|
2. ORIENTALIS DAN KEBUDAYAAN ISLAM (5/6)
Dalam hidup ini rasanya tak ada yang lebih baik
merangsang kita dalam bekerja dan berusaha seperti dalam
mencari nafkah dan harta. Demi harta sebagian besar orang
berusaha dan berjuang, yang kadang sampai diluar
kemampuannya. Dalam dunia kita sekarang ini, sekali lihat
saja orang sudah dapat memperoleh kesan apa yang sedang
bergolak dalam dunia ini - perjuangan dan kesulitan, perang
dan damai, pemberontakan dan kekacauan - demi harta. Demi
harta inilah kerajaan-kerajaan terbalik menjadi republik,
untuk harta ini pertumpahan darah terjadi, nyawa manusia
melayang. Juga anak-anak keturunan! Kesulitan yang
bagaimanakah yang tidak akan kita pikul demi anak-anak buah
hati kita! Kepahitan yang bagaimana pula yang takkan terasa
manis kalau memang untuk kesenangan mereka, untuk menjamin
kemakmuran hidup dan kemuliaan mereka! Segala kesulitan
untuk mencapai kebahagiaan mereka itu jadi mudah. Bahkan,
demi harta dan anak-anak keturunannya itu, ada orang yang
menganggap segala yang mustahil itu tiada berarti. Ada yang
sampai berlebih-lebihan sekali dalam hal ini sehingga untuk
itu ia mengorbankan segala kesenangannya, bahkan
hidupnya.
Memang demikianlah, harta dan anak-anak keturunan itu
memang hiasan (bentuk luar) kehidupan dunia. Tetapi
disamping inti kehidupan yang sebenarnya bentuk luar itu
bukan apa-apa. Orang yang mengorbankan inti demi hiasan
lahir, sama dengan orang yang berpikir sempit dan bodoh
saja: sama dengan perempuan yang tidak memandang penting
kesehatannya sendiri asal dia tampak cantik untuk sementara
waktu; sama dengan pemuda yang sudah lupa daratan, yang mau
mengorbankan pikiran dan harga dirinya ditengah-tengah
ejekan kawan-kawannya bila ia mengira bahwa dirinya adalah
pemimpin mereka sebab dia sudah menghambur-hamburkan harta
untuk mereka itu; atau sama seperti mereka, orang-orang yang
begitu bodoh, yang tertipu oleh kenyataan dibalik kebenaran,
oleh hari ini dibalik hari esok. Mereka yang mengejar harta
dan anak-anak keturunan sebagai hiasan kehidupan dunia dan
melupakan yang lain, mereka ini tidak kurang pula bodohnya.
Harta dan anak-anak keturunan suatu hiasan. Sedang inti
kehidupan ialah segala pekerjaan dan perbuatan baik yang
kekal. Dan untuk perbuatan-perbuatan baik inilah orang harus
mencurahkan tenaga dan perjuangannya lebih dari pada untuk
hiasan (bentuk luar) kehidupan dunia, harta dan anak-anak
keturunannya.
Kita sudah melihat betapa luhurnya tujuan yang
digambarkan ayat Qur'an Suci ini. Kalau kita sudah
mencurahkan segala tenaga dan darah kita demi hiasan
kehidupan dunia ini, maka kita juga harus mencurahkan jiwa
dan hati kita untuk inti daripada kehidupan itu, bentuk
harus tunduk kepada inti. Oleh karena itu segala hidup kita,
harta kita dan anak-anak keturunan kita harus ditujukan
kepada tujuan ini, kepada inti daripada perbuatan-perbuatan
baik yang kekal itu yang lebih besar pahalanya dalam
pandangan Tuhan serta harapan yang lebih baik pula.
Mengenai logika yang begitu sehat dan
jelas ini bagaimana dalam pemikiran Muslimin dapat berubah
menjadi bermacam-macam kepercayaan yang sama sekali tidak
sesuai? Pada pembahasan yang pertama buku ini sepintas lalu
ada juga kita singgung tatkala kita sebutkan tentang keadaan
yang sudah berubah pada umat Islam itu.
Karena adanya penaklukan-penaklukan yang pernah menguasai
imperium Islam secara berturut-turut sejak berakhirnya zaman
dinasti Abbasiah - seperti yang sudah kita singgung sepintas
lalu dalam pengantar cetakan kedua - cara musyawarah yang
berlaku pada permulaan sejarah Islam telah berubah menjadi
kerajaan yang sewenang-wenang pada zaman dinasti Umayyah,
lalu menjadi hak suci pada masa Abbasiah kedua.
Baiklah sekarang kita ikuti keterangan
almarhum Syaikh Muhammad Abduh dengan agak terperinci dalam
Al-Islam wan-Nashrania sebagai berikut:
"Islam pada mulanya agama yang dianut orang Arab.
Kemudian setelah berhubungan dengan ilmu pengetahuan yang
tadinya bercorak Yunani ilmu itu pun lalu bercorak Arab
pula. Kemudian ada seorang khalifah yang salah dalam
menjalankan politik. Keluasan Islam digunakannya untuk apa
yang dikiranya akan membawa keuntungan untuk kepentingannya
- dikiranya bahwa tentara yang terdiri dari orang-orang Arab
itu mungkin saja akan jadi pendukung seorang khalifah
golongan Ali, sebab golongan ini dekat sekali pertaliannya
dengan keluarga Nabi s.a.w. Oleh karena itu ia mau
mempergunakan tentara dari luar, yang terdiri dari
orang-orang Turki, Dailam dan lain-lain yang dikiranya pula
bahwa dengan kekuasaannya itu mereka ini akan dapat
diperhamba, dapat dipergunakan untuk kepentingannya. Suasana
tidak akan membantu adanya pihak yang akan memberontak
kepadanya atau menuntut kedudukannya sebagai penguasa,
meskipun keluasan hukum Islam akan membenarkan ia melakukan
itu. Sejak itulah Islam jadi bercorak asing.
"Ada seorang khalifah Banu Abbas - yang karena mengingat
kepentingannya sendiri serta anak cucunya - ia ingin
sebagian besar tentaranya itu diangkat dari orang-orang
asing, demikian juga pembesar-pembesarnya. Suatu tindakan
yang buruk sekali, baik terhadap bangsanya atau pun terhadap
agama. Tetapi tidak lama kemudian pembesar-pembesar militer
ini pun telah pula dapat mengalahkan para khalifah itu.
Dengan kekuasaan yang ada itu mereka telah dapat bertindak
sewenang-wenang. Sekarang kekuasaan negara berada ditangan
mereka, dengan tiada persiapan pikiran seperti yang
diajarkan Islam dan dengan hati yang sudah diisi oleh
pendidikan agama. Bahkan sebaliknya, mereka datang menerima
Islam dalam keadaan biadab dan bodoh, dengan membawa segala
macam kekejaman. Tubuh mereka mengenakan pakaian Islam, tapi
ajarannya belum sampai menembusi hati mereka. Masih banyak
diantara mereka itu yang membawa berhala untuk disembah
dengan diam-diam. Kalau pun ada yang menjalankan salat
bersama-sama, itu hanya untuk memperkuat kekuasaannya.
"Kemudian datang lagi yang lain melanda Islam, seperti
bangsa Tatar dan yang lain misalnya, malah persoalan agama
juga dibawah kekuasaannya. Buat mereka musuh yang paling
besar ialah ilmu pengetahuan. Orang pun sudah mengenal siapa
mereka, sudah mengetahui sejarah mereka yang buruk itu.
Mereka sangat memusuhi ilmu, juga memusuhi yang menjadi
pelindung ilmu, yakni Islam. Segala yang berhubungan dengan
ilmu pengetahuan tidak pernah mendapat perhatian mereka,
bantuan untuk itu pun dihentikan. Tidak sedikit dari kaki
tangan mereka itu yang turut menyusup kedalam jiwa orang
yang masih awam dalam agamanya. Mereka menempatkan diri ke
tengah-tengah orang yang masih hijau dalam agama itu,
sebagai orang yang taat dan pelindung agama. Mereka
menganggap agama masih belum sempurna, perlu disempurnakan,
atau sedang sakit, perlu diobati, atau juga sedang miring,
perlu ditopang, sudah hampir roboh, jadi perlu dibangun
kembali.
"Dengan mengingat masa lampau mereka yang masih dalam
kemegahan paganisma, adat-istiadat golongan-golongan Nasrani
yang terdapat di sekitarnya, mereka pun hendak menerapkan
semua itu ke dalam Islam - suatu hal yang diluar
tanggungjawab Islam. Tetapi dalam meyakinkan orang-orang
awam bahwa yang demikian ini demi kebesaran syiar agama,
mereka berhasil. Rakyat jelata memang alat penguasa dan
senjata kaum tiran. Mereka telah menciptakan bermacam-macam
pesta dan upacara-upacara keagamaan. Merekalah yang membuat
peraturan kepada kita tentang adanya pemujaan kepada para
wali, kepada ulama dan yang sebangsanya. Mereka telah
memecah belah umat Islam, dan menjerumuskan orang kedalam
kesesatan. Mereka juga yang menentukan, bahwa kita yang
datang kemudian harus mengikuti apa yang dikatakan oleh
orang dahulu. Hal ini oleh mereka telah dijadikannya pula
suatu akidah, yang membuat orang jadi berhenti berpikir,
membuat pikiran jadi beku.
"Lalu kaki tangan mereka menyebarkan cerita-cerita,
berita-berita dan bermacam-macam pandangan ke seluruh
pelosok kawasan Islam - yang akan membuat orang awam jadi
puas dan yakin - bahwa mereka tidak berhak mencampuri
soal-soal umum. Segala yang berhubungan dengan soal-soal
masyarakat dan negara adalah menjadi wewenang para penguasa.
Barangsiapa mau mencampuri soal semacam ini di luar mereka,
berarti ia memasuki persoalan yang bukan bidangnya. Apabila
sampai timbul kerusakan-kerusakan dan suasana yang tidak
menyenangkan, semua itu bukan karena perbuatan para
penguasa, melainkan suatu kenyataan seperti yang disebutkan
dalam hadis-hadis sebagai ciri-ciri akhir zaman. Orang tidak
perlu menghindarkan diri baik untuk masa sekarang mau pun
untuk masa yang akan datang. Maka lebih aman apabila hal ini
kita serahkan saja kepada Tuhan. Kewajiban seorang Muslim
hanyalah mengurus diri sendiri.
"Dalam hal ini mereka menemukan pula beberapa hadis yang
secara harfiah membantu sekali maksud mereka. Demikian juga
adanya hadis-hadis palsu dan lemah dapat memperkuat tujuan
mereka menyebarkan pelbagai ilusi semacam itu. Barisan yang
menyesatkan semacam itu sudah tersebar luas di kalangan
Muslimin sendiri, dengan mendapat bantuan di mana-mana dari
pembesar-pembesar yang memang berbahaya itu. Kepercayaan
tentang takdir mereka pergunakan sebagai alat pemadam
semangat, sebagai belenggu yang akan dipasang di tangan
orang yang mau berusaha. Faktor yang paling kuat mendorong
hati orang menerima dongengan-dongengan semacam ini ialah
tingkat pengetahuan yang masih bersahaja, kesadaran beragama
yang lemah dan mudah terbawa nafsu. Ketiga faktor ini bila
bertemu berarti suatu kehancuran. Kebenaran sudah tertimbun
oleh kepalsuan yang begitu tebal. Kepercayaan-kepercayaan
yang bertentangan dengan ajaran pokok agama, dan
mengaburkannya sekaligus - seperti kata orang - sudah sangat
melekat ke dalam hati.
"Politik demikian ini adalah politik tirani dan egoistis
sifatnya. Politik inilah yang menyebarkan hal-hal yang bukan
dan agama dimasukkan kedalam agama. Politik inilah yang
telah merampas harapan dari si Muslim yang tadinya hendak
menembusi lapisan langit; terpaku ia dalam hidup putus asa,
hidup dengan makhluk-makhluk hewan yang membisu ... Sebagian
besar yang kita saksikan sekarang, yang dinamakan Islam,
sebenarnya bukan Islam. Hanya bentuknya saja yang masih
dipelihara sebagai amalan-amalan Islam - sembahyang, puasa,
naik haji, ditambah sedikit hafalan kata-kata-yang artinya
sudah dibelokkan pula. Ajaran-ajaran bid'ah dan
dongengan-dongengan yang dimasukkan kedalam agama dan
dianggap sebagai agama, telah membuat orang jadi beku dalam
berpikir, seperti sudah saya sebutkan tadi.
Semoga Tuhan menjauhkan semua kita dari mereka dan dari
kebohongan yang mereka buat-buat atas nama Tuhan dan agama
itu! Segala cacat yang sekarang dialamatkan kepada kaum
Muslimin sebenarnya bukan dari Islam, tetapi sesuatu yang
lain yang mereka namakan Islam."7
Keadaan yang digambarkan oleh Syaikh
Muhammad Abduh ini memang merupakan beberapa pendirian yang
bertentangan sekali, yang oleh mereka disiar-siarkan dan
disebarkan begitu luas dengan mengatakan bahwa itu ajaran
Islam, itu perintah Tuhan dan Rasul. Dan pelbagai macam
pendirian inilah lahirnya mazhab jabariah, yang oleh mereka
yang datang kemudian telah digambarkan begitu rupa,
berlainan sekali dengan apa yang ada dalam Qur'an. Lukisan
Qur'an mengenai hal ini sudah kita lihat di atas. Sebaliknya
yang datang kemudian, mereka hanya menyuruh orang
duduk-duduk dan menyerah saja. dengan mengatakan bahwa
lapangan hidup ini bukan harus dilakukan dengan usaha dan
rencana, tetapi memang sudah tergantung kepada rejeki dan
takdir juga, bukan kepada jasa pekerjaan seseorang. Ini
adalah jabariah yang salah sama sekali, yang telah memberi
peluang kepada beberapa orang di Barat untuk menuduh Islam
dengan tidak pada tempatnya. Berdasarkan pendirian inilah
timbul mazhab merendamkan arti materi dan tidak mau campur
tangan dalam persoalan semacam ini. Ini adalah mazhab kaum
Stoa8 di Yunani, juga pada suatu ketika pernah tersebar di
kalangan segolongan kaum Muslimin, kendatipun ini memang
bertentangan dengan firman Tuhan:
"Dan jangan kau lupakan nasibmu dalam kehidupan dunia
ini." (Qur'an 28 - 77)
Sungguhpun demikian aliran ini mempunyai literatur yang
cukup luas pada masa Banu Abbas dan sesudahnya. Yang
dikehendaki oleh Qur'an ialah jalan tengah. Ia tidak
membenarkan orang hidup serba menahan diri, juga tidak
membenarkan ibahiyah atau hidup serba boleh seperti diduga
oleh Irving, bahwa cara hidup demikian itu telah
menghanyutkan kaum Muslimin kedalam kemewahan dan melupakan
perjuangannya, serta menjerumuskan umat Islam ke dalam
keadaan mereka seperti sekarang ini.
Penulis Amerika ini mengatakan, bahwa
ajaran Kristen mengajarkan kesucian dan kasih sayang
sebaliknya daripada lslam, seperti yang dituduhkannya. Bukan
maksud saya akan membanding-bandingkan Islam dengan Kristen
dalam hal ini, sebab keduanya memang sejalan, dan tidak
berbeda. Biasanya membanding-bandingkan demikian itu hanya
akan berakhir pada perdebatan dan pertentangan yang tidak
akan menguntungkan Kristen ataupun Islam. Akan tetapi apa
yang saya perhatikan - dan inilah yang ingin saya tekankan -
ialah bahwa antara sejarah hidup Isa 'a.s. dengan ajaran
Stoaisma dan hidup menahan diri secara berlebih-lebihan yang
dihubungkan kepada ajaran Kristen, terdapat perbedaan yang
jelas sekali. Almasih bukan seorang penganut ajaran stoa.
Bahkan mujizatnya yang mula-mula dan utama, ialah ketika ia
mengubah air tawar menjadi minuman anggur dalam pesta
perkawinan di Kana, Galilea, yang juga dia diundang, dan dia
ingin jangan orang kekurangan minuman keras itu setelah
habis dari persediaan. Juga dia tidak menolak undangan kaum
Parisi9 yang mengadakan pesta makan yang mewah dan dia tidak
keberatan orang mengecap kenikmatan yang diberikan
Tuhan.
Sedang sejarah hidup Muhammad dalam hal ini lebih
menekankan pada keseimbangan jalan tengah. Memang benar
bahwa Isa menganjurkan orang-orang kaya bermurah hati kepada
fakir miskin dan mencintai mereka. Tetapi sepanjang yang
pernah dikenal umat manusia dalam hal ini, Qur'an
lebih-lebih lagi menekankan. Pembaca tentu sudah melihat
sendiri ketika kita bicara tentang zakat dan sedekah,
sehingga tidak perlu lagi kiranya diulang. Dan cukup kalau
terhadap Irving dan yang semacamnya itu kita jawab, bahwa
Qur'an mengajarkan jalan tengah dalam segala hal.
Tinggal lagi kata-kata terakhir yang diuraikan Irving
itu, yaitu kata-kata yang oleh pihak Barat dimaksudkan untuk
mencemarkan kita tapi sebenarnya itu merupakan kecemaran
Barat sendiri, merupakan arang di kening dan aib di wajah
kebudayaannya sendiri. Irving berkata: "Adanya bulan sabit
ini sampai sekarang di Eropa - yang pada suatu waktu pernah
mencapai kekuatan yang luarbiasa - hanyalah karena perbuatan
negara-negara Kristen yang besar-besar; atau lebih tepat
lagi: karena persaingan mereka sendiri. Bertahannya bulan
sabit itu barangkali untuk menjadi bukti yang baru, bahwa:
"barangsiapa menggunakan pedang akan binasa oleh
pedang."
"Barangsiapa menggunakan pedang akan
binasa oleh pedang." Ini sebuah ayat dalam Injil (Perjanjian
Baru) yang oleh Irving dialamatkan kepada Islam, atas nama
Kristen. Sungguh aneh! Barangkali Irving masih dapat
dimaafkan mengingat apa yang dikatakannya itu sudah seabad
yang lalu. Pada waktu itu penjajahan Barat, menurut istilah
kita - atau penjajahan Kristen menurut istilahnya -
keserakahan dan penggunaan pedangnya belum separah seperti
sekarang. Tetapi Marshal Allenby, yang dalam tahun 1918
menaklukkan Yerusalem atas nama Sekutu, ia berkata seperti
kata-kata itu juga sambil berteriak di Kuil Sulaiman:
"Sekarang Perang Salib sudah selesai!"
Atau seperti dikatakan oleh Dr. Peterson Smith dalam
sebuah bukunya tentang kehidupan Almasih, bahwa "Penaklukan
Yerusalem itu adalah merupakan Perang Salib kedelapan yang
dilancarkan pihak Kristen untuk mencapai maksudnya." Bisa
jadi benar juga bahwa penaklukan itu berhasil bukan atas
usaha pihak Kristen, tapi atas usaha orang-orang Yahudi yang
telah mempergunakan mereka untuk menjadikan impian Israel
dahulu kala suatu kenyataan, lalu menjadikan Tanah yang
dijanjikan itu sebagai daerah nasional bangsa Yahudi.
"Barangsiapa menggunakan pedang akan
binasa oleh pedang." Kalau kata-kata Injil ini dapat
diterapkan kepada sesuatu golongan maka golongan yang paling
tepat menerimanya dewasa ini ialah Eropa yang menganut
Kristen itulah. Islam tidak pernah mempergunakan pedang dan
oleh karenanya tidak akan binasa oleh pedang. Sebaliknya
Eropa yang menganut Kristen, pada zaman belakangan ini telah
menggunakan pedang untuk mengejar kebebasan hidup yang
berlebih-lebihan dan kemewahan yang oleh Irving dipalsukan
alamatnya, kepada Islam dan Muslimin. Dewasa ini Eropa yang
menganut Kristen itu telah mengambil alih peranan yang dulu
dipegang oleh Mongolia dan Tatar, tatkala mereka yang secara
lahir menggunakan baju Islam menaklukkan beberapa kerajaan
tanpa membawa ajaran-ajaran Islam. Merekapun mengalami
kehancuran bersama-sama kaum Muslimin. Inilah keruntuhan
yang telah menimpa bangsa-bangsa Islam. Tetapi Eropa yang
menganut Kristen dewasa ini tidak lebih baik dari
bangsa-bangsa Tatar dan Mongolia itu. Begitu menaklukkan
bangsa-bangsa Islam, segera pula mereka sendiri menganut
Islam, melihat kebesaran dan kesederhanaan yang ada dalam
ajaran Islam. Sebaliknya Eropa, ia menyerang bukan mau
menyiarkan sesuatu kepercayaan atau kebudayaan, tapi mau
menjajah, mau menjadikan agama Kristen sebagai alat
penjajahan.
Oleh karena itu propaganda misi Kristen Eropa tidak
pernah berhasil, sebab tujuannya memang sudah tidak ikhlas.
Terutama di kalangan bangsa-bangsa beragama Islam propaganda
ini tidak pernah berhasil dan tidak akan berhasil. Kebesaran
dan kesederhanaan Islam, demikian juga ajarannya yang
memberi tempat kepada pikiran logis dan ilmu, tidak memberi
harapan kepada propaganda agama apa pun untuk berhasil
mempengaruhi pemeluk-pemeluk Islam
"Barangsiapa menggunakan pedang akan binasa oleh pedang."
Ini benar. Meskipun ini memang sesuai dengan keadaan
Muslimin yang datang kemudian, yang berperang hendak
menaklukkan beberapa kerajaan dan untuk menjajahnya, bukan
untuk membela diri dan membela keyakinannya, tapi buat masa
sekarang hal ini lebih sesuai lagi dengan Barat yang
berperang dan menaklukkan untuk merendahkan dan menjajah
bangsa-bangsa lain.
Kaum Muslimin yang mula-mula pada zaman
Nabi dan para penggantinya dan yang datang sesudah itu,
mereka berperang bukan untuk menaklukkan atau menjajah,
melainkan untuk mempertahankan keyakinan mereka tatkala
mereka diancam oleh Quraisy dan oleh orang-orang Arab,
kemudian diancam pula oleh Rumawi dan oleh Persia. Dalam
peperangan ini mereka tidak memaksa orang harus menganut
Islam, karena memang tak ada paksaan dalam agama. Juga
dengan peperangan itu mereka tidak bermaksud hendak menjajah
bangsa lain. Beberapa kerajaan dan amirat oleh Nabi
dibiarkan dalam kerajaan dan amiratnya masing-masing
Tujuannya hanyalah supaya ada kebebasan mempropagandakan
agama. Oleh karena akidah Islam memang begitu kuat dan jelas
mempertahankan kebenaran yang diajarkannya, jelas sekali
bahwa tidak ada keistimewaan orang Arab terhadap bangsa lain
yang non-Arab, kecuali dengan takwa, dan bahwa kekuasaan
tertinggi itu hanya ada pada Allah, maka cepat sekalilah
ajaran ini tersebar ke segenap penjuru bumi, seperti halnya
dengan setiap kebenaran yang sungguh-sungguh jujur akan
cepat pula tersebar.
Akan tetapi setelah kemudian ada pihak-pihak yang masuk
Islam dan mereka ini terjun kedalam kancah peperangan dan
menaklukkan dengan menggunakan pedang, mereka pun kemudian
dihancurkan oleh pedang pula. Tetapi Islam tidak sekali-kali
mempergunakan pedang dan tidak akan binasa oleh pedang.
Islam tidak pernah mempergunakan pedang. Malah ia dapat
memikat pikiran dan hati nurani manusia hanya dengan
kekuatan yang ada di dalam Islam itu sendiri.
|