|
PENGANTAR CETAKAN KEDUA (2/9)
PEMBELA-PEMBELA ORIENTALIS
Yang mula-mula saya terima sebagai sanggahan ialah adanya
sebuah karangan yang disampaikan kepada saya oleh seorang
penulis bangsa Mesir yang menyebutkan, bahwa itu adalah
sebuah terjemahan bahasa Arab dari artikel yang
dikirimkannya ke sebuah majalah Orientalis berbahasa Jerman,
sebagai kritik atas buku ini. Artikel ini tidak saya siarkan
dalam surat-surat kabar berbahasa Arab, karena isinya hanya
berupa kecaman-kecaman yang tidak berdasar. Oleh karena itu
terserah kepada penulisnya jika mau menyiarkannya sendiri.
Saya rasa nama orang itupun tidak perlu disebutkan dalam
pengantar ini dengan keyakinan bahwa dia sudah akan mengenal
identitasnya sendiri sesudah membaca sanggahannya itu dimuat
di sini. Artikel itu ringkasnya ialah bahwa penyelidikan
yang saya lakukan tentang peri hidup Muhammad ini bukan
suatu penyelidikan ilmiah dalam arti modern, sebab saya
hanya berpegang pada sumber berbahasa Arab saja, tidak pada
penyelidikan-penyelidikan kaum Orientalis sebangsa Weil,
Goldziher, Noldeke dan yang lain; bukan mengambil dari hasil
penyelidikan mereka, dan karena saya menganggap Qur'an
sebagai dokumentasi sejarah yang sudah tidak diragukan,
padahal studi Orientalis-orientalis itu menunjukkan bahwa
Qur'an sudah diubah dan diganti-ganti setelah Nabi wafat dan
pada permulaan sejarah Islam, dan bahwa nama Nabipun pernah
diganti. Semula bernama "Qutham" atau "Quthama." Sesudah itu
kemudian diganti menjadi "Muhammad" untuk disesuaikan dengan
bunyi ayat, "Dan membawa berita gembira kedatangan seorang
rasul sesudahku, namanya Ahmad," sebagai isyarat yang
terdapat dalam Injil tentang nabi yang akan datang sesudah
Isa. Dalam keterangannya penulis itu menambahkan bahwa
penyelidikan kaum Orientalis itu juga menunjukkan, bahwa
Nabi menderita penyakit ayan, dan apa yang disebut wahyu
yang diturunkan kepadanya itu tidak lain adalah akibat
gangguan ayan yang menyerangnya; dan bahwa gejala-gejala
penyakit ayan itu terlihat pada Muhammad ketika sedang tidak
sadarkan diri, keringatnya mengalir disertai kekejangan,
dari mulutnya keluar busa. Bila sudah kembali ia sadar
dikatakannya bahwa yang diterimanya itu adalah wahyu, lalu
dibacakan kepada mereka yang percaya pada apa yang diduga
wahyu dari Tuhan itu.
Sebenarnya saya tidak perlu menghiraukan karangan semacam
ini atau pada sanggahannya kalau tidak karena penulisnya itu
seorang Mesir dan Muslim pula. Andaikata penulisnya itu
seorang Orientalis atau misi penginjil, akan saya biarkan
saja ia bicara menurut kehendak nafsunya sendiri. Apa yang
sudah saya sebutkan pada kata pengantar dan dalam teks buku
ini sudah cukup sebagai argumen yang akan menggugurkan
pendapat mereka itu. Bagaimanapun juga penulis surat ini
adalah sebuah contoh dari sebagian pemuda-pemuda dan
orang-orang Islam yang begitu saja menyambut baik segala apa
yang dikatakan pihak Orientalis dan menganggapnya sebagai
hasil yang benar-benar ilmiah, dan berdasarkan kebenaran
sepenuhnya. Kepada mereka itulah tulisan ini saya alamatkan
sekadar mengingatkan tentang adanya kesalahan yang telah
dilakukan oleh kaum Orientalis. Ada pula kaum Orientalis
yang memang jujur dalam penyelidikan mereka, meskipun
tentunya tidak lepas dari kesalahan juga.
SEBAB-SEBAB KESALAHAN ORIENTALIS
Kesalahan-kesalahan demikian itu terselip dalam
penyelidikannya kadang disebabkan oleh kurang telitinya
memahami liku-liku bahasa Arab, kadang juga karena adanya
maksud yang tersembunyi dalam jiwa sebagian sarjana-sarjana
itu, yang tujuannya hendak menghancurkan sendi-sendi salah
satu agama, atau semua agama. Ini adalah sikap
berlebih-lebihan yang selayaknya dihindarkan saja oleh
kalangan cendekiawan. Kita melihat ada juga orang-orang
Kristen yang begitu terdorong oleh sikap berlebih-lebihan
ini sampai mereka mengingkari bahwa Isa pernah ada dalam
sejarah. Yang lain kita lihat bahkan sudah melampaui
batas-batas yang berlebih-lebihan itu dengan menulis tentang
Isa yang sudah gila misalnya.
Timbulnya pertentangan antara gereja dengan negara di
Eropa itu telah pula menyebabkan kalangan sarjana di satu
pihak dan kaum agama di pihak lain hendak saling mencari
kemenangan dalam merebut kekuasaan.
Sebaliknya Islam, sama sekali bersih dari adanya
pertentangan serupa itu. Hendaknya mereka yang mengadakan
penyelidikan di kalangan Islam dapat menghindarkan diri dari
kekuasaan nafsu demikian ini, yang sebenarnya telah menimpa
orang-orang Barat, dan sering menodai penyelidikan
sarjana-sarjana itu. Juga hendaknya mereka berhati-hati bila
mempelajari hasil yang datang dari Barat, yang berhubungan
dengan masalah-masalah agama. Segala sesuatu yang telah
dilukiskan oleh para sarjana sebagai suatu kebenaran,
hendaklah diteliti lebih seksama. Banyak di antaranya yang
sudah terpengaruh begitu jauh, sehingga telah menimbulkan
permusuhan antara orang-orang agama dengan kalangan ilmu
pengetahuan secara terus-menerus selama berabad-abad.
BUKU BIOGRAFI PENULIS-PENULIS
ISLAM SEBAGAI PEGANGAN
Apa yang disebutkan dalam karangan si Muslim berbangsa
Mesir yang saya ringkaskan itu sudah suatu bukti perlunya
ada sikap berhati-hati. Pertama-tama ia menyalahkan saya
karena saya masih berpegang pada sumber-sumber Arab sebagai
dasar penyelidikan saya; dan ini memang tidak saya bantah.
Sungguhpun begitu buku-buku kalangan Orientalis seperti yang
saya sebutkan dalam bibliografi, juga saya pakai. Akan
tetapi, sumber-sumber bahasa Arab selalu saya pergunakan
sebagai dasar pertama dalam pembahasan ini. Dan
sumber-sumber bahasa Arab ini jugalah yang dipakai sebagai
dasar pertama dalam penyelidikan-penyelidikan kaum
Orientalis itu semua.
Ini wajar sekali. Sumber-sumber tersebut - terutama
sekali Qur'an - adalah yang pertama sekali bicara tentang
sejarah hidup Nabi. Sudah tentu itu jugalah yang menjadi
pegangan dan dasar bagi setiap orang yang ingin menulis
biografi dengan gaya dan metoda sekarang. Baik Noldeke,
Goldziher, Weil, Sprenger, Muir atau Orientalis lain semua
berpegang pada sumber-sumber itu juga dalam penyelidikan
mereka, seperti yang saya lakukan ini. Dalam membuat
pengamatan dan kritik, mereka menempuh cara yang bebas,
demikian juga saya. Dalam hal ini juga saya tidak
mengabaikan beberapa sumber buku Kristen yang lama-lama yang
menjadi pegangan mereka, sekalipun mereka masih terdorong
oleh fanatisma agama Kristen, dan samasekali bukan oleh
kritik ilmiah.
Kalau ada orang yang menyalahkan saya karena saya tidak
terikat oleh kesimpulan-kesimpulan yang dicapai oleh
beberapa kaum Orientalis itu, atau karena saya sampai hati
tidak sependapat dengan mereka dan malah melakukan kritik
terhadap mereka, maka dalam bidang ilmiah yang demikian itu
adalah suatu pendirian yang beku sekali, yang tidak kurang
pula beku dan kolotnya dari pendirian yang bagaimanapun
dalam bidang intelektual ataupun rohani. Saya rasa tidak
seorangpun dari kalangan Orientalis itu sendiri yang akan
menyetujui sikap beku demikian itu dalam bidang ilmiah.
Andaikata ada di antara mereka yang dapat membenarkan sikap
demikian, tentu ia akan membenarkan juga sikap beku itu
dalam bidang agama.
Tidak saya inginkan dua hal ini terjadi, baik terhadap
diri saya atau terhadap siapapun yang mau bekerja dalam
penyelidikan sejarah atas dasar ilmiah yang sebenarnya. Apa
yang saya lakukan dan saya ajak orang lain akan dapat
melakukannya ialah mengamati hasil-hasil studi yang
dilakukan orang lain itu. Apabila ia sudah merasa puas oleh
pembuktian yang meyakinkan, maka tentu itulah yang kita
harapkan. Kalau tidak, lakukan sendirilah supaya ia dapat
mencapai kebenaran itu dengan keyakinan bahwa ia sudah
berhasil.
Ke arah inilah saya ajak pemuda-pemuda kita dan
orang-orang yang mengagumi hasil-hasil penyelidikan kaum
Orientalis itu, dan memang ini pula yang saya lakukan. Saya
akan merasa sudah mendapat imbalan sebagai orang yang
berhasil, sekiranya pekerjaan ini memang sudah tepat;
sebaliknya saya akan dapat dimaafkan kiranya sebagai orang
yang mencari kebenaran dengan tujuan yang jujur dalam
menempuh jalan itu, jika ternyata saya salah.
ORIENTALIS DAN KETENTUAN-KETENTUAN
AGAMA
Sebagai bukti atas agitasi beberapa kaum Orientalis yang
ingin menghancurkan ketentuan-ketentuan agama dengan
cara-cara mereka yang berlebih-lebihan itu, ialah pendirian
si Muslim bangsa Mesir yang telah menulis karangan tersebut,
bahwa hasil-hasil studi kaum Orientalis itu menunjukkan,
bahwa Qur'an bukan suatu dokumen sejarah yang tidak boleh
diragukan, dan bahwa Qur'an sudah diubah-ubah setelah Nabi
wafat dan pada masa permulaan sejarah Islam, yang dalam pada
itu lalu ditambah-tambah dengan ayat-ayat untuk
maksud-maksud agama atau politik. Saya bukan mau berdiskusi
atau mau berdebat dengan penulis karangan itu dari segi
Islamnya dia sebagai Muslim - atas apa yang sudah ditentukan
oleh Islam, bahwa Qur'an itu Kitabullah, yang takkan
dikaburkan oleh kepalsuan, baik pada mula diturunkan atau
kemudian sesudah itu. Dia sependirian dengan golongan
Orientalis, bahwa Qur'an dikarang oleh Muhammad, padahal dia
percaya juga, bahwa Kitab itu adalah wahyu Allah kepada
Muhammad seperti pendapat beberapa kaum Orientalis, dan
karena ingin menguatkan isi karangannya atas apa yang
disebutnya itu, dikatakannya bahwa Qur'an menurut pendapat
yang sebagian lagi adalah memang wahyu Allah. Jadi baiklah
saya berdialog dengan dia menurut bahasanya atas dasar dia
sebagai orang yang berpikir bebas, yang tidak mau terikat
oleh apapun kecuali atas dasar yang telah dibuktikan oleh
ilmu pengetahuan dengan cara yang benar-benar
meyakinkan.
|