BAGIAN KESEPULUH: HIJRAH (2/2)
Mereka yakin itu adalah Muhammad dan beberapa orang
sahabatnya. Waktu itu Suraqa b. Malik b. Ju'syum hadir.
"Ah, mereka itu Keluarga si anu," katanya dengan maksud
mengelabui orang itu, sebab dia sendiri ingin memperoleh
hadiah seratus ekor unta. Sebentar ia masih tinggal bersama
orang-orang itu. Tetapi kemudian ia segera pulang ke
rumahnya. Disiapkannya senjatanya dan disuruhnya orang
membawakan kudanya ke tengah-tengah wadi supaya waktu ia
keluar nanti tidak dilihat orang. Selanjutnya dikendarainya
kudanya dan dipacunya ke arah yang disebutkan orang itu
tadi.
Sementara itu Muhammad dan kedua temannya sudah mengaso
di bawah naungan sebuah batu besar, sekadar beristirahat dan
menghilangkan rasa lelah sambil makan-makan dan minum, dan
sekadar mengembalikan tenaga dan kekuatan baru.
Matahari sudah mulai bergelincir, Muhammad dan Abu Bakr
pun sudah pula mulai memikirkan akan menaiki untanya
mengingat bahwa jaraknya dengan Suraqa sudah makin dekat.
Dan sebelum itu kuda Suraqa sudah dua kali tersungkur karena
terlampau dikerahkan. Tetapi setelah penunggang kuda itu
melihat bahwa ia sudah hampir berhasil dan menyusul kedua
orang itu - lalu akan membawa mereka kembali ke Mekah atau
membunuh mereka bila mencoba membela diri - ia lupa kudanya
yang sudah dua kali tersungkur itu, karena saat kemenangan
rasanya sudah di tangan. Akan tetapi kuda itu tersungkur
sekali lagi dengan keras sekali, sehingga penunggangnya
terpelanting dari punggung binatang itu dan jatuh
terhuyung-huyung dengan senjatanya. Lalu diramalkan oleh
Suraqa bahwa itu suatu alamat buruk dan dia percaya bahwa
sang dewa telah melarangnya mengejar sasarannya itu dan
bahwa dia akan berada dalam bahaya besar apabila sampai
keempat kalinya ia terus berusaha juga. Sampai di situ ia
berhenti dan hanya memanggil-manggil:
"Saya Suraqa bin Ju'syum! Tunggulah, saya mau bicara.
Demi Allah, tuan-tuan jangan menyangsikan saya. Saya tidak
akan melakukan sesuatu yang akan merugikan tuan-tuan."
Setelah kedua orang itu berhenti melihat kepadanya,
dimintanya kepada Muhammad supaya menulis sepucuk surat
kepadanya sebagai bukti bagi kedua belah pihak. Dengan
permintaan Nabi, Abu Bakr lalu menulis surat itu di atas
tulang atau tembikar yang lalu dilemparkannya kepada
Suraqa.
Setelah diambilnya oleh Suraqa surat itu ia kembali
pulang. Sekarang, bila ada orang mau mengejar Muhajir Besar
itu olehnya dikaburkan, sesudah tadinya ia sendiri yang
mengejarnya.
Muhammad dan kawannya itu kini berangkat lagi melalui
pedalaman Tihama dalam panas terik yang dibakar oleh pasir
sahara. Mereka melintasi batu-batu karang dan lembah-lembah
curam. Dan sering pula mereka tidak mendapatkan sesuatu yang
akan menaungi diri mereka dari letupan panas tengah hari tak
ada tempat berlindung dari kekerasan alam yang ada di
sekitarnya, tak ada keamanan dari apa yang mereka takuti
atau dari yang akan menyerbu mereka tiba-tiba, selain dari
ketabahan hati dan iman yang begitu mendalam kepada Tuhan.
Keyakinan mereka besar sekali akan kebenaran yang telah
diberikan Tuhan kepada RasulNya itu.
Selama tujuh hari terus-menerus mereka dalam keadaan
serupa itu. Mengaso di bawah panas membara musim kemarau dan
berjalan lagi sepanjang malam mengarungi lautan padang
pasir. Hanya karena adanya ketenangan hati kepada Tuhan dan
adanya kedip bintang-bintang yang berkilauan dalam gelap
malam itu, membuat hati dan perasaan mereka terasa lebih
aman.
Bilamana kedua orang itu sudah memasuki daerah kabilah
Banu Sahm dan datang pula Buraida kepala kabilah itu
menyambut mereka, barulah perasaan kuatir dalam hatinya
mulai hilang. Yakin sekali mereka pertolongan Tuhan itu
ada.
Jarak mereka dengan Yathrib kini sudah
dekat sekali.
Selama mereka dalam perjalanan yang sungguh meletihkan
itu, berita-berita tentang hijrah Nabi dan sahabatnya yang
akan menyusul kawan-kawan yang lain, sudah tersiar di
Yathrib. Penduduk kota ini sudah mengetahui, betapa kedua
orang ini mengalami kekerasan dari Quraisy yang
terus-menerus membuntuti. Oleh karena itu semua kaum
Muslimin tetap tinggal di tempat itu menantikan kedatangan
Rasulullah dengan hati penuh rindu ingin melihatnya, ingin
mendengarkan tutur katanya. Banyak di antara mereka itu yang
belum pernah melihatnya, meskipun sudah mendengar tentang
keadaannya dan mengetahui pesona bahasanya serta keteguhan
pendiriannya. Semua itu membuat mereka rindu sekali ingin
bertemu, ingin melihatnya. Orangpun sudah akan dapat
mengira-ngirakan, betapa dalamnya hati mereka itu terangsang
tatkala mengetahui, bahwa orang-orang terkemuka Yathrib yang
sebelum itu belum pernah melihat Muhammad sudah menjadi
pengikutnya hanya karena mendengar dari sahabat-sahabatnya
saja, kaum Muslimin yang gigih melakukan dakwah Islam dan
sangat mencintai Rasulullah itu.
Sa'id b. Zurara dan Mush'ab b. 'Umair
sedang duduk-duduk dalam salah sebuah kebun Banu Zafar.
Beberapa orang yang sudah menganut Islam juga berkumpul di
sana. Berita ini kemudian sampai kepada Sa'd b. Mu'adh dan
'Usaid b. Hudzair, yang pada waktu itu merupakan
pemimpin-pemimpin golongannya masing-masing.
"Temui dua orang itu," kata Said kepada 'Usaid, "yang
datang ke daerah kita ini dengan maksud supaya orang-orang
yang hina-dina di kalangan kita dapat merendahkan keluarga
kita. Tegur mereka itu dan cegah. Sebenarnya Said b. Zurara
itu masih sepupuku dari pihak ibu, jadi saya tidak dapat
mendatanginya."
'Usaidpun pergi menegur kedua orang itu. Tapi Mush'ab
menjawab:
"Maukah kau duduk dulu dan mendengarkan?" katanya. "Kalau
hal ini kau setujui dapatlah kauterima, tapi kalau tidak
kausukai maukah kau lepas tangan?"
"Adil kau," kata 'Usaid, seraya menancapkan tombaknya di
tanah. Ia duduk dengan mereka sambil mendengarkan keterangan
Mush'ab, yang ternyata sekarang ia sudah menjadi seorang
Muslim. Bila ia kembali kepada Sa'd wajahnya sudah tidak
lagi seperti ketika berangkat. Hal ini membuat Sa'd jadi
marah. Dia sendiri lalu pergi menemui dua orang itu. Tetapi
kenyataannya ia seperti temannya juga.
Karena pengaruh kejadian itu Sa'd lalu pergi menemui
golongannya dan berkata kepada mereka:
"Hai Banu 'Abd'l-Asyhal. Apa yang kamu ketahui tentang
diriku di tengah-tengah kamu sekalian?"
"Pemimpin kami, yang paling dekat kepada kami, dengan
pandangan dan pengalaman yang terpuji," jawab mereka.
"Maka kata-katamu, baik wanita maupun pria bagiku adalah
suci selama kamu beriman kepada Allah dan RasulNya."
Sejak itu seluruh suku 'Abd'l-Asyhal, pria dan wanita
masuk Islam. Tersebarnya Islam di Yathrib dan keberanian
kaum Muslimin di kota itu sebelum hijrah Nabi ke tempat
tersebut sama sekali di luar dugaan kaum Muslimin Mekah.
Beberapa pemuda Muslimin dengan tidak ragu-ragu
mempermainkan berhala-berhala kaum musyrik di sana.
Seseorang yang bernama 'Amr bin'l-Jamuh mempunyai sebuah
patung berhala terbuat daripada kayu yang dinamainya Manat,
diletakkan di daerah lingkungannya seperti biasa dilakukan
oleh kaum bangsawan. 'Amr ini adalah seorang pemimpin Banu
Salima dan dari kalangan bangsawan mereka pula. Sesudah
pemuda-pemuda golongannya itu masuk Islam malam-malam mereka
mendatangi berhala itu lalu di bawanya dan ditangkupkan
kepalanya ke dalam sebuah lubang yang oleh penduduk Yathrib
biasa dipakai tempat buang air.
Bila pagi-pagi berhala itu tidak ada 'Amr mencarinya
sampai diketemukan lagi, kemudian dicucinya dan dibersihkan
lalu diletakkannya kembali di tempat semula, sambil ia
menuduh-nuduh dan mengancam. Tetapi pemuda-pemuda itu
mengulangi lagi perbuatannya mempermainkan Manat 'Amr itu,
dan diapun setiap hari mencuci dan membersihkannya. Setelah
ia merasa kesal karenanya, diambilnya pedangnya dan
digantungkannya pada berhala itu seraya ia berkata: "Kalau
kau memang berguna, bertahanlah, dan ini pedang bersama
kau."
Tetapi keesokan harinya ia sudah kehilangan lagi, dan
baru diketemukannya kembali dalam sebuah sumur tercampur
dengan bangkai anjing. Pedangnya sudah tak ada lagi.
Sesudah kemudian ia diajak bicara oleh beberapa orang
pemuka-pemuka masyarakatnya dan sesudah melihat dengan mata
kepala sendiri betapa sesatnya hidup dalam syirik dan
paganisma itu, yang hakekatnya akan mencampakkan jiwa
manusia ke dalam jurang yang tak patut lagi bagi seorang
manusia, iapun masuk Islam.
Melihat Islam yang sudah mencapai martabat begitu tinggi
di Yathrib, akan mudah sekali orang menilai, betapa
memuncaknya kerinduan penduduk kota itu ingin menyambut
kedatangan Muhammad, setelah mereka mengetahui ia sudah
hijrah dari Mekah. Setiap hari selesai sembahyang Subuh
mereka pergi ke luar kota menanti-nantikan kedatangannya
sampai pada waktu matahari terbenam dalam hari-hari musim
panas bulan Juli.
Dalam pada itu ia sudah di Quba' - dua farsakh jauhnya
dari Medinah. Empat hari ia tinggal di tempat itu, ditemani
oleh Abu Bakr. Selama masa empat hari itu mesjid Quba'
dibangunnya. Sementara itu datang pula Ali b. Abi-Talib ke
tempat itu setelah mengembalikan barang-barang amanat - yang
dititipkan kepada Muhammad - kepada pemilik-pemiliknya di
Mekah. Setelah itu ia sendiri meninggalkan Mekah, menempuh
perjalanannya ke Yathrib dengan berjalan kaki. Malam hari ia
berjalan, siangnya bersembunyi. Perjuangan yang sangat
meletihkan itu ditanggungnya selama dua minggu penuh, yaitu
untuk menyusul saudara-saudaranya seagama.
Sementara kaum Muslimin Yathrib pada
suatu hari sedang menanti-nantikan seperti biasa tiba-tiba
datang seorang Yahudi yang sudah mengetahui apa yang sedang
mereka lakukan itu berteriak kepada mereka.
"Hai, Banu Qaila1 ini dia kawan kamu
datang!"
Hari itu adalah hari Jum'at dan Muhammad berjum'at di
Medinah. Di tempat itulah, ke dalam mesjid yang terletak di
perut Wadi Ranuna itulah kaum Muslimin datang, masing-masing
berusaha ingin melihat serta mendekatinya. Mereka ingin
memuaskan hati terhadap orang yang selama ini belum pernah
mereka lihat, hati yang sudah penuh cinta dan rangkuman iman
akan risalahnya, dan yang selalu namanya disebut pada setiap
kali sembahyang.
Orang-orang terkemuka di Medinah menawarkan diri supaya
ia tinggal pada mereka dengan segala persediaan dan
persiapan yang ada. Tetapi ia meminta maaf kepada mereka.
Kembali ia ke atas unta betinanya, dipasangnya tali
keluannya, lalu ia berangkat melalui jalan-jalan di Yathrib,
di tengah-tengah kaum Muslimin yang ramai menyambutnya dan
memberikan jalan sepanjang jalan yang diliwatinya itu.
Seluruh penduduk Yathrib, baik Yahudi maupun orang-orang
pagan menyaksikan adanya hidup baru yang bersemarak dalam
kota mereka itu, menyaksikan kehadiran seorang pendatang
baru, orang besar yang telah mempersatukan Aus dan Khazraj,
yang selama itu saling bermusuhan, saling berperang. Tidak
terlintas dalam pikiran mereka - pada saat ini, saat
transisi sejarah yang akan menentukan tujuannya yang baru
itu - akan memberikan kemegahan dan kebesaran bagi kota
mereka, dan yang akan tetap hidup selama sejarah ini
berkembang.
Dibiarkannya unta itu berjalan. Sesampainya ke sebuah
tempat penjemuran kurma kepunyaan dua orang anak yatim dari
Banu'n-Najjar, unta itu berlutut (berhenti). Ketika itulah
Rasul turun dari untanya dan bertanya:
"Kepunyaan siapa tempat ini?" tanyanya.
"Kepunyaan Sahl dan Suhail b. 'Amr," jawab Ma'adh b.
'Afra'. Dia adalah wali kedua anak yatim itu. Ia akan
membicarakan soal tersebut dengan kedua anak itu supaya
mereka puas. Dimintanya kepada Muhammad supaya di tempat itu
didirikan mesjid.
Muhammad mengabulkan permintaan tersebut dan dimintanya
pula supaya di tempat itu didirikan mesjid dan
tempat-tinggalnya.
Gambar 3. (a) Mesjid Quba' (sebelah kiri)
"Selama masa empat hari di Quba' itu mesjid
dibangunnya." (b) Mesjid Nabawi yang pertama
kali didirikan ketika Nabi sampai di Medinah. "...
di tempat itu didirikan mesjid dan tempat
tinggalnya."
|
Catatan kaki:
- Aus dan Khazraj (A).
|