| |
|
MAKANAN (3/3) "Mengharamkan yang baik dan halal" mengandung arti mengurangi kebutuhan, sedang "melampaui batas" berarti meebihkan dari yang wajar. Demikian terlihat Al-Quran dalam uraiannya tentang makan menekankan perlunya "sikap proporsional" itu. Makna terakhir ini sejalan dengan ayat yang lain yang petunjuknya lebih jelas, yaitu: Makan dan minumlah dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak senang terhadap orang yang berlebih-lebihan (QS Al-A'raf [7]: 31). Rasul menjelaskan bahwa: Termasuk berlebih-lebihan (bila) Anda makan apa yang Anda tidak ingini. Dalam hadis lain Rasul Saw. mengingatkan: Tidak ada yang dipenuhkan manusia lebih buruk dari perut, cukuplah bagi putra Adam beberapa suap yang dapat menegakkan tubuhnya. Kalaupun harus (memenuhkan perut), maka hendaklah sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga untuk pernafasan (HR Ibnu Majah dan Ibnu Hibban, dan At-Tirmidzi melalui sahabat Nabi Miqdam bin Ma'di Karib). c. Aman. Tuntunan perlunya makanan yang aman, antara lain dipahami dari firman Allah dalam surat Al-Ma-idah (5): 88 yang menyatakan, Dan makanlah dan apa yang direzekikan Allah kepada kamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu percaya terhadap-Nya. Dirangkaikannya perintah makan di sini dengan perintah bertakwa, menuntun dan menuntut agar manusia selalu memperhatikan sisi takwa yang intinya adalah berusaha menghindar dari segala yang mengakibatkan siksa dan terganggunya rasa aman. Takwa dari segi bahasa berarti "keterhindaran", yakni keterhindaran dari siksa Tuhan, baik di dunia maupun di akhirat. Siksa Tuhan di dunia adalah akibat pelanggaran terhadap hukum-hukum (Tuhan yang berlaku di) alam ini, sedang siksa-Nya di akhirat adalah akibat pelanggaran terhadap hukum-hukum syariat. Hukum Tuhan di dunia yang berkaitan dengan makanan misalnya adalah: siapa yang makan makanan kotor atau berkuman, maka dia akan menderita sakit. Penyakit --akibat pelanggaran ini-- adalah siksa Allah di dunia. Jika demikian, maka perintah bertakwa pada sisi duniawinya dan dalam konteks makanan, menuntut agar setiap makanan yang dicerna tidak mengakibatkan penyakit atau dengan kata lain memberi keamanan bagi pemakannya. Ini tentu di samping harus memberinya keamanan bagi kehidupan ukhrawinya. Penggalan surat Al-Nisa' (4): 4 mengingatkan: Makanlah ia dengan sedap lagi baik akibatnya (QS Al-Nisa' [4]: 4) Ayat ini walaupun tidak turun dalam konteks petunjuk tentang makanan, tetapi penggunaan kata akala yang pada prinsipnya berarti "makan" dapat dijadikan petunjuk bahwa memakan sesuatu hendaknya yang sedap serta berakibat baik. Pada akhirnya kita dapat menyimpulkan pesan Allah tentang makan dan makanan dengan firman-Nya dalam surat Al-An'am (6): 142 setelah menyebut berbagai jenis makanan nabati dan hewani: Makanlah apa yang direzekikan Allah dan jangan ikuti langkah-langkah setan, sesungguhnya dia adalah musuh kamu yang sangat nyata. PENGARUH MAKANAN Tidak dapat disangkal bahwa makanan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap pertumbuhan dan kesehatan jasmani manusia. Persoalan yang akan diketengahkan di sini adalah pengaruhnya terhadap jiwa manusia. Al-Harali seorang ulama besar (w. 1232 M) berpendapat bahwa jenis makanan dan minuman dapat mempengaruhi jiwa dan sifat-sifat mental pemakannya. Ulama ini menyimpulkan pendapatnya tersebut dengan menganalisis kata rijs yang disebutkan Al-puran sebagai alasan untuk mengharamkan makanan tertentu, seperti keharaman minuman keras (QS Al-Ma-idah [5]: 90) bangkai, darah, dan daging babi (QS Al-An'am [6]: 145). Kata rijs menurutnya mengandung arti "keburukan budi pekerti serta kebobrokan moral". Sehingga, apabila Allah menyebut jenis makanan tertentu dan menilainya sebagai rijs, maka ini berarti bahwa makanan tersebut dapat menimbulkan keburukan budi pekerti. Memang kata ini juga digunakan Al-Quran untuk perbuatan-perbuatan buruk yang menggambarkan kebejatan mental, seperti judi dan penyembahan berhala (QS Al-Maidah [5]: 90). Dengan demikian, pendapat Al-Harali di atas, cukup beralasan ditinjau dari segi bahasa dan penggunaan Al-Quran. Sejalan dengan pendapat di atas adalah pendapat yang dikemukakan oleh seorang ulama kontemporer, Syaikh Taqi Falsafi, dalam bukunya Child between Heredity and Education. Dalam buku ini, dia menguatkan pendapatnya dengan mengutip Alexis Carrel, pemenang hadiah Nobel Kedokteran. Carrel menulis dalam bukunya Man the Unknown lebih kurang sebagai berikut: Pengaruh dari campuran (senyawa) kimiawi yang dikandung oleh makanan terhadap aktivitas jiwa dan pikiran manusia belum diketahui secara sempurna, karena belum lagi diadakan eksperimen secara memadai. Namun tidak dapat diragukan bahwa perasaan manusia dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas makanan. Nah jika demikian, terlihat bahwa makanan memiliki pengaruh yang besar bukan saja terhadap jasmani manusia tetapi juga jiwa dan perasaannya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa minuman keras merupakan langkah awal yang mengakibatkan langkah-langkah berikut dari para penjahat. Hal ini, disebabkan antara lain oleh pengaruh minuman tersebut dalam jiwa dan pikirannya. Dalam konteks agama, tidak dapat diragukan adanya pengaruh makanan terhadap selain jasmani. Rasulullah Saw. mengaitkan antara terkabulnya doa dengan makanan halal. Beliau bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim: Wahai seluruh manusia. Sesungguhnya Allah Mahabaik. Dia tidak menerima (sesuatu) kecuali yang baik. Dia memerintahkan kaum mukmin sebagaimana memerintahkan para Rasul dengan firman-Nya, "Wahai Rasul, makanlah rezeki yang baik yang telah Kami anugerahkan kepadamu". (Kata perawi) Rasul kemudian menjelaskan seorang pejalan kaki, kumal, dan kotor, menengadahkan kedua tangannya ke langit berdoa, "Wahai Tuhan, Wahai Tuhan ... (tetapi) makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, makan dari barang haram, maka bagaimana mungkin ia dikabulkan?" Demikian, sebagian dari dampak makanan terhadap manusia. MENGAPA BINATANG ATAU MAKANAN TERTENTU DIHARAMKAN? Banyak analisis yang dikemukakan para pakar tentang sebab-sebab diharamkannya binatang atau makanan tertentu. Babi, misalnya, dinilai mengidap sekian banyak jenis kuman dan cacing yang sangat berbahaya terhadap kesehatan manusia. Tenasolium adalah salah satu nama cacing yang berkembang biak dalam pencernaan yang panjangnya dapat mencapai delapan meter. Pada 1968 ditemukan sejenis kuman yang merupakan penyebab dari kematian sekian banyak pasien di Belanda dan Denmark. Pada 1918, flu Babi pernah menyerang banyak bagian dari dunia kita dan menelan korban jutaan orang. Flu ini kembali muncul pada 1977, dan di Amerika Serikat ketika itu dilakukan imunisasi yang menelan biaya 135 juta dolar. Demikian sekelumit dari bahaya babi, sebagaimana dikemukakan oleh Faruq Musahil dalam bukunya Tahrim Al-Khinzir fi Al-Islam. Lemak babi mengandung complicated fats antara lain triglycerides, dan dagingnya mengandung kolestrol yang sangat tinggi, mencapai lima belas kali lipat lebih banyak dari daging sapi. Dalam Encydopedia Americana dijelaskan perbandingan antara kadar lemak yang terdapat pada babi, domba, dan kerbau. Dalam kadar berat yang sama, babi mengandung 50% lemak, domba 17%, dan kerbau tidak lebih dari 5%. Demikian keterangan Ahmad Syauqi Al-Fanjari dalam bukunya Ath-Thib Al-Wiqaiy fi Al-Islam. Banyak lagi analisis dan jawaban yang diberikan menyangkut sebab-sebab diharamkannya sekian banyak makanan. Bukan di sini tempatnya, bahkan bukan penulis yang memiliki otoritas untuk menjelaskannya. Memang kita boleh saja bertanya, dan atau mencari jawaban tentang mengapa Allah Swt. mengharamkan makanan tertentu. Boleh jadi kita puas atau tidak puas dengan jawaban yang diberikan, tetapi adalah amat bijaksana jika jawaban yang ditemukan itu --walau sangat memuaskan-- tidak dijadikan sebagai satu-satunya jawaban. Imam Al-Ghazali memberikan ilustrasi menyangkut 'illat (katakanlah "sebab" atau "hikmah") dari larangan-larangan Ilahi. "Seorang ayah memiliki anak yang tinggal bersama di satu rumah. Sebelum kematian menjemputnya, sang ayah mewasiatkan kepada anaknya: 'Jika engkau ingin memugar rumah ini silakan, tetapi tumbuhan yang terdapat di serambi rumah jangan ditebang.' Beberapa tahun kemudian sang ayah meninggal, dan anak pun memperoleh rezeki yang memadai. Rumah dipugarnya dan ketika sampai di tumbuhan terlarang, ia berpikir, 'Apakah gerangan sebabnya ayah melarang menebangnya?' Pikirannya, kemudian sampai kepada kesimpulan bahwa aroma pohon itu harum. Dan di sisi lain, ia mengetahui bahwa telah ditemukan tumbuhan lain yang memiliki aroma lebih harum. Maka ia pun memutuskan menebang tumbuhan itu dan menggantikannya dengan tumbuhan yang lebih sedap. Tetapi apa yang terjadi? Tidak lama kemudian muncul seekor ular, yang hampir saja menerkamnya, dan ketika itu ia sadar bahwa rupanya aroma tumbuhan itu, merupakan penangkal kehadiran ular. Ia hanya mengetahui sebagian dari 'illat larangan ayahnya' bukan semuanya, bahkan bukan yang terpenting darinya." Demikian lebih kurang ilustrasi Imam Al-Ghazali. Demikian sedikit dari banyak petunjuk Al-Quran tentang makanan. Kita dapat menyimpulkan bahwa Al-Quran merintahkan kepada kita untuk makan yang halal dan thayyib, serta yang lezat tetapi baik akibatnya.[] ---------------- WAWASAN AL-QURAN Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat Dr. M. Quraish Shihab, M.A. Penerbit Mizan Jln. Yodkali No.16, Bandung 40124 Telp. (022) 700931 Fax. (022) 707038 mailto:mizan@ibm.net |
|
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota |