Halal dan Haram dalam Islam

oleh Yusuf Qardhawi

Indeks Islam | Indeks Qardhawi | Indeks Artikel | Tentang Pengarang


ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

BAB KEEMPAT. KEPERCAYAAN DAN TRADISI, MU'AMALAH, HIBURAN, KEMASYARAKATAN, ANTAR-UMAT

4.1 Masalah Kepercayaan dan Tradisi

KEPERCAYAAN yang baik, landasan pokok bagi masyarakat Islam. Tauhid inti daripada kepercayaan tersebut dan jiwa daripada Islam secara keseluruhannya. Oleh karena itu melindungi kepercayaan dan tauhid, adalah pertama-tama yang dilakukan oleh Islam dalam perundang-undangan maupun da'wahnya.

Begitu juga memberantas kepercayaan jahiliah yang dikumandangkan oleh polytheisme yang sesat itu, suatu perintah yang harus dikerjakan demi membersihkan masyarakat Islam dari noda-noda syirik dan sisa-sisa kesesatan.

4.1.1 Nilai Sunnatullah dalam Alam Semesta

Pertama kali aqidah yang ditanamkan Islam dalam jiwa pemeluknya, yaitu: bahwa alam semesta yang didiami manusia di permukaan bumi dan di bawah kolong langit tidak berjalan tanpa aturan dan tanpa bimbingan, dan tidak juga berjalan mengikuti kehendak hawa nafsu seseorang. Sebab hawa nafsu manusia, karena kebutaan dan kesesatannya, selalu bertentangan.

Firman Allah:

"Andaikata kebenaran itu mengikuti hawa nafsu mereka, niscaya akan rusaklah langit dan bumi serta seluruh makhluk yang ada di dalamnya." (al-Mu'minun: 71)

Namun perlu dimaklumi, bahwa alam ini dikendalikan dengan undang-undang dan hukum yang tetap, tidak pernah berubah dan berganti, sebagaimana telah dinyatakan oleh al-Quran dalam beberapa ayat, antara lain sebagai berikut:

"Kamu tidak akan menjumpai sunnatullah itu berganti." (Fathir: 43)

Kaum muslimin telah belajar dari kitabullah dan sunnah Rasul supaya menjunjung tinggi sunnatullah yang berbentuk alam semesta ini dan mencari musabab yang diperoleh dari sebab-sebab yang telah diikatnya oleh Allah, serta supaya mereka menolak apa yang dikatakan sebab yang sekedar dugaan semata yang biasa dilakukan oleh para biksu, ahli-ahli khurafat dan pedagang agama.

4.1.2 Memberantas Ramalan dan Khurafat

Nabi Muhammad s.a.w. datang dan dijumpainya di tengah-tengah masyarakat ada sekelompok manusia tukang dusta yang disebut kuhhan (dukun) dan arraf (tukang ramal). Mereka mengaku dapat mengetahui perkara-perkara ghaib baik untuk masa yang telah lalu maupun yang akan datang, dengan jalan mengadakan hubungan dengan jin dan sebagainya.

Justru itu Rasulullah s.a.w. kemudian memproklamirkan perang dengan kedustaan yang tidak berlandaskan ilmu, petunjuk maupun dalil syara'.

Rasulullah membacakan kepada mereka wahyu Allah yang berbunyi:

"Katakanlah! Tidak ada yang dapat mengetahui perkara ghaib di langit dan di bumi melainkan Allah semesta." (an-Naml: 65)

Bukan Malaikat, bukan jin dan bukan manusia yang mengetahui perkara-perkara ghaib.

Rasulullah juga menegaskan tentang dirinya dengan perintah Allah s.w.t. sebagai berikut:

"Kalau saya dapat mengetahui perkara ghaib, niscaya saya dapat memperoleh kekayaan yang banyak dan saya tidak akan ditimpa suatu musibah; tidak lain saya hanyalah seorang (Nabi) yang membawa khabar duka dan membawa khabar gembira untuk kaum yang mau beriman." (al-A'raf: 188)

Allah memberitakan tentang jinnya Nabi Sulaiman sebagai berikut:

"Sungguh andaikata mereka (jin) itu dapat mengetahui perkara ghaib, niscaya mereka tidak kekal dalam siksaan yang hina." (Saba': 14)

Oleh karena itu, barangsiapa mengaku dapat mengetahui perkara ghaib yang sebenarnya, berarti dia mendustakan Allah, mendustakan kenyataan dan mendustakan manusia banyak.

Sebagian utusan pernah datang ke tempat Nabi, mereka menganggap bahwa Nabi adalah salah seorang yang mengaku dapat mengetahui perkara ghaib. Kemudian mereka menyembunyikan sesuatu di tangannya dan berkata kepada Nabi: Tahukah tuan apakah ini? Maka Nabi menjawab dengan tegas:

"Aku bukan seorang tukang tenung, sebab sesungguhnya tukang tenung dan pekerjaan tenung serta seluruh tukang tenung di neraka."

4.1.3 Percaya Kepada Tukang Tenung, Kufur

Islam tidak membatasi dosa hanya kepada tukang tenung dan pendusta saja, tetapi seluruh orang yang datang dan bertanya serta membenarkan ramalan dan kesesatan mereka itu akan bersekutu dalam dosa. Sebagaimana sabda Nabi s.a.w.:

"Barangsiapa datang ke tempat juru ramal, kemudian bertanya tentang sesuatu dan membenarkan apa yang dikatakan, maka sembahyangnya tidak akan diterima selama 40 hari." (Riwayat Muslim)

Dan sabdanya pula:

"Barangsiapa datang ke tempat tukang tenung, kemudian mempercayai apa yang dikatakan, maka sungguh dia telah kufur terhadap wahyu yang diturunkan kepada Muhammad s.a.w." (Riwayat Bazzar dengan sanad yang baik dan kuat)

Wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad itu mengatakan, bahwa hanya Allahlah yang mengetahui perkara ghaib, sedang Muhammad sendiri tidak mengetahuinya, apalagi orang lain.

Firman Allah:

"Katakanlah! Saya tidak berkata kepadamu, bahwa saya mempunyai perbendaharaan Allah, dan saya tidak dapat mengetahui perkara ghaib, dan saya tidak berkata kepadamu bahwa saya adalah malaikat, tetapi saya hanyalah mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku." (al-An'am: 50)

Kalau seorang muslim telah mengetahui persoalan ini dari al-Quran yang telah menyatakan begitu jelas, kemudian dia percaya, bahwa sementara manusia ada yang dapat menyingkap tabir qadar, dan mengetahui seluruh rahasia yang tersembunyi, maka berarti telah kufur terhadap wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad s.a.w.

4.1.4 Mengadu Nasib dengan Azlam

Justru hikmah yang telah kami sebutkan di atas, maka Islam mengharamkan mengadu nasib dengan azlam.

Azlam disebut juga qadah, yaitu semacam anak panah yang biasa dipakai oleh orang-orang Arab jahiliah, sebanyak tiga buah:

Pertama, tertulis: aku diperintah Tuhan.
Kedua, tertulis: aku dilarang Tuhan.
Ketiga, kosong.

Kalau mereka bermaksud akan bepergian atau kawin dan sebagainya mereka pergi ke tempat berhala yang di situ ada azlam, kemudian mereka mencari untuk mengetahui apa yang akan diberikan kepada mereka itu dalam hal bepergian, peperangan dan sebagainya dengan jalan mengundi tiga batang anak panah tersebut. Kalau yang keluar itu anak panah yang tertulis aku diperintah Tuhan, maka dia laksanakan kehendaknya itu. Dan jika yang keluar itu anak panah yang tertulis aku dilarang Tuhan, maka mereka bekukan rencananya itu. Tetapi kalau yang keluar anak panah yang kosong, maka mereka ulangi beberapa kali, sehingga keluarlah anak panah yang memerintah atau yang melarang.

Yang sama dengan ini, yaitu apa yang kini berlaku di masyarakat kita, seperti bertenung dengan menggaris-garis di tanah, pergi ke kubur, membuka Quran, membaca piring dan sebagainya. Semua ini perbuatan mungkar yang oleh Islam diharamkan.

Setelah menyebutkan beberapa macam makanan yang diharamkan, kemudian Allah berfirman sebagai berikut:

"(Dan diharamkan juga) kamu mengetahui nasib dengan mengundi, bahwa yang demikian itu perbuatan fasik." (al-Maidah: 3)

Dan sabda Nabi:

"Tidak akan mencapai derajat yang tinggi orang yang menenung, atau mengetahui nasib dengan mengundi, atau menggagalkan bepergiannya karena percaya kepada alamat (tathayyur)." (Riwayat Nasa'i)

(sebelum, sesudah)


Halal dan Haram dalam Islam
Oleh Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi
Alih bahasa: H. Mu'ammal Hamidy
Penerbit: PT. Bina Ilmu, 1993

Indeks Islam | Indeks Qardhawi | Indeks Artikel | Tentang Pengarang
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team