|
BAGIAN KEENAM: CERITA GHARANIQ (3/5)
Disinilah pihak Quraisy menyadari, bahwa penderitaan yang
dialami Muhammad dan sahabat-sahabatnya, hampir-hampir
menimbulkan perang saudara, yang akibat-akibatnya tidak akan
dapat dibayangkan, dan siapa pula yang akan binasa. Ada
orang-orang dari kabilah-kabilah Quraisy dan dari
keluarga-keluarga bangsawannya yang sudah menerima Islam,
mereka akan lalu berontak bila siapa saja dari kabilahnya
itu ada yang terbunuh sekalipun orang itu berlainan agama.
Jadi, dalam memerangi Muhammad ini, mereka harus memempuh
suatu cara yang tidak akan membawa akibat yang begitu
berbahaya. Di samping itu supaya cara ini dapat pula
disepakati oleh Quraisy mereka mengadakan genjatan senjata
dengan pihak Muslimin, sehingga dengan demikian tiada
seorangpun dari mereka itu yang boleh diganggu.
Inilah yang telah sampai kepada kaum pengungsi di
Abisinia itu, dan membuat mereka berpikir-pikir akan kembali
ke Mekah
Kedua. Sungguhpun begitu, barangkali mereka masih
maju-mundur juga akan kembali, kalau tidak karena adanya
sebab kedua yang telah menguatkan niat mereka, yakni pada
waktu itu di Abisinia sedang berkecamuk suatu pemberontakan
melawan Najasyi, yang dilancarkan karena adanya suatu
tuduhan yang ditujukan kepadanya. Ia melaksanakan janjinya
dan memperlihatkan rasa kasih-sayangnya kepada kaum
Muslimin. Kaum Muslimin sendiri menyatakan harapannya
sekiranya Tuhan akan memenangkan Negus terhadap lawannya
itu. Tetapi mereka sendiri tidak sampai melibatkan diri
dalam pemberontakan, karena mereka adalah orang-orang asing,
dan lagi mereka belurn begitu lama tinggal di Abisinia.
Bahwa yang telah sampai kepada mereka itu berita-berita
perdamaian antara Muhammad dengan Quraisy, perdamaian yang
menyelamatkan Muslimin dari gangguan yang pernah mereka
alami, maka bagi mereka akan lebih baik meninggalkan
kekacauan yang ada sekarang dan kembali bergabung kepada
keluarga mereka sendiri.
Inilah yang telah mereka lakukan semua, atau sebagian
dari mereka.
Hanya saja, sebelum mereka sampai ke Mekah, pihak Quraisy
sudah berkomplot lagi terhadap Muhammad dan
sahabat-sahabatnya. Kabilah-kabilah mereka sudah mengadakan
persetujuan tertulis bersama; mereka berjanji mengadakan
pemboikotan total terhadap Banu Hasyim: tidak akan saling
berjual-beli .
Dengan adanya perjanjian itu perang yang tak berkesudahan
antara kedua belah pihak itupun segera berkecamuk lagi.
Sekarang mereka yang telah pulang dari Abisinia itu kembali
lagi ke sana. Bersama mereka ikut pula orang-orang yang
masih dapat pergi bersama-sama. Sekali ini mereka menghadapi
kekerasan dari Quraisy, yang berusaha hendak merintangi
mereka itu hijrah.
Jadi, bukanlah kompromi seperti yang disebutkan Muir itu
yang menyebabkan Muslimin kembali dari Abisinia, melainkan
karena adanya perjanjian perdamaian sebagai akibat Umar yang
telah masuk Islam serta semangatnya yang berapi-api hendak
membela agama ini. Jadi dukungan mereka atas adanya cerita
gharaniq dengan alasan kompromi itu, adalah dukungan
yang samasekali tidak punya dasar.
Adapun alasan yang dikemukakan oleh penulis-penulis
biografi dan ahli-ahli tafsir dengan ayat-ayat: "Dan
hampir-hampir saja mereka itu menggoda kau ...," dan "Dan
tiada seorang rasul atau seorang nabi yang Kami utus sebelum
kau, apabila ia bercita-cita, setan lalu memasukkan gangguan
ke dalam cita-citanya itu ..." adalah alasan yang lebih
kacau lagi dari argumen Sir Muir. Cukup kita sebutkan ayat
pertama itu saja dalam firman Tuhan: "Dan kalaupun tidak
Kami tabahkan hatimu, niscaya engkau hampir cenderung juga
kepada mereka barang sedikit," untuk kita lihat, bahwa setan
telah memasukkan gangguan ke dalam cita-cita Rasul itu,
sehingga hampir saja ia cenderung kepada mereka
sedikit-sedikit; tetapi Tuhan menguatkan hatinya sehingga
tidak sampai dilakukannya, dan kalau dilakukan juga, Tuhan
akan menimpakan hukuman berlipat-ganda dalam hidup dan
mati.
Jadi, dengan membawa ayat-ayat ini sebagai alasan,
jelaslah alasan itu terbalik adanya.
Jalan cerita gharaniq ini ialah bahwa Muhammad
telah benar-benar berpihak kepada Quraisy dan Quraisypun
sudah benar-benar pula menggodanya sehingga ia mau
mengatakan sesuatu yang tidak difirmankan Tuhan. Sedang
ayat-ayat di sini menegaskan, bahwa Tuhan telah menguatkan
hatinya, sehingga dia tidak melakukan hal itu. Bilamana
disebutkan demikian, bahwa buku-buku tafsir dan
sebab-sebabnya turun Qur'an membuat ayat-ayat ini dapat
mengubah masalah gharaniq, kita lihat bahwa alasan
ini berlawanan sekali dengan kesucian para rasul dalam
menyampaikan tugas mereka, dan bertentangan dengan seluruh
sejarah Muhammad. Suatu alasan yang kacau, bahkan lemah sama
sekali.
|