BAB KETIGA. GHARIZAH, PERNIKAHAN DAN
KELUARGA
3.1 Lapangan Gharizah
ALLAH menjadikan manusia supaya menjadi khalifah di
permukaan bumi dan mengatur kesejahteraan bumi itu. Tujuan
ini tidak akan bisa tercapai, melainkan apabila jenis
manusia ini terus berkembang. Hidupnya berlangsung terus di
permukaan bumi ini baik dengan bercocok-tanam, mendirikan
perusahaan, pertukangan atau membuat bangunan-bangunan serta
melaksanakan hak-hak Allah yang dibebankan kepadanya. Dan
supaya kesemuanya itu dapat tercapai juga, maka Allah
melengkapi tubuh manusia ini dengan gharizah (instink) dan
rangsangan-rangsangan yang dapat membawa manusia ini dengan
seluruh daya kemampuannya untuk kelangsungan hidupnya secara
pribadi dan kelangsungan jenis.
Di antara sekian banyak gharizah itu ialah makan, dengan
adanya makan ada kenyang, pribadi manusia itu bisa terus
hidup. Dan ada pula gharizah seksual, dimana dengan
tersalurnya gharizah ini jenis manusia itu dapat
berlangsung.
Gharizah kedua ini sangat kuat sekali pada tubuh manusia.
Oleh karena itu dia selalu minta tempat penyaluran untuk
memenuhi fungsinya dan memuaskan keinginannya. Untuk itu
manusia pasti berhadapan dengan salah sate posisi sebagai
berikut:
- Mungkin manusia akan melepaskan kendali seksualnya,
sehingga akan pergi ke mana saja dan berbuat apa saja
tanpa batas perisai yang membendungnya berupa agama, budi
ataupun adat.
Situasi ini terjadi di kalangan aliran-aliran yang bebas
(free thinker) yang tidak beriman kepada Allah dan
nilai-nilai yang luhur. Situasi seperti ini cukup dapat
menjatuhkan derajat manusia kepada derajat binatang dan
menghancurkan pribadi dan rumahtangga serta masyarakat
secara keseluruhan.
- Mungkin juga manusia akan menentang gharizah
seksualnya itu, seperti halnya yang terjadi di kalangan
aliran-aliran yang menganggap hubungan seksual itu suatu
perbuatan yang kotor (cemar), melarang perkawinan dan
menganggap celaka kalau kawin, seperti aliran Mano,
kependetaan dan sebagainya.
Pendirian ini berarti suatu penguburan terhadap gharizah
dan menghilangkan fungsi gharizah seksual serta
meniadakan kebijaksanaan dzat yang menciptakannya serta
melawan aturan hidup yang mengatur gharizah ini supaya
tersalur sesuai dengan fungsinya.
- Mungkin juga manusia akan membuat pembatas yang
beroperasi ke dalam, tanpa menjatuhkan derajat manusia
dan tanpa memberikan kebebasan yang kegila-gilaan
itu.
Pendirian ini berlaku di kalangan pemeluk-pemeluk agama
Samawi (agama-agama yang datangnya dari Tuhan) yaitu dengan
diharamkannya pembunuhan dan dianjurkannya kawin. Pendirian
ini lebih menonjol lagi terdapat di dalam ajaran Islam yang
mengakui gharizah seksual ini. Untuk itu maka dipermudah
jalan-jalan penyalurannya; di samping Islam melarang hidup
membujang dan menjauhi perempuan. Kemudian dibuatlah
aturan-aturan yang melarang perbuatan zina dengan segala
macam manifestasi dan pendahuluannya.
Pendirian inilah yang kiranya sangat adil dan bijaksana.
Sebab andaikata tidak ada anjuran untuk kawin, niscaya
gharizah seksual ini tidak akan dapat memenuhi fungsinya
dalam rangka kelangsungan manusia.
Begitu juga andaikata pembunuhan itu tidak dilarang dan
tidak diharuskannya seorang laki-laki mengadakan hubungan
dengan perempuan, niscaya rumahtangga yang dibina di bawah
naungan kehalusan budi yang tumbuh dari rasa cinta kasih
(mawaddah warahmah) itu tidak akan ada. Dan jika rumahtangga
tidak ada, masyarakat pun tidak akan ada; dan niscaya
masyarakat tidak akan menemukan jalan untuk menuju kemajuan
dan kesempurnaannya.
3.1.1 Jangan Dekat-dekat pada
Zina
Tidak mengherankan kalau seluruh agama Samawi
mengharamkan dan memberantas perzinaan. Terakhir ialah Islam
yang dengan keras melarang perzinaan serta memberikan
ultimatum yang sangat tajam. Karena perzinaan itu dapat
mengaburkan masalah keturunan, merusak keturunan,
menghancurkan rumahtangga, meretakkan perhubungan, meluasnya
penyakit kelamin, kejahatan nafsu dan merosotnya akhlak.
Oleh karena itu tepatlah apa yang dikatakan Allah:
"Jangan kamu dekat-dekat pada perzinaan, karena
sesungguhnya dia itu perbuatan yang kotor dan cara yang
sangat tidak baik." (al-Isra': 32)
Islam, sebagaimana kita maklumi, apabila mengharamkan
sesuatu, maka ditutupnyalah jalan-jalan yang akan membawa
kepada perbuatan haram itu, serta mengharamkan cara apa saja
serta seluruh pendahuluannya yang mungkin dapat membawa
kepada perbuatan haram itu.
Justru itu pula, maka apa saja yang dapat membangkitkan
seks dan membuka pintu fitnah baik oleh laki-laki atau
perempuan, serta mendorong orang untuk berbuat yang keji
atau paling tidak mendekatkan perbuatan yang keji itu, atau
yang memberikan jalan-jalan untuk berbuat yang keji, maka
Islam melarangnya demi untuk menutup jalan berbuat haram dan
menjaga daripada perbuatan yang merusak.
3.1.2 Pergaulan Bebas adalah
Haram
Di antara jalan-jalan yang diharamkan Islam ialah:
Bersendirian dengan seorang perempuan lain. Yang dimaksud
perempuan lain, yaitu: bukan isteri, bukan salah satu
kerabat yang haram dikawin untuk selama-lamanya, seperti
ibu, saudara, bibi dan sebagainya yang insya Allah nanti
akan kami bicarakan selanjutnya.
Ini bukan berarti menghilangkan kepercayaan kedua belah
pihak atau salah satunya, tetapi demi menjaga kedua insan
tersebut dari perasaan-perasaan yang tidak baik yang biasa
bergelora dalam hati ketika bertemunya dua jenis itu, tanpa
ada orang ketiganya.
Dalam hal ini Rasulullah bersabda sebagai berikut:
"Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari
akhir, maka jangan sekali-kali dia bersendirian dengan
seorang perempuan yang tidak bersama mahramnya, karena
yang ketiganya ialah syaitan." (Riwayat Ahmad)
"Jangan sekali-kali salah seorang di antara kamu
menyendiri dengan seorang perempuan, kecuali bersama
mahramnya."
Imam Qurthubi dalam menafsirkan firman Allah yang
berkenaan dengan isteri-isteri Nabi, yaitu yang tersebut
dalam surah al-Ahzab ayat 53, yang artinya: "Apabila kamu
minta sesuatu (makanan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi),
maka mintalah dari balik tabir. Karena yang demikian itu
lebih dapat membersihkan hati-hati kamu dan hati-hati mereka
itu," mengatakan: maksudnya perasaan-perasaan yang timbul
dari orang laki-laki terhadap orang perempuan, dan
perasaan-perasaan perempuan terhadap laki-laki. Yakni cara
seperti itu lebih ampuh untuk meniadakan perasaan-perasaan
bimbang dan lebih dapat menjauhkan dari tuduhan yang
bukan-bukan dan lebih positif untuk melindungi keluarga.
Ini berarti, bahwa manusia tidak boleh percaya pada diri
sendiri dalam hubungannya dengan masalah bersendirian dengan
seorang perempuan yang tidak halal baginya. Oleh karena itu
menjauhi hal tersebut akan lebih baik dan lebih dapat
melindungi serta lebih sempurna penjagaannya.
Secara khusus, Rasulullah memperingatkan juga seorang
laki-laki yang bersendirian dengan ipar. Sebab sering
terjadi, karena dianggap sudah terbiasa dan memperingan hal
tersebut di kalangan keluarga, maka kadang-kadang membawa
akibat yang tidak baik. Karena bersendirian dengan keluarga
itu bahayanya lebih hebat daripada dengan orang lain, dan
fitnah pun lebih kuat. Sebab memungkinkan dia dapat masuk
tempat perempuan tersebut tanpa ada yang menegur. Berbeda
sekali dengan orang lain.
Yang sama dengan ini ialah keluarga perempuan yang bukan
mahramnya seperti kemanakannya baik dari pihak ayah atau
ibu. Dia tidak boleh berkhalwat dengan mereka ini.
Rasulullah s.a.w. pernah bersabda sebagai berikut:
"Hindarilah keluar-masuk rumah seorang
perempuan. Kemudian ada seorang laki-laki dari sahabat
Anshar bertanya: Ya Rasulullah! Bagaimana pendapatmu
tentang ipar? Maka jawab Nabi: Bersendirian dengan ipar
itu sama dengan menjumpai mati." (Riwayat Bukhari)
Yang dimaksud ipar, yaitu keluarga isteri/keluarga suami.
Yakni, bahwa berkhalwat (bersendirian) dengan ipar membawa
bahaya dan kehancuran, yaitu hancurnya agama, karena
terjadinya perbuatan maksiat; dan hancurnya seorang
perempuan dengan dicerai oleh suaminya apabila sampai
terjadi cemburu, serta membawa kehancuran hubungan sosial
apabila salah satu keluarganya itu ada yang berburuk sangka
kepadanya.
Bahayanya ini bukan hanya sekedar kepada instink manusia
dan perasaan-perasaan yang ditimbulkan saja, tetapi akan
mengancam eksistensi rumahtangga dan kehidupan suami-isteri
serta rahasia kedua belah pihak yang dibawa-bawa oleh
lidah-lidah usil atau keinginan-keinginan untuk merusak
rumahtangga orang.
Justru itu pula, Ibnul Atsir dalam menafsirkan perkataan
ipar adalah sama dengan mati itu mengatakan sebagai berikut:
Perkataan tersebut biasa dikatakan oleh orang-orang Arab
seperti mengatakan singa itu sama dengan mati, raja itu sama
dengan api, yakni bertemu dengan singa dan raja sama dengan
bertemu mati dan api.
Jadi berkhalwat dengan ipar lebih hebat bahayanya
daripada berkhalwat dengan orang lain. Sebab kemungkinan dia
dapat berbuat baik yang banyak kepada si ipar tersebut dan
akhirnya memberatkan kepada suami yang di luar kemampuan
suami, pergaulan yang tidak baik atau lainnya, Sebab seorang
suami tidak merasa kikuk untuk melihat dalamnya ipar dengan
keluar-masuk rumah ipar tersebut.
3.1.3 Melihat Jenis Lain dengan
Bersyahwat
Di antara sesuatu yang diharamkan Islam dalam hubungannya
dengan masalah gharizah, yaitu pandangan seorang laki-laki
kepada perempuan dan seorang,perempuan memandang laki-laki.
Mata adalah kuncinya hati, dan pandangan adalah jalan yang
membawa fitnah dan sampai kepada perbuatan zina. Seperti
kata seorang syair kuna:
- Semua peristiwa, asalnya karena pandangan
- Kebanyakan orang masuk neraka adalah karena dosa
kecil
- Permulaannya pandangan, kemudian senyum, lantas
beri salam
- Kemudian berbicara, lalu berjanji; dan sesudah itu
bertemu.
Oleh karena itulah Allah menjuruskan perintahnya kepada
orang-orang mu'min laki-laki dan perempuan supaya
menundukkan pandangannya, diiringi dengan perintah untuk
memelihara kemaluannya.
Firman Allah:
"Katakanlah kepada orang-orang mu'min laki-laki:
hendaklah mereka itu menundukkan sebagian pandangannya
dan menjaga kemaluannya; karena yang demikian itu lebih
bersih bagi mereka. Sesungguhnya Allah maha meneliti
terhadap apa-apa yang kamu kerjakan. Dan katakanlah
kepada orang-orang mu'min perempuan: hendaknya mereka itu
menundukkan sebagian pandangannya dan menjaga
kemaluannya, dan jangan menampak-nampakkan perhiasannya
kecuali apa yang biasa tampak daripadanya, dan hendaknya
mereka itu melabuhkan tudung sampai ke dadanya, dan
jangan menampakkan perhiasannya kecuali kepada suaminya
atau kepada ayahnya atau kepada mertuanya atau kepada
anak-anak laki-lakinya atau kepada anak-anak suaminya,
atau kepada saudaranya atau anak-anak saudara
laki-lakinya (keponakan) atau anak-anak saudara
perempuannya atau kepada sesama perempuan atau kepada
hamba sahayanya atau orang-orang yang mengikut (bujang)
yang tidak mempunyai keinginan, yaitu orang laki-laki
atau anak yang tidak suka memperhatikan aurat perempuan
dan jangan memukul-mukulkan kakinya supaya diketahui
apa-apa yang mereka rahasiakan dari perhiasannya."
(an-Nur: 30-31)
Dalam dua ayat ini ada beberapa pengarahan. Dua
diantaranya berlaku untuk laki-laki dan perempuan, yaitu
menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Sedang yang lain
khusus untuk perempuan.
Dan kalau diperhatikan pula, bahwa dua ayat tersebut
memerintahkan menundukkan sebagian pandangan dengan
menggunakan min tetapi dalam hal menjaga kemaluan, Allah
tidak mengatakan wa yahfadhu min furujihim (dan menjaga
sebagian kemaluan) seperti halnya dalam menundukkan
pandangan yang dikatakan di situ yaghudh-dhu min absharihim.
Ini berarti kemaluan itu harus dijaga seluruhnya tidak ada
apa yang disebut toleransi sedikitpun. Berbeda dengan
masalah pandangan yang Allah masih memberi kelonggaran
walaupun sedikit, guna mengurangi kesulitan dan melindungi
kemasalahatan, sebagaimana yang akan kita ketahui nanti. Dan
apa yang dimaksud menundukkan pandangan itu bukan berarti
memejamkan mata dan menundukkan kepala ke tanah. Bukan ini
yang dimaksud dan ini satu hal yang tidak mungkin. Hal ini
sama dengan menundukkan suara seperti yang disebutkan dalam
al-Quran dan tundukkanlah sebagian suaramu (Luqman 19). Di
sini tidak berarti kita harus membungkam mulut sehingga
tidak berbicara.
Tetapi apa yang dimaksud menundukkan pandangan, yaitu:
menjaga pandangan, tidak dilepaskan begitu saja tanpa
kendali sehingga dapat menelan perempuan-perempuan atau
laki-laki yang beraksi.
Pandangan yang terpelihara, apabila memandang kepada
jenis lain tidak mengamat-amati kecantikannya dan tidak lama
menoleh kepadanya serta tidak melekatkan pandangannya kepada
yang dilihatnya itu.
Oleh karena itu pesan Rasulullah kepada Sayyidina
Ali:
"Hai Ali! Jangan sampai pandangan yang satu
mengikuti pandangan lainnya. Kamu hanya boleh pada
pandangan pertama, adapun yang berikutnya tidak boleh."
(Riwayat Ahmad, Abu Daud dan Tarmizi)
Rasulullah s.a.w. menganggap pandangan liar dan menjurus
kepada lain jenis, sebagai suatu perbuatan zina mata.
Sabda beliau:
"Dua mata itu bisa berzina, dan zinanya ialah
melihat." (Riwayat Bukhari)
Dinamakannya berzina, karena memandang itu salah satu
bentuk bersenang-senang dan memuaskan gharizah seksual
dengan jalan yang tidak dibenarkan oleh syara'. Penegasan
Rasulullah ini ada persamaannya dengan apa yang tersebut
dalam Injil, dimana al-Masih pernah mengatakan sebagai
berikut: Orang-orang sebelummu berkata: "Jangan berzinal"
Tetapi aku berkata: "Barangsiapa melihat dengan dua matanya,
maka ia berzina."
Pandangan yang menggiurkan ini bukan saja membahayakan
kemurnian budi, bahkan akan merusak kestabilan berfikir dan
ketenteraman hati.
Salah seorang penyair mengatakan:
"Apabila engkau melepaskan pandanganmu untuk
mencari kepuasan hati. Pada satu saat pandangan-pandangan
itu akan menyusahkanmu jua. Engkau tidak mampu melihat
semua yang kau lihat. Tetapi untuk sebagainya maka engkau
tidak bisa tahan."
|