|
|
2.3.9 Gambar yang Terhina adalah HalalSetiap perubahan dalam masalah gambar yang tidak mungkin diagung-agungkan sampai kepada yang paling hina, dapat pindah dari lingkungan makruh kepada lingkungan halal. Dalam hal ini ada sebuah hadis yang menerangkan, bahwa Jibril a.s. pernah minta izin kepada Nabi untuk masuk rumahnya, kemudian kata Nabi kepada Jibril: "Masuklah! Tetapi Jibril menjawab: Bagaimana saya masuk, sedang di dalam rumahmu itu ada korden yang penuh gambar! Tetapi kalau kamu tetap akan memakainya, maka putuskanlah kepalanya atau potonglah untuk dibuat bantal atau buatlah tikar." (Riwayat Nasa'i Ban Ibnu Hibban) Oleh karena itulah ketika Aisyah melihat ada tanda kemarahan dalam wajah Nabi karena ada korden yang banyak gambarnya itu, maka korden tersebut dipotong dan dipakai dua sandaran, karena gambar tersebut sudah terhina dan jauh daripada menyamai gambar-gambar yang diagung-agungkan. Beberapa ulama salaf pun ada yang memakai gambar yang terhina itu, dan mereka menganggap bukan suatu dosa. Misalnya Urwah, dia bersandar pada sandaran yang ada gambarnya, di antaranya gambar burung dan orang lakilaki. Kemudian Ikrimah berkata: Mereka itu memakruhkan gambar yang didirikan (patung) sedang yang diinjak kaki, misalnya di lantai, bantal dan sebagainya, mereka menganggap tidak apa-apa. 2.3.10 PhotografiSatu hal yang tidak diragukan lagi, bahwa semua persoalan gambar dan menggambar, yang dimaksud ialah gambar-gambar yang dipahat atau dilukis, seperti yang telah kami sebutkan di alas. Adapun masalah gambar yang diambil dengan menggunakan sinar matahari atau yang kini dikenal dengan nama fotografi, maka ini adalah masalah baru yang belum pernah terjadi di zaman Rasulullah s.a.w. dan ulama-ulama salaf. Oleh karena itu apakah hal ini dapat dipersamakan dangan hadis-hadis yang membicarakan masalah melukis dan pelukisnya seperti tersebut di atas? Orang-orang yang berpendirian, bahwa haramnya gambar itu terbatas pada yang berjasad (patung), maka foto bagi mereka bukan apa-apa, lebih-lebih kalau tidak sebadan penuh. Tetapi bagi orang yang berpendapat lain, apakah foto semacam ini dapat dikiaskan dengan gambar yang dilukis dengan menggunakan kuasa? Atau apakah barangkali illat (alasan) yang telah ditegaskan dalam hadis masalah pelukis, yaitu diharamkannya melukis lantaran menandingi ciptaan Allah --tidak dapat diterapkan pada fotografi ini? Sedang menurut ahli-ahli usul-fiqih kalau illatnya itu tidak ada, yang dihukum pun (ma'lulnya) tidak ada. Jelasnya persoalan ini adalah seperti apa yang pernah difatwakan oleh Syekh Muhammad Bakhit, Mufti Mesir: "Bahwa fotografi itu adalah merupakan penahanan bayangan dengan suatu alat yang telah dikenal oleh ahli-ahli teknik (tustel). Cara semacam ini sedikitpun tidak ada larangannya. Karena larangan menggambar, yaitu mengadakan gambar yang semula tidak ada dan belum dibuat sebelumnya yang bisa menandingi (makhluk) ciptaan Allah. Sedang pengertian semacam ini tidak terdapat pada gambar yang diambil dengan alat (tustel)."31 Sekalipun ada sementara orang yang ketat sekali dalam persoalan gambar dengan segala macam bentuknya, dan menganggap makruh sampai pun terhadap fotografi, tetapi satu hal yang tidak diragukan lagi, bahwa mereka pun akan memberikan rukhshah terhadap hal-hal yang bersifat darurat karena sangat dibutuhkannya, atau karena suatu maslahat yang mengharuskan, misalnya kartu pendliduk, paspor, foto-foto yang dipakai alat penerangan yang di situ sedikitpun tidak ada tanda-tanda pengagungan. atau hal yang bersifat merusak aqidah. Foto dalam persoalan ini lebih dibutuhkan daripada melukis dalam pakaian-pakaian yang oleh Rasulullah sendiri sudah dikecualikannya. 2.3.11 Subjek GambarYang sudah pasti, bahwa subjek gambar mempunyai pengaruh soal haram dan halalnya. Misalnya gambar yang subjeknya itu menyalahi aqidah dan syariat serta tata kesopanan agama, semua orang Islam mengharamkannya. Oleh karena itu gambar-gambar perempuan telanjang, setengah telanjang, ditampakkannya bagian-bagian anggota khas wanita dan tempat-tempat yang membawa fitnah, dan digambar dalam tempat-tempat yang cukup membangkitkan syahwat dan menggairahkan kehidupan duniawi sebagaimana yang kita lihat di majalah-majalah, surat-surat khabar dan bioskop, semuanya itu tidak diragukan lagi tentang haramnya baik yang menggambar, yang menyiarkan ataupun yang memasangnya di rumah-rumah, kantor-kantor, toko-toko dan digantung di dinding-dinding. Termasuk juga haramnya kesengajaan untuk memperhatikan gambar-gambar tersebut. Termasuk yang sama dengan ini ialah gambar-gambar orang kafir, orang zalim dan orang-orang fasik yang oleh orang Islam harus diberantas dan dibenci dengan semata-mata mencari keridhaan Allah. Setiap muslim tidak halal melukis atau menggambar pemimpin-pemimpin yang anti Tuhan, atau pemimpin yang menyekutukan Allah dengan sapi, api atau lainnya, misalnya orang-orang Yahudi, Nasrani yang ingkar akan kenabian Muhammad, atau pemimpin yang beragama Islam tetapi tidak mau berhukum dengan hukum Allah; atau orang-orang yang gemar menyiarkan kecabulan dan kerusakan dalam masyarakat seperti bintang-bintang film dan biduan-biduan. Termasuk haram juga ialah gambar-gambar yang dapat dinilai sebagai menyekutukan Allah atau lambang-lambang sementara agama yang samasekali tidak diterima oleh Islam, gambar berhala, salib dan sebagainya. Barangkali seperai dan bantal-bantal di zaman Nabi banyak yang memuat gambar-gambar semacam ini. Oleh karena itu dalam riwayat Bukhari diterangkan; bahwa Nabi tidak membiarkan salib di rumahnya, kecuali dipatahkan. Ibnu Abbas meriwayatkan: "Sesungguhnya Rasulullah s.a. w. pada waktu tahun penaklukan Makkah melihat palung-patung di dalam Baitullah, maka ia tidak mau masuk sehingga ia menyuruh, kemudian dihancurkan." (Riwayat Bukhari). Tidak diragukan lagi, bahwa patung-patung yang dimaksud adalah patung yang dapat dinilai sebagai berhala orang-orang musyrik Makkah dan lambang kesesatan mereka di zaman-zaman dahulu. Ali bin Abu Talib juga berkata: "Rasulullah s.a.w. dalam (melawat) suatu jenazah ia bersabda: Siapakah di kalangan kamu yang akan pergi ke Madinah, maka jangan biarkan di sana satupun berhala kecuali harus kamu hancurkan, dan jangan ada satupun kubur (yang bercungkup) melainkan harus kamu ratakan dia, dan jangan ada satupun gambar kecuali harus kamu hapus dia? Kemudian ada seorang laki-laki berkata: Saya! Ya, Rasulullah! Lantas ia memanggil penduduk Madinah, dan pergilah si laki-laki tersebut. Kemudian ia kembali dan berkata: Saya tidak akan membiarkan satupun berhala kecuali saya hancurkan dia, dan tidak akan ada satupun kuburan (yang bercungkup) kecuali saya ratakan dia dan tidak ada satupun gambar kecuali saya hapus dia. Kemudian Rasulullah bersabda: Barangsiapa kembali kepada salah satu dari yang tersebut maka sungguh ia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad s.a.w." (Riwayat Ahmad; dan berkata Munziri: Isya Allah sanadnya baik)32 Barangkali tidak lain gambar-gambar/patung-patung yang diperintahkan Rasulullah s.a.w. untuk dihancurkan itu, melainkan karena patung-patung tersebut adalah lambang kemusyrikan jahiliah yang oleh Rasulullah sangat dihajatkan kota Madinah supaya bersih dari pengaruh-pengaruhnya. Justru itulah, kembali kepada hal-hal di atas berarti dinyatakan kufur terhadap ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad. 2.3.12 Kesimpulan Hukum Gambar dan Yang MenggambarDapat kami simpulkan hukum masalah gambar dan yang menggambar sebagai berikut:
2.3.13 Memelihara Anjing Tanpa Ada KeperluanTermasuk yang dilarang oleh Nabi ialah memelihara anjing di dalam rumah tanpa ada suatu keperluan. Banyak kita ketahui, ada beberapa orang yang berlebih-lebihan dalam memberikan makan anjingnya, sedang kepada manusia mereka sangat pelit. Ada pula yang kita saksikan orang-orang yang tidak cukup membiayai anjingnya itu dengan hartanya untuk melatih anjing, bahkan seluruh hatinya dicurahkan kepada anjing itu, sedang dia acuh tak acuh terhadap kerabatnya dan melupakan tetangga dan saudaranya. Adanya anjing dalam rumah seorang muslim memungkinkan terdapatnya najis pada bejana dan sebagainya karena jilatan anjing itu. Dimana Rasulullah s.a.w. telah bersabda: "Apabila anjing menjilat dalam bejana kamu, maka cucilah dia tujuh kali, salah satu di antaranya dengan tanah. " (Riwayat Bukhari) Sebagian ulama ada yang berpendapat, bahwa hikmah dilarangnya memelihara anjing di rumah ialah: Kalau anjing itu menyalak dapat menakutkan tetamu yang datang, bisa membuat lari orang-orang yang datang akan meminta dan dapat mengganggu orang yang sedang jalan. Rasulullah s.a.w. pernah mengatakan: "Malaikat Jibril datang kepadaku, kemudian ia berkata kepadaku sebagai berikut: Tadi malam saya datang kepadamu, tidak ada satupun yang menghalang-halangi aku untuk masuk kecuali karena di pintu rumahmu ada patung dan di dalamnya ada korden yang bergambar, dan di dalam rumah itu ada pula anjing. Oleh karena itu perintahkanlah supaya kepala patung itu dipotong untuk dijadikan seperti keadaan pohon dan perintahkanlah pula supaya korden itu dipotong untuk dijadikan dua bantal yang diduduki, dan diperintahkanlah anjing itu supaya dikeluarkan (Riwayat Abu Daud, Nasa'I, Tarmizi dan Ibnu Hibban) Anjing yang dilarang dalam hadis ini hanyalah anjing yang dipelihara tanpa ada keperluan. 2.3.14 Memelihara Anjing Pemburu dan Penjaga, Hukumnya MubahAdapun anjing yang dipelihara karena ada kepentingan, misalnya untuk berburu, menjaga tanaman, menjaga binatang dan sebagainya dapat dikecualikan dari hukum ini. Sebab dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Muslim dan lain-lain, Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa memelihara anjing, selain anjing pemburu atau penjaga tanaman dan binatang, maka pahalanya akan berkurang setiap hari satu qirat." (Riwayat Jamaah) Berdasar hadis tersebut, sebagian ahli fiqih berpendapat, bahwa larangan memelihara anjing itu hanya makruh, bukan haram, sebab kalau sesuatu yang haram samasekali tidak boleh diambil/dikerjakan baik pahalanya itu berkurang atau tidak. Dilarangnya memelihara anjing dalam rumah, bukan berarti kita bersikap keras terhadap anjing atau kita diperintah untuk membunuhnya. Sebab Rasulullah s.a.w. bersabda: "Andaikata anjing-anjing itu bukan umat seperti umat-umat yang lain, niscaya saya perintahkan untuk dibunuh." (Riwayat Abu Daud dan Tarmizi) Dengan hadis tersebut Nabi mengisyaratkan kepada suatu pengertian yang besar dan realita yang tinggi sekali nilainya seperti halnya yang ditegaskan juga oleh al-Quran: "Tidak ada satupun binatang di bumi dan burung yang terbang dengan dua sayapnya, melainkan suatu umat seperti kamu juga." (al-An'am: 38) Rasulullah pernah juga mengkisahkan kepada para sahabatnya tentang seorang laki-laki yang menjumpai anjing di padang pasir, anjing itu menyalak-nyalak sambil makan debu karena kehausan. Lantas orang laki-laki tersebut menuju sebuah sumur dan melepas sepatunya kemudian dipenuhi air, lantas minumlah anjing tersebut dengan puas. Setelah itu Nabi bersabda: "Karena itu Allah berterimakasih kepada orang yang memberi pertolongan itu serta mengampuni dosanya." (Riwayat Bukhari) |
|
Halal dan Haram dalam Islam Oleh Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi Alih bahasa: H. Mu'ammal Hamidy Penerbit: PT. Bina Ilmu, 1993 ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota Please direct any suggestion to Media Team |