BAGIAN KEENAM: CERITA GHARANIQ (2/5)
"Ketika itulah mereka mengambil engkau menjadi kawan
mereka. Dan kalaupun tidak Kami tabahkan hatimu, niscaya
engkau hampir cenderung juga kepada mereka barang sedikit.
Dalam hal ini, akan Kami timpakan kepadamu hukuman berlipat
ganda, dalam hidup dan mati. Selanjutnya engkau tiada akan
mempunyai penolong menghadapi Kami." (Qur'an 17:73-75)
Dengan begitu kembali ia memburuk-burukkan dewa-dewa
Quraisy itu, dan Quraisypun kembali lagi memusuhinya dan
mengganggu sahabat-sahabatnya.
Demikianlah cerita gharaniq
ini, yang bukan seorang saja dari penulis-penulis biografi
Nabi yang menceritakannya, demikian juga ahli-ahli tafsir
turut menyebutkan, dan tidak sedikit pula kalangan
Orientalis yang memang sudah sekian lama mau bertahan. Jelas
sekali dalam cerita ini ada kontradiksi. Dengan sedikit
pengamatan saja hal ini sudah dapat digugurkan.
Di samping itu cerita ini berlawanan pula dengan segala
sifat kesucian setiap nabi dalam menyampaikan risalah Tuhan.
Memang mengherankan sekali apabila ada beberapa penulis
sejarah Nabi dan ahli tafsir dari kalangan Islam sendiri
yang masih mau menerimanya. Oleh karena itu Ibn Ishaq tidak
ragu-ragu lagi ketika menjawab pertanyaan dengan mengatakan
bahwa cerita itu bikinan orang-orang atheis.
Akan tetapi mereka yang berpegang
pada alasan ini berusaha membenarkannya dengan berpegang
pada ayat-ayat:
"Dan hampir-hampir saja mereka itu menggoda kau ..."
sampai pada firman Tuhan: "Dan tiada seorang rasul atau
seorang nabi yang Kami utus sebelum kau, apabila ia
bercita-cita, setan lalu memasukkan gangguan ke dalam
cita-citanya itu. Tetapi Allah menghapuskan apa yang
dimasukkan setan itu. Kemudian Allah menguatkan
keterangan-keterangaNya itu. Dan Allah Maha mengetahui dan
Bijaksana. Apa yang dimasukkan setan itu adalah ujian bagi
mereka yang berpenyakit dalam hatinya dan berhati batu. Dan
mereka yang melakukan kesalahan akan berada dalam
pertentangan yang tak berkesudahan." (Qur'an, 22: 52 -
53)
Ada orang yang menafsirkan kata "bercita-cita" itu dengan
arti "membaca," ada pula yang menafsirkannya dengan arti
"bercita-cita," seperti yang sudah umum dikenal. Kedua
mereka ini masing-masing berpendapat - diikuti oleh
Orientalis-orientalis - bahwa Quraisy telah sampai di
puncaknya menyiksa sahabat-sahabat Nabi, ada yang mereka
bunuh, ada pula yang dilemparkan ke padang pasir, dijilat
oleh terik matahari yang membakar, ditindih pula dengan batu
seperti yang dialami oleh Bilal. Karena itu terpaksa ia
menyuruh mereka hijrah ke Abisinia. Demikian juga
masyarakatnya sendiripun begitu kasar terhadap dirinya yang
juga kemudian memboikotnya. Tetapi karena ia begitu menjaga
keislaman mereka yang sudah lepas dari penyembahan berhala,
ia pun lalu mendekati kaum musyrik dan membacakan Surah
an-Najm dengan menambahkan lagi cerita gharaniq.
Sesudah ia sujud merekapun ikut pula sujud. Mereka lalu
memperlihatkan suatu kecenderungan hendak mengikutinya,
karena ia sudah memberi tempat kepada dewa-dewa mereka itu
disamping Allah.
Atas peristiwa ini yang juga disebutkan dalam beberapa
buku biografi dan buku-buku tafsir - Sir William Muir
menganggapnya sebagai suatu argumen yang kuat tentang adanya
cerita gharaniq itu. Selanjutnya kaum Muslimin yang
telah berangkat ke Abisinia itu belum lagi selang tiga bulan
sejak mereka mengungsi, yang dalam pada itu mereka telah
diberi suaka dengan baik sekali oleh pihak Najasyi. Kalau
tidak karena tersiarnya berita, bahwa antara Muhammad dengan
Quraisy sudah tercapai kompromi, tentu tak ada motif lain
yang akan mendorong mereka itu kembali, ingin berhubungan
dengan keluarga dan kerabat mereka. Dan dari mana pula akan
ada kompromi antara Muhammad dengan Quraisy itu, kalau bukan
Muhammad juga yang mengusahakannya. Di Mekah ia termasuk
minoritas dengan tenaga yang masih lemah. Juga
sahabat-sahabatnya masih lemah sekali untuk dapat
mempertahankan diri dari gangguan dan penyiksaan
Quraisy.
Alasan-alasan yang dikemukakan
mereka, dengan mengatakan, bahwa cerita gharaniq itu
benar adanya, adalah suatu alasan yang lemah sekali dan
tidak tahan uji. Baiklah kita mulai dulu dengan menolak
Muir. Kembalinya kaum Muslimin ke Mekah dari Abisinia, pada
dasarnya karana dua sebab:
Pertama, karena 'Umar ibn'l-Khattab masuk Islam tidak
lama setelah mereka hijrah. Umar masuk Islam dengan semangat
yang sama seperti ketika ia menentang agama ini dahulu. Ia
masuk Islam tidak sembunyi-sembunyi. Malah terang-terangan
ia mengumumkan di depan orang banyak dan untuk itu ia
bersedia melawan mereka. Ia tidak mau kaum Muslimin
sembunyi-sembunyi dan mengendap-endap di celah-celah
pegunungan Mekah dalam melakukan ibadat, menjauhkan diri
jauh dari gangguan Quraisy. Bahkan ia terus melawan Quraisy
sampai nanti dia beserta kaum Muslimin itu dapat melakukan
ibadat dalam Ka'bah.
|