AL-QUR'AN (2/2)

Indeks Islam | Indeks Quraish Shihab | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

Keharaman  makanan  tertentu  seperti babi, ancaman terhadap
yang enggan menyebarluaskan pengetahuan, anjuran bersedekah,
kewajiban  menegakkan  hukum, wasiat sebelum mati, kewajiban
puasa, hubungan  suami-istri,  dikemukakan  Al-Quran  secara
berurut   dalam   belasan  ayat  surat  Al-Baqarah.  Mengapa
demikian? Mengapa  terkesan  acak?  Jawabannya  antara  lain
adalah,  "Al-Quran  menghendaki  agar  umatnya  melaksanakan
ajarannya secara terpadu." Tidakkah  babi  lebih  dianjurkan
untuk  dihindari  daripada  keengganan menyebarluaskan ilmu.
Bersedekah tidak  pula  lebih  penting  daripada  menegakkan
hukum  dan  keadilan.  Wasiat sebelum mati dan menunaikannya
tidak kalah dari  berpuasa  di  bulan  Ramadhan.  Puasa  dan
ibadah  lainnya  tidak  boleh menjadikan seseorang lupa pada
kebutuhan jasmaniahnya, walaupun itu  adalah  hubungan  seks
antara    suami-istri.    Demikian    terlihat   keterpaduan
ajaran-ajarannya.
 
Al-Quran  menempuh  berbagai  cara  guna  mengantar  manusia
kepada   kesempurnaan   kemanusiaannya  antara  lain  dengan
mengemukakan  kisah  faktual  atau  simbolik.   Kitab   Suci
Al-Quran  tidak  segan  mengisahkan  "kelemahan  manusiawi,"
namun itu digambarkannya dengan  kalimat  indah  lagi  sopan
tanpa  mengundang  tepuk  tangan, atau membangkitkan potensi
negatif, tetapi untuk menggarisbawahi akibat buruk kelemahan
itu,  atau  menggambarkan  saat kesadaran manusia menghadapi
godaan nafsu dan setan.
 
Ketika Qarun  yang  kaya  raya  memamerkan  kekayaannya  dan
merasa  bahwa  kekayaannya  itu adalah hasil pengetahuan dan
jerih payahnya, dan setelah  enggan  berkali-kali  mendengar
nasihat,  terjadilah  bencana longsor sehingga seperti bunyi
firman Allah:
 
 
  "Maka Kami benamkan dia dan hartanya ke dalam bumi"
   (QS Al-Qashash [28]: 81).
 
  Dan berkatalah orang-orang yang kemarin mendambakan
  kedudukan Qarun, "Aduhai, benarlah Allah melapangkan
  rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki  dari  hamba-
  hamba-Nya dan mempersempitkannya. Kalau Allah tidak
  melimpahkan karuniaNya atas kita, niscaya kita pun
  dibenamkannya. Aduhai benarlah tidak beruntung orang-
  orang yang kikir (QS Al-Qashash [28]: 82).
 
Dalam konteks  menggambarkan  kelemahan  manusia,  Al-Quran,
bahkan    mengemukakan    situasi,   langkah   konkret   dan
kalimat-kalimat rayuan seorang wanita bersuami yang  dimabuk
cinta   oleh   kegagahan  seorang  pemuda  yang  tinggal  di
rumahnya,
 
Maksudnya,
 
  "(Setelah berulang-ulang kali merayu dengan berbagai
   cara terselubung). Ditutupnya semua pintu dengan amat
   rapat, seraya berkata (sambil menyerahkan dirinya
   kepada kekasihnya-setelah berdandan), "Ayolah kemari
   lakukan itu!" (QS Yusuf [12]: 23).
  
Demikian,  tetapi  itu  sama  sekali  berbeda  dengan   ulah
sementara  seniman,  yang  memancing  nafsu  dan  merangsang
berahi. Al-Quran  menggambarkannya  sebagai  satu  kenyataan
dalam  diri  manusia  yang tidak harus ditutup-tutupi tetapi
tidak  juga  dibuka   lebar,   selebar   apa   yang   sering
dipertontonkan, di layar lebar atau kaca.
 
Al-Quran  kemudian menguraikan sikap dan jawaban Nabi Yusuf,
anak muda yang dirayu wanita itu, juga  dengan  tiga  alasan
penolakan, seimbang dengan tiga cara rayuannya,
 
Yang pertama dan kedua adalah,
 
  "Aku berlindung kepada Allah, sesungguhnya suamimu
   adalah tuanku, yang memperlakukan aku dengan baik"
   (QS Yusuf [12]: 23).
 
Yang ketiga, khawatir kedua alasan itu belum cukup.
 
  "Dan sesungguhnya tidak pernah dapat berbahagia orang
   yang berlaku aniaya" (QS Yusuf [12]: 23).
 
Dalam bidang pendidikan, Al-Quran menuntut  bersatunya  kata
dengan  sikap.  Karena  itu,  keteladanan  para pendidik dan
tokoh masyarakat merupakan salah satu andalannya.
 
Pada saat Al-Quran mewajibkan anak menghormati  orangtuanya,
pada   saat   itu  pula  ia  mewajibkan  orang-tua  mendidik
anak-anaknya. Pada saat masyarakat diwajibkan menaati  Rasul
dan  para  pemimpin,  pada  saat  yang  sama  Rasul dan para
pemimpin diperintahkan menunaikan  amanah,  menyayangi  yang
dipimpin sambil bermusyawarah dengan mereka.
 
Demikian    Al-Quran    menuntut    keterpaduan   orang-tua,
masyarakat, dan pemerintah. Tidak mungkin keberhasilan dapat
tercapai  tanpa keterpaduan itu. Tidak mungkin kita berhasil
kalau beban pendidikan hanya dipikul oleh satu  pihak,  atau
hanya   ditangani   oleh  guru  dan  dosen  tertentu,  tanpa
melibatkan seluruh unsur kependidikan.
 
Dua puluh dua  tahun  dua  bulan  dan  dua  puluh  dua  hari
lamanya, ayat-ayat Al-Quran silih berganti turun, dan selama
itu pula  Nabi  Muhammad  Saw.  dan  para  sahabatnya  tekun
mengajarkan Al-Quran, dan membimbing umatnya. Sehingga, pada
akhirnya,  mereka  berhasil  membangun  masyarakat  yang  di
dalamnya  terpadu  ilmu  dan iman, nur dan hidayah, keadilan
dan kemakmuran di bawah lindungan ridha dan ampunan Ilahi.
 
Kita dapat bertanya mengapa 20 tahun lebih, baru selesai dan
berhasil?  Boleh jadi jawabannya dapat kita simak dari hasil
penelitian  seorang  guru  besar  Harvard  University,  yang
dilakukannya   pada   40  negara,  untuk  mengetahui  faktor
kemajuan atau kemunduran negara-negara itu.
 
Salah satu faktor utamanya -menurut sang Guru Besar-  adalah
materi  bacaan  dan  sajian yang disuguhkan khususnya kepada
generasi muda. Ditemukannya bahwa dua puluh tahun  menjelang
kemajuan atau kemunduran negara-negara yang ditelitinya itu,
para  generasi  muda  dibekali  dengan  sajian  dan   bacaan
tertentu. Setelah dua puluh tahun generasi muda itu berperan
dalam  berbagai  aktivitas,  peranan  yang  pada  hakikatnya
diarahkan  oleh  kandungan bacaan dan sajian yang disuguhkan
itu. Demikian dampak bacaan, terlihat  setelah  berlalu  dua
puluh tahun, sama dengan lama turunnya Al-Quran.
 
Kalau  demikian,  jangan  menunggu  dampak  bacaan  terhadap
anak-anak kita kecuali 20 tahun kemudian.  Siapa  pun  boleh
optimis  atau  pesimis,  tergantung  dari  penilaian tentang
bacaan  dan  sajian  itu.  Namun  kalau  melihat  kegairahan
anak-anak dan remaja membaca Al-Quran, serta kegairahan umat
mempelajari kandungannya, maka kita  wajar  optimis,  karena
kita  sepenuhnya yakin bahwa keberhasilan Rasul dan generasi
terdahulu dalam membangun peradaban Islam yang  jaya  selama
sekitar  delapan  ratus  tahun,  adalah karena Al-Quran yang
mereka baca  dan  hayati  mendorong  pengembangan  ilmu  dan
teknologi, serta kecerahan pikiran dan kesucian hati.
 
Kita wajar optimis, melihat kesungguhan pemerintah menangani
pendidikan, serta tekadnya mencanangkan wajib belajar.
 
Ayat "wa tawashauw bil haq" dalam QS Al-'Ashr [103]: 3 bukan
saja   mencanangkan   "wajib  belajar"  tetapi  juga  "wajib
mengajar."  Bukankah  tawashauw  berarti  saling   berpesan,
saling  mengajar,  sedang al-haq atau kebenaran adalah hasil
pencarian  ilmu?  Mencari  kebaikan   menghasilkan   akhlak,
mencari  keindahan  menghasilkan seni, dan mencari kebenaran
menghasilkan ilmu. Ketiga  unsur  itulah  yang  menghasilkan
sekaligus mewarnai suatu peradaban.
 
Al-Quran  yang  sering kita peringati nuzulnya ini bertujuan
antara lain:
 
1. Untuk membersihkan akal dan menyucikan jiwa dari
   segala bentuk syirik serta memantapkan keyakinan
   tentang keesaan yang sempurna bagi Tuhan seru sekalian
   alam, keyakinan yang tidak semata-mata sebagai suatu
   konsep teologis, tetapi falsafah hidup dan kehidupan
   umat manusia.
 
2. Untuk mengajarkan kemanusiaan yang adil dan beradab,
   yakni bahwa umat manusia merupakan suatu umat yang
   seharusnya dapat bekerja sama dalam pengabdian kepada
   Allah dan pelaksanaan tugas kekhalifahan.
 
3. Untuk menciptakan persatuan dan kesatuan, bukan saja
   antar suku atau bangsa, tetapi kesatuan alam semesta,
   kesatuan kehidupan dunia dan akhirat, natural dan
   supranatural, kesatuan ilmu, iman, dan rasio, kesatuan
   kebenaran, kesatuan kepribadian manusia, kesatuan
   kemerdekaan dan determinisme, kesatuan sosial, politik
   dan ekonomi, dan kesemuanya berada di bawah satu
   keesaan, yaitu Keesaan Allah Swt.
 
4. Untuk mengajak manusia berpikir dan bekerja sama
   dalam bidang kehidupan bermasyarakat dan bernegara
   melalui musyawarah dan mufakat yang dipimpin oleh
   hikmah kebijaksanaan.
 
5. Untuk membasmi kemiskinan material dan spiritual,
   kebodohan, penyakit, dan penderitaan hidup, serta
   pemerasan manusia atas manusia, dalam bidang sosial,
   ekonomi, politik, dan juga agama.
 
6. Untuk memadukan kebenaran dan keadilan dengan rahmat
   dan kasih sayang, dengan menjadikan keadilan sosial
   sebagai landasan pokok kehidupan masyarakat manusia
 
7. Untuk memberi jalan tengah antara falsafah monopoli
   kapitalisme dengan falsafah kolektif komunisme,
   menciptakan ummatan wasathan yang menyeru kepada
   kebaikan dan mencegah kemunkaran.
 
8. Untuk menekankan peranan ilmu dan teknologi, guna
   menciptakan satu peradaban yang sejalan dengan jati
   diri manusia, dengan panduan dan paduan Nur Ilahi.
 
Demikian sebagian  tujuan  kehadiran  Al-Quran,  tujuan
yang  tepadu  dan  menyeluruh, bukan sekadar mewajibkan
pendekatan religius yang bersifat ritual  atau  mistik,
yang  dapat  menimbulkan  formalitas  dan  kegersangan.
Al-Quran adalah petunjuk-Nya yang bila dipelajari  akan
membantu   kita   menemukan   nilai-nilai   yang  dapat
dijadikan pedoman bagi  penyelesaian  berbagai  problem
hidup.  Apabila  dihayati dan diamalkan akan menjadikan
pikiran, rasa, dan karsa kita mengarah kepada  realitas
keimanan    yang   dibutuhkan   bagi   stabilitas   dan
ketenteraman hidup pribadi dan masyarakat
 
Itulah Al-Quran dengan gaya bahasanya  yang  merangsang
akal  dan menyentuh rasa, dapat menggugah kita menerima
dan memberi kasih dan keharuan  cinta,  sehingga  dapat
mengarahkan  kita  untuk memberi sebagian dari apa yang
kita miliki untuk  kepentingan  dan  kemaslahatan  umat
manusia. Itulah Al-Quran yang ajarannya telah merupakan
kekayaan spiritual bangsa kita, dan yang  telah  tumbuh
subur dalam negara kita. []


WAWASAN AL-QURAN Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat Dr. M. Quraish Shihab, M.A. Penerbit Mizan Jln. Yodkali No.16, Bandung 40124 Telp. (022) 700931 Fax. (022) 707038 mailto:mizan@ibm.net

Indeks Islam | Indeks Quraish Shihab | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team