| |
|
MUKJIZAT-MUKJIZAT NABAWIAH, PENDAPAT DIANTARA ORANG-ORANG YANG KETERLALUAN DAN CEROBOH Dr. Yusuf Al-Qardhawi Pertanyaan: (1/2) Kami sedang berbincang-bincang dalam suatu majelis tentang Nabi saw. dan mukjizat-mukjizatnya sehubungan dengan hari kelahirannya, dan tanda-tanda yang terjadi menjelang kelahirannya yang banyak diceritakan dalam kitab-kitab cerita Maulid yang biasanya dibaca di berbagai negara di setiap menjelang datangnya bulan Rabiul Awwal. Tetapi, salah seorang hadirin mengingkari terjadinya peristiwa-peristiwa luar biasa ini dan mengingkari pula mukjizat-mukjizat nyata dari Rasulullah saw. yang sering disebut-sebut atau tercantum dalam kitab-kitab, misalnya "telur merpati di mulut gua ketika berlangsung hijrah," "pembuatan sarang laba-laba," "kijang yang berbicara kepada beliau," "rintihan batang kurma kepada Nabi saw." Dan lain-lain yang terkenal diantara masyarakat Muslim. Alasannya ialah, bahwa Rasulullah saw. Hanya memiliki satu mukjizat yang nyata yaitu Al-Qur'anul Karim, dan ia adalah mukjizat akliah yang teristimewa dibandingkan dengan mukjizat-mukjizat para Rasul terdahulu. Kami harapkan penjelasan Al-Ustadz tentang masalah ini dengan disertai dalil-dalil. Semoga Al-Ustadz diberi umur panjang bagi Islam dan kaum Muslimin. Jawab: Pengingkaran tersebut, yang diceritakan olch Saudara penanya dari salah seorang di majelisnya, sebagian benar dan sebagian lagi salah. Tidaklah semua mukjizat Rasulullah saw. yang nyata dan tersiar di antara orang-orang merupakan riwayat yang shahih dan benar, dan tidak juga semuanya salah. Keshahihan dan kesalahan dalam masalah-masalah ini tidaklah semata-mata disebabkan oleh pendapat atau hawa nafsu dan emosi, tetapi ditentukan oleh sanad-sanad. Orang-orang dalam masalah ini -masalah mukjizat Nabi Muhammad saw. yang bersifat material- ada tiga macam: Pertama: Orang yang berlebihan dalam membenarkan dan menjadikan sanad dan dalil adalah sesuatu yang tercantum dalam kitab-kitab, apakah itu merupakan kitab ulama periode terdahulu maupun belakangan, yang menyaring riwayat-riwayat atau tidak, yang bersesuaian dengan pokok-pokoknya atau bahkan menyalahinya, dan apakah kitab-kitab itu diterima oleh para ulama peneliti atau tidak. Yang penting hal itu diriwayatkan dalam sebuah kitab, meskipun tidak diketahui pengarangnya, atau disebutkan dalam sebuah kasidah yang berisi pujian terhadap Nabi saw, atau dalam kisah Maulid yang sebagiannya dibaca di bulan Rabiul Awxval setiap tahun dan sebagainya. Ini pemikiran awam yang tidak perlu dibicarakan. Kitab-kitab itu berisi riwayat yang baik dan buruk, benar dan salah, shahih? dan palsu (dibuat-buat). Peradaban agama kita telah tercemar oleh para pengarang semacam ini, yang menerima "kisah-kisah khayalan" dan mengisi lembaran kitab-kitab mereka, meskipun menyalahi riwayat yang shahih dan akal sehat. Sebagian pengarang tidak memperhatikan kebenaran riwayat dari kisah-kisah ini dengan alasan tidak ada hubungannya dcngan penetapan hukum syariat, baik mengenai halal atau haram dan sebagainya. Oleh karena itu, apabila meriwayatkan mengenai halal dan haram, mereka bersikap keras dalam menyelidiki sanad-sanad, mengkritik para rawi dan menyaring riwayat-riwayatnya. Namun, apabila meriwayatkan tentang amalan-amalan utama, At-Targhib wat-Tarhib, misalnya mukjizat dan sebagainya, mereka pun menyepelekan dan bersikap toleran. Ada pula pengarang yang menyebut riwayat-riwayat dengan sanad-sanadnya - Fulan dari Fulan dari Fulan - tetapi mereka tidak memperhatikan nilai sanad-sanad ini. Apakah shahih atau tidak? Nilai para rawinya, apakah mereka tsiqat (dapat dipercaya), dapat diterima, lemah tercela, atau pendusta tertolak? Mereka beralasan bahwa apabila mereka menyebut sanadnya, maka mereka telah bebas dari tanggung jawab dan terlepas dari ikatan. Hal itu hanya cocok dan cukup bagi para ulama di zaman-zaman permulaan. Adapun di zaman-zaman belakangan, khususnya di masa kita seperti sekarang ini, maka penyebutan sanad tidaklah berarti apa-apa. Orang-orang hanya mengandalkan penukilan dari kitab-kitab tanpa memandang sanad. Ini adalah sikap mayoritas penulis dan pengarang di zaman kita ketika mereka mengutip dari Tarikh Thabari atau Thabaqat Ibnu Sa'ad dan lain-lain. Kedua: Orang yang berlebihan dalam menolak dan mengingkari mukjizat-mukjizat dan tanda-tanda alamiah yang nyata. Alasannya dalam hal itu ialah, bahwa mukjizat Nabi Muhammad saw. adalah Al-Qur'anul Karim. Didalamnya terdapat tantangan agar orang-orang mendatangkan (membuat) Al-Qur'an seperti itu, sepuluh surat atau cukup satu surat saja yang seperti itu. Tatkala kaum musyrikin minta dari Rasulullah saw. agar mengeluarkan tanda-tanda alamiah supaya mereka mempercayainya, maka turunlah ayat Al-Qur'an yang menyatakan penolakan tegas terhadap permintaan mereka. Allah Ta'ala berfirman: "Dan mereka berkata, 'Kami sekali-kali tidak percaya kepadamu hingga kamu memancarkan mata air dari bumi untuk kami'."(Q.s. Al-Isra':90). "Atau kamu mempunyai sebuah kebun kurma dan anggur, lalu kamu alirkan sungai-sungai di celah kebun yang deras alirannya. " (Q.s. Al-Isra':91). "Atau kamu jatuhkan langit berkeping-keping atas kami, sebagaimana kamu katakan atau kamu datangkan Allah dan malaikat-malaikat bertatap muka dengan kami." (Q.s. Al-Isra':92). "Atau kamu mempunyai sebuah rumah dari emas atau kamu naik ke langit. Dan kami sekali-kali tidak akan mempercayai kenaikanmu itu hingga kamu turunkan atas kami sebuah kitab yang kami baca. Katakanlah, 'Maha Suci Tuhanku, bukankah aku ini hanya seorang manusia yang menjadi Rasul'." (Q.s. Al-Isra': 93). Di tempat lain, Allah menyebut hal-hal yang mencegah turunnya tanda-tanda alamiah yang mereka usulkan. Firman Allah swt.: "Dan sekali-kali tidak ada yang menghalang-halangi Kami untuk mengirimkan (kepadamu) tanda-tanda (kekuasaan Kami), melainkan karena tanda-tanda itu telah didustakan oleh orang-orang yang dahulu. Dan telah Kami berikan kepada Tsamud unta betina itu (sebagai mukjizat) yang dapat dilihat, tetapi mereka menganiaya unta betina itu. Dan Kami tidak memberi tanda-tanda itu melainkan untuk menakut-nakuti." (Q.s. Al-Isra': 59). Dalam surat lain Allah menolak permintaan turunnya tanda-tanda yang lain dengan mengatakan bahwa Al-Qur'an sendiri sudah cukup untuk menjadi tanda bagi Muhammad saw. Allah Ta'ala berfirman: "Dan apakah tidak cukup bagi mereka bahwasanya Kami telah menurunkan kepadamu Alkitab (Al-Qur'an), sedang dia dibacakan kepada mereka? Sesungguhnya dalam (Al-Qur'an) itu terdapat rahmat yang besar dan pelajaran bagi orang-orang yang beriman." (Q.s. Al-Ankabut: 51). Hikmah Ilahiah telah menghendaki mukjizat Muhammad saw. merupakan mukjizat akliah dan moral, bukan mukjizat kongkrit dan material. Hal itu dimaksudkan supaya lebih layak dengan kemanusiaan setelah melewati tahap-tahap masa kanak-kanaknya dan lebih layak dengan tabiat risalah penutup yang kekal Mukjizat-mukjizat nyata berakhir begitu ia terjadi. Adapun mukjizat akliah, ia akan tetap kekal. Hal itu dikuatkan oleh hadis dalam Shahih Bukhari dari Nabi saw, beliau bersabda: "Tidak ada seorang Nabi diantara Nabi-nabi yang diutus, melainkan ia diberi tanda-tanda (mukjizat) dan kepadanya manusia beriman, tetapi apa yang diberikan kepadaku adalah wahyu yang diturunkan Allah kepadaku. Maka, aku berharap menjadi Nabi yang terbanyak pengikutnya diantara mereka pada hari Kiamat." (H.r. Bukhari). (bersambung 2/2) --------------------------------------------------- FATAWA QARDHAWI, Permasalahan, Pemecahan dan Hikmah Dr. Yusuf Al-Qardhawi Penerbit Risalah Gusti Cetakan Kedua, 1996 Jln. Ikan Mungging XIII/1 Telp./Fax. (031) 339440 Surabaya 60177 |
|
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota |