BAGIAN KEDUAPULUH TUJUH: TABUK DAN KEMATIAN
IBRAHIM (2/3)
Dengan demikian mereka pun kembali, kembali dengan
bercucuran airmata. Mereka sedih, karena tak ada pula yang
dapat mereka sumbangkan. Karena tangisan mereka itu mereka
diberi nama Al-Bakka'un (orang-orang yang menangis). Pasukan
yang sudah berkumpul mendampingi Muhammad ini - yang disebut
Pasukan 'Usra karena kesukaran yang dialami sejak mulai
dibangun - sebanyak tigapuluh ribu Muslimin. Dalam menunggu
Muhammad kembali dari mengurus beberapa masalah di Medinah,
sementara dia tidak ada, di tengah-tengah pasukan yang sudah
berkumpul itu Abu Bakrlah yang bertindak sebagai imam
sembahyang.
Sekarang, setelah masalah-masalah dalam kota diserahkan
kepada Muhammad b. Maslama; dan Ali b. Abi Talib diserahi
urusan keluarga dan disuruhnya ia tinggal dengan mereka.
Setelah segala sesuatunya sudah dianggap beres, ia pun
kembali ke tempat semula memimpin pasukan. Ketika itu
Abdullah b. Ubayy juga sudah siap dengan sebuah pasukan
terdiri dari golongannya sendiri, akan berangkat disamping
pasukan Muhammad. Akan tetapi menurut Nabi, Abdullah dan
pasukannya itu supaya tetap di Medinah saja karena selain
kurang dapat dipercaya imannya juga ia tidak kuat.
Setelah mendapat perintah, pasukan itu pun berangkat,
debu dan pasir halus mengepul-ngepul ke udara diselingi oleh
ringkik kuda. Wanita-wanita Medinah pergi naik ke atas
loteng hendak menyaksikan pasukan tentara yang dahsyat ini,
berangkat hendak menerobos padang sahara menuju ke arah
Syam; yang demi di jalan Allah, tidak mereka pedulikan lagi
udara panas, rasa dahaga dan lapar, dengan meninggalkan
mereka yang mau duduk-duduk dan tinggal di belakang,
orang-orang yang lebih suka tinggal di tempat yang teduh dan
bersenang-senang daripada suatu ujian iman dan perkenanan
Tuhan. Pasukan tentara yang telah didahului oleh sepuluh
ribu pasukan berkuda serta kaum wanita yang begitu terpesona
menyaksikan segala kebesaran dan kekuatan itu, suasananya
telah dapat menggerakkan hati beberapa orang yang tadinya
surut dalam menerima ajakan Rasul dan tidak mau ikut.
Demikian juga Abu Khaithama, setelah melihat suasana itu ia
kembali pulang. Kedua orang isterinya dijumpainya
masing-masing sedang menyirami tempat ia berteduh dan sedang
mendinginkan air minum dan menyediakan makanan buat dia.
Setelah dilihatnya apa yang dilakukan wanita itu ia
berkata:
"Rasulullah dalam terik matahari, angin dan udara panas,
sedang Abu Khaithama di tempat yang teduh, sejuk dengan
makanan dan wanita cantik diam di rumah. Sediakan
perbekalanku, aku akan menyusul."
Setelah bekal yang diperlukan disediakan, ia pun pergi
menyusul pasukan tentara. Mungkin masih ada juga sekelompok
orang yang tinggal di belakang telah pula mengikuti jejak
Abu Khaithama, setelah mereka menyadari bahwa tindakan
mereka yang hendak mengelak dan takut-takut itu suatu
tindakan tercela dan hina.
Dalam perjalanannya tentara itu sudah sampai di Hijr. Di
tempat ini terdapat pula puing-puing bekas rumah-rumah kaum
Thamud yang terukir pada batu besar. Di tempat itu mereka
oleh Rasulullah diperintahkan berhenti. Orang-orang pun
mulai mengambil air dari sumur. Setelah selesai, kata Rasul
kepada mereka:
"Jangan ada yang minum air sumur ini, juga jangan dipakai
berwudu untuk sembahyang. Bila sudah ada adonan yang kamu
buat dengan air itu berikanlah kepada ternak dan samasekali
jangan kamu makan. Juga jangan ada yang keluar malam ini
kalau tidak disertai seorang teman."
Soalnya tempat itu tiada pernah dilalui orang dan kadang
timbul angin badai berupa pasir yang dapat menimbun manusia
atau binatang. Malam itu ada dua orang yang keluar diluar
perintah Rasul. Salah seorang daripada mereka dibawa angin
dan yang seorang lagi tertimbun pasir. Keesokan harinya
orang melihat pasir itu telah menimbuni sumur sehingga air
tidak ada lagi. Orang jadi takut akan kehausan lebih ngeri
lagi karena perjalanan masih panjang. Akan tetapi, sementara
mereka dalam keadaan demikian, tiba-tiba datang awan membawa
hujan dan mereka pun kini mendapat air berlimpah-limpah.
Perasaan takut hilang dan mereka semua bergembira. Ada
mereka yang berkata satu sama lain, bahwa itu suatu mujizat.
Sedang yang lain mengatakan itu hanya awan lalu.
Setelah itu pasukan tentara
itu meneruskan perjalanan ke Tabuk. Sebenarnya tentang
pasukan ini dan kekuatannya beritanya sudah sampai kepada
pihak Rumawi. Oleh karena itu ia lebih suka menarik mundur
pasukannya yang tadinya sudah ditujukan ke perbatasan dengan
maksud hendak melindungi daerah Syam dengan
benteng-bentengnya itu. Setelah pihak Muslimin sampai di
Tabuk dan Muhammad mengetahui pihak Rumawi menarik diri dan
berada dalam ketakutan, dirasa sudah tidak pada tempatnya
akan mengejar mereka terus sampai ke dalam negeri
mereka.
Oleh karena itu ia tetap tinggal di perbatasan, akan
menghadapi siapa saja yang akan menyerang atau melawannya.
Ia berusaha menjaga perbatasan-perbatasan itu supaya jangan
ada pihak yang melandanya.
Ketika itulah Yohanna bin Ru'ba -
seorang amir (penguasa) Aila3
yang tinggal di perbatasan oleh Nabi telah dikirimi surat
supaya ia tunduk atau akan diserbu. Yohanna datang sendiri
dengan memakai salib dari emas di dadanya. Ia datang dengan
membawa hadiah dan menyatakan setia. Ia mengadakan
perdamaian dengan Muhammad dan bersedia membayar jizya
seperti yang juga dilakukan oleh pihak
Jarba'4
dan Adhruh5
dengan membayar jizya. Di samping itu Rasulullah telah pula
membuat surat-surat perjanjian perdamaian dengan mereka.
Berikut ini salah satu bunyi teks itu, yakni yang dibuat
dengan Yohanna:
"Atas nama Allah, Pengasih dan Penyayang. Surat ini ialah
perjanjian keamanan atas nama Tuhan dari Muhammad, Nabi
Utusan Allah kepada Yohanna ibn Ru'ba serta penduduk Aila,
atas kapal-kapal dan kendaraan-kendaraan dalam perjalanan
mereka di darat dan di laut, mereka berada dalam jaminan
Allah dan Muhammad, termasuk mereka penduduk Syam, penduduk
Yaman dan penduduk pantai laut. Barangsiapa melakukan suatu
pelanggaran maka selain dirinya, hartanya itu tidak akan
dapat melindunginya dan Muhammad dibenarkan mengambil itu
dari mereka. Mereka tidak boleh dirintangi dari air yang
dikehendaki atau jalan yang akan ditempuhnya, di darat atau
di laut."
Sebagai tanda persetujuan atas perjanjian ini Muhammad
telah pula memberikan hadiah kepada Yohanna berupa mantel
tenunan Yaman disertai perhatian penuh kepadanya, setelah
diperoleh persetujuan bahwa Aila akan membayar jizya sebesar
3000 dinar tiap tahun.
Muhammad sebenarnya sudah tidak perlu lagi berperang
setelah pihak Rumawi menarik diri, dan telah dibuat
perjanjian dengan daerah-daerah yang terletak di perbatasan
dan karena sudah merasa aman setelah pula balatentara
Bizantium kembali dari wilayah itu, kalau tidak karena lalu
timbul suatu kekuatiran baru. Pihak Ukaidir b. 'Abd'l-Malik
al-Kindi orang Nasrani, Penguasa Duma6
itu akan memberontak dengan mendapat bantuan balatentara
Rumawi bilamana mereka datang dari jurusan itu. Itu sebabnya
Nabi lalu menugaskan Khalid bin'l-Walid dengan sebuah
pasukan berkuda terdiri dari 500 orang. Dia sendiri berbalik
dengan pasukannya kembali ke Medinah.
Dengan cepat sekali Khalid terjun menyusur ke Duma dengan
tidak setahu penguasa itu, yang dalam malam terang bulan
dengan disertai saudaranya yang bernama Hassan, sedang
sama-sama memburu lembu liar. Khalid tidak mendapat
perlawanan yang berarti. Hassan terbunuh dan Ukaidir
ditawan. Ia diancam akan dibunuh kalau pintu gerbang Duma
tidak dibuka. Oleh karena itu pintu-pintu kota kemudian
dibuka sebagai tebusan atas diri sang amir. Dari tempat ini
Khalid kemudian dapat mengangkut sebanyak duaribu ekor unta,
delapan ratus ekor kambing, empat ratus wasq (muatan) gandum
dan empat ratus buah pakaian besi. Semua itu diangkutnya
bersama-sama dengan Ukaidir sampai dapat menyusul Nabi di
Ibukota. Muhammad menawarkan Islam kepada Ukaidir yang
kemudian diterimanya dan ia pun menjadi pula sekutunya.
Muhammad kembali dengan
memimpin ribuan anggota Pasukan 'Usra ini dari perbatasan
Syam ke Medinah, bukanlah soal yang ringan. Mereka itu
kebanyakan tidak mengerti makna persetujuan yang telah
diadakan dengan amir Aila dan negeri-negeri tetangganya,
Juga mereka tidak menganggap begitu penting
persetujuan-persetujuan yang telah dibuat oleh Muhammad guna
menjamin keamanan di perbatasan seluruh jazirah itu serta
dibangunnya benteng-benteng di tempat-tempat itu sebagai
perbatasan dengan pihak Rumawi. Sebaliknya yang dapat mereka
lihat hanyalah, bahwa mereka menempuh jalan yang sulit dan
panjang ini, dengan mengalami gangguan-gangguan, kemudian
kembali tanpa membawa rampasan, tanpa membawa tawanan
perang, bahkan berperang juga tidak. Segala yang dapat
mereka lakukan hanyalah tinggal di Tabuk selama hampir
duapuluh hari.
Jadi, hanya untuk inikah mereka mengarungi padang sahara
di bawah tekanan panas musim yang dahsyat, sementara
buah-buahan di Medinah sudah mulai masak, dan orang sudah
pula dapat menikmatinya? Ada segolongan orang yang lalu
mengejek apa yang telah dilakukan Muhammad itu. Orang yang
memang sudah teguh imannya, menyampaikan kabar ini
kepadanya. Ia mengambil tindakan terhadap orang-orang yang
mengejeknya itu, kadang dengan kekerasan, kadang dengan cara
lemah-lembut, sementara pasukan tentara meneruskan
perjalanan pulang ke Medinah sambil selalu Muhammad menjaga
dan mengatur barisan itu.
Tatkala ia sudah sampai di kota, Khalid bin'l-Walid pun
menyusul pula sampai. Ia datang bersama dengan Ukaidir yang
dibawanya dari Duma, berikut unta, kambing, gandum dan
baju-baju besi. Ketika itu Ukaidir mengenakan pakaian
lengkap dari sutera berat dengan berumbaikan emas. Penduduk
Medinah sangat terpesona melihatnya.
Mereka yang tinggal di belakang tidak mengikutinya merasa
gelisah sekali. Mereka yang tadinya mengejek kini mulai
sadar sendiri. Mereka datang sekarang sambil membawa dalih
minta maaf. Tetapi kebanyakan mereka minta maaf itu disertai
kebohongan. Sikap mereka ini oleh Muhammad ditolak,
diserahkan kepada kebijaksanaan Tuhan. Tetapi ada tiga orang
yang sudah beriman kepada Allah dan kepada Rasul, mereka ini
mengakui akan tindakan mereka tinggal di belakang dan
mengakui pula dosa mereka. Mereka itu ialah Ka'b b. Malik,
Murara bin'r-Rabi' dan Hilal b. Umayya. Karena larangan yang
pernah dikeluarkan oleh Muhammad, mereka bertiga itu selama
limapuluh hari tidak diajak bicara oleh kaum Muslimin, juga
tidak seorang Muslim pun mengadakan hubungan dagang dengan
mereka. Tetapi Tuhan kemudian mengampuni mereka bertiga, dan
firman Tuhan ini turun:
"Allah telah menerima taubat Nabi, orang-orang Muhajirin
dan orang-orang Anshar yang telah mengikuti Nabi pada masa
kesulitan ('usra) setelah ada sebahagian mereka yang hampir
menyimpang hatinya. Tetapi kemudian Tuhan menerima taubat
mereka. Allah Maha Pengasih dan Penyayang kepada mereka.
Juga terhadap tiga orang yang tinggal di belakang, sehingga
bumi yang seluas ini terasa sempit oleh mereka, napas mereka
pun terasa sesak, dan mereka sudah mengerti, bahwa tak ada
tempat berlindung dari siksa Tuhan selain kepada Tuhan juga.
Kemudian Allah menerima taubat mereka supaya mereka selalu
bertaubat. Dan Allah Maha Penerima segala taubat dan Maha
Pengasih." (Qur'an, 9:117-118)
Sejak itu Muhammad bersikap tegas terhadap orang-orang
Munafik, suatu sikap yang tidak biasa mereka alami
sebelumnya. Soalnya ialah karena jumlah kaum Muslimin sudah
bertambah banyak. Tingkah-laku kaum Munafik terhadap mereka
akan berbahaya sekali dan sangat dikuatirkan. Oleh karena
itu perlu diatasi. Muhammad memang sudah yakin sekali -
setelah janji Tuhan akan memberikan kemenangan kepada agama
dan perintah Tuhan - bahwa jumlah mereka akan bertambah,
akan berlipat-ganda banyaknya dari yang sekarang. Maka
ketika itulah orang-orang Munafik akan merupakan bahaya
besar. Keadaan sebelum itu, tatkala Islam masih terbatas
dalam kota Medinah dan sekitarnya, segala yang terjadi
terhadap kaum Muslimin dia sendiri yang mengawasinya.
Tetapi, sesudah agama meluas tersebar ke seluruh jazirah
Arab, bahkan sudah hampir meluas keluar, maka setiap
kelalaian terhadap orang-orang Munafik itu, berarti akan
merupakan suatu bencana yang sangat dikuatirkan akibatnya,
akan merupakan bahaya yang cepat sekali akan menjalar jika
tidak lekas-lekas pula kuman-kuman itu diberantas.
Ada beberapa orang membuat sebuah
mesjid7
di Dhu Awan sejauh satu jam perjalanan dari Medinah. Ke
dalam mesjid inilah kelompok orang-orang Munafik itu selalu
datang. Mereka berusaha hendak mengubah ajaran Tuhan dari
yang sebenarnya. Dengan itu mereka hendak memecah-belah kaum
Muslimin dengan menimbulkan bencana dan kekufuran. Kelompok
ini meminta kepada Nabi supaya membuka mesjid dan sekalian
sembahyang di tempat itu. Permintaan mereka diajukan sebelum
peristiwa Tabuk. Oleh Nabi mereka diminta menunggu sampai ia
kembali. Tetapi setelah kembali dan mengetahui persoalan
mesjid itu serta untuk apa pula tujuan sebenarnya dibangun,
oleh Nabi diperintahkan supaya mesjid itu dibakar. Dengan
demikian hal itu telah menjadi contoh, yang membuat
orang-orang Munafik itu jadi ketakutan. Mereka surut dan
menyisihkan diri. Yang akan melindungi mereka pun sudah tak
ada lagi selain Abdullah b. Ubayy, ketua dan pemimpin mereka
itu.
|