Artikel Yayasan Paramadina

Indeks Islam | Indeks Paramadina | Indeks Artikel | Tentang Yayasan
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

II.8. KONSEP-KONSEP HUKUM                                (2/3)
oleh KH. Ali Yafie
 
Sunnatullah yang diperkenalkan al-Qur'an sebagaimana diuraikan
di  atas  tidaklah  terbatas  pada  ketentuan-ketentuan   yang
mengatur   alam   materi   saja,  tapi  juga  menjangkau  alam
nonmateri, bahkan dalam al-Qur'an, pemakaian kata  sunnatullah
lebih   banyak   mengacu  pada  apa  yang  disebut  oleh  ilmu
pengetabuan  sebagai  "hukum  sejarah."  Ayat-ayat  di   dalam
surah-surah   al-Isra',  al-Kahf,  al-Ahzab,  Fathir,  Ghafir,
al-Fath, Ali 'Imran, al-Nisa, al-Anfal, dan  lain  sebagainya,
yang  berbicara  tentang sunnatullah dengan berbagai formulasi
seperti sunnat alawwalin, sunnata man arsalna  qablak,  sunana
al-ladzina  min  qablikum, semuanya berkaitan dengan peristiwa
sejarah  yang   dialami   para   Nabi/Rasul   dengan   umatnya
masing-masing,   yang   diminta   al-Qur'an   supaya  diamati,
direnungkan dan mengambil pelajaran daripadanya. Dalam  rangka
itu  al-Qur'an memperkenalkan tokoh-tokoh sejarah zaman lampau
seperti Fir'aun, Haman, Jalut, Tubba', al-Tsamud, Quraisy, dan
sebagainya.   Demikian   pula   halnya   dengan  tempat-tempat
bersejarah seperti Badr,  Uhud,  Hunain,  Thur,  Hijr,  Ahqaf,
Saba',  dan  sebagainya.  Dari sejarah itu tergambar bagaimana
proses   kebangkitan   suatu   umat   dan   bagaimana   proses
kehancurannya,    apa   faktor-faktor   kemenangan   dan   apa
faktor-faktor  kegagalan  dalam  satu  perjuangan.   Bagaimana
pertarungan    antara    pahlawan-pahlawan    kebenaran    dan
akibat-akibat apa yang dialami para penentang  kebenaran  yang
melakukan  kezaliman, yang mengabaikan nilai-nilai moral, yang
memeras golongan lemah, yang hidup bergelimang kemewahan,  dan
seterusnya.  Sejarah  mempunyai hukumnya sendiri dalam hal-hal
tersebut  di  atas.  Hukum  yang  berlaku  sepanjang   sejarah
kehidupan  manusia,  merupakan sebagian dari sunnatullah, yang
berlaku secara pasti, sebagaimana berlaku natuurwet.
 
Selain itu, aspek  kesejarahan  mempunyai  juga  arti  penting
dalam  hukum-hukum  syar'iyyah.  Apa  yang  dikenal dalam ilmu
hukum  dengan  historis-interpretasi  cukup  jelas  padanannya
dalam  ilmu ushul fiqh yang lazim dipakai dalam mengolah hukum
Islam, dengan adanya  hukum  nasikh-mansukh,  asbab  al-nuzul,
asbab   al-wurud  dan  status  makkiyah  atau  madaniyah  dari
ayatayat,  semuanya  itu  adalah  untuk   memperjelas   proses
terbentuknya  suatu  hukum  dan  latar  belakang  sejarah yang
mendorong kehadiran hukum tersebut.
 
Sunnah Rasullullah saw yang menggambarkan perjuangannya selama
dua  dasawarsa  lebih,  yang  banyak  dicatat  dalam al-Qur'an
menerjemahkan dengan  jelas  sunnatullah  yang  berlaku  dalam
sejarah.   Sukses  besar  berupa  keberhasilan  membangun  dan
membina suatu umat teladan, dan memenangkan  suatu  perjuangan
besar dalam menegakkan kebenaran dan keadilan serta mewujudkan
kesejahteraan yang memberi arti bagi  kemanusiaan,  semua  itu
tidaklah  lahir dalam sehari dengan kilatan lampu aladin, tapi
merupakan hasil kerja keras yang  lama  dan  berkesinambungan,
yang  didorong  oleh rasa percaya diri dan semangat juang yang
tinggi sebagai perwujudan iman dan  taqwa.  Sunnah  Rasulullah
dalam  perjuangan  itu  mendidik  umatnya  supaya memahami dan
menghayati  sunnatullah  yang  berlaku  dalam  sejarah.  Dalam
hubungan  ini  Syeikh  Mahmud  Syaltut mengomentari, ayat-ayat
yang berbicara tentang  perjuangan  Rasulullah,  mengungkapkan
sesungguhnya  Allah  hanya memenangkan suatu perjuangan sesuai
dengan  ketentuan  sunnahNya   yang   berlaku   atas   segenap
mahluk-Nya.  Siapa  yang  menolong/membela  agama Allah dengan
jalan menegakkan keadilan, memantapkan  keamanan,  menyebarkan
ketentraman,  tidak  menjadikan kekuatan/kekuasaan itu sebagai
alat menindas dan merusak, tapi hanya sebagai alat menciptakan
kemakmuran   dan   untuk  menegakkan  hukum  Allah  dalam  hal
memerintahkan yang ma'ruf dan  mencegah  yang  mungkar.  Lebih
lanjut  beliau  menjelaskan  bahwa dalam al-Qur'an banyak ayat
memuat  janji  Allah  untuk  membantu  memenangkan  perjuangan
orang-orang  mukmin,  tapi  tidak  mewujudkan  janji itu dalam
bentuk suatu keajaiban yang langsung turun dari langit,  hanya
karena mereka sudah mengaku beriman/percaya kepada Allah, atau
karena sudah memeluk agama Allah, tapi dalam bentuk  kesadaran
keimanan  yang  menjadikan  mereka  menyadari kewajibannya dan
melaksanakan perjuangan dengan gigih tanpa pamrih. Sikap  yang
demikian  membuktikan  bahwa  mereka  sudah  memenuhi janjinya
kepada Allah. Dan Allah pun mewujudkan janjinya  pada  mereka.
[16]
 
Ciri utama agama Islam, ialah ajarannya yang cukup praktis dan
realistis menghadapi kenyataan sosial  dengan  langkah-langkah
pemecahan  yang  praktis  pula.  Maka dengan adanya perjuangan
antara kebenaran dengan  kebatilan,  yang  menandai  kehidupan
sosial, maka keharusan memenuhi segala persyaratan-persyaratan
itu adalah suatu hal yang mutlak. Sebab-sebab keberhasilan dan
kemenangan   dalam  suatu  perjuangan  dapat  dipelajari  dari
sejarah  dan   harus   dipersiapkan   dengan   sebaik-baiknya.
Sebaliknya  juga  segala  penyebab  terjadinya suatu kegagalan
atau kehancuran harus disadari dan dihindari.
 
Hukum sejarah sejalan dengan hukum  alam.  Keduanya  mempunyai
titik  temu  dalam hukum sebab-akibat. Pesan dan petunjuk yang
diberikan  al-Qur'an  pada  manusia,  demikian   pula   sunnah
Rasulullah  yang  memberikan  penjelasan  praktis  pada  pesan
al-Qur'an itu, membimbing kita  supaya  menyadari  keterkaitan
segala   sesuatu   dengan  penyebabnya,  sebagai  syarat  bagi
terjadinya.
 
Ada sebagian pendapat yang kurang memahami  sunnatullah  dalam
bentuk  hukum  alam  dan hukum sejarah, melihat adanya semacam
kontradiksi antara hukum sebab-musabab (hukum  kausal)  dengan
hukum  teologis  yang  disebut  tauhid,  atau hukum moral yang
disebut  tawakkal.  Dianggapnya  hukum  tauhid  itu  cenderung
memberikan  cap  syirik (mempersekutukan Allah) jika seseorang
menganggap ada penyebab (faktor penentu)  selain  Allah.  Atau
dianggapnya   hukum   tawakkal   bertentangan   dengan   hukum
sebab-musabab (kausal). Keraguan seperti itu sejak dini  telah
muncul,  lalu  diluruskan oleh sunnah Rasulullah dalam praktek
sebagaimana tercermin dengan jelas dalam cara-cara  perjuangan
Rasul  saw.  yang  menempuh segala persyaratan dan mengkaitkan
segala sebab dengan musababnya, disamping menjelaskan hal  itu
dalam petunjuk lisannya pada mereka yang segan berobat di kala
ia sakit, karena  khawatir  kalau-kalau  upaya  berobat  untuk
menghindarkan  penyakit bertentangan dengan iman tauhudnya dan
tidak menjadikan ia bertawakkal kepada Allah.  Dalam  hubungan
itu   Nabi   saw.   bersabda,   Bertobatlah   kalian,   karena
sesungguhnya Allah menciptakan penyakit dan  menciptakan  juga
obat.  [l7]  Dalam  sabdanya  yang lain, ketika Beliau ditanya
tentang  pengobatan,  apakah  itu  bertentangan  dengan  qadar
(taqdir)?   Lalu  Beliau  menjawab,  Itu  (pengobatan)  adalah
sebahagian dari qadar Allah. [18]  Imam  Ghazali  menjelaskan,
sebab-musabab  itu  adalah  sunnatullah  dan penyimpangan dari
sunnatullah bukanlah persyaratan  dalam  tawakkal  bahkan  ada
kalanya merupakan kebodohan yang dicela agama. Demikian ulasan
al-Ghazali dalam Kitab Tawhid dan Tawakkal. [39]
 
Penjabaran yang merinci hukum-hukum al-Qur'an  yang  dilakukan
fiqh  memperlihatkan  adanya  empat  bidang utama yang menjadi
sasaran  dari  hukum  itu,  yakni   bidang   'ibadat,   bidang
mu'amalat,  bidang  munakahat  dan  bidang  jinayat.  Hubungan
manusia  sebagai  makhluk  dengan  Khaliqnya  (Allah)   diatur
penataannya melalui hukum ibadat. Tata hubungan antara manusia
dengan  sesamanya  dalam  lalulintas  pergaulan  dan  hubungan
sehari-hari  untuk  memenuhi  kebutuhan hidupnya, diatur dalam
hukum  mu'amalat.  Tata  hubungan  manusia   dalam   kehidupan
berkeluarga   dalam  suatu  lingkungan  rumah  tangga,  diatur
melalui  hukum   munakahat,   dan   terakhir   tata   hubungan
keselamatan,  keamanan  serta kesejahteraannya yang ditegakkan
oleh pemegang kekuasaan  umum  atau  badan  peradilan,  diatur
melalui hukum jinayat.
 
Adanya  hukum-ibadat  dalam  batang  tubuh  hukum  Islam  yang
bersumber dari al-Qur'an itu merupakan ciri utama hukum Islam.
Ibadat  tidak lain adalah perwujudan dari akidah yang diimani.
Di sinilah terlihat secara nyata keterkaitan hukum itu  dengan
akidah/keimanan.  Hubungan  antara  makhluk  (manusia)  dengan
Al-Khaliq, diatur secara pasti. Adanya hukum niat yang  diberi
peran menentukan nilai perilaku manusia, memperlihatkan dengan
jelas peran moral dalam hukum itu. Di sini pula  tampak  titik
awal  perbedaan  antara  pemahaman  hukum  menurut  ilmu hukum
dengan hukum Islam yang bersumber dari al-Qur'an. Menurut ilmu
hukum,  hukum itu hanya sekedar mengurus dan mengatur hubungan
antar sesama manusia. Di  luar  itu  tidak  diperlukan  hukum.
Selain itu, masih ada perbedaan asasi antara kedua jenis hukum
itu.   Menurut   ilmu   hukum,   hukum   itu   terdiri    dari
suruhan/perintah  dan  larangan  serta  hak dan kewajiban. Apa
yang dimaksud dengan nilai moral dan akhlak tidaklah tergolong
hukum.  Dengan  demikian tidaklah mengherankan akibatnya dalam
rangka pembinaan hukum, hanya diarahkan supaya tidak melanggar
rambu-rambu  hukum. Kepatuhan mentaati hukum menjadi kepatuhan
yang semu  dan  bersifat  lahiriah  belaka.  Sebaliknya  hukum
menurut  ajaran  al-Qur'an  penegakkannya  berjalan  sekaligus
dengan  penabinaan  moral  dan  akhlak  yang  bersumber   dari
akidah/keimanan.  Karena  itu  penegakkan  hukum  menurut ilmu
hukum selama tidak diawasi dan diketahui pejabat/aparat  hukum
selalu  terjadi  pelanggaran  hukum.  Pembinaan  hukum di sini
tidak  diarahkan  kepada  pembinaan  diri  manusianya.   Dalam
penegakkan  hukum  menurut  ajaran al-Qur'an selalu ditekankan
suatu pesan sebagai berikut, Wahai orang-orang  yang  berilmu!
jadilah   kalian  orang  yang  benar-benar  penegak  keadilan,
menjadi saksi karena Allah, biarpun  terhadap  dirimu  sendiri
atau  ibu  bapak  dan  keluarga kerabatmu; kaya maupun miskin,
Allah jualah yang lebih tabu keadaannya. Maka janganlah kalian
mengikuti  hawa  nafsumu, supaya kalian tidak menyimpang (dari
kebenaran). Dan jika kalian memutarbalikkan  (kebenaran)  atau
enggan  menjadi saksi. Maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
segala apa yang kalian lakukan. [20] Itulah  pesan  al-Qur'an,
bagaimana seyogyanya seorang berbuat adil. Tidak dituntut dari
dan terhadap orang lain saja,  yang  pertama  ialah  dari  dan
terhadap dirinya sendiri.
 
Kemungkinan seorang pencari keadilan berlaku memperdaya hakim,
atau adanya aparat hukum  yang  menyalahgunakan  kedudukannya,
secara  dini  al-Qur'an memperingatkan, Dan janganlah sebagian
dari kalian memakan harta  benda  sebagian  yang  lain  dengan
jalan  batil  dan  jangan pula mempergunakan harta itu sebagai
umpan (guna menyuap) para hakim, supaya kalian  dapat  memakan
sebahagian  harta  benda orang lain itu dengan (jalan berbuat)
dosa, padahal kalian mengetahui. [2l]
 
Dalam   hubungan   adanya   kemungkinan   seseorang    berlaku
memperdayakan  hakim,  sunnah  Rasulullah  memperjelas sebagai
berikut,  Sesungguhnya   kalian   mengajukan   perkara-perkara
kepadaku (untuk diputus). Mungkin sebahagian dari kalian lebih
mampu dari yang  lain  (lawannya)  mengemukakan  alasan-alasan
untuk  memperkuat  tuntutannya,  lalu  aku memutus perkara itu
atas dasar apa yang saya dengar (dari alasan/keterangan)  itu.
Maka  barang  siapa  menerima putusan perkara (yang ia sendiri
tahu) bahwa itu hak saudaranya (lawannya dalam  perkara)  maka
janganlah ia mengambil (hak) itu. Karena sesungguhnya ia hanya
mengambil (menerima  dariku)  sepotong  api  neraka.  Demikian
sabda Rasulullah. [22]
 
--------------------------------------------  (bersambung 3/3)
Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah
Editor: Budhy Munawar-Rachman
Penerbit Yayasan Paramadina
Jln. Metro Pondok Indah
Pondok Indah Plaza I Kav. UA 20-21
Jakarta Selatan
Telp. (021) 7501969, 7501983, 7507173
Fax. (021) 7507174

Indeks Islam | Indeks Paramadina | Indeks Artikel | Tentang Yayasan
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team