|
BAGIAN KETUJUH BELAS: ISTERI-ISTERI NABI
(1/3)
SEMENTARA
peristiwa-peristiwa dalam dua bagian di atas itu terjadi,
Muhammad kawin dengan Zainab bt. Khuzaima, kemudian kawin
dengan Umm Salama bt. Abi Umayya bin'l-Mughira, selanjutnya
kawin lagi dengan Zainab bt. Jahsy setelah dicerai oleh Zaid
b. Haritha. Zaid inilah yang telah diangkat sebagai anak
oleh Muhammad setelah dibebaskan sebagai budak sejak ia
dibelikan oleh Yasar untuk Khadijah. Di sinilah kaum
Orientalis dan misi-misi penginjil itu kemudian berteriak
keras-keras: Lihat! Muhammad sudah berubah. Tadinya, ketika
ia masih di Mekah sebagai pengajar yang hidup sederhana,
yang dapat menahan diri dan mengajarkan tauhid, sangat
menjauhi nafsu hidup duniawi, sekarang ia sudah menjadi
orang yang diburu syahwat, air liurnya mengalir bila melihat
wanita. Tidak cukup tiga orang isteri saja dalam rumah,
bahkan ia kawin lagi dengan tiga orang wanita seperti yang
disebutkan di atas. Sesudah itu mengawini tiga orang wanita
lagi, selain Raihana. Tidak cukup kawin dengan wanita-wanita
yang tidak bersuami, bahkan ia jatuh cinta kepada Zainab bt.
Jahsy yang masih terikat sebagai isteri Zaid b. Haritha
bekas budaknya. Soalnya tidak lain karena ia pernah singgah
di rumah Zaid ketika ia sedang tidak ada di tempat itu, lalu
ia disambut oleh Zainab. Tatkala itu ia sedang mengenakan
pakaian yang memperlihatkan kecantikannya, dan kecantikan
ini sangat mempengaruhi hatinya. Waktu itu ia berkata "Maha
suci Ia yang telah dapat membalikkan hati manusia!"
Kata-kata ini diulanginya lagi ketika ia meninggalkan tempat
itu. Zainab mendengar kata-kata itu dan ia melihat api cinta
itu bersinar dari matanya. Zainab merasa bangga terhadap
dirinya dan apa yang didengarnya itu diberitahukannya kepada
Zaid. Langsung waktu itu juga Zaid menemui Nabi dan
mengatakan bahwa ia bersedia menceraikannya. Lalu kata Nabi
kepadanya:
"Jaga baik-baik isterimu, jangan diceraikan. Hendaklah
engkau takut kepada Allah."
Tetapi pergaulan Zainab dengan Zaid sudah tidak baik
iagi. Kemudian ia dicerai. Muhammad menahan diri tidak
segera mengawininya sekalipun hatinya gelisah. Ketika itu
firman Tuhan datang:
"Ingat, tatkala engkau berkata kepada orang yang telah
diberi karunia oleh Allah dan engkau pun telah pula berbudi
kepadanya: Jagalah baik-baik isterimu. Hendaklah engkau
takut kepada Allah. Dan engkau menyembunyikan sesuatu di
dalam hatimu apa yang oleh Tuhan sudah diterangkan. Engkau
takut kepada manusia, padahal seharusnya Allah yang lebih
patut kautakuti. Maka setelah Zaid meluluskan kehendak
wanita itu, Kami kawinkan dia dengan engkau, supaya kelak
tidak menjadi alangan bagi orang-orang beriman kawin dengan
(bekas) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, bilamana
kehendak mereka (wanita-wanita) itu sudah diluluskan.
Perintah Allah itu mesti dilaksanakan." (Qur'an, 33:37)
Ketika itulah wanita itu dikawininya. Dengan perkawinan
ini semarak cinta berahi dan api asmaranya yang
menyala-nyala dapat dipadamkan. Nabi apa itu!? Bagaimana ia
membenarkan hal itu buat dirinya sedang buat orang lain
tidak?! Bagaimana ia tidak tunduk kepada undang-undang yang
katanya diturunkan Tuhan kepadanya?! Bagaimana pula "harem"
ini diciptakan, yang mengingatkan orang pada raja-raja yang
hidup mewah-mewah, bukan pada para nabi yang saleh dan
memperbaiki kehidupan umat?! Selanjutnya bagaimana pula ia
menyerah kepada kekuasaan cinta dalam hubungannya dengan
Zainab sehingga ia menghubungi Zaid bekas budaknya supaya
menceraikannya, kemudian ia tampil mengawininya! Hal semacam
ini pada zaman jahiliah dilarang, tapi nabinya orang Islam
ini membolehkan, karena mau menuruti kehendak nafsunya, mau
memenuhi dorongan cintanya.
Bilamana kaum
Orientalis dan para misi penginjil bicara mengenai masalah
ini dalam sejarah Muhammad, maka mereka membiarkan khayal
mereka itu bebas tak terkendalikan lagi; sehingga ada
diantara mereka itu yang menggambarkan Zainab - ketika
terlihat oleh Nabi - dalam keadaan setengah telanjang atau
hampir telanjang, dengan rambutnya yang hitam panjang lepas
terurai sampai menjamah tubuhnya yang lembut gemulai, yang
akan dapat menterjemahkan segala arti cinta berahi. Yang
lain lagi menyebutkan, bahwa ketika ia membuka pintu rumah
Zaid, angin menghembus menguakkan tabir kamar Zainab. Ketika
itu ia sedang telentang di tempat tidur dengan mengenakan
baju tidur. Pemandangan ini sangat menggetarkan jantung
laki-laki yang gila perempuan dengan kecantikannya itu. Ia
menyembunyikan perasaan hatinya meskipun sebenarnya ia tidak
dapat tahan lama demikian!
Gambaran yang diciptakan oleh khayal demikian itu banyak
sekali. Akan kita jumpai ini dalam karya-karya Muir,
Dermenghem, Washington Irving, Lammens dan yang lain, baik
mereka ini para Orientalis atau misi-misi penginjil. Dan
yang sungguh disayangkan lagi karena dalam membuat
cerita-cerita itu, semua mereka memang mengambil sumbernya
dari kitab-kitab sejarah Nabi dan tidak sedikit pula dari
hadis. Kemudian dengan apa yang mereka gambarkan itu, mereka
membangun istana-istana gading dari khayal mereka sendiri
tentang Muhammad serta hubungannya dengan wanita. Alasan
mereka ialah karena isterinya banyak, yang sampai sembilan
orang menurut pendapat yang lebih tepat, atau lebih dari itu
menurut sumber-sumber lain.
Sebenarnya dapat saja kita
membantah semua kata-kata mereka itu dengan ucapan:
Anggaplah semua itu benar, tetapi dengan itu apa pula
kiranya yang akan dapat mendiskreditkan kebesaran Muhammad
atau kenabian dan kerasulannya. Undang-undang yang biasanya
berlaku pada umum, tidak mempan terhadap orang-orang besar,
lebih-lebih terhadap para rasul dan nabi. Bukankah ketika
Musa a.s. melihat perselisihan dua orang, yang seorang dari
golongannya sendiri, dan yang seorang lagi dari pihak
musuhnya, ditinjunya orang yang dari pihak musuh itu hingga
menemui ajalnya, padahal pembunuhan demikian itu dilarang,
baik dalam perang atau pun setengah perang? Ini berarti
melanggar undang-undang. Jadi Musa tidak tunduk kepada
undang-undang, tapi juga tidak berarti ini dapat
mendiskreditkan kenabian atau kerasulannya, bahkan
mengurangi kebesarannyapun juga tidak. Dan dalam hal Isa,
dalam menyalahi undang-undang lebih besar lagi dari masalah
Muhammad, dari para nabi dan para rasul semuanya. Dan
soalnya tidak hanya terbatas pada besarnya kekuatan dan
keinginan saja, bahkan kelahiran dan kehidupannya pun sudah
melanggar undang-undang dan kodrat alam. Di hadapan ibunya
malaikat muncul sebagai manusia yang sempurna, yang akan
mengantarkan seorang anak yang suci bersih kepadanya. Wanita
itu keheranan, sambil berkata: "Bagaimana aku akan beroleh
seorang putera, padahal aku belum disentuh seorang manusia,
juga aku bukan seorang pelacur." Malaikat berkata, bahwa
Tuhan menghendaki supaya ia menjadi pertanda bagi umat
manusia.
Setelah terasa sakit hendak melahirkan, ia berkata:
"Aduhai, coba sebelum ini aku mati saja, maka aku akan
hilang dilupakan orang." Lalu datang suara memanggilnya dari
bawah: "Jangan berdukacita, Tuhan telah mengalirkan sebatang
anak sungai di bawahmu." Dibawanya anak itu kepada
keluarganya. Mereka pun berkata: "Maryam, engkau datang
membawa masalah besar. Dalam buaiannya itu (usia semuda itu)
Isa berkata kepada mereka: "Aku adalah hamba Allah É"
dan seterusnya.
Betapapun orang-orang Yahudi menolak semua ini, dan oleh
mereka Isa dinasabkan kepada Yusuf an-Najjar (Yusuf anak
Heli), sebagian sarjana semacam Renan sampai sekarang pun
memang menganggapnya demikian. Kebesaran Isa, kenabiannya
dan kerasulannya serta penyimpangannya dari hukum dan kodrat
alam adalah suatu pertanda mujizat Tuhan kepadanya. Tapi
anehnya, misi-misi penginjil Kristen itu minta orang supaya
percaya kepada hal-hal yang di luar hukum alam mengenai diri
Yesus, sementara mengenai diri Muhammad mereka sudah
menjatuhkan hukuman sendiri. Padahal apa yang dilakukannya
tidak seberapa dan tidak lebih karena Muhammad memang
terlalu tinggi untuk dapat tunduk kepada undang-undang
masyarakat yang berlaku terhadap setiap orang besar,
terhadap raja-raja, kepala-kepala negara yang pada umumnya
sudah didahului oleh undang-undang dasar sehingga membuat
mereka tak dapat diganggu-gugat.
Sebenarnya dapat
saja kita membantah semua kata-kata mereka itu dengan
jawaban yang sudah tentu akan menjatuhkan semua argumen
misi-misi penginjil dan orang-orang Orientalis yang juga mau
ikut cara-cara mereka itu. Tetapi dalam hal ini kita lalu
memperkosa sejarah dan memperkosa kebesaran Muhammad dan
kerasulannya. Dia bukanlah orang seperti yang mereka
gambarkan: orang yang pikirannya dipengaruhi oleh hawa
nafsu. Tak ada isterinya itu yang dikawininya hanya karena
ia terdorong oleh syahwat atau nafsu berahi saja. Kalaupun
ada beberapa penulis Muslim pada zaman-zaman tertentu dengan
sesuka hati berkata demikian dan mengemukakan alasan itu
kepada lawan-lawan Islam dengan niat baik, soalnya ialah
karena tradisi yang berlaku telah membawa mereka kepada
pengertian materi. Mereka ingin menggambarkan Muhammad itu
besar dalam segalanya, juga besar dalam kehidupan hawa
nafsu. Sudah tentu ini suatu penggambaran yang salah sama
sekali. Sejarah hidup Muhammad sama sekali tak dapat
menerima ini, dan seluruh hidup pribadinya pun dengan
sendirinya sudah menolak.
Ia kawin dengan
Khadijah dalam usia duapuluh tiga tahun, usia muda-remaja,
dengan perawakan yang indah dan paras muka yang begitu
tampan, gagah dan tegap. Namun sungguhpun begitu Khadijah
adalah tetap isteri satu-satunya, selama duapuluh delapan
tahun, sampai melampaui usia limapuluhan. Padahal masalah
poligami ialah masalah yang umum sekali di kalangan
masyarakat Arab waktu itu. Di samping itu Muhammad pun bebas
kawin dengan Khadijah atau dengan yang lain, dalam hal ia
dengan isterinya tidak beroleh anak laki-laki yang hidup,
sedang anak perempuan pada waktu itu dikubur hidup-hidup dan
yang dapat dianggap sebagai keturunan pengganti hanyalah
anak laki-laki.
|