, kemustahilan material dan pemberitaan yang bertentangan dengan realitas ilmiah yang sudah pasti. Sebaliknya, jika kita memandang Injil sebagai ekspresi dari pandangan-pandlangan pribadi dari orang-orang yang mengumpulkan tradisi-tradisi lisan yang terdapat dalam bermacam-macam kelompok, kita tidak merasa heran jika kita menemukan dalam Injil-Injil itu keterangan-keterangan yang menunjukkan bahwa Injil-lnjil tersebut ditulis oleh orang-orang dalam suasana yang telah kita terangkan di atas. Mereka itu dapat saja merupakan orang-orang yang sangat jujur walaupun mereka itu meriwayatkan hal-hal yang memuat kontradiksi dengan pengarang-pengarang lain karena mereka sendiri tak pernah merasa curiga akan kebenarannya, atau mungkin sekali karena ada persaingan keagamaan antara dua kelompok, mereka itu menyajikan riwayat kehidupan Yesus menurut kaca mata yang sangat berlainan dengan kaca mata lawannya. Kita telah membaca bahwa konteks sejarah adalah sesuai dengan cara memandang Injil seperti tersebut. Bahan-bahan untuk menyelidiki Injil yang kita miliki semua menguatkan pandangan semacam itu. |
|
|
|
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota |