Surat Menyurat
Maryam Jamilah - Maududi


Lahore, 16 Desember 1961

Nona Maryam Jamilah,

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Terima kasih atas surat anda tertanggal 8 November bersama lampiran tajuk rencana The Islamic Review tentang Undang-undang Keluarga. Dalam sampul yang lain juga telah saya terima naskah esai anda yang berjudul Makna Taqbir. [Lihat Makna Taqbir dalam buku saya Islam versus Barat, cetakan kedua yang telah direvisi dan diperluas, diterbitkan oleh Muhammad Yusuf Khan, Lahore, 1968.]

Telah saya baca naskah anda dengan teliti dan saya setuju dengan setiap kata di dalamnya. Nabi Besar dengan tegas telah melarang orang muslim untuk menggambar dan membuat patung binatang ataupun manusia. Sejarah telah menyaksikan kenyataan bahwa pembuatan gambar adalah langkah pertama ke arah syirik dan penyembahan berhala. Penyembahan berhala tidak mesti berarti penyembahan secara ritual di depan suatu obyek. Bila gambar para pemimpin dan orang-orang terkenal digantungkan secara menyolok atau dibagi-bagikan ke mana-mana, pastilah hal itu akan menghasilkan pembudakan mental dan penuhanan, serta menanamkan kesan "keagungan" kepada orang-orang (sebagai ganti keagungan Allah), pada pikiran dan jiwa mereka. Pastilah hal ini merupakan suatu bentuk penyembahan berhala.

Ketika Rusia mencaplok Polandia, ribuan gambar Stalin telah dimasukkan ke setiap kota dan desa. Tentara Nazi dulu terbiasa mengenakan foto Hitler di dada mereka dan bila mereka terluka dan menghembuskan nafasnya yang penghabisan di rumah sakit, mereka ditemui sedang menciumi potret-potret ini dan menaruhnya di pelupuk mata mereka. Gambar-gambar pemimpin nasional pada mata uang dan perangko merupakan simbul-simbul kekuasaan duniawi mereka dan bila gambar-gambar mereka dipertunjukkan di layar bioskop, maka para hadirin pun diminta untuk berdiri seketika. Bila ini semua bukan syirik, lantas apa lagi namanya? Kaum Nazi, Fasis, Komunis, Kamalis dan Nasseris telah menunjukkan kegunaan atau lebih tepat disebut sebagai penyalahgunaan gambar-gambar dan mendemonstrasikan sedemikian jelas malapetaka yang diakibatkannya, sehingga saya pikir tidak semestinya ada akal sehat yang meragukan sedikit pun mengapa Islam mengharamkan gambar-gambar dan patung-patung.

Bagaimanakah seseorang yang mengetahui perbedaan antara tauhid dan syirik dapat mengizinkan pembuatan gambar bila akibatnya begitu terang saat ini? Di atas semuanya itu, mengapa Krushchev dalam mencela Stalin memerintahkan juga untuk membuang patung-patung Stalin dari tempat-tempat umum? Tidakkah hal ini berarti bahwa Krushchev menyadari sepenuhnya betapa hukum dari tuhan-palsu ini telah terukir pada otak orang-orang Rusia melalui gambar-gambar ini?

Sejak awal sekali gambar-gambar telah dipakai secara luas untuk menyebarkan ketakbermoralan dan kecabulan di dunia ini. Anggur, musik, bacaan, gambar dan patung cabul sekarang, lebih dari dulu-dulu, merupakan penghasut yang paling potensial bagi perzinaan. Bila kaum modernis di negeri-negeri muslim masih mempertahankan kegemaran-kegemaran seperti itu, sekalipun telah ada larangan yang terang dari Nabi kita saw, agar bisa berkompromi dengan perubahan "zaman" dan dipuji sebagai up to date, mereka tidak mungkin bisa melakukan hal seperti itu tanpa mengabaikan nilai-nilai dan prinsip-prinsip Islam. Tak bisa saya pahami, bagaimana orang seperti ini mampu meyakinkan diri mereka sendiri dan orang lain bahwa, meskipun mengalami perubahan yang mendasar seperti itu, mereka adalah orang Islam yang baik.

Saya setuju sepenuhnya dengan apa yang anda tulis tentang apolojetik. Ada dua sebab penting dari penalaran seperti ini baik merupakan hasil dari kesalahpahaman dan kejahilannya tentang Islam, ataupun karena hasil alami dari mentalitas orang yang kalah sehingga secara buta mereka terima nilai budaya yang dominan sebagai kriteria tertinggi. Akibatnya, peradaban Barat telah menjadi juri penilai atas kelebihan dan "kesalahan" Islam, bukan sebaliknya.

Pelopor kaum apolojetik di anak benua Pakistan adalah Sir Sayyid Ahmad Khan dan rekannya Chiragh Ali. Belakangan, Sir Sayyid Amir Ali pun menyusul (Amir Ali dan Chiragh Ali adalah orang-orang Syi'ah). Akhirnya, seluruh Sekolah Aligarh pun meneriakkan koor apoloji kepada Barat atas nama Islam. Muhammad Ali Lahori (pengikut Mirza Ghulam Ahmad dan penerjemah al-Qur'an ke dalam bahasa Inggris) yang oleh para pengarang Barat sering dikacaukan namanya dengan Muhammad Ali Jauhar (negarawan terkenal dan pejuang kemerdekaan) banyak mengikatkan diri pada pandangan-pandangan Sekolah Aligarh. Di Mesir, Syaikh Muhammad Abduh melakukan kompromi serupa, sehingga dengan demikian membuka pintu lebar-lebar bagi orang-orang yang melancarkan pembaratan di dunia Arab yang tiba sesudahnya.

Sekali mereka mulai berjalan di jalur ini, maka mereka hampir tidak bisa membatasi pemikiran sehat yang mubazir ini. Jihad hanya ditafsirkan sebagai perang "defensif" semata-mata. Ajaran Islam tentang tawanan-tawanan perang (budak-budak) diberi arti yang sangat aneh dan dicari-cari. Poligami dengan setengah hati dianggap hanya sebagai langkah darurat; makin cepat diharamkan makin baik. Mukjizat yang disebutkan dalam al-Qur'an diingkari sebagai kepalsuan atau, upaya-upaya fantastik mereka lakukan untuk menjelaskannya sebagai fenomena alami. Malaikat-malaikat dikatakan sebagai "kekuatan-kekuatan alam" belaka dan wahyu sebagai hasil subyektif daripada kegiatan mental yang luar biasa yang diproyeksikan ke luar menyerupai hallusinasi orang gila. Meskipun kalah secara politis, orang-orang Islam tidak mengalami kekalahan yang serius dalam dunia pemikiran dan hanya karena kelumpuhan mental sajalah maka tidak dapat mereka tangkap hidayah Allah kepada Nabi-Nya yang terakhir.

Apa yang anda tulis tentang poligami mutlak benar. Hanya ingin saya tambahkan bahwa surat 4:3 diwahyukan tidak untuk mengesahkan poligami. Poligami tidak pernah diharamkan oleh Allah. Ia dibolehkan oleh syariat seluruh nabi. Sebagian besar para nabi beristri lebih dari satu. Sebelum ayat ini diturunkan kepada Nabi saw., beliau telah beristri tiga (Saudah, Aisyah dan Ummu Salamah ra). Sebagian besar sahabat juga berpoligami. Jadi tidak diperlukan lagi pengesahan atas suatu praktek yang halal dan telah dikenal. Ayat tersebut di atas diturunkan ketika banyak wanita Madinah ditinggal mati suami-suami mereka yang gugur di medan perang Uhud dan banyak pula anak-anak yang sudah tidak berbapak lagi. Dihadapkan pada masalah ini, orang Islam diarahkan untuk memecahkannya dengan memanfaatkan lembaga yang telah ada dan lazim, yakni dengan mengawini dua, tiga atau empat wanita di antara janda-janda tersebut.

Sebagai akibatnya, janda-janda dan anak-anak yatim tidak terlantar, melainkan terserap ke dalam berbagai keluarga. Kalaupun petunjuk Tuhan ini menyiratkan suatu pembentukan hukum baru, hal itu bukanlah pemberian izin berpoligami, melainkan merupakan pembatasan jumlah istri sampai empat dan penetapan syarat lebih jauh, yakni bila suami tidak bisa bertindak adil terhadap seluruh istrinya, maka ia harus mempergauli mereka dengan baik atau beristri satu saja Dua buah perintah di atas tidak pernah diketahui dan dikenal oleh orang Arab penyembah berhala, dan Bible yang sekarang pun tidak menyebutkannya.

Mengenai orang-orang yang mencoba untuk menafsirkan kembali Islam, saya tidak tahu siapakah yang mereka coba bohongi, Allah atau diri mereka sendiri. Tetapi yakinlah bahwa penipuan ini tidak akan berlangsung lama. Karena kekuasaan politik mereka, maka mereka berusaha menjejalkan pandangan mereka kepada rakyat yang beragama Islam, sedang pers Barat mendorong mereka dari belakang. Tetapi di sini terdapat juga gelombang besar kemarahan di kalangan rakyat. Pendapat umum di negara-negara Islam yang menentang mereka sedemikian kerasnya, melampaui bayangan anda selama masih di Amerika.

Bila anda pergi ke salah satu negara Islam, akan anda dapati kenyataan bahwa, tidak hanya orang-orang yang berpikiran sederhana saja, bahkan kaum modern yang terpelajar pun merasa sebal dan letih oleh penafsiran baru yang merupakan pencemaran terhadap bentuk dan jiwanya. Pemuda yang anda temui di Universitas Columbia bukanlah wakil sebenarnya dari pendapat umum orang Islam. Mereka hanya berbicara bagi sebagian kecil orang yang dianggap lebih sebagai kekurangan daripada kelebihan oleh rekan-rekannya seagama.

Orang-orang ini, setelah kembali ke negeri asalnya, akan hidup seperti orang asing saja. Kebiasaan, cita-rasa, perilaku dan cara berpikir mereka bertolak belakang seratus-delapanpuluh-derajat dengan rekan mereka sesama muslim. Mereka tidak bergaul dengan orang-orang lain dan orang-orang lain pun tidak bergaul dengan mereka. Mereka adalah sekelompok orang asing bumiputra yang dibesarkan di negara Islam sebagai hasil sampingan dari pemerintahan penjajah Eropa. Karena mereka tahu bahwa mereka tidak akan mampu membujuk rakyat untuk mengambil sekularisme dengan sarana-sarana demokrasi, maka mereka mencoba untuk menyusupkan ideologi asing mereka atas sasaran-sasaran yang tak menghendakinya melalui kelaliman yang sewenang-wenang.

Suara-suara yang bersimpati mendorong mereka dari ufuk Barat, yakni "Timur belum lagi siap menerima demokrasi". Tetapi diktator-diktator ini tidak punya penghargaan sedikit pun terhadap cita-cita demokrasi. Merekalah korban perbudakan yang terjelek. Barat memberikan tepukan kepada mereka hanya karena taklid buta mereka kepada materialisme Barat dan karena iman mereka kepada Islam telah rusak sama sekali.

Sedangkan mengenai tajuk rencana The Islamic Review yang anda lampirkan dalam surat anda yang lalu, yakni tentang Undang-undang Hukum Keluarga, mungkin anda akan tertarik untuk mengetahui bahwa segera setelah dekrit tersebut diberlakukan pada tanggal 7 Maret, saya bersama para ulama dari semua aliran pemikiran yang diakui mengeluarkan pernyataan bersama untuk niengkritik secara terperinci setiap bagian dari undang-undang tersebut dan menunjukkan pertentangannya dengan al-Qur'an dan Sunnah.

Instruksi dari Pemerintah diberikan kepada pers agar jangan memuatnya. Meskipun demikian, beberapa orang memberanikan diri untuk menerbitkannya juga. Mereka kemudian diinterogasi dan diganggu dengan berbagai cara, bahkan ada yang dipenjara berdasarkan Undang-undang Keselamatan Umum. Sementara itu, pujian terhadap "pembaharuan" ini dipublikasikan secara luas di dalam dan di luar negeri. Juga telah anda minta agar saya memberi komentar atas tajuk rencana tersebut. Saya hanya akan mengatakan bahwa ketakutan penguasa terhadap kritik telah cukup sebagai komentar.

Akhirnya, saya harus minta maaf karena terlambat membalas surat anda, walaupun bukannya tanpa alasan.

Teriring salam dan harapan.

Saudaramu seagama,
Abul A'la


Surat Menyurat Maryam Jamilah Maududi
Judul Asli: Correspondence between Maulana Maudoodi and Maryam Jameelah
Terbitan Mohammad Yusuf Khan, Lahore, 1978
Penterjemah: Fathul Uman
Penyunting: Haidar Bagir
Penerbit Mizan, Jln. Dipati Ukur No. 45, Bandung 40124
Cetakan 1, 1403H, 1983M
Telp.(022) 83196
dikumpulkan dari posting sdr Hamzah (hamzahtd@mweb.co.id) di milis is-lam@isnet.orgIndeks artikel kelompok ini | Disclaimer
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota
Dirancang oleh MEDIA, 1997-2001.
Hak cipta © dicadangkan.