|
BAB KEEMPAT. KEPERCAYAAN DAN TRADISI, MU'AMALAH,
HIBURAN, KEMASYARAKATAN, ANTAR-UMAT
4.1 Masalah Kepercayaan dan
Tradisi
KEPERCAYAAN yang baik, landasan pokok bagi masyarakat
Islam. Tauhid inti daripada kepercayaan tersebut dan jiwa
daripada Islam secara keseluruhannya. Oleh karena itu
melindungi kepercayaan dan tauhid, adalah pertama-tama yang
dilakukan oleh Islam dalam perundang-undangan maupun
da'wahnya.
Begitu juga memberantas kepercayaan jahiliah yang
dikumandangkan oleh polytheisme yang sesat itu, suatu
perintah yang harus dikerjakan demi membersihkan masyarakat
Islam dari noda-noda syirik dan sisa-sisa kesesatan.
4.1.1 Nilai Sunnatullah dalam Alam
Semesta
Pertama kali aqidah yang ditanamkan Islam dalam jiwa
pemeluknya, yaitu: bahwa alam semesta yang didiami manusia
di permukaan bumi dan di bawah kolong langit tidak berjalan
tanpa aturan dan tanpa bimbingan, dan tidak juga berjalan
mengikuti kehendak hawa nafsu seseorang. Sebab hawa nafsu
manusia, karena kebutaan dan kesesatannya, selalu
bertentangan.
Firman Allah:
"Andaikata kebenaran itu mengikuti hawa nafsu
mereka, niscaya akan rusaklah langit dan bumi serta
seluruh makhluk yang ada di dalamnya." (al-Mu'minun: 71)
Namun perlu dimaklumi, bahwa alam ini dikendalikan dengan
undang-undang dan hukum yang tetap, tidak pernah berubah dan
berganti, sebagaimana telah dinyatakan oleh al-Quran dalam
beberapa ayat, antara lain sebagai berikut:
"Kamu tidak akan menjumpai sunnatullah itu
berganti." (Fathir: 43)
Kaum muslimin telah belajar dari kitabullah dan sunnah
Rasul supaya menjunjung tinggi sunnatullah yang berbentuk
alam semesta ini dan mencari musabab yang diperoleh dari
sebab-sebab yang telah diikatnya oleh Allah, serta supaya
mereka menolak apa yang dikatakan sebab yang sekedar dugaan
semata yang biasa dilakukan oleh para biksu, ahli-ahli
khurafat dan pedagang agama.
4.1.2 Memberantas Ramalan dan
Khurafat
Nabi Muhammad s.a.w. datang dan dijumpainya di
tengah-tengah masyarakat ada sekelompok manusia tukang dusta
yang disebut kuhhan (dukun) dan arraf (tukang ramal). Mereka
mengaku dapat mengetahui perkara-perkara ghaib baik untuk
masa yang telah lalu maupun yang akan datang, dengan jalan
mengadakan hubungan dengan jin dan sebagainya.
Justru itu Rasulullah s.a.w. kemudian memproklamirkan
perang dengan kedustaan yang tidak berlandaskan ilmu,
petunjuk maupun dalil syara'.
Rasulullah membacakan kepada mereka wahyu Allah yang
berbunyi:
"Katakanlah! Tidak ada yang dapat mengetahui
perkara ghaib di langit dan di bumi melainkan Allah
semesta." (an-Naml: 65)
Bukan Malaikat, bukan jin dan bukan manusia yang
mengetahui perkara-perkara ghaib.
Rasulullah juga menegaskan tentang dirinya dengan
perintah Allah s.w.t. sebagai berikut:
"Kalau saya dapat mengetahui perkara ghaib,
niscaya saya dapat memperoleh kekayaan yang banyak dan
saya tidak akan ditimpa suatu musibah; tidak lain saya
hanyalah seorang (Nabi) yang membawa khabar duka dan
membawa khabar gembira untuk kaum yang mau beriman."
(al-A'raf: 188)
Allah memberitakan tentang jinnya Nabi Sulaiman sebagai
berikut:
"Sungguh andaikata mereka (jin) itu dapat
mengetahui perkara ghaib, niscaya mereka tidak kekal
dalam siksaan yang hina." (Saba': 14)
Oleh karena itu, barangsiapa mengaku dapat mengetahui
perkara ghaib yang sebenarnya, berarti dia mendustakan
Allah, mendustakan kenyataan dan mendustakan manusia
banyak.
Sebagian utusan pernah datang ke tempat Nabi, mereka
menganggap bahwa Nabi adalah salah seorang yang mengaku
dapat mengetahui perkara ghaib. Kemudian mereka
menyembunyikan sesuatu di tangannya dan berkata kepada Nabi:
Tahukah tuan apakah ini? Maka Nabi menjawab dengan
tegas:
"Aku bukan seorang tukang tenung, sebab
sesungguhnya tukang tenung dan pekerjaan tenung serta
seluruh tukang tenung di neraka."
4.1.3 Percaya Kepada Tukang Tenung,
Kufur
Islam tidak membatasi dosa hanya kepada tukang tenung dan
pendusta saja, tetapi seluruh orang yang datang dan bertanya
serta membenarkan ramalan dan kesesatan mereka itu akan
bersekutu dalam dosa. Sebagaimana sabda Nabi s.a.w.:
"Barangsiapa datang ke tempat juru ramal,
kemudian bertanya tentang sesuatu dan membenarkan apa
yang dikatakan, maka sembahyangnya tidak akan diterima
selama 40 hari." (Riwayat Muslim)
Dan sabdanya pula:
"Barangsiapa datang ke tempat tukang tenung,
kemudian mempercayai apa yang dikatakan, maka sungguh dia
telah kufur terhadap wahyu yang diturunkan kepada
Muhammad s.a.w." (Riwayat Bazzar dengan sanad yang baik
dan kuat)
Wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad itu
mengatakan, bahwa hanya Allahlah yang mengetahui perkara
ghaib, sedang Muhammad sendiri tidak mengetahuinya, apalagi
orang lain.
Firman Allah:
"Katakanlah! Saya tidak berkata kepadamu, bahwa
saya mempunyai perbendaharaan Allah, dan saya tidak dapat
mengetahui perkara ghaib, dan saya tidak berkata kepadamu
bahwa saya adalah malaikat, tetapi saya hanyalah
mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku." (al-An'am: 50)
Kalau seorang muslim telah mengetahui persoalan ini dari
al-Quran yang telah menyatakan begitu jelas, kemudian dia
percaya, bahwa sementara manusia ada yang dapat menyingkap
tabir qadar, dan mengetahui seluruh rahasia yang
tersembunyi, maka berarti telah kufur terhadap wahyu yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad s.a.w.
4.1.4 Mengadu Nasib dengan
Azlam
Justru hikmah yang telah kami sebutkan di atas, maka
Islam mengharamkan mengadu nasib dengan azlam.
Azlam disebut juga qadah, yaitu semacam anak panah yang
biasa dipakai oleh orang-orang Arab jahiliah, sebanyak tiga
buah:
- Pertama, tertulis: aku diperintah Tuhan.
- Kedua, tertulis: aku dilarang Tuhan.
- Ketiga, kosong.
Kalau mereka bermaksud akan bepergian atau kawin dan
sebagainya mereka pergi ke tempat berhala yang di situ ada
azlam, kemudian mereka mencari untuk mengetahui apa yang
akan diberikan kepada mereka itu dalam hal bepergian,
peperangan dan sebagainya dengan jalan mengundi tiga batang
anak panah tersebut. Kalau yang keluar itu anak panah yang
tertulis aku diperintah Tuhan, maka dia laksanakan
kehendaknya itu. Dan jika yang keluar itu anak panah yang
tertulis aku dilarang Tuhan, maka mereka bekukan rencananya
itu. Tetapi kalau yang keluar anak panah yang kosong, maka
mereka ulangi beberapa kali, sehingga keluarlah anak panah
yang memerintah atau yang melarang.
Yang sama dengan ini, yaitu apa yang kini berlaku di
masyarakat kita, seperti bertenung dengan menggaris-garis di
tanah, pergi ke kubur, membuka Quran, membaca piring dan
sebagainya. Semua ini perbuatan mungkar yang oleh Islam
diharamkan.
Setelah menyebutkan beberapa macam makanan yang
diharamkan, kemudian Allah berfirman sebagai berikut:
"(Dan diharamkan juga) kamu mengetahui nasib
dengan mengundi, bahwa yang demikian itu perbuatan
fasik." (al-Maidah: 3)
Dan sabda Nabi:
"Tidak akan mencapai derajat yang tinggi orang
yang menenung, atau mengetahui nasib dengan mengundi,
atau menggagalkan bepergiannya karena percaya kepada
alamat (tathayyur)." (Riwayat Nasa'i)
|