BAGIAN KETIGABELAS: PERANG BADR1
(2/4)
Tetapi Abu Jahl ketika mendengar kata-kata ini, tiba-tiba
berteriak:
"Kita tidak akan kembali sebelum kita sampai di Badr.
Kita akan tinggal tiga malam di tempat itu. Kita memotong
ternak, kita makan-makan, minum-minum khamr, kita minta
biduanita-biduanita bernyanyi. Biar orang-orang Arab itu
mendengar dan mengetahui perjalanan dan persiapan kita. Biar
mereka tidak lagi mau menakut-nakuti kita."
Soalnya pada waktu itu Badr merupakan tempat pesta
tahunan. Apabila pihak Quraisy menarik diri dari tempat itu
setelah perdagangan mereka selamat, bisa jadi akan
ditafsirkan oleh orang-orang Arab - menurut pendapat Abu
Jahl - bahwa mereka takut kepada Muhammad dan
teman-temannya. Dan ini berarti kekuasaan Muhammad akan
makin terasa, ajarannya akan makin tersebar, makin kuat.
Apalagi sesudah adanya satuan Abdullah b. Jahsy, terbunuhnya
Ibn'l-Hadzrami, dirampasnya dan ditawannya orang-orang
Quraisy.
Mereka jadi ragu-ragu: antara mau ikut
Abu Jahl karena takut dituduh pengecut, atau kembali saja
setelah kafilah perdagangan mereka selamat. Tetapi yang
ternyata kemudian kembali pulang hanya Banu Zuhra, setelah
mereka mau mendengarkan saran Akhnas b. Syariq, orang yang
cukup ditaati mereka.
Pihak Quraisy yang lain ikut Abu Jahl. Mereka berangkat
menuju ke sebuah tempat perhentian, di tempat ini mereka
mengadakan persiapan perang, kemudian mengadakan
perundingan. Lalu mereka berangkat lagi ke tepi ujung wadi,
berlindung di balik sebuah bukit pasir.
Sebaliknya pihak Muslimin, yang sudah
kehilangan kesempatan mendapatkan harta rampasan, sudah
sepakat akan bertahan terhadap musuh bila kelak diserang.
Oleh karena itu merekapun segera berangkat ke tempat mata
air di Badr itu, dan perjalanan ini lebih mudah lagi karena
waktu itu hujan turun. Setelah mereka sudah mendekati mata
air, Muhammad berhenti. Ada seseorang yang bernama Hubab b.
Mundhir b. Jamuh, orang yang paling banyak mengenal tempat
itu, setelah dilihatnya Nabi turun di tempat tersebut, ia
bertanya:
"Rasulullah, bagaimana pendapat tuan berhenti di tempat
ini? Kalau ini sudah wahyu Tuhan, kita takkan maju atau
mundur setapakpun dari tempat ini. Ataukah ini sekedar
pendapat tuan sendiri, suatu taktik perang belaka?"
"Sekedar pendapat saya dan sebagai taktik perang," jawab
Muhammad.
"Rasulullah," katanya lagi. "Kalau begitu, tidak tepat
kita berhenti di tempat ini. Mari kita pindah sampai ke
tempat mata air terdekat dan mereka, lalu sumur-sumur kering
yang dibelakang itu kita timbun. Selanjutnya kita membuat
kolam, kita isi sepenuhnya. Barulah kita hadapi mereka
berperang. Kita akan mendapat air minum, mereka tidak."
Melihat saran Hubab yang begitu tepat itu, Muhammad dan
rombongannya segera pula bersiap-siap dan mengikuti pendapat
temannya itu, sambil mengatakan kepada sahabat-sahabatnya
bahwa dia juga manusia seperti mereka, dan bahwa sesuatu
pendapat itu dapat dimusyawarahkan bersama-sama dan dia
tidak akan menggunakan pendapat sendiri di luar mereka. Dia
perlu sekali mendapat konsultasi yang baik dari sesama
mereka sendiri.
Selesai kolam itu dibuat, Sa'd b. Mu'adh mengusulkan:
"Rasulullah,"7 katanya, "kami akan membuatkan
sebuah dangau buat tempat Tuan tinggal, kendaraan Tuan kami
sediakan. Kemudian biarlah kami yang menghadapi musuh. Kalau
Tuhan memberi kemenangan kepada kita atas musuh kita, itulah
yang kita harapkan. Tetapi kalaupun sebaliknya yang terjadi;
dengan kendaraan itu Tuan dapat menyusul teman-teman yang
ada di belakang kita. Rasulullah,7 masih banyak
sahabat-sahabat kita yang tinggal di belakang, dan cinta
mereka kepada tuan tidak kurang dari cinta kami ini kepada
tuan. Sekiranya mereka dapat menduga bahwa tuan akan
dihadapkan pada perang, niscaya mereka tidak akan berpisah
dari tuan. Dengan mereka Tuhan menjaga tuan. Mereka
benar-benar ikhlas kepada tuan, berjuang bersama tuan."
Muhammad sangat menghargai dan menerima baik saran Sa'd
itu. Sebuah dangau buat Nabi lalu dibangun. Jadi bila nanti
kemenangan bukan di tangan Muslimin, ia takkan jatuh ke
tangan musuh, dan masih akan dapat bergabung dengan
sahabat-sahabatnya di Yathrib.
Disini orang perlu berhenti sejenak dengan penuh
kekaguman, kagum melihat kesetiaan Muslimin yang begitu
dalam, rasa kecintaan mereka yang begitu besar kepada
Muhammad, serta dengan kepercayaan penuh kepada ajarannya.
Semua mereka mengetahui, bahwa kekuatan Quraisy jauh lebih
besar dari kekuatan mereka, jumlahnya tiga kali lipat
banyaknya. Tetapi, sungguhpun begitu, mereka sanggup
menghadapi, mereka sanggup melawan. Dan mereka inilah yang
sudah kehilangan kesempatan mendapatkan harta rampasan.
Tetapi sungguhpun begitu karena bukan pengaruh materi itu
yang mendorong mereka bertempur, mereka selalu siap
disamping Nabi, memberikan dukungan, memberikan kekuatan.
Dan mereka inilah yang juga sangsi, antara harapan akan
menang, dan kecemasan akan kalah. Tetapi, sungguhpun begitu,
pikiran mereka selalu hendak melindungi Nabi, hendak
menyelamatkannya dari tangan musuh. Mereka menyiapkan jalan
baginya untuk menghubungi orang-orang yang masih tinggal di
Medinah. Suasana yang bagaimana lagi yang lebih patut
dikagumi daripada ini? Iman mana lagi yang lebih menjamin
akan memberikan kemenangan seperti iman yang ada ini?
Sekarang pihak Quraisy sudah turun ke
medan perang. Mereka mengutus orang yang akan memberikan
laporan tentang keadaan kaum Muslimin. Mereka lalu
mengetahui, bahwa jumlah kaum Muslimin lebih kurang tiga
ratus orang, tanpa pasukan pengintai, tanpa bala bantuan.
Tetapi mereka adalah orang-orang yang hanya berlindung pada
pedang mereka sendiri. Tiada seorang dan mereka akan rela
mati terbunuh, sebelum dapat membunuh lawan.
Mengingat bahwa gembong-gembong Quraisy telah juga ikut
serta dalam angkatan perang ini, beberapa orang dari
kalangan ahli pikir mereka merasa kuatir, kalau-kalau banyak
dari mereka itu yang akan terbunuh, sehingga Mekah sendiri
nanti akan kehilangan arti. Sungguhpun begitu mereka masih
takut kepada Abu Jahl yang begitu keras, juga mereka takut
dituduh pengecut dan penakut. Tetapi tiba-tiba tampil 'Utba
b. Rabi'a ke hadapan mereka itu sambil berkata:
"Saudara-saudara kaum Quraisy, apa yang tuan-tuan lakukan
hendak memerangi Muhammad dan kawan-kawannya itu, sebenarnya
tak ada gunanya. Kalau dia sampai binasa karena tuan-tuan,
masih ada orang lain dari kalangan tuan-tuan sendin yang
akan melihat, bahwa yang terbunuh itu adalah saudara
sepupunya, dari pihak bapa atau pihak ibu, atau siapa saja
dari keluarganya. Kembali sajalah dan biarkan Muhammad
dengan teman-temannya itu. Kalau dia binasa karena pihak
lain, maka itu yang tuan-tuan kehendaki. Tetapi kalau bukan
itu yang terjadi, kita tidak perlu melibatkan diri dalam
hal-hal yang tidak kita inginkan."
Mendengar kata-kata 'Utba itu, Abu Jahl naik darah. Ia
segera memanggil 'Amir bin'l-Hadzrami dengan mengatakan:
"Sekutumu ini ingin supaya orang pulang. Kau sudah
melihat dengan mata kepala sendiri siapa yang harus dituntut
balas. Sekarang, tuntutlah pembunuhan terhadap
saudaramu!"8
'Amir segera bangkit dan berteriak:
"O saudaraku! Tak ada jalan lain mesti perang!"
Dengan dipercepatnya pertempuran itu Aswad b. 'Abd'l-Asad
(Makhzum) keluar dari barisan Quraisy langsung menyerbu ke
tengah-tengah barisan Muslimin dengan maksud hendak
menghancurkan kolam air yang sudah selesai dibuat. Tetapi
ketika itu juga Hamzah b. Abd'l-Muttalib segera menyambutnya
dengan satu pukulan yang mengenai kakinya, sehingga ia
tersungkur dengan kaki yang sudah berlumuran darah. Sekali
lagi Hamzah memberikan pukulan, sehingga ia tewas di
belakang kolam itu. Buat mata pedang memang tak ada yang
tampak lebih tajam daripada darah. Juga tak ada sesuatu yang
lebih keras membakar semangat perang dan pertempuran dalam
jiwa manusia daripada melihat orang yang mati di tangan
musuh sedang teman-temannya berdiri menyaksikan.
Begitu melihat Aswad jatuh, maka tampillah 'Utba b.
Rabi'a didampingi oleh Syaiba saudaranya dan Walid b. 'Utba
anaknya, sambil menyerukan mengajak duel. Seruannya itu
disambut oleh pemuda-pemuda dari Medinah. Tetapi setelah
melihat mereka ini ia berkata lagi:
"Kami tidak memerlukan kamu. Yang kami maksudkan ialah
golongan kami."
Lalu dari mereka ada yang memanggil-manggil:
"Hai Muhammad! Suruh mereka yang berwibawa dari asal
golongan kami itu tampil!"
Ketika itu juga yang tampil menghadapi mereka adalah
Hamzah b. Abd'l-Muttalib, Ali b. Abi Talib dan 'Ubaida
bin'l-Harith. Hamzah tidak lagi memberi kesempatan kepada
Syaiba, juga Ali tidak memberi kesempatan kepada Walid,
mereka itu ditewaskan. Lalu keduanya segera membantu 'Ubaida
yang kini sedang diterkam oleh 'Utba. Sesudah Quraisy
sekarang melihat kenyataan ini mereka semua maju
menyerbu.
Pada pagi Jum'at 17 Ramadan itulah kedua pasukan itu
berhadap-hadapan muka.
Sekarang Muhammad sendiri yang tampil memimpin Muslimin,
mengatur barisan. Tetapi ketika dilihatnya pasukan Quraisy
begitu besar, sedang anak buahnya sedikit sekali, disamping
perlengkapan yang sangat lemah dibanding dengan perlengkapan
Quraisy, ia kembali ke pondoknya ditemani oleh Abu Bakr.
Sungguh cemas ia akan peristiwa yang akan terjadi hari itu,
sungguh pilu hatinya melihat nasib yang akan menimpa Islam
sekiranya Muslimin tidak sampai mendapat kemenangan.
Muhammad kini menghadapkan wajahnya ke
kiblat, dengan seluruh jiwanya ia menghadapkan diri kepada
Tuhan, ia mengimbau Tuhan akan segala apa yang telah
dijanjikan kepadanya, ia membisikkan permohonan dalam
hatinya agar Tuhan memberikan pertolongan. Begitu dalam ia
hanyut dalam doa, dalam permohonan, sambil berkata:
"Allahumma ya Allah. Ini Quraisy sekarang datang dengan
segala kecongkakannya, berusaha hendak mendustakan RasulMu.
Ya Allah, pertolonganMu juga yang Kaujanjikan kepadaku. Ya
Allah, jika pasukan ini sekarang binasa tidak lagi ada
ibadat kepadaMu."
Sementara ia masih hanyut dalam doa kepada Tuhan sambil
merentangkan tangan menghadap kiblat itu, mantelnya
terjatuh. Ketika itu Abu Bakr lalu meletakkan mantel itu
kembali ke bahunya, sambil ia bermohon:
"Rasulullah, dengan doamu itu Tuhan akan mengabulkan apa
yang telah dijanjikan kepadamu."
Tetapi sungguhpun begitu, Muhammad makin dalam terbawa
dalam doa, dalam tawajuh kepada Allah; dengan penuh khusyu'
dan kesungguhan hati ia terus memanjatkan doa, memohonkan
isyarat dan pertolongan Tuhan dalam menghadapi peristiwa,
yang oleh kaum Muslimin sama sekali tidak diharapkan, dan
untuk itu tidak pula mereka punya persiapan. Karena yang
demikian inilah akhirnya ia sampai terangguk dalam keadaan
mengantuk. Dalam pada itu tampak olehnya pertolongan Tuhan
itu ada. Ia sadar kembali, kemudian ia bangun dengan penuh
rasa gembira.
Sekarang ia keluar menemui sahabat-sahabatnya;
dikerahkannya mereka sambil berkata:
"Demi Dia Yang memegang hidup Muhammad.9
Setiap orang yang sekarang bertempur dengan tabah, bertahan
mati-matian, terus maju dan pantang mundur, lalu ia tewas,
maka Allah akan menempatkannya di dalam surga."
Jiwanya yang begitu kuat, yang telah diberikan Tuhan
begitu tinggi melampaui segala kekuatan, telah tertanam pula
dengan ajarannya ke dalam jiwa orang-orang beriman. Dan
kekuatan mereka itu sudah melampaui semangat mereka sendiri,
sehingga setiap orang dari mereka sama dengan dua orang,
bahkan sama dengan sepuluh orang.
Akan lebih mudah orang memahami ini bila diingat arti
kekuatan moril yang begitu besar pengaruhnya dalam jiwa
seseorang, dan ini akan bertambah besar pengaruhnya apabila
kekuatan moril ini ada pula dasarnya. Semangat nasionalisma
juga dapat menambah ini. Seorang prajurit yang
mempertahankan tanah air yang terancam bahaya, jiwanya penuh
dengan semangat patriotisma, akan bertambah kekuatan
morilnya sesuai dengan besar cintanya kepada tanah air serta
kekuatirannya akan bahaya yang mengancam tanah air itu dari
pihak musuh.
Oleh karena itu semangat patriotisma dan pengorbanan
untuk tanah air oleh bangsa-bangsa di dunia telah ditanamkan
kepada warga negaranya sejak semasa mereka kecil. Adanya
kepercayaan kepada kebenaran, kepada keadilan, kebebasan
serta arti kemanusiaan yang tinggi menambah pula kekuatan
moril dalam jiwa orang. Ini berarti melipat-gandakan
kekuatan materi. Dan orang yang masih ingat akan propaganda
anti-Jerman yang begitu luas disebarkan pihak Sekutu dalam
Perang Dunia I, yang pada dasarnya mereka berperang melawan
kekuatan senjata Jerman itu karena hendak membela kebebasan
dan kebenaran serta mempersiapkan suatu perjanjian
perdamaian, akan menyadari betapa sesungguhnya propaganda
itu dapat melipat-gandakan kekuatan semangat
prajurit-prajurit Sekutu di samping menimbulkan simpati
sebagian besar bangsa-bangsa di dunia.
Apa artinya nasionalisma dan masalah perdamaian,
dibandingkan dengan tujuan yang diserukan Muhammad itu!
Tujuan komunikasi manusia dengan seluruh wujud, suatu
komunikasi yang akan meleburkannya dan keluar menjadi salah
satu kekuatan alam semesta, yang akan memberi arah kepadanya
menuju kebaikan hidup, kenikmatan dan kesempurnaan yang
integral.
Ya! Apa artinya nasionalisma dan masalah perdamaian
disamping kewajibannya disisi Tuhan, membela orang-orang
yang beriman dari renggutan mereka yang hendak membuat
fitnah dan godaan, dari mereka yang mengalangi jalan
kebenaran, mereka yang hendak menjerumuskan umat manusia ke
jurang paganisma dan syirik. Apabila dengan rasa cinta tanah
air jiwa itu makin kuat, sesuai dengan semua kekuatan tanah
air yang ada, dan dengan rasa cinta perdamaian untuk seluruh
umat manusia jiwa itupun makin kuat, sesuai dengan kekuatan
semua umat manusia yang ada, maka betapa pula dahsyatnya
kekuatan jiwa yang dibawa oleh adanya iman kepada semesta
wujud dan Pencipta seluruh wujud ini! Iman itulah yang akan
membuat tenaga manusia mampu memindahkan gunung,
menggerakkan isi dunia. Ia dapat mengawasi - dengan
kemampuan morilnya - segala yang masih berada di bawah taraf
itu. Dan kemampuan moril ini akan berlipat ganda pula
kekuatannya.
Apabila secara integral kemampuan moril ini belum lagi
mencapai tujuannya disebabkan oleh adanya perbedaan pendapat
di kalangan Muslimin sebelum terjadi perang, belum
dicapainya kekuatan materi sebagaimana yang diharapkan, maka
dengan daya iman itu justru ia mempunyai kelebihannya. Hal
ini bertambah kuat lagi tatkala Muhammad dan
sahabat-sahabatnya dapat mengerahkan mereka. Maka dengan
demikian, jumlah manusia dan perlengkapan yang sangat
sedikit itu telah rnendapat kompensasi. Dalam keadaan Nabi
dan sahabat-sahabatnya yang demikian inilah kedua ayat ini
turun:
"O Nabi! Bangunkanlah semangat orang-orang beriman itu
dalam menghadapi perang. Bila kamu berjumlah duapuluh orang
yang tabah, mereka ini akan mengalahkan duaratus orang. Bila
kamu berjumlah seratus orang, niscaya akan mengalahkan
seribu orang kafir; sebab mereka adalah orang-orang yang
tidak mengerti. Sekarang Tuhan meringankan kamu, karena Ia
mengetahui, bahwa pada kamu masih ada kelemahan. Maka, jika
kamu berjumlah seratus orang yang tabah, akan dapat
mengalahkan duaratus orang, dan jika kamu seribu orang, akan
dapat mengalahkan duaribu dengan ijin Allah. Dan Allah
bersama orang-orang yang berhati tabah." (Qur'an,
8:55-56.)
Keadaan Muslimin ternyata bertambah kuat
setelah Muhammad membangkitkan semangat mereka, turut hadir
di tengah-tengah mereka, mendorong mereka mengadakan
perlawanan terhadap musuh. Ia menyerukan kepada mereka,
bahwa surga bagi mereka yang telah teruji baik dan langsung
terjun ke tengah-tengah musuh. Dalam hal ini kaum Muslimin
mengarahkan perhatiannya pada pemuka-pemuka dan
pemimpin-pemimpin Quraisy. Mereka hendak dikikis habis
sebagai balasan yang seimbang tatkala mereka disiksa di
Mekah dulu, dirintangi memasuki Mesjid Suci dan berjuang
untuk Allah. Bilal melihat Umayya b. Khalaf dan anaknya,
begitu juga beberapa orang Islam melihat mereka yang
dikenalnya di Mekah dulu. Umayya ini adalah orang yang
pernah menyiksa Bilal dulu, ketika ia dibawanya
ketengah-tengah padang pasir yang paling panas di Mekah.
Ditelentangkannya ia di tempat itu lalu ditindihkannya batu
besar di dadanya, dengan maksud supaya ia meninggalkan
Islam. Tetapi Bilal hanya berkata: "Ahad, Ahad.10
Yang Satu, Yang Satu."
Ketika dilihatnya Umayya, Bilal berkata:
"Umayya, moyang kafir. Takkan selamat aku, kalau kau
lolos!"
Beberapa orang dari kalangan Muslimin mengelilingi Umayya
dengan tujuan jangan sampai ia terbunuh dan akan dibawanya
sebagai tawanan.
Tetapi Bilal di tengah-tengah orang banyak itu berteriak
sekeras-kerasnya:
"Sekalian tentara Tuhan! Ini Umayya b. Khalaf kepala
kafir. Takkan selamat aku kalau ia lolos."
Orang banyak berkumpul. Tetapi Bilal tak dapat diredakan
lagi, dan Umayya dibunuhnya. Ketika itu Mu'adh b. 'Amr b.
Jamuh juga dapat menewaskan Abu Jahl b. Hisyam. Kemudian
Hamzah, Ali dan pahlawan-pahlawan Islam yang lain menyerbu
ke tengah-tengah pertempuran sengit itu. Mereka sudah lupa
akan dirinya masing-masing dan lupa pula akan jumlah
kawan-kawannya yang hanya sedikit berhadapan dengan musuh
yang begitu besar.
Debu dan pasir halus membubung dan beterbangan memenuhi
udara. Kepala-kepala ketika itu sudah lepas berjatuhan dari
tubuh Quraisy. Berkat iman yang teguh keadaan Muslimin
bertambah kuat juga. Dengan gembira mereka berseru: Ahad,
Ahad. Di hadapan mereka kini terbuka tabir ruang dan waktu,
sebagai bantuan Tuhan kepada mereka dengan para malaikat
yang memberikan berita gembira, yang membuat iman mereka
bertambah teguh, sehingga bila salah seorang dari mereka
mengangkat pedang dan mengayunkannya ke leher musuh,
seolah-olah tangan mereka digerakkan dengan tenaga
Tuhan.
Di tengah-tengah medan pertempuran yang sedang sibuk
dikunjungi malaikat maut memunguti leher orang-orang kafir
itu, Muhammad berdiri. Diambilnya segenggam pasir,
dihadapkannya kepada Quraisy. "Celakalah wajah-wajah mereka
itu!" katanya sambil menaburkan pasir itu kearah mereka.
Sahabat-sahabatnya lalu diberi komando:
"Serbu!"
|