|
|
HUKUM AL-QAT (NAMA TANAMAN) VII. Fiqih dan Kedokteran Dr. Yusuf Qardhawi (1/2) Lihat Wikipedia PERTANYAAN Kami telah mengetahui pendapat Ustadz tentang hukum merokok, dan kecenderungan Ustadz untuk mengharamkannya, karena dapat menimbulkan mudarat bagi si perokok, baik terhadap badan, jiwa, maupun hartanya, dan merokok itu merupakan semacam tindakan bunuh diri secara perlahan-lahan. Selain itu, kami juga ingin mengetahui pendapat Ustadz mengenai bencana lain, yakni al-qat, yang tersebar diantara kami di Yaman sejak beberapa waktu lampau dan sudah dikenal di kalangan masyarakat, dari anak-anak muda hingga kalangan orang tua, sehingga para ulama dan para pengusaha pun memakannya tanpa ada yang mengingkari. Tetapi kami membaca dan mendengar bahwa sebagian ulama di negara lain mengharamkan al-qat ini dan mengingkari orang yang membiasakan dan selalu menggunakannya, karena menimbulkan mudarat dan israf, sedangkan Allah tidak menyukai orang-orang yang israf (penghambur harta). Kami mohon penjelasan mengenai masalah yang sensitif bagi masyarakat Yaman ini. Mudah-mudahan Allah memberi balasan yang baik kepada Ustadz. JAWABAN Hukum merokok itu sudah tidak diragukan lagi bahwa ketetapan-ketetapan ilmu pengetahuan dan kedokteran modern sekarang beserta dampak merokok bagi perokoknya, menguatkan apa yang telah saya sebutkan secara berulang-ulang didalam fatwa-fatwa kami serta apa yang telah kami jelaskan dalam kitab kami Fatawi Mu'ashirah (Fatwa-fatwa Kontemporer), Jilid 1, akan haramnya orang yang selalu melakukan hal yang merusak badan dan harta serta memperbudak kemauan manusia ini. Bahkan penemuan ilmu pengetahuan sekarang meningkat lagi dengan ditemukannya sesuatu yang baru lagi berkaitan dengan masalah merokok ini, yaitu apa yang sekarang dikenal dengan istilah "perokok pasif," yaitu pengaruh rokok terhadap orang yang tidak merokok yang berada dekat orang yang merokok. Pengaruh atau akibat yang ditimbulkannya ini sangat membahayakan kadang-kadang melebihi bahaya rokok terhadap perokoknya sendiri. Islam mengatakan: "Tidak boleh memberi bahaya kepada diri sendiri dan tidak boleh memberi bahaya kepada orang lain." (HR Ahmad dan Ibnu Majah dari Ibnu Abbas dan Ubadah) Maksudnya, janganlah kamu memberi mudarat (bahaya) kepada dirimu sendiri; dan janganlah kamu memberi mudarat kepada orang lain, sedangkan merokok itu menimbulkan mudarat kepada diri sendiri dan kepada orang lain. Selain itu, syariat diturunkan untuk memelihara kemaslahatan yang teramat pokok bagi makhluk, yang oleh para ahli syariat diringkaskan pada lima hal: din (agama), jiwa, akal, keturunan, dan harta. Sedangkan merokok menimbulkan mudarat terhadap kemaslahatan-kemaslahatan ini. Adapun al-qat, maka muktamar internasional pemberantasan minum-minuman keras, narkotik, dan rokok --yang diselenggarakan di Madinah al-Munawwarah dan disponsori oleh al-Jami'ah al-Islamiyah di sana beberapa tahun lalu-- telah memasukkannya kedalam kategori benda-benda terlarang yang disamakan dengan narkotik dan rokok. Tetapi banyak saudara kita dari syekh-syekh dan lembaga pengadilan di Yaman menentang keputusan muktamar yang sudah menjadi ijma' (kesepakatan) ini dan menganggap bahwa para peserta muktamar tidak mengetahui hakikat al-qat. Menurut mereka, peserta muktamar berlebih-lebihan dalam memutuskan hukum serta terlalu ketat terhadap masalah yang tidak terdapat larangannya di dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah. Padahal, masyarakat Yaman sudah mempergunakannya sejak beberapa abad yang lalu, termasuk para ulama, fuqaha, dan shalihinnya. Mereka masih tetap mempergunakannya sampai hari ini. Diantara yang menentang keputusan itu ialah rekan kami yang alim dan penuh ghirah, yaitu Qadhi Yahya bin Luth al-Fusayyil, yang menerbitkan sebuah risalah untuk ini dengan judul "Dahdhusy-Syubuhat Haulal-Qat" (Membantah Syubhat Seputar Masalah al-Qat) yang memuat beberapa pengertian (pemikiran) sebagaimana yang saya isyaratkan di muka. Dia menyangkal adanya unsur keserupaan antara al-qat dengan narkotik, sebagaimana ia juga menyangkal adanya mudarat seperti yang dikemukakan oleh orang-orang yang bersikap keras. Akan tetapi, ada sesuatu yang bersifat khusus berkenaan dengan sebagian orang sehingga larangannya pun harus dibatasi hanya untuk mereka, sebagaimana halnya mudarat madu terhadap orang tertentu, demikian juga dengan israf, bahwa ia hanya untuk orang-orang tertentu saja. Namun demikian, informasi yang saya peroleh ketika saya berkunjung ke Yaman pada akhir tahun tujuh puluhan, melalui penglihatan dan pendengaran saya, bahwa al-qat menimbulkan dampak sebagai berikut: 1. Harganya sangat mahal. Saya terkejut, saya kira harganya seperti harga rokok, tetapi ternyata berkali-kali lipat. Saya pernah makan siang di rumah seorang tokoh bersama beberapa orang teman, tiba-tiba datang seorang tamu dengan membawa ranting-ranting kayu hijau. Para hadirin memperhatikan bahwa saya melihatnya dengan terheran-heran, lalu mereka bertanya kepada saya, "Apakah Anda kenal tumbuh-tumbuhan yang hijau ini?" Saya jawab, "Tidak." Mereka berkata, "Itu adalah al-qat." Kemudian saya tanyakan kepada mereka berapa harga seikat al-qat yang dibawa saudara kita itu, lalu dia menjawab, "Seratus lima puluh real." Saya tanyakan lagi, "Seikat itu cukup untuk berapa hari?" Mereka menjawab, "al-qat itu akan dimakannya setelah makan siang ini, dan sebelum magrib pasti akan habis." Saya bertanya, "Apakah pengeluaran untuk al-qat sebesar ini tidak akan memberatkan keluarganya?" Mereka menjawab, "Bahkan ada yang lebih dari itu, ada yang menghabiskan tiga ratus, empat ratus, dan ada yang lebih banyak lagi." Saya yakin bahwa yang demikian itu sudah termasuk israf (berlebih-lebihan), kalau tidak dikatakan mubadzir dan menghambur-hamburkan harta dengan tiada bermanfaat untuk kepentingan dunia dan akhirat. Apabila kebanyakan ulama menganggap bahwa mengisap rokok atau tembakau --atau "tutun" menurut istilah sebagian yang lain-- termasuk israf yang terlarang, maka memakan al-qat lebih layak lagi tergolong dalam kategori ini. 2. Bahwa al-qat benar-benar menyita waktu bagi pemakan atau pengunyahnya. Setiap hari mereka menghabiskan waktu yang panjang, yaitu setelah zuhur hingga magrib, padahal menurut kebanyakan orang rentang waktu tersebut cukup produktif. Maka orang yang mengunyah al-qat ini menghabiskan waktunya di mulutnya dan menikmati dengan mulutnya itu, sementara ia abaikan segala sesuatunya hanya demi mengunyah al-qat ini. Waktu yang dihabiskan untuk mengunyah al-qat ini tidak sedikit, padahal waktu atau kesempatan merupakan modal bagi manusia. Apabila ia menyia-nyiakan waktunya dengan cara seperti ini, maka benar-benar ia telah menipu dirinya sendiri, dan tidak dapat menjadikan kehidupannya berbuat sebagaimana layaknya seorang muslim. Apabila dilihat dalam skala nasional, maka hal itu merupakan kerugian umum yang amat buruk, sangat merugikan produktivitas dan perkembangan ekonomi, dan menyia-nyiakan potensi masyarakat tanpa alasan yang positif. Mudarat ini sudah merupakan fakta yang tidak diperdebatkan oleh siapa pun, dan sudah terkenal di kalangan saudara-saudara di Yaman kata-kata mutiara yang berbunyi: "Bahaya al-qat yang pertama ialah tersia-siakannya waktu." 3. Saya mendapat informasi dari saudara-saudara yang menaruh perhatian terhadap masalah ini di Yaman bahwa sekitar tanah negeri Yaman ditanami dengan al-qat, yaitu di tanah yang paling subur dan paling bermanfaat, sementara negara ini mengimpor gandum dan macam-macam bahan makanan pokok serta sayur-mayur. Tidak diragukan lagi bahwa hal ini merupakan kerugian ekonomi yang besar bagi bangsa Yaman. Saya kira tidak seorang pun --yang punya kemauan untuk kebaikan dan masa depan negeri ini-- yang membesar-besarkan masalah tersebut. Artinya, informasi yang mereka kemukakan itu bukan mengada-ada dan tidak dibesar-besarkan. ----------------------- (Bagian 1/2, 2/2) Fatwa-fatwa Kontemporer Dr. Yusuf Qardhawi Gema Insani Press Jln. Kalibata Utara II No. 84 Jakarta 12740 Telp. (021) 7984391-7984392-7988593 Fax. (021) 7984388 ISBN 979-561-276-X |
|
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota Please direct any suggestion to Media Team |