Siklus air dan lautan (1/2)

Indeks Islam | Indeks Bucaille | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

B. SIKLUS AIR DAN LAUTAN                               (1/2)
 
Jika  pada  waktu  ini  kita  membaca  ayat-ayat Qur-an yang
mengenai air dan kehidupan manusia ayat demi ayat,  semuanya
akan  nampak  kepada kita sebagai ayat-ayat yang menunjukkan
hal yang sudah jelas. Sebabnya adalah sederhana; pada  zaman
kita  sekarang  ini,  kita semua mengetahui siklus air dalam
alam,   meskipun   pengetahuan   kita   itu   tidak    tepat
keseluruhannya.
 
Tetapi   jika   kita   memikirkan  konsep-konsep  lama  yang
bermacam-macam mengenai hal ini, kita akan mengetahui  bahwa
ayat-ayat   Qur-an   tidak   menyebutkan  hal-hal  yang  ada
hubungannya dengan  konsep  mistik  yang  tersiar  dan  yang
mempengaruhi  pemikiran filsafat secara lebih besar daripada
hasil-nasil pengamatan. Jika orang-orang zaman dahulu  telah
dapat  memperoleh pengetahuan praktis yang bermanfaat, untuk
memperbaiki  pengairan   air,   walaupun   pengetahuan   itu
terbatas,  di  lain  fihak  mereka  itu  mempunyai  gambaran
tentang siklus air yang tak akan dapat diterima  oleh  orang
sekarang.
 
Dengan  cara  pemikiran  orang  dahulu  itu,  mudahlah  bagi
seseorang untuk menggambarkan bahwa air di bawah  tanah  itu
dapat diperoleh karena terjadinya gugusan dalam tanah. Orang
menyebutkan   konsep   Vitrue   yang   pada   abad   I   SM.
mempertahankan  ide  tersebut di Roma. Dengan begitu, selama
beberapa abad, dan juga  setelah  Qur-an  diwahyukan  banyak
orang yang mengikuti ide yang salah tentang regime air.
 
Dalam    artikel   "Hydrogeologie"   daripada   Encyclopedia
Universalis, dua orang ahli, yaitu G. Castany dan B. Blavoux
menyajikan sejarah air yang sangat jelas sebagai berikut:
 
Bagi  Thales  dan Milet pada abad VII S.M. air laut masuk ke
benua karena pengaruh angin, air juga jatuh di atas bumi dan
masuk  dalam tanah. Plato menyetujui ide ini dan berpendapat
bahwa kembalinya air ke  laut  itu  terjadi  karena  tatare,
yakni  jurang  yang  besar  di  pinggir bumi. Teori tersebut
dianut oleh banyak ahli fikir sampai abad XVII  dengan  Rene
Descartes,  Aristoteles  mengira  bahwa  uap  air  di  tanah
menjadi padat dalam gua-gua yang dingin di gunung-gunung dan
menjadikan   danau-danau  di  bawah  bumi,  danau-danau  itu
mengisi sumber-sumber air. Pendapat Aristoteles diikuti oleh
Seneca  (abad  I  M) dan banyak orang lainnya sehingga tahun
1877, O. Volger termasuk di antara pengikut teori tersebut.
 
Konsepsi tentang siklus air yang jelas  untuk  pertama  kali
diutarakan  oleh Bernard Palessy pada th. 1580. Konsepsi itu
mengatakan bahwa air di bawah tanah asalnya dari  infiltrasi
air  hujan  dalam  tanah. Teori tersebut kemudian dibenarkan
oleh E. Mariotte dan P. Perrault pada abad XVII M.
 
Dalam ayat-ayat Qur-an tak  terdapat  konsepsi  yang  salah,
tetapi diterima orang pada zaman Nabi Muhammad.
 
Silahkan baca ayat-ayat di bawah ini.
 
Surat 50 ayat 9 s/d 11:
                                              [Tulisan Arab]
 
Artinya: "Dan Kami turunkan dari langit air yang banyak
          manfaatnya, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu
          pohon-pohon dan biji tanaman yang diketam, dan
          pohon kurma yang tinggi-tinggi yang mempunyai
          mayang bersusun-susun untuk menjadi rizki bagi
          hamba-hamba (Kami). Dan Kami hidupkan dengan air
          itu, tanah yang mati (kering). Seperti itulah
          terjadinya kebangkitan."
 
Surat 23 ayat 18:
                                              [Tulisan Arab]
 
Artinya: "Dan Kami turunkan air dari langit menurut suatu
          ukuran, lalu Kami jadikan air itu menetap di bumi,
          dan sesungguhnya Kami berkuasa (pula)
          rnenghilangkannya. Lalu dengan air itu Kami
          tumbuhkan untuk kamu kebun-kebun kurma dan anggur.
          Di dalam kebun-kebun itu kamu peroleh buah-buahan
          yang banyak dan dari kebun-kebun itu kamu mendapat
          makanan."
 
Surat 15 ayat 22:
                                              [Tulisan Arab]
 
Artinya: "Dan Kami telah mengirimkan angin untak mengawinkan
          (tumbuh-tumbuhan) dan Kami turunkan hujan dan
          langit, lalu Kami beri minum kamu dengan air itu
          dan sekali-kali bukannya kamu yang menyimpannya."
 
Ada dua cara untuk menafsirkan ayat yang terakhir ini, angin
yang    menyuburkan    dapat   dianggap   sebagai   penyubur
tanaman-tanaman dengan jalan membawa pollen (benih buah dari
tumbuhan-tumbuhan   lain).  Tetapi  dapat  juga  ditafsirkan
sebagai ekspresi kiyasan yang  menggambarkan  peranan  angin
yang  membawa  awan  yang tidak mendatangkan hujan atau awan
yang membawa hujan. Peranan ini sering disebut  dalam  ayat,
seperti ayat-ayat di bawah ini.
 
Surat 35 ayat 91:
                                              [Tulisan Arab]
 
 
Artinya:  "Dan  Allah,  Dialah yang mengirimkan angin, lalu
angin untuk menggerakkan awan, maka Kami halau awan  itu  ke
suatu  negeri  yang  mati  lalu  Kami  hidupkan bumi setelah
matinya dengan (hujan yang turun dari) awan itu. Demikianlah
kebangkitan itu."
 
Kita  perhatikan  bahwa  pada  bagian  pertama daripada ayat
tersebut,  susunan  kata-katanya  adalah  susunan   hikayat,
kemudian  dengan  mendadak  dan  tanpa  transisi  susunannya
berubah menjadi deklarasi daripada Tuhan. Perubahan  susunan
yang  mendadak  dalam bentuk deklarasi sering terdapat dalam
Qur-an.
 
Surat 30 ayat 48:
                                              [Tulisan Arab]
 
Artinya: "Allah, Dialah yang mengirimkan angin, lalu angin
          itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya
          di langit menurut yang dikehendakiNya, dan
          menjadikannya bergumpal-gumpal, lalu kamu lihat
          hujan keluar dari celah-celahnya. Maka apabila
          hujan itu turun mengenai hamba-hambaNya yang
          dikehendakiNya, tiba-tiba mereka jadi gembira."
 
Surat 7 ayat 57:
                                              [Tulisan Arab]
 
Artinya: "Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa
          berita gembira di muka kedatangan rahmatNya
          (hujan), hingga apabila angin itu telah membawa
          awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang
          tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu
          Maka Kami keluarkan dengan sebab hujan ini
          pelbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami
          membangkitkan orang-orang yang telah mati, supaya
          kamu mengambil pelajaran."
 
Surat 23 ayat 48-50:
                                              [Tulisan Arab]
 
Artinya: "Dialah yang meniupkan angin (sebagai) pembawa
          kabar gembira dengan sebelum kedatangan rahmatNya
          (hujan) dan Kami turunkan dari langit air yang
          amat bersih. Agar Kami menghidupkan dengan air itu
          sebagian besar dari mahluk Kami, binatang-binatang
          ternak dan manusia yang banyak."
 
Surat 45 ayat 5:
                                              [Tulisan Arab]
 
Artinya: "Dan pada pergantian malam dan siang, dan hujan
          yang diturunkan Allah dari langit, lalu
          dihidupkanNya dengan air hujan itu bumi sesudah
          matinya. Dan pada perkisaran angin terdapat pula
          tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang
          berakal."
 
Rizki dalam ayat ini adalah  air  yang  turun  dari  langit,
seperti  yang  diterangkan  oleh konteks. Yang ditekankan di
sini  adalah  perubahan  angin,  yaitu   yang   mempengaruhi
turunnya hujan.
 
Surat 13 ayat 17:
                                              [Tulisan Arab]
 
Artinya: "Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit,
          maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut
          ukurannya, maka arus itu membawa buih yang
          mengembang."
 
Surat 67 ayat 30:
                                              [Tulisan Arab]
 
Artinya: "Katakanlah kepadanya jika sumber air kamu menjadi
          kering, maka siapakah yang akan mendatangkan air
          yang mengalir bagimu?"
 
Surat 39 ayat 21.
                                              [Tulisan Arab]
 
Artinya: "Apakah kamu tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya
          Allah menurunkan air dari langit maka diaturNya
          menjadi sumber-sumber di bumi kemudian
          ditumbuhkanNya dengan air itu tanam-tanaman yang
          bertmacam-macam warnanya, lalu ia menjadi kering
          lalu kamu melihatnya kekuning-kuningan, kemudian
          dijadikannya hancur berderai-derai."
 
Surat 36 ayat 34:
                                              [Tulisan Arab]
 
Artinya: "Dan Kami jadikan padanya kebun-kebun kurma dan
          anggur, dan Kami pancarkan padanya beberapa mata
          air."
 
Pentingnya sumber-sumber dan diisinya dengan air hujan  yang
digiring  ke  arah sumber itu digaris bawahi dalam tiga ayat
terakhir. Kita perlu memperhatikan hal ini, untuk  mengingat
konsepsi yang tersiar pada abad pertengahan seperti konsepsi
Aristoteles yang mengatakan bahwa sumber-sumber itu mendapat
air   dari   danau-danau   di   bawah  bumi.  Dalam  artikel
"Hidrologi" dalam Encyclopedia Universalis, M.R.  Rememeras,
Guru  Besar  pada  sekolah  nasional  untuk pertahanan desa,
pertahanan air  dan  hutan,  menerangkan  tahap-tahap  pokok
daripada  hidrologi  dan  menyebutkan  proyek-proyek irigasi
kuno,  khususnya  di  Timur  Tengah.  Ia  mengatakan   bahwa
empirisme   telah   mendahului   ide   pada  waktu  itu  dan
konsepsi-konsepsi yang salah. Kemudian ia meneruskan:  perlu
manusia  menunggu zaman renaissance (antara tahun 1400-1600)
untuk melihat konsep-konsep filsafat mundur  dan  memberikan
tempatnya    kepada    penyelidikan-penyelidikan    fenomena
hidrologi  yang  didasarkan  atas  pengamatan   (observasi).
Leonardo  da   Vinci   (1452-1519)   menentang   pernyataan-
pernyataan  Aristoteles.  Bernard  Palessy,  dalam  bukunya:
Penyelidikan yang mengagumkan  tentang  watak  air  dan  air
mancur, yang alamiah   dan   yang  buatan    (Paris    1570)
memberikan interpretasi  yang  benar tentang siklus air  dan
khususnya pengisian sumber-sumber air daripada air hujan.
 
Surat 39 ayat  21  yang  menyebutkan  bahwa  air  hujan  itu
mengarah  kepada  sumber-sumber  air. Bukankah hal itu tepat
sekali seperti yang ditulis oleh Palessy pada tahun 1570.
 
Kemudian Qur-an membicarakan butir-butir es dalam  Surat  24
ayat 43:
                                              [Tulisan Arab]
 
 
Artinya: "Tidakkah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan,
          kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)Nya,
          kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka
          kelihatanlah olehmu hujan keluar dari
          celah-celahnya, dan Allah (juga) menurunkan
          (butiran-butiran) es dari langit (yaitu) dari
          (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung
          maka ditimpakannya (butiran-butiran) es itu kepada
          siapa yang dikehendakiNya dan dipalingkannya dari
          siapa yang dikehendakiNya. Kilauan kilat awan itu
          hampir-hampir menghilangkan penglihatan."
 
Ayat-ayat di bawah ini memerlukan komentar (Surat 56 ayat 68
sampai dengan 70).
                                              [Tulisan Arab]
 
Artinya: "Apakah kamu memperhatikan air yang kamu minum?
          Kamukah yang menurunkannya dari awan ataukah Kami
          yang menurunkan? Kalau Kami kehendaki niscaya Kami
          jadikan dia asin, maka mengapakah kamu tidak
          bersyukur?"
 
Menyebutkan bahwa Tuhan  dapat  merubah  air  tawar  menjadi
masin  adalah  suatu cara untuk menunjukkan kekuasaan Tuhan.
Suatu cara untuk mengingatkan akan  kekuasaan  Tuhan  adalah
tantangan  kepada manusia untuk menurunkan hujan dari awan ,
yang pertama  memang  betul-betul  tantangan  yang  mustahil
diterima;   tetapi   yang   kedua   tidak   lagi   merupakan
kemustahilan pada  zaman  modern  ini  karena  tehnik  sudah
memungkinkan   usaha  menjatuhkan  hujan.  Apakah  kemampuan
manusia untuk  menjatuhkan  hujan  itu  bertentangan  dengan
pernyataan Qur-an?
 
Soalnya  tidak begitu. Kita tetap harus meninjau batas-batas
kemampuan manusia dalam bidang ini. M.A. Facy, insinyur umum
daripada  Meteorologi  National  menulis tentang "menurunkan
hujan"  dalam  Encyclopedia  Universalis  sebagai   berikut:
"Orang tidak akan dapat menjatuhkan hujan daripada awan yang
tidak  mengandung  air,  atau  awan  yang   belum   waktunya
menjatuhkan  hujan dari pada awan yang tidak mengandung air,
atau awan yang belum waktunya menjatuhkan  air  walaupun  ia
mengandung  air."  Jadi  manusia  hanya  mempercepat  proses
turunnya  hujan  dengan  bantuan  teknik  modern,  sedangkan
persyaratan-persyaratan   alamiah   sudah  terpenuhi.  Kalau
keadaan tidak begitu, yakni bahwa manusia  dapat  menurunkan
hujan,  niscaya  tak  terdapat lagi kekeringan, tak ada lagi
tanah tandus. Kenyataannya  tidak  begitu.  Untuk  menguasai
hujan dan udara yang baik tetap menjadi impian manusia.
 
Manusia  tak  dapat  memecahkan  menurut  kemauannya sendiri
suatu  siklus  yang  sudah  tetap  dan  menjamin   peredaran
(sirkulasi)  air dalam alam. Menurut hidrologi modern siklus
itu dapat diringkaskan sebagai berikut:
 
Sinar dan panas matahari menyebabkan uapan lautan-lautan dan
tanah-tanah yang digenangi atau tercampur dengan air.
 
Uap tersebut naik ke atmosfir dan membentuk awan-awan dengan
cara berpadat (kondensasi).  Kemudian  angin  campur  tangan
untuk   memindahkan   uap-uap   itu   ke   jarak-jarak  yang
berbeda-beda.  Awan-awan  itu  kadang-kadang  hilang   tanpa
menurunkan  hujan,  kadang-kadang berkumpul satu dengan yang
lain  untuk  membentuk  kondensasi  yang  lebih  besar   dan
kadang-kadang  berpecah-pecah  untuk  menurunkan  hujan pada
tahap tertentu daripada perkembangan awan.  Jika  hujan  itu
turun  di  atas  lautan  (yang  merupakan 70% daripada wajah
bumi) siklus tersebut dengan lekas menjadi tertutup.  Tetapi
jika  hujan  itu  jatuh di atas tanah, sebagian akan disedot
oleh tumbuh-tumbuhan dan  membesarkan  tumbuh-tumbuhan  itu.
Tumbuh-tumbuhan  itu,  dengan  transpirasinya  mengembalikan
sebagian air hujan ke atmosfir. Sebagian lain  daripada  air
hujan  meresap  dalam  tanah,  dan  dari  tanah itu sebagian
menuju ke lautan  dengan  perantaraan  saluran-saluran  atau
terus masuk lebih mendalam dalam tanah untuk kembali lagi ke
muka bumi melalui sumber-sumber atau air mancur.
 
Jika kita bandingkan hasil hidrologi modern dengan kandungan
beberapa  ayat  Qur-an yang telah kita sebutkan di atas kita
merasakan adanya persesuaian yang jelas di antaranya.
 
                                            (bersambung 2/2)


BIBEL, QUR-AN, dan Sains Modern Dr. Maurice Bucaille   Judul Asli: La Bible Le Coran Et La Science Alih bahasa: Prof. Dr. H.M. Rasyidi Penerbit Bulan Bintang, 1979 Kramat Kwitang I/8 Jakarta

 

Indeks Islam | Indeks Bucaille | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team