BAGIAN KEENAMBELAS: PENGARUH UHUD (2/2)
Setelah dijelaskan maksud kedatangannya, mereka
memperlihatkan sikap gembira dan dengan senang hati bersedia
mengabulkan. Akan tetapi, sementara sebagian mereka sedang
asyik bercakap-cakap dengan dia, dilihatnya yang lain sedang
berkomplot. Salah seorang dari mereka pergi menyisih ke
suatu tempat dan tampaknya mereka sedang mengingatkan
kematian Ka'b b. Asyraf. Salah seorang dari mereka itu ('Amr
b. Jihasy b. Ka'b) tampak memasuki rumah tempat Muhammad
sedang duduk-duduk bersandar di dinding. Ketika itulah ia
merasa curiga sekali, lebih-lebih lagi karena persekongkolan
mereka dan percakapan mereka itu telah didengarnya.
Dengan demikian, diam-diam ia menarik diri dari tempat
itu dengan meninggalkan sahabat-sahabatnya. Mereka menduga
ia pergi untuk suatu urusan.
Sebaliknya pihak Yahudi, mereka jadi kebingungan. Tidak
tahu lagi mereka; apa yang harus mereka katakan, dan apa
pula yang harus mereka perbuat terhadap sahabat-sahabat
Muhammad. Kalau mereka ini yang akan mereka jerumuskan
niscaya Muhammad akan mengadakan pembalasan keras. Jika
mereka biarkan saja, kalau-kalau persekongkolan mereka
terhadap Muhammad dan sahabat-sahabatnya tetap tak akan
terbongkar. Dengan demikian perjanjian mereka dengan pihak
Muslimin tetap berlaku. Jadi sekarang mereka berusaha
meyakinkan tamu-tamu Muslimin itu yang mungkin akan dapat
menghilangkan rasa kecurigaan mereka tanpa samasekali
menyebut-nyebut hal tersebut.
Tetapi sahabat-sahabat Muhammad setelah lama menunggunya,
mereka pun pergi pula mencarinya. Tatkala ada orang yang
datang dari Medinah dijumpai, tahulah mereka bahwa Muhammad
sudah sampai di kota itu dan langsung menuju ke mesjid.
Mereka pun juga pergi ke sana. Ia menceritakan kepada mereka
mengenai apa yang telah menimbulkan kecurigaan dari sikap
orang Yahudi itu serta maksud mereka yang hendak
mengkhianatinya. Barulah mereka menyadari apa yang telah
mereka lihat itu. Mereka percaya akan ketajaman pandangan
Rasul serta akan apa yang telah diwahyukan kepadanya.
Kemudian Nabi memanggil Muhammad b. Maslama, dan
katanya:
"Pergilah kepada Yahudi Banu Nadzir dan katakan kepada
mereka, bahwa Rasulullah mengutus aku kepada kamu sekalian
supaya kamu keluar dari negeri ini. Kamu telah melanggar
perjanjian yang sudah kubuat dengan kamu dengan maksudmu
hendak mengkhianati aku. Aku memberikan waktu sepuluh hari
kepada kamu. Barangsiapa yang masih terlihat sesudah itu
akan dipenggal lehernya."
Yahudi Banu Nadzir sekarang merasa putus asa dan
kebingungan. Atas keterangan itu mereka tidak dapat membela
diri lagi, mereka tidak menjawab apa-apa lagi; kecuali
katanya kepada Ibn Maslama:
"Muhammad, kami tidak menduga hal ini akan datang dari
orang golongan Aus." Ini adalah suatu isyarat tentang
persekutuan mereka dengan pihak Aus dahulu dalam perang
dengan Khazraj, tetapi Ibn Maslama hanya menjawab:
"Hati orang sudah berubah."
Selama beberapa hari golongan ini sudah
bersiap-siap. Tetapi dalam pada itu tiba-tiba datang pula
dua orang suruhan Abdullah b. Ubayy dengan mengatakan:
"Jangan ada orang yang mau meninggalkan rumah-rumah kamu dan
harta benda kamu. Tetaplah bertahan dalam benteng kamu
sekalian. Dari golonganku sendiri ada dua ribu orang dan
selebihnya dari golongan Arab yang akan bergabung dengan
kita dalam benteng dan mereka akan bertahan sampai titik
darah penghabisan, sebelum ada pihak lain menyentuh
kamu."
Banu Nadzir mengadakan perundingan atas
keterangan Ibn Ubayy itu. Mereka tambah bingung. Ada yang
samasekali tidak percaya kepada Ibn Ubayy. Bukankah dulu
pernah ia menjanjikan Banu Qainuqa' seperti yang
dijanjikannya kepada Banu Nadzir sekarang, tetapi tiba
waktunya ia cuci tangan dan menghilang meninggalkan mereka?
Juga mereka mengetahui, bahwa Banu Quraidza takkan dapat
membela mereka mengingat adanya suatu perjanjian dengan
pihak Muhammad. Disamping itu, kalau mereka keluar dari
kampung mereka itu ke Khaibar atau ke tempat lain yang
berdekatan mereka masih akan dapat kembali ke Yathrib bila
kurma mereka nanti sudah berbuah; mereka akan memetik buah
kurma itu lalu kembali ke tempat mereka semula. Mereka tidak
akan mengalami banyak kerugian
"Tidak," kata Huyayy b. Akhtab pemimpin mereka. "Malah
kita yang harus mengirim pesan kepada Muhammad: bahwa kita
tidak akan meninggalkan kampung kita dan harta-benda kita.
Terserah apa yang akan diperbuat. Kita hanya tinggal
memperbaiki kubu kita; kita akan memasuki tempat ini sesuka
hati kita. Kita akan membiasakan memakai jalan-jalan kita,
kita pindahkan batu-batu ke tempat itu. Persediaan makanan
kita cukup buat setahun, air pun tidak pernah terputus.
Muhammad tidak akan mengepung kita setahun penuh."
Tetapi sepuluh hari sudah lampau. Mereka tidak juga
keluar dari perkampungan itu.
Dengan membawa senjata pihak Muslimin selama duabelas
malam bertempur melawan mereka. Ketika itu bila sudah tampak
Muslimin di jalan-jalan atau di rumah-rumah, mereka mundur
ke rumah berikutnya sesudah rumah-rumah itu mereka robohkan.
Kemudian Muhammad memerintahkan sahabat-sahabatnya menebangi
pohon-pohon kurma kepunyaan orangorang Yahudi itu, lalu
membakarnya. Dengan demikian orang-orang Yahudi itu tidak
akan terlalu terikat pada harta-bendanya lagi dan tidak akan
terlalu bersemangat mau berperang
Dengan tidak sabar orang-orang Yahudi itu berteriak:
"Muhammad! Tuan melarang orang berbuat kerusakan. Tuan
cela orang yang berbuat begitu. Tetapi kenapa pohon-pohon
kurma ditebangi dan dibakar?!"
Dalam hal ini firman Tuhan turun:
"Mana pun pohon kurma yang kamu tebang atau kamu biarkan
berdiri dengan batangnya, adalah dengan ijin Allah juga, dan
karena Ia hendak mencemoohkan mereka yang melanggar hukum
itu."(Qur'an, 59: 5)
Sia-sia saja rupanya pihak Yahudi itu
menunggu adanya bantuan dari Abdullah b. Ubayy atau
pertolongan yang mungkin datang dan salah satu golongan
Arab. Sekarang mereka yakin, bahwa mereka hanya akan beroleh
nasib buruk saja apabila terus bersitegang hendak berperang.
Setelah ternyata mereka dalam putus-asa dan ketakutan,
mereka meminta damai kepada Muhammad, meminta jaminan
keamanan atas harta-benda, darah serta anak-anak keturunan
mereka; sampai mereka keluar dari Medinah. Muhammad pun
mengabulkan permintaan mereka; asal mereka keluar dari kota
itu: Setiap tiga orang diberi seekor unta dengan muatan
harta-benda; persediaan makanan dan minuman sesuka hati
mereka. Di luar itu tidak ada. Pihak Yahudi menerima. Mereka
dipimpin oleh Huyayy b. Akhtab.
Dalam perjalanan itu mereka ada yang berhenti di Khaibar,
yang lain meneruskan perjalanan sampai ke Adhri'at di
bilangan Syam. Harta-benda yang mereka tinggalkan menjadi
barang rampasan Muslimin yang terdiri dari hasil bumi,
senjata berupa 50 buah baju besi, 340 bilah pedang, di
samping tanah milik orang-orang Yahudi itu. Tetapi tanah ini
tidak dapat dianggap sebagai rampasan perang; oleh karenanya
tak dapat dibagi-bagikan kepada kaum Muslimin, melainkan
khusus di tangan Rasulullah yang nantinya akan ditentukan
sendiri menurut kebijaksanaannya. Dan tanah itu kemudian
dibagi-bagikan kepada golongan Muhajirin yang pertama di
luar golongan Anshar, setelah dikeluarkan bagian khusus yang
hasilnya akan menjadi hak fakir-miskin. Dengan demikian kaum
Muhajirin itu tidak perlu lagi harus menerima bantuan kaum
Anshar dan inipun sudah menjadi harta kekayaan mereka. Dari
pihak Anshar yang turut mendapat bagian hanya Abu Dujana dan
Sahl b. Hunaif, yang sudah terdaftar sebagai orang
miskin.
Muhammad memberikan bagian kepada mereka ini seperti
kepada kaum Muhajirin.
Dari golongan Yahudi Banu Nadzir sendiri tak ada yang
masuk Islam kecuali dua orang. Mereka masuk Islam karena
harta mereka, yang kemudian mereka peroleh kembali.
Tidak begitu sulit orang akan menilai arti kemenangan
Muslimin serta pengosongan Banu Nadzir dari Medinah itu,
setelah kita kemukakan betapa Rasul .a.s. memperhitungkan,
bahwa adanya mereka di tempat itu akan memberikan semangat
dalam menimbulkan bibit-bibit fitnah, akan mengajak
orang-orang munafik itu mengangkat kepala setiap mereka
melihat pihak Muslimin mendapat bencana dan mengancam
timbulnya perang saudara bila saja ada musuh menyerang kaum
Muslimin.
Tentang perginya Banu Nadzir itu Surah Hasyr (59) ini
turun:
"Tidakkah engkau perhatikan orang-orang yang bersikap
munafik, yang berkata kepada saudara-saudaranya yang tak
beriman dari kalangan Ahli Kitab: Kalau kamu diusir keluar,
niscaya kami pun akan keluar bersama kamu, dan tidak
sekali-kali kami akan dipengaruhi oleh siapa pun menghadapi
persoalanmu ini; dan kalau kamu dipengaruhi niscaya kami pun
akan membelamu. Tetapi Tuhan mengetahui, bahwa mereka adalah
pendusta belaka. Kalaupun mereka ini diusir keluar, mereka
pun tidak akan ikut bersama-sama keluar, juga kalau mereka
ini diperangi, mereka pun tidak akan turut membantu. dan
kalaupun mereka sampai membantu, niscaya mereka akan lari
mengundurkan diri; lalu mereka ini tidak mendapat
pertolongan. Sungguh dalam hati mereka kamu sangat ditakuti
lebih dari Allah. Demikian itulah, sebab mereka adalah
golongan yang tidak mengerti." (Qur'an, 59: 11-13)
Kemudian Surah itu dilanjutkan dengan memberi keterangan
tentang iman dan kekuasaannya. Iman hanya kepada Allah
semata-mata. Bagi jiwa manusia, yang tahu harga diri dan
kehormatan dirinya, yang dikenalnya hanyalah kekuasaan
Tuhan.
"Dialah Allah. Tiada tuhan selain Dia. Maha mengetahui
segala yang gaib dan yang nyata. Dia Pengasih dan Penyayang.
Dialah Allah. Tiada tuhan selain Dia. Maha Raja, Maha Kudus.
Pembawa Keselamatan, Keamanan, Penjaga segalanya, Maha
Kuasa, Maha Perkasa, Maha Agung. Maha Suci Allah dari segala
yang mereka persekutukan. Dialah Allah. Pencipta, Pengatur,
Pembentuk rupa, PadaNyalah ada Asma Yang Indah. Segala yang
ada di langit dan di bumi berbakti kepadaNya. Dan Dia Maha
Kuasa, Maha Bijaksana." (Qur'an, 59: 22 - 24)
Sampai pada waktu dikosongkannya Medinah
dari Banu Nadzir, yang menjadi sekretaris Nabi ketika itu
ialah orang Yahudi. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan
pengiriman surat-surat dalam bahasa Ibrani dan Asiria.
Tetapi setelah orang-orang Yahudi keluar, Nabi jadi kuatir
kalau jabatan yang memegang rahasianya itu bukan di tangan
orang Islam. Dari kalangan pemuda Islam di Medinah
dimintanya Zaid b. Thabit supaya mempelajari kedua bahasa
tersebut, yang dalam segala urusan kemudian ia akan menjadi
sekretaris Nabi. Dan Zaid b. Thabit inilah yang telah
mengumpulkan Qur'an pada masa khilafat Abu Bakr, dan dia
pula yang kembali dan mengawasi pengumpulan Qur'an tatkala
terjadi perbedaan cara membaca pada masa pemerintahan Usman.
Lalu yang dipakai hanya Mushhaf Usman, yang lain
dibakar.
Suasana Medinah jadi tenteram setelah Yahudi Banu Nadzir
keluar. Pihak Muslimin tidak lagi merasa takut terhadap
orang-orang munafik. Bahkan kaum Muhajirin bersuka hati
memperoleh tanah bekas orang-orang Yahudi itu. Juga kalangan
Anshar turut gembira karena Muhajirin sudah tidak lagi
bergantung pada bantuan mereka. Hati mereka semua merasa
lega. Dalam suasana yang begitu tenang, aman dan tenteram,
baik Muhajirin maupun Anshar, semua mereka merasa senang.
Dalam pada mereka dalam keadaan demikian, setelah berlalu
waktu setahun sejak peristiwa Uhud, teringat oleh Muhammad
'alaihi'sh shalatu was-salam - ucapan Abu Sufyan: "Yang
sekarang ini untuk peristiwa perang Badr. Sampai jumpa tahun
depan!" serta ajakannya kepada Muhammad untuk mengadakan
perang Badr lagi. Tetapi tahun itu sedang terjadi musim
kering (paceklik). Harapan Abu Sufyan ialah sekiranya perang
itu diadakan dalam waktu lain saja.
Untuk itu diutusnya Nusaim (b. Mas'ud) ke Medinah dengan
mengatakan kepada pihak Muslimin, bahwa Quraisy telah
mengerahkan tentaranya begitu besar yang belum ada taranya
dalam sejarah Arab; sudah siap akan memerangi mereka, akan
menghancur-luluhkan mereka sehingga tidak akan tersisa lagi.
Tampaknya kaum Muslimin pun mau menghindari bahaya itu.
Banyak diantara mereka yang memperlihatkan keengganan pergi
ke Badr. Tetapi Muhammad jadi marah karena sikap lemah dan
mau surut itu. Ia bersumpah mengatakan kepada mereka, bahwa
ia akan pergi juga ke Badr walaupun seorang diri.
Melihat kejengkelan yang luar biasa itu
segala sikap maju mundur dan perasaan takut-takut segera
lenyap. Kaum Muslimin sekarang siap memanggul senjata dan
berangkat ke Badr. Dalam hal ini pimpinan kota Medinah oleh
Nabi diserahkan kepada Abdullah b. Abdullah b. Ubayy b.
Salul.
Muslimin yang sudah sampai di Badr, sekarang menantikan
kedatangan Quraisy. Mereka sudah siap bertempur. Demikian
juga pihak Quraisy dengan pimpinan Abu Sufyan sudah pula
berangkat dari Mekah dengan kekuatan 2000 orang. Tetapi
sesudah dua hari perjalanan tampaknya Abu Sufyan mau kembali
pulang. Ia memanggil-manggil teman-temannya sambil
katanya:
"Saudara-saudara dari Quraisy, sebenarnya yang cocok buat
kita hanyalah dalam musim subur, sedang sekarang kita dalam
musim kering. Saya sendiri mau kembali pulang. Maka pulang
sajalah kamu sekalian."
Mereka itu kembali pulang.
Tinggal lagi Muhammad dengan tentara Muslimin selama
delapan hari terus-menerus menantikan mereka, yang selama di
Badr itu pula waktu mereka pergunakan sambil berdagang. Dan
dalam perdagangan itu mereka mendapat laba. Mereka kembali
ke Medinah pun kemudian dengan gembira, telah mendapat
karunia dari Tuhan. Dalam Badr Terakhir itulah firman Tuhan
ini turun:
"Mereka yang berkata kepada teman-temannya, dan mereka
sendiri tinggal di belakang: 'Sekiranya mereka itu mengikut
kita, niscaya mereka takkan mati terbunuh.' Katakanlah:
Cobalah hindarkan dirimu dari kematian, kalau memang kamu
orang-orang yang benar. Jangan kamu kira orang-orang yang
terbunuh di jalan Allah itu sudah mati. Tidak! Mereka itu
hidup dengan mendapat bagian dari Tuhan. Mereka dalam
suasana gembira karena karunia yang diberikan Tuhan juga;
mereka girang sekali terhadap mereka yang tidak ikut dan
tinggal di belakang, bahwa mereka tidak merasa takut dan
tidak pula berdukacita. Mereka girang karena karunia dan
nikmat Tuhan dan Tuhan tidak akan menghilangkan jasa
orang-orang beriman, orang-orang yang telah memenuhi
panggilan, Tuhan dan Rasul meskipun mereka sudah mengalami
malapetaka, orang-orang yang berbuat baik dan dapat
memelihara diri dari kejahatan; mereka itulah yang akan
mendapat pahala besar. Orang yang sudah berkata kepada
mereka: 'Sebenarnya orang-orang sudah berkumpul hendak
melawan kamu. Karena itu hendaklah kamu takut kepada mereka.
Tetapi hal ini bahkan menambah kuat iman mereka, dan jawab
mereka: Cukup Tuhan bersama kami dan Ia Pelindung yang
sebaik-baiknya. Mereka kembali mendapatkan nikmat dan
karunia dari Tuhan. Mereka tidak mengalami bencana, dan
mereka mengikut perkenaan Allah. Dan Allah Maha Pemberi
karunia yang besar. Yang demikian itu hanyalah setan yang
menakut-nakuti pengikut-pengikutnya. Jangan kamu takut
kepada mereka, tapi takutlah kepadaKu, kalau benar-benar
kamu orang-orang beriman." (Qura'an, 3: 168 - 175)
Dengan demikian perang Badr yang terakhir benar-benar
telah menghapus pengaruh perang Uhud samasekali. Buat
Quraisy hanya tinggal lagi menunggu kesempatan lain, dengan
tetap mereka bergelimang dalam kecemaran karena sifat
pengecutnya yang tidak kurang cemarnya dari kekalahan yang
mereka derita dalam perang Badr pertama.
Dengan pertolongan Tuhan itu Muhammad merasa lega tinggal
di Medinah, merasa tenteram hatinya karena kewibawaan
Muslimin kini telah kembali. Sungguhpun begitu ia selalu
waspada terhadap segala tipu-muslihat musuh, selalu
awas-awas ke segenap jurusan.
Sementara dalam keadaan demikian itu,
tiba-tiba terbetik berita, bahwa ada sebuah kelompok dari
Ghatafan di Najd yang sedang bersepakat hendak memeranginya.
Dan taktiknya selalu dalam hal ini ialah menyergap musuh
secara tiba-tiba sebelum musuh itu sempat mengadakan
persiapan mempertahankan diri. Oleh karena itulah, dengan
kekuatan empat ratus orang ia berangkat menuju Dhat'r-Riqa'.
Di tempat ini pihak Banu Muharib dan Banu Tha'laba dari
Ghatafan sudah berkumpul. Begitu ia dilihat oleh mereka, ia
langsung melakukan penyerbuan ke tempat-tempat mereka itu.
Dengan meninggalkan kaum wanita dan harta, mereka lari
tunggang-langgang. Apa yang dapat dibawa oleh Muslimin
dibawanya, dan mereka kembali pulang ke Medinah.
Akan tetapi, karena dikuatirkan pihak musuh akan kembali
menyerang mereka, siang malam mereka pun secara bergantian
mengadakan penjagaan. Dalam pada itu dalam memimpin
sembahyang juga oleh Muhammad dilakukan dengan salat
khauf.1 Dalam hal ini sebagian mereka menghadap
ke jurusan musuh, karena dikuatirkan kalau-kalau pihak musuh
menyusul menyerang mereka, sementara mereka sedang
bersembahyang dua raka'at bersama-sama Muhammad itu. Akan
tetapi selama itu tidak ada bayangan musuh yang tampak.
Kemudian Nabi dan sahabat-sahabat kembali ke Medinah setelah
15 hari meninggalkan kota itu. Dengan sukses demikian ini
mereka kembali dengan gembira sekali.
Tidak lama sesudah itu Nabi pun berangkat
lagi dalam suatu ekspedisi, yakni ekspedisi Dumat'l-Jandal.
Dumat'l-Jandal ini adalah sebuah wahah (oasis) pada
perbatasan Hijaz-Syam, yang terletak pada pertengahan jalan
antara Laut Merah dengan Teluk Persia. Muhammad sendiri
tidak sampai bertemu dengan kabilah-kabilah yang ingin
dihadapinya itu dan yang suka menyerang kafilah-kafilah di
sana; sebab baru mereka mendengar namanya saja, mereka sudah
ketakutan dan sudah kabur lebih dulu, dengan meninggalkan
harta benda yang kemudian dibawa Muslimin sebagai barang
ghanima (rampasan perang). Berdasarkan batas Dumat'l-Jandal
secara geografis kita sudah dapat melihat betapa luasnya
pengaruh Muhammad dan sahabat-sahabatnya itu, betapa jauhnya
kekuasaan mereka dan betapa pula seluruh jazirah itu merasa
takut. Begitu juga kita melihat bagaimana Muslimin itu
menanggung segala macam beban dalam ekspedisi-ekspedisi itu,
dengan tidak pedulikan panas terik yang rnembakar, tanah
yang kering dan gersang, air yang sukar diperoleh, bahkan
maut sendiri pun tidak lagi mereka hiraukan. Hanya satu yang
menggerakkan mereka sampai mencapai kemenangan dan sukses
itu, yang telah memberikan kekuatan moril kepada mereka,
yaitu: keteguhan iman, iman yang hanya kepada Allah
semata-mata.
Sekarang tiba waktunya buat Muhammad beristirahat di
Medinah untuk selama beberapa bulan berikutnya, sementara
menantikan Quraisy sampai tahun depan - tahun kelima Hijrah
- dan menjalankan perintah Tuhan menyelesaikan suatu susunan
masyarakat bagi umat Islam yang baru tumbuh itu, suatu
organisasi yang pada waktu itu meliputi beberapa ribu orang
dan yang kemudian akan meliputi jutaan bahkan ratusan juta
umat Islam. Dalam membuat struktur masyarakat itu, ia
bertindak dengan cara yang begitu cermat dan baik sekali,
sejalan dengan wahyu Tuhan yang diberikan kepadanya, dan
ditentukannya sendiri pula mana-mana yang sesuai dengan
perintah dan ajaran wahyu itu, dengan ketentuan-ketentuan
terperinci yang oleh sahabat-sahabat pada waktu itu diberi
tempat yang suci, dan yang selanjutnya akan tetap berlaku
begitu sepanjang masa dan generasi; wahyu yang tiada
dimasuki kepalsuan dari manapun juga, baik dari semula
maupun sesudah itu.
Catatan kaki:
- Shalat'l-khauf, harfiah salat ketakutan, yakni
sembahyang darurat dalam keadaan bahaya. Syarat-syarat
dan ketentuan-ketentuannya terdapat dalam buku-buku fikih
(A).
|