Kata Pengantar (2/2)

Indeks Islam | Indeks Bucaille | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

Kritik teks, suatu ilmu yang  telah  dibagi-bagi  dalam
jurusan-jurusan   telah  berguna  untuk  membuka  tabir
tentang adanya persoalan-persoalan yang sangat penting,
akan  tetapi  kita  sering merasa sangat kecewa membaca
buku-buku yang dinamakan kritik, tetapi  yang  nyatanya
berhadapan   dengan  kesulitan-kesulitan  interpretasi,
hanya  dapat  menyajikan  argumentasi  apologetik  yang
dimaksudkan  unhwk  menutupi kejahilan pengarang. Dalam
keadaan semacam ini, bagi orang yang  tetap  memelihara
kekuatan  berfikir dan secara obyektif, kontradiksi dan
kesalahan akan  tetap  berkesan;  ia  akan  menyesalkan
sikap    yang    berlawanan    dengan   logika,   untuk
mempertahankan bagian-bagian yang mengandung  kesalahan
dalam   Kitab   Suci.   Hal  yang  semacam  ini  sangat
membahayakan keutuhan  kepercayaan  kepada  Tuhan  Yang
Maha Esa bagi orang-orang yang terpelajar.
 
Bagaimanapun juga pengalaman menunjukkan bahwa walaupun
sebagian orang  dapat  menunjukkan  beberapa  kesalahan
semacam  itu,  namun  mayoritas  besar dan umat Kristen
tidak  tahu-menahu  tentang  adanya,  dan  tetap  tidak
mengetahui  ketidaksesuaian-ketidaksesuaian  kitab suci
dengan  pengetahuan  umum  yang  kadang-kadang   bahkan
bersifat elementer.
 
Islam  mempunyai Hadits, dan Hadits ini dapat disamakan
dengan Injil. Hadits  adalah  kumpulan  kata-kata  Nabi
Muhammad   serta  riwayat  tindakan-tindakannya.  Injil
adalah seperti Hadits  dalam  soal-soal  yang  mengenai
Nabi  Isa.  Kumpulan  yang  pertama dari Hadits ditulis
beberapa puluh tahun sesudah  wafatnya  Nabi  Muhammad,
sebagaimana  Injil ditulis orang sesudah beberapa puluh
tahun setelah Nabi Isa wafat.  Kedua-duanya,  merupakan
kesaksian manusia tentang kejadian-kejadian dalam waktu
yang sudah lampau. Berlainan dari apa yang dikira  oleh
orang  banyak,  Injil  empat  (Matius,  Lukas,  Markus,
Yahya) dikarang oleh orang-orang yang tidak menyaksikan
kejadian-keiadian  yang  termuat  dalam Injil tersebut.
Keadaannya sama dengan kumpulan Hadits.
 
Perbandingan antara Hadits  dan  Injil  harus  berhenti
disini,  oleh  karena  jika kita membicarakan kebenaran
Hadits ini atau Hadits  itu,  kita  akan  mirip  kepada
orang   yang  kembali  kepada  abad-abad  pertama  dari
Gereja, di mana  orang  hanya  menentukan  Injil  empat
walaupun di antara empat itu terdapat kontradiksi dalam
beberapa persoalan. Adapun Injil-Injil  yang  ada  pada
waktu  itu  harus  disembunyikan,  itulah sebabnya maka
Injil-Injil  selain  yang  empat  itu  dinamakan  Injil
apokrif yakni yang tersembunyi.
 
Ada  lagi  perbedaan yang fundamental antara Kitab Suci
dalam agama Masehi dan dalam Islam  yaitu  bakwa  agama
Masehi  tidak mempunyai teks yang diwahyukan, jadi teks
yang tetap,  sedang  Islam  mempunyai  Al  Qur-an  yang
memenuhi syarat wahyu dan tetap.
 
Al  Qur-an  adalah  penjelmaan wahyu yang diterima oleh
Muhammad dari Tuhan dengan perantaraan Jibril.  Setelah
ditulis,  dan dihafal, Qur-an dibaca oleh kaum muslimin
di waktu sembahyang dan khususnya pada bulan  Ramadlan,
Al  Qur-an  dibagi-bagi  dalam  surat-surat  oleh  Nabi
Muhammad sendiri. Setelah Nabi Muhammad meninggal, pada
zaman Khalifah Usman (tahun 12-14 setelah wafatnya Nabi
Muhammad) Qur-an  dibukukan  sehingga  menjadi  seperti
yang kita lihat sekarang.
 
Berbeda  sekali  dengan  apa  yang terjadi dalam Islam,
wahyu   (Kitab   Suci)    Kristen    didasarkan    atas
kesaksian-kesaksian  manusia  yang  bermacam-macam  dan
tidak langsung. Orang Kristen tak  mempunyai  kesaksian
dari  seorang  saksi  hidup  dari zaman Yesus, walaupun
banyak sekali orang Kristen  tak  mengetahui  hal  ini.
Dengan    begitu    maka   timbullah   soal   kebenaran
(autentitas) teks kitab suci  Kristen  dan  teks  kitab
suci Islam.
 
Di  samping  hal  tersebut  di atas, konfrontasi antara
teks Kitab Suci Kristen dengan penemuan-penemuan ilmiah
selalu menjadi bahan pemikiran manusia. Mula-mula orang
berpendirian bahwa keserasian antara Kitab Suci (Injil)
dan  Sains  merupakan  unsur yang pokok dalam kebenaran
(autentitas) teks Kitab  Suci.  Santo  Agustinus  dalam
suratnya  no.  82  yang  akan  kami  muat  nanti, telah
menetapkan prinsip tersebut  secara  formal.  Kemudian,
setelah     Sains     berkembang,     terasa     adanya
perbedaan-perbedaan  antara   Bibel   dan   Sains   dan
pemimpin-pemimpin  agama  Kristen tidak mengadakan lagi
pendekatan  antara   keduanya.   Dengan   begitu   maka
timbullah  suatu  situasi yang berbahaya dan pada waktu
ini berhadapanlah  ahli  Bibel  dan  para  ahli  Sains.
Sesungguhnya  tak  mungkin orang mengatakan bahwa wahyu
Illahi dapat menyebutkan sesuatu hal yang secara ilmiah
sudah  dibuktikan  keliru.  Hanya  ada satu jalan untuk
penyesuaian   logis,  yaitu  dengan  mengatakan   terus
terang  bahwa bagian-bagian dari Bibel yang menyebutkan
hal-hal yang tidak dapat diterirna  oleh  Sains,  harus
dinyatakan  salah.  Tetapi  pemecahan persoalan seperti
tersebut tidak pernah dilakukan.  Orang  Kristen  tetap
berpegang  teguh  kepada  kemurnian teks Bibel, dan hal
ini memaksa  ahli-ahfi  tafsir  Injil  untuk  mengambil
sikap yang bertentangan dengan akal ilmiah.
 
Islam, seperti Santo Agustinus bersikap terhadap Bibel,
mengatakan bakwa antara teks Al Qur-an dan  fakta-fakta
ilmiah  selalu  ada  keserasian.  Penyelidikan  teks Al
Qur-an pada zaman modern  tidak  menunjukkan  perlunya,
peninjauan  baru  tentang  sikap  tersebut.  Al Qur-an,
sebagai  nanti  akan  diterangkan  secara   terperinci,
menyebutkan  fakta-fakta yang banyak hubungannya dengan
Sains, dan dalam jumlah yang jauh lebih besar  daripada
masalah-masalah   dalam  Injil.  Tak  ada  perbandingan
antara jumlah terbatas daripada  sikap  Injil  mengenai
pengetahuan dengan jumlah yang besar daripada soal-soal
ilmiah yang tersebut dalam Al Quran. Tak ada  soal-soal
yang  tersebut  dalam  Al Qur-an yang dapat dibohongkan
oleh Sains. Inilah hasil yang pokok  dari  penyelidikan
ini.
 
Di  lain pihak pembaca akan mendapatkan pada akkir buku
ini bahwa mengenai kumpulan sabda-sabda  Nabi  (hadits)
yang  tidak  merupakan  teks wahyu Qur-an, keadaan agak
berlainan, karena beberapa hadits  tertentu  tak  dapat
diterima menurut Sains. Hadits-hadits semacam itu telah
diselidiki   menurut   prinsip-prinsip   Qur-an    yang
menganjurkan pemakaian fakta dan akal dan sebagai hasil
penyelidikan  ini,  beberapa  Hadits  telah  dinyatakan
tidak autentik (tidak benar).
 
Pemikiran  tentang  ciri-ciri  yang dapat diterima atau
ditolak  secara  ilmiah  mengenai  teks   Kitab   Suci,
memerlukan  suatu  penjelasan. Jika kita bicara tentang
hasil ilmiah, kita maksudkan hanya hal-hal  yang  sudah
dinyatakan  secara  definitif. Dengan begitu kita harus
menjauhkan   theori-theori   explicatif    (teori-teori
penafsiran)  yang  berfaedah  untuk  memberi penjelasan
tentang sesuatu fenomena, tetapi yang mungkin  sebentar
lagi  terpaksa  dihapuskan  dan  diganti  dengon theori
lainnya yang lebih sesuai dengan  perkembangan  ilmiah.
Yang  saya selidiki di sini adalah fakta-fakta yang tak
dapat dikembalikan  kepada  masa  sebelumnya,  walaupun
Sains  hanya  memberi  penjelasan yang kurang sempurna,
tetapi  cukup  kuat   dan   tidak   mengandung   resiko
kesalahan.
 
Umpamanya, kita tidak tahu kapan manusia mulai hidup di
atas  bumi  ini,  walaupun  secara  kira-kira;   tetapi
kemudian  telah ditemukan bekas-bekas pekerjaan manusia
yang oleh ilmu pengetakuan dianggap secara pasti  telah
terjadi  10  ribu tahun sebelum lahirnya Nabi Isa. Atas
dasar  tersebut  maka   kita   tidak   dapat   menerima
pernyataan  Bibel  bahwa asal manusia (penciptaan Adam)
adalah pada abad ke 37 sebelum Nabi  Isa  sebagai  yang
disebutkan   oleh  Perjanjian  Lama  (Kitab  Kejadian).
Mungkin dikemudian hari Sains dapat  menentukan  secara
lebih pasti dari pengetahuan kita sekarang, akan tetapi
kita sudah yakin dari sekarang bahwa tak mungkin  orang
membuktikan bahwa manusia sudah berada di bumi semenjak
5736 tahun seperti yang dikatakan oleh Perjanjian Lama.
Dengan  begitu  maka  keterangan  Bibel tentang umurnya
jenis manusia sudah terang salah.
 
Konfrontasi  dengan  Sains   tidak   akan   menyinggung
soal-soal  yang  semata-mata  bersifat  keagamaan. Jadi
Sains tak akan dapat menjelaskan cara  bagaimana  Tuhan
menampakkan   kehadiranNya   kepada   Nabi  Musa,  atau
menjelaskan rahasia yang  mengelilingi  kelahiran  Nabi
Isa   dengan  tak  mempunyai  Bapak  alamiah.  Mengenai
hal-hal tersebut Kitab-kitab Suci  juga  tidak  memberi
penjelasan. Penyelidikan dalam buku ini adalah mengenai
kejadian-kejadian alamiah bermacam-macam yang  tersebut
dalam    kitab-kitab    Suci    dan   disertai   dengan
tafsiran-tatsiran bermacam-macam pula.  Dalam  hal  ini
perlu  kita  perhatikan  kekayaan  yang  melimpah  yang
terkandung dalam  Al  Qur-an-dan  kekurangan-kekurangan
yang terdapat dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru
mengenai hal yang sama.
 
Saya menyelidiki keserasian teks  Qur-an  dengan  Sains
modern  secara obyektif dan tanpa prasangka. Mula-mula,
saya mengerti, dengan membaca terjemahan, bahwa  Qur-an
menyebutkan  bermacam-macam  fenomena  alamiah,  tetapi
dengan membaca terjemahan  itu  saya  hanya  memperoleh
pengetahuan  yang  samar (ringkas). Dengan membaca teks
Arab  secara  teliti  sekali  saya   dapat   mengadakan
inventarisasi  yang  membuktikan  bakwa Al Qur-an tidak
mengandung sesuatu pernyataan yang dapat dikritik  dari
segi pandangan ilmiah di zaman modern ini.
 
Saya  telah  melakukan  penyelidikan yang sama terhadap
Perjanjian Lama dan  Injil.  Mengenai  Perjanjian  Lama
saya  tak  perlu  menyelidiki  lebih  jauh  dari  Kitab
Kejadian untuk mendapatkan pernyataan-pernyataan;  yang
tak   dapat   disesuaikan  dengan  hal-hal  yang  sudah
ditetapkan secara pasti oleh Sains di zaman sekarang.
 
Mengenai  Injil  (Perjanjian  Baru),   dengan   membaca
genealogi  (silsilah  keturunan) Nabi Isa yang terdapat
dalam halaman  pertama,  saya  telah  terjerumus  dalam
persoalan  yang sangat serius, karena teks Injil Matius
dalam hal ini sangat kontradiksi  dengan  Injil  Lukas,
dan Injil Lukas menunjukkan ketidakserasian dengan ilmu
pengetahuan modern mengenai asal mula manusia  di  atas
bumi.
 
Adanya  kontradiksi,  ketidak  serasian  ini, saya kira
tidak akan merubah  kepercayaan  kepada  adanya  Tuhan,
karena  hal-hal tersebut hanya mengenai tulisan-tulisan
manusia. Tak ada orang yang dapat menerangkan bagaimana
teks  yang  asli  dan  yang mana yang merupakan redaksi
yang aneh dan yang mana yang merupakan  perubahan  yang
dimasukkan dengan sengaja atau yang mana yang merupakan
perubahan yang tak disengaja.
 
Yang sangat  menarik  perhatian  pada  waktu  sekarang,
adalah bahwa menghadapi kontradiksi dan ketidakserasian
dengan hasil Sains, para ahli  penyelidikan  Bibel  ada
yang  pura-pura  tidak  mengetahuinya dan ada pula yang
mengetahui   kesalahan-kesalahan   itu;   akan   tetapi
berusaha  untuk  menutupinya dengan akrobatik dialektik
(permainan kata-kata).
 
Mengenai Injil Matius dan Injil Yahya saya akan memberi
contoh tentang cara-cara apologetik yang diberikan oleh
ahli-ahli tafsir Injil yang ternama. Cara-cara menutupi
(camuflaseJ    kesalahan    atau   kontradiksi   dengan
menamakannya secara halus  "kesukaran"  biasanya  dapat
berhasil,  dan  ini  menunjukkan  bahwa  terlalu banyak
orang Kristen yang tidak mengetahui kesalahan-kesalahan
yang  serius dalam beberapa bagian dari Perjanjian Lama
dan Perjanjian  Baru.  Para  pembaca  akan  mendapatkan
contoh-contoh yang tepat dalam bagian pertama dan kedua
dalam buku ini!
 
Dalam bagian ketiga, pembaca  akan  mendapatkan  contoh
aplikasi  Sains  dalam  menyelidiki Kitab Suci, bantuan
dari  ilmu  pengetahuan  modern  untuk  lebih  memahami
ayat-ayat   Qur-an  yang  sampai  sekarang  masih  jadi
teka-teki atau masih belum dapat difahami. Hal ini  tak
perlu  mengherankan karena dalam Islam agama, dan Sains
selalu dianggap sebagai saudara  kembar.  Dari  semula,
mempelajari   Sains  merupakan  bagian  dari  kewajiban
keagamaan,  Aplikasi  ajaran  ini  telah   menghasilkan
kekayaan  ilmiah  yang melimpah pada zaman perkembangan
kebudayaan Islam, yang juga telah menjadi  sumber  bagi
Barat pada zaman sebelum renaissance.
 
Pada   zaman  sekarang  kemajuan  yang  diperoleh  oleh
manusia karena Sains  dalam  menafsirkan  ayat-ayat  Al
Qur-an  yang  selama  ini  tak  dimengerti atau disalah
tafsirkan, merupakan puncak daripada konfrontasi antara
Kitab Suci dengan Sains.


BIBEL, QUR-AN, dan Sains Modern Dr. Maurice Bucaille   Judul Asli: La Bible Le Coran Et La Science Alih bahasa: Prof. Dr. H.M. Rasyidi Penerbit Bulan Bintang, 1979 Kramat Kwitang I/8 Jakarta

 

Indeks Islam | Indeks Bucaille | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team