BAGIAN KEDUAPULUH ENAM: IBRAHIM DAN ISTERI
ISTERI NABI (3/3)
"Rabah, mintakan aku ijin
kepada Rasulullah s.a.w. Kukira dia sudah menduga
kedatanganku ini ada hubungannnya dengan Hafsha. Sungguh,
kalau dia menyuruh aku memenggal leher Hafsha, akan
kupenggal."
Sekali ini Nabi memberi ijin dan Umar pun masuk. Bila ia
sudah duduk dan membuang pandang ke sekeliling tempat itu,
ia menangis.
"Apa yang membuat engkau menangis, Ibn'l-Khattab?" tanya
Muhammad.
Yang membuatnya menangis ialah melihat tikar tempat Nabi
berbaring itu sampai membekas di rusuknya, dan bilik sempit
yang tiada berisi apa-apa selain segenggam gandum,
kacang-kacangan5
dan kulit yang digantungkan.
Setelah oleh Umar disebutkan apa yang telah
menyebabkannya menangis itu dan Nabi mengatakan perlunya
meninggalkan kehidupan duniawi, ia pun mulai kembali
tenang.
Kemudian kata Umar:
"Rasulullah, apa yang menyebabkan tuan tersinggung karena
para isteri itu. Kalau mereka itu tuan ceraikan, niscaya
Tuhan di sampingmu, demikian juga para malaikat - Jibril dan
Mikail - juga saya, Abu Bakr, dan semua orang-orang beriman
berada di pihakmu."
Kemudian ia terus bicara dengan Nabi sehingga bayangan
kemarahannya berangsur hilang dari wajahnya dan ia pun
tertawa. Setelah Umar melihat hal ini lalu diceritakannya
keadaan Muslimin yang di mesjid serta apa yang mereka
katakan, bahwa Nabi telah menceraikan isteri-isterinya.
Dengan adanya keterangan dari Nabi bahwa ia tidak
menceraikan mereka, ia minta ijin akan mengumumkan hal ini
kepada orang-orang yang sekarang masih tinggal di mesjid
menunggu.
Ia pergi ke mesjid, dan dengan suara
keras ia berkata kepada mereka: "Rasulullah - s.a.w. - tidak
menceraikan isterinya." Sehubungan dengan peristiwa inilah
ayat-ayat suci ini turun:
"Wahai Nabi! Mengapa engkau mengharamkan sesuatu yang
oleh Tuhan dihalalkan untukmu; hanya karena engkau ingin
memenuhi segala yang disenangi para isterimu? Dan Allah jua
Maha Pengampun dan Penyayang. Tuhan telah mewajibkan kamu
melepaskan sumpah kamu itu. Dan Tuhan jua Pelindungmu, Dia
mengetahui dan Bijaksana."
Tatkala Nabi membisikkan cerita itu kepada salah seorang
isterinya, maka bila ia (isteri) itu mengumumkan hal
tersebut dan Tuhan mengungkapkan hal itu kepadanya, sebagian
diterangkannya dan yang sebagian lagi tidak. Bila hal itu
kemudian disampaikan kepada isterinya, ia bertanya: "Siapa
yang mengatakan itu kepadamu?" Ia menjawab:
"Yang mengatakan itu kepadaku Allah Yang Maha mengetahui.
Kalau kamu berdua mau bertaubat kepada Allah maka hatimu
sudah sudi menerima. Tetapi kalau kamu berdua bantu-membantu
menyusahkannya, maka Tuhanlah Pelindungnya; demikian juga
Jibril dan setiap orang baik-baik di kalangan orang-orang
beriman; di samping itu para malaikat juga jadi penolongnya.
Jika ia menceraikan kamu, boleh jadi Tuhan memberi ganti
kepadanya dengan isteri-isteri yang lebih baik daripada kamu
- yang berserah diri, yang beriman, berbakti dan bertaubat,
yang rendah hati beribadat dan berpuasa, janda-janda atau
perawan." (Qur'an, 66: 1-5)
Dengan demikian peristiwa itu selesai. Isteri-isteri Nabi
kembali sadar, dan dia pun kembali kepada mereka setelah
mereka benar-benar bertaubat, menjadi manusia yang rendah
hati beribadat dan beriman. Kehidupan rumahtangganya
sekarang kembali tenang, yang memang demikian diperlukan
oleh setiap manusia yang sedang melaksanakan suatu beban
besar yang ditugaskan kepadanya.
Apa yang sudah saya ceritakan tentang Muhammad yang sudah
meninggalkan isteri-isterinya dan menyuruh mereka supaya
memilih, peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelum dan
sesudah ditinggalkan serta beberapa kejadian yang sebelum
itu dan akibatnya, menurut hemat saya itulah cerita yang
sebenarnya mengenai sejarah kejadian ini. Cerita ini saling
menguatkan satu sama lain, seperti yang ada dalam
kitab-kitab tafsir dan kitab-kitab hadis. Demikian juga
adanya keterangan-keterangan di sana-sini mengenai diri
Muhammad dan isteri-isterinya dalam pelbagai buku biografi
itu. Sungguhpun begitu tiada sebuah juga buku-buku sejarah
itu yang membawa peristiwa ini atau mengemukakan
peristiwa-peristiwa sebelumnya serta kesimpulan-kesimpulan
yang diambilnya seperti yang saya kemukakan dalam buku ini.
Dalam menghadapi kejadian seperti ini oleh buku-buku sejarah
Nabi itu kebanyakan dilewati begitu saja tanpa ditelaah
lebih lanjut; seolah-olah ini dilihatnya sebagai barang yang
kesat dipegang dan takut sekali mendekatinya. Ada lagi yang
menelaah soal madu dan maghafir, tanpa sepatah kata juga
menyebut-nyebut soal Hafsha dan Maria.
Sebaliknya oleh pihak Orientalis - soal Hafsha dan Maria,
soal Hafsha yang membuka rahasia kepada Aisyah - hal yang
dijanjikan kepada Nabi akan dirahasiakan - dijadikannya
pangkal sebab semua kejadian itu. Dengan demikian mereka
berusaha hendak menambah hal-hal baru untuk meyakinkan
pembacanya tentang diri Nabi, bahwa dia laki-laki yang
senang kepada wanita dengan cara yang tidak bersih. Menurut
hemat saya, penulis-penulis sejarah dari kalangan Muslimin
sendiri tidak punya alasan akan mengabaikan
kejadian-kejadian ini dengan segala artinya yang sangat
dalam itu seperti sudah sebagian kita kemukakan soalnya.
Sedang pihak Orientalis, yang dalam hal ini sudah
terpengaruh oleh nafsu ke-kristenannya, mereka sudah
menyalahi cara-cara penelitian sejarah. Terhadap siapa pun
lepas dari orang besar seperti Muhammad - kritik sejarah
yang murni tidak dapat menerima bahwa pengungkapan Hafsha
kepada Aisyah karena ia telah menemui suaminya dalam
rumahnya dengan hamba sahayanya yang sudah menjadi haknya
itu dan dengan demikian ia halal baginya - akan dijadikan
suatu sebab kenapa Muhammad sampai meninggalkan semua isteri
selama sebulan penuh, serta mengancam mereka semua akan
diceraikan. Juga kritik sejarah yang murni tidak dapat
menerima bahwa cerita madu itu telah juga dijadikan sebab
adanya perpisahan dan ancaman itu.
Apabila orang itu orang besar seperti Muhammad,
lemah-lembut seperti Muhammad, berlapang dada, tahan
menderita, orang berwatak dengan segala sifat-sifat yang ada
pada Muhammad, yang sudah sepakat diakui pula oleh semua
penulis sejarah hidupnya, maka menggambarkan salah satu dari
kedua peristiwa itu an sich sebagai sebab ia memisahkan diri
dan mengancam hendak menceraikan isteri, adalah suatu hal
yang kebalikannya, jauh daripada suatu cara kritik sejarah.
Sebaliknya, kritik yang akan dapat diterima orang dan
sejalan pula dengan logika sejarah ialah apabila
peristiwa-peristiwa itu mengikuti jejak yang sebenarnya,
yang akan membawa kepada kesimpulankesimpulan yang sudah
pasti tidak bisa lain akan ke sana. Maka dengan demikian ia
akan menjadi masalah biasa, masuk akal dan secara ilmiah
dapat diterima. Dan apa yang sudah kita lakukan ini menurut
hemat saya adalah langkah yang wajar dalam peristiwa itu,
yakni yang sesuai dengan kebijaksanaan Muhammad, dengan
segala kebesarannya, keteguhan hati serta pandangannya yang
jauh.
Ada beberapa Orientalis yang juga bicara tentang
ayat-ayat yang turun pada permulaan Surah At-Tahrim (66)
seperti yang sudah saya kutip itu. Disebutkannya bahwa semua
kitab-kitab suci di Timur tidak ada yang menyebut-nyebut
peristiwa rumahtangga dengan cara semacam itu.
Rasanya tidak perlu kita mengatakan lagi apa yang
tersebut dalam kitab-kitab suci itu semua - termasuk Qur'an
di antaranya tentang masyarakat Lut dengan segala cacat
mereka, di samping bagaimana mereka mendebat dua malaikat
tamu Lut itu serta tentang apa yang disebutkan dalam
kitab-kitab suci itu tentang isteri Lut, dan bahwa dia
termasuk orang yang tertinggal di belakang. Bahkan Taurat
(Perjanjian Lama) membawa cerita tentang Lut dan dua anaknya
yang perempuan ketika mereka memberikan minuman anggur
kepada bapanya sehingga dua malam berturut-turut ia mabuk,
dengan maksud supaya dapat berseketiduran dengan anak itu
masing-masing dan dengan demikian supaya beroleh keturunan,
karena dikuatirkan keluarga Lut kelak akan punah, setelah
Tuhan menurunkan bencana kepada mereka itu. Sebabnya maka
semua kitab suci membuat kisah-kisah para rasul serta apa
yang mereka lakukan dan segala apa yang terjadi, ialah
sebagai suri teladan bagi umat manusia.
Banyak sekali kisah-kisah demikian dalam Qur'an. Tuhan
menyampaikan kisah-kisah yang baik sekali kepada Rasul.
Sedang Qur'an bukan hanya diturunkan kepada Muhammad,
melainkan kepada seluruh umat manusia. Muhammad adalah
seorang nabi dan seorang rasul, sebelum dia pun telah banyak
rasul-rasul lain yang dibawakan kisahnya dalam Qur'an. Kalau
Qur'an menyampaikan berita-berita tentang Muhammad dan
menyangkut pula kehidupan pribadinya yang perlu menjadi
contoh buat kaum Muslimin dan teladan yang baik pula, serta
memberi isyarat tentang arti dalam tindakan dan
kebijaksanaannya itu, maka kisah-kisah para nabi yang
terdapat dalam Qur'an itu samasekali tidak berarti keluar
daripada apa yang terdapat dalam kitab-kitab suci lain.
Apabila kita mengatakan, bahwa masalah Muhammad meninggalkan
isterinya itu bukan sebab yang berdiri sendiri di samping
sebab-sebab lain yang telah menimbulkan cerita itu, juga
bukan karena Hafsha bercerita kepada Aisyah apa yang
dilakukan Muhammad dengan Maria - suatu hal yang memang
patut dilakukan oleh setiap laki-laki terhadap isterinya
atau siapa saja yang menjadi miliknya yang sah - orang akan
melihat, bahwa tinjauan yang dikemukakan oleh beberapa
Orientalis itu, dari segi kritik sejarah samasekali tidak
dapat dibenarkan, juga tidak pula sejalan dengan apa yang
ada dalam kitab-kitab suci sehubungan dengan kisah-kisah dan
kehidupan para nabi itu.
Catatan kaki:
1 Ka'b ibn
Zuhair seorang penyair kenamaan hidup dalam masa paganisma
dan Islam. Ayahnya, Zuhair b. Abi Sulma, salah seorang
penyair Mu'allaqat (lihat halaman 63 jilid satu). Sajak ini
panjang, dan terkenal sekali, dimulai dengan melukiskan
kekasihnya, Su'ad. Kemudian dilukiskannya betapa kagumnya ia
kepada Rasul, yang baru dijumpainya itu, karena telah
memaafkannya. Padahal sebelum itu, dengan sajak-sajaknya ia
mengejek dan memaki-makinya. Di samping itu Rasul bahkan
membuka mantelnya (burda) dan dibenkannya kepada Ka'b.
Serangkum puisi yang indah ini sebenarnya hidup sampai
sekarang dengan beberapa adaptasi, antara lain melalui
Bushiri (lihat halaman xxiii) dan penyair Ahmad Syauqi
(1868-1932), penyair Mesir kenamaan, dan yang juga dijadikan
tema dalam beberapa komposisi musik Mesir kontemporer
(A).
2 Diberi
julukan demikian, konon karena dia terkenal sebagai
penunggang kuda yang mahir. Dia juga penyair, orator,
pemberani dan pemurah (A).
3 Demikian
menurut Muslim, tapi berlainan dengan Tabari, yang
memaparkan isteri-isteri Umar yang bernama Bint Kharija, dan
dalam (Ruh'l-Ma'ani: 'kalau tuan melihat Bint Zaid É'
dst.
4 Maghafir
jamak mighfar, ialah getah yang dihasilkan dari pohon
'urfut, rasanya manis dan baunya tidak sedap. 'Urfut
sebangsa pohon paku yang mengeluarkan getah berbau tidak
sedap, yang bila diisap oleh lebah menghasilkan madu yang
sama baunya. (LA) TerJemahannya yang persis dalam kata
Indonesia belum tersua. Mungkin pohon ini termasuk jenis
paku atau akasia (A).
5 qaraz kacang-kacangan
dari sejenis pohon paku (acacia nilotica?) (A).
|