| |
|
II. KEASLIAN QUR-AN (2/2) Suatu Surat yang diturunkan sesudah Hijrah, menyebutkan tentang lembaran-lembaran yang di dalamnya tertulis perintah-perintah suci. Surat 98 ayat 2 dan 3: "Seorang Rasul dari Allah (yaitu Nabi Mahammad) yang membacakan lembaran-lembaran yang disucikan (Al Qur-an). Di dalamnya terdapat (isi) kitab-kitab yang lurus." Dengan begitu maka Qur-an sendiri memberitahukan bahwa penulisan Quran telah dilakukan semenjak Nabi Muhammad masih hidup. Kita mengetahui bahwa Nabi Muhammad mempunyai juru tulis-juru tulis banyak, di antaranya yang termashur adalah Zaid bin Tsabit. Dalam pengantar dalam Terjemahan Qur-annya (197) Prof. Hamidullah melukiskan kondisi waktu teks Qur-an ditulis sampai Nabi Muhammad wafat. Sumber-sumber sepakat untuk mengatakan bahwa tiap kali suatu fragmen daripada Qur-an diwahyukan, Nabi memanggil seorang daripada para sahabat-sahabatnya yang terpelajar dan mendiktekan kepadanya, serta menunjukkan secara pasti tempat fragmen baru tersebut dalam keseluruhan Qur-an. Riwayat-riwayat menjelaskan bahwa setelah mendiktekan ayat tersebut, Muhammad minta kepada juru tulisnya untuk membaca apa yang sudah ditulisnya, yaitu untuk mengadakan pembetulan jika terjadi kesalahan. Suatu riwayat yang masyhur mengatakan bahwa tiap tahun pada bulan Ramadlan, Nabi Muhammad membaca ayat-ayat Qur-an yang sudah diterimanya di hadapan Jibril. Pada bulan Ramadlan yang terakhir sebelum Nabi Muhammad meninggal, malaikat Jibril mendengarkannya membaca (mengulangi hafalan) Qur-an dua kali. Kita mengetahui bahwa semenjak zaman Nabi Muhammad, kaum muslimin membiasakan diri untuk berjaga pada bulan Ramadlan dan melakukan ibadat-ibadat tambahan dengan membaca seluruh Qur-an. Beberapa sumber menambahkan bahwa pada pembacaan Qur-an yang terakhir di hadapan Jibril, juru tulis Nabi Muhammad yang bernama Zaid hadir. Sumber-sumber lain mengatakan bahwa di samping Zaid juga ada beberapa orang lain yang hadir. Untuk pencatatan pertama, orang memakai bermacam-macarn bahan seperti kulit, kayu, tulang unta, batu empuk untuk ditatah dan lain-lainnya. Tetapi pada waktu yang sama Muhammad menganjurkan supaya kaum muslimin menghafalkan Qur-an, yaitu bagian-bagian yang dibaca dalam sembahyang. Dengan begitu maka muncullah sekelompok orang yang dinamakan hafidzun (penghafal Qur-an) yang hafal seluruh Qur-an dan mengajarkannya kepada orang-orang lain. Metoda ganda untuk memelihara teks Qur-an yakni dengan mencatat dan menghafal ternyata sangat berharga. Tidak lama setelah Nabi Muhammad wafat (tahun 632 M.), penggantinya (sebagai Kepala Negara), yaitu Abu Bakar, Khalifah yang pertama, minta kepada juru tulis Nabi, Zaid bin Tsabit untuk menulis sebuah Naskah; hal ini ia laksanakan. Atas initiatif Umar (yang kemudian menjadi Khalifah kedua), Zaid memeriksa dokumentasi yang ia dapat mengumpulkannya di Madinah; kesaksian daripada penghafal Qur-an, copy Qur-an yang dibikin atas bermacam-macam bahan dan yang dimiliki oleh pribadi-pribadi, semua itu untuk menghindari kesalahan transkripsi (penyalinan tulisan) sedapat mungkin. Dengan cara ini, berhasillah tertulis suatu naskah Qur-an yang sangat dapat dipercayai. Sumber-sumber mengatakan bahwa kemudian Umar bin Khathab yang menggantikan Abu Bakar pada tahun 634 M, menyuruh bikin satu naskah (mushaf) yang ia simpan, dan ia pesankan bahwa setelah ia mati, naskah tersebut diberikan kepada anaknya perempuan, Hafsah janda Nabi Muhammad Khalifah ketiga, Uthman bin Affan yang menjabat dari tahun 644 sampai 655, membentuk suatu panitya yang terdiri daripada para ahli dan memerintahkan untuk melakukan pembukuan besar yang kemudian membawa nama Khalifah tersebut. Panitya tersebut memeriksa dokumen yang dibuat oleh Abubakar dan yang dibuat oleh Umar dan kemudian disimpan oleh Hafsah, panitya berkonsultasi dengan orang-orang yang hafal Qur-an. Kritik tentang autentisitas teks dilakukan secara ketat sekali. Persetujuan saksi-saksi diperlukan untuk menetapkan suatu ayat kecil yang mungkin mempunyai arti lebih dari satu; kita mengetahui bahwa beberapa ayat Qur-an dapat menerangkan ayat-ayat yang lain dalam soal ibadat. Hal ini adalah wajar jika kita mengingat bahwa kerasulan Muhammad adalah sepanjang dua puluh tahun.7 Dengan cara tersebut di atas, diperolehlah suatu teks di mana urutan Surat-surat mencerminkan urutan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad ketika membaca Qur-a:n di bulan Ramadlan di muka malaikat Jibril seperti yang telah diterangkan di atas. Kita dapat bertanya-tanya tentang motif yang mendorong 3 Khalifah pertama, khususnya Uthman untuk mengadakan koleksi dan pembukuan teks. Motif tersebut adalah sederhana; tersiarnya Islam adalah sangat cepat pada beberapa dasawarsa yang pertama setelah wafatnya Nabi Muhammad. Tersiarnya Islam tersebut terjadi di daerah-daerah yang penduduknya tidak berbahasa Arab. Oleh karena itu perlu adanya tindakan-tindakan pengamanan untuk memelihara tersiarnya teks Qur-an dalam kemurnian aslinya. Pembukuan Uthman adalah untuk memenuhi hasrat ini. Uthman mengirimkan naskah-naskah teks pembukuannya ke pusat-pusat Emperium Islam, dan oleh karena itu maka menurut Professor Hamidullah , pada waktu ini terdapat naskah Qur-an (mushaf) Uthman di Tasykent8 dan Istambul. Jika kita sadar akan kesalahan penyalinan tulisan yang mungkin terjadi, manuskrip yang paling kuno yang kita miliki dan yang ditemukan di negara-negara Islam adalah identik. Begitu juga naskah-naskah yang ada di Eropa. (Di Bibliotheque National di Paris terdapat fragmen-fragmen yang menurut para ahli, berasal dan abad VIII dan IX Masehi, artinya berasal dari abad II dan III Hijrah). Teks-teks kuno yang sudah ditemukan semuanya sama, dengan catatan ada perbedaan-perbedaan yang sangat kecil yang tidak merubah arti teks, jika konteks ayat-ayat memungkinkan cara membaca yang lebih dari satu karena tulisan kuno lebih sederhana daripada tulisan sekarang. Surat-surat Qur-an yang berjumlah 114, diklasifikasi menurut panjang pendeknya, dengan beberapa kekecualian. Oleh karena itu urutan waktu (kronologi) wahyu tidak dipersoalkan; tetapi orang dapat mengerti hal tersebut dalam kebanyakan persoalan. Banyak riwayat-riwayat yang disebutkan dalam beberapa tempat dalam teks, dan hal ini memberi kesan seakan-akan ada ulangan. Sering sekali suatu paragraf menambahkan perincian kepada suatu riwayat yang dimuat di lain tempat secara kurang terperinci. Dan semua yang mungkin ada hubungannya dengan Sains modern, seperti kebanyakan hal-hal yang dibicarakan oleh Qur-an, dibagi-bagi dalam Qur-an dengan tidak ada suatu tanda adanya klasifikasi. |
|
|
|
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota |