Wawasan Al-Qur'an

oleh Dr. M. Quraish Shihab, M.A.

Indeks Islam | Indeks Quraish Shihab | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

MASJID
 
Kata masjid terulang sebanyak dua puluh delapan kali di  dalam
Al-Quran.  Dari  segi bahasa, kata tersebut terambil dari akar
kata sajada-sujud, yang  berarti  patuh,  taat,  serta  tunduk
dengan penuh hormat dan takzim.
 
Meletakkan  dahi,  kedua tangan, lutut, dan kaki ke bumi, yang
kemudian dinamai sujud oleh syariat,  adalah  bentuk  lahiriah
yang  paling  nyata  dari makna-makna di atas. itulah sebabnya
mengapa bangunan yang dikhususkan  untuk  melaksanakan  shalat
dinamakan masjid, yang artinya "tempat bersujud."
 
Dalam pengertian sehari-hari, masjid merupakan bangunan tempat
shalat kaum Muslim. Tetapi,  karena  akar  katanya  mengandung
makna tunduk dan patuh, hakikat masjid adalah tempat melakukan
segala  aktivitas  yang  mengandung  kepatuhan  kepada   Allah
semata.  Karena  itu Al-Quran sural Al-Jin (72): 18, misalnya,
menegaskan bahwa,
 
     Sesungguhnya masjid-masjid itu adalah milik Allah,
     karena janganlah menyembah selain Allah sesuatu pun.
 
Rasul Saw. bersabda,
 
     Telah dijadikan untukku (dan untuk umatku) bumi
     sebagai masjid dan sarana penyucian diri (HR Bukhari
     dan Muslim melalui Jabir bin Abdullah).
 
Jika dikaitkan dengan bumi ini,  masjid  bukan  hanya  sekadar
tempat  sujud  dan  sarana penyucian. Di sini kata masjid juga
tidak lagi hanya berarti bangunan tempat shalat,  atau  bahkan
bertayamum  sebagai  cara  bersuci  pengganti wudu tetapi kata
masjid  di  sini  berarti  juga  tempat  melaksanakan   segala
aktivitas  manusia  yang  mencerminkan  kepatuhan kepada Allah
Swt.
 
Dengan  demikian,  masjid  menjadi   pangkal   tempat   Muslim
bertolak, sekaligus pelabuhan tempatnya bersauh.
 
SUJUD DAN FUNGSI MASJID
 
Al-Quran  menggunakan  kata  sujud untuk berbagai arti. Sekali
diartikan sebagai penghormatan dan  pengakuan  akan  kelebihan
pihak   lain,  seperti  sujudnya  malaikat  kepada  Adam  pada
Al-Quran surat Al-Baqarah (2): 34.
 
Di waktu lain  sujud  berarti  kesadaran  terhadap  kekhilafan
serta  pengakuan kebenaran yang disampaikan pihak lain, itulah
arti sujud di dalam firman-Nya,
 
     Lalu para penyihir itu tersungkur dengan bersujud (QS
     Thaha [20]: 70).
 
Yang ketiga sujud berarti mengikuti maupun  menyesuaikan  diri
dengan  ketetapan  Allah  yang berkaitan dengan alam raya ini,
yang secara salah kaprah dan populer sering dinama hukum-hukum
alam.
 
     Bintang dan pohon keduanya bersujud (QS Al-Rahman
     [55]: 6).
 
Dari sunnatullah diketahui  bahwa  kemenangan  hanya  tercapai
dengan  kesungguhan  dan perjuangan. Kekalahan diderita karena
kelengahan dan pengabaian disiplin, dan sukses  diraih  dengan
perencanaan   dan   kerja   keras,  dan  sebagainya,  sehingga
seseorang tidak disebut bersujud, apabila  tidak  mengindahkan
hal-hal tersebut.
 
Al-Quran  menyebutkan  fungsi  masjid  antara  lain  di  dalam
firman-Nya:
 
     Bertasbihlah kepada Allah di masjid-masjid yang telah
     diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di
     dalamnya pada waktu pagi dan petang, orang-orang yang
     tidak dilalaikan oleh perniagaan, dan tidak (pula)
     oleh jual-beli, atau aktivitas apa pun dan mengingat
     Allah, dan (dari) mendirikan shalat, membayarkan
     zakat, mereka takut kepada suatu hari yang (di hari
     itu) hati dan penglihatan menjadi guncang (QS An-Nur
     [24]: 36-37).
 
Tasbih bukan hanya berarti mengucapkan Subhanallah,  melainkan
lebih  luas  lagi,  sesuai dengan makna yang dicakup oleh kata
tersebut    beserta    konteksnya.    Sedangkan    arti    dan
konteks-konteks tersebut dapat disimpulkan dengan kata taqwa.
 
MASJID PADA MASA RASULULLAH SAW.
 
Ketika  Rasulullah  Saw. berhijrah ke Madinah, langkah pertama
yang  beliau  lakukan  adalah  membangun  masjid  kecil   yang
berlantaikan  tanah,  dan  beratapkan pelepah kurma. Dari sana
beliau membangun  masjid  yang  besar,  membangun  dunia  ini,
sehingga  kota tempat beliau membangun itu benar-benar menjadi
Madinah, (seperti namanya) yang arti harfiahnya adalah 'tempat
peradaban',  atau  paling  tidak,  dari  tempat tersebut lahir
benih peradaban baru umat manusia.
 
Masjid pertama  yang  dibangun  oleh  Rasulullah  Saw.  adalah
Masjid   Quba',  kemudian  disusul  dengan  Masjid  Nabawi  di
Madinah. Terlepas dari perbedaan pendapat ulama tentang masjid
yang  dijuluki  Allah  sebagai masjid yang dibangun atas dasar
takwa (QS Al-Tawbah  [9]:  108),  yang  jelas  bahwa  keduanya
--Masjid   Quba   dan  Masjid  Nabawi--  dibangun  atas  dasar
ketakwaan, dan setiap masjid seharusnya memiliki landasan  dan
fungsi  seperti  itu.  Itulah  sebabnya mengapa Rasulullah Saw
meruntuhkan bangunan  kaum  munafik  yang  juga  mereka  sebut
masjid,  dan menjadikan lokasi itu tempat pembuangan samph dan
bangkai binatang, karena di bangunan tersebut tidak dijalankan
fungsi  masjid  yang  sebenarnya,  yakni  ketakwaan.  Al-Quran
melukiskan bangunan kaum munafik itu sebagai berikut,
 
     Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada
     orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan
     kemudharatan (pada orang Mukmin) dan karena
     kekafiran-(nya), dan untuk memecah belah antara
     orang-orang Mukmin, serta menunggu/mengamat-amati
     kedatangan orang-orang yang memerangi Allah dan
     Rasul-Nya sejak dahulu (QS Al-Tawbah [9]: 107).
 
Masjid Nabawi di Madinah telah menjabarkan fungsinya  sehingga
lahir  peranan  masjid  yang  beraneka ragam. Sejarah mencatat
tidak kurang dari sepuluh  peranan  yang  telah  diemban  oleh
Masjid Nabawi, yaitu sebagai:
 
 1. Tempat ibadah (shalat, zikir).
 2. Tempat konsultasi dan komunikasi (masalah
    ekonomi-sosial budaya).
 3. Tempat pendidikan.
 4. Tempat santunan sosial.
 5. Tempat latihan militer dan persiapan alat-alatnya.
 6. Tempat pengobatan para korban perang.
 7. Tempat perdamaian dan pengadilan sengketa.
 8. Aula dan tempat menerima tamu.
 9. Tempat menawan tahanan, dan
10. Pusat penerangan atau pembelaan agama.
 
Agaknya masjid pada masa silam mampu berperan sedemikian luas,
disebabkan antara lain oleh:
 
1. Keadaan masyarakat yang masih sangat berpegang teguh kepada
nilai, norma, dan jiwa agama.
 
2.  Kemampuan  pembina-pembina  masjid  menghubungkan  kondisi
sosial  dan  kebutuhan  masyarakat  dengan uraian dan kegiatan
masjid.
 
Manifestasi pemerintahan terlaksana di dalam masjid, baik pada
pribadi-pribadi pemimpin pemerintahan yang menjadi imam/khatib
maupun  di  dalam  ruangan-ruangan   masjid   yang   dijadikan
tempat-tempat kegiatan pemerintahan dan syura (musyawarah).
 
Keadaan   itu   kini   telah   berubah,   sehingga   timbullah
lembaga-lembaga  baru  yang  mengambil-alih  sebagian  peranan
masjid  di  masa  lalu,  yaitu organisasi-organisasi keagamaan
swasta  dan  lembaga-lembaga  pemerintah,   sebagai   pengarah
kehidupan  duniawi  dan ukhrawi umat beragama. Lembaga-lembaga
itu memiliki kemampuan material dan teknis melebihi masjid.
 
Fungsi dan peranan masjid besar seperti yang  disebutkan  pada
masa  keemasan  Islam  itu tentunya sulit diwujudkan pada masa
kini. Namun,  ini  tidak  berarti  bahwa  masjid  tidak  dapat
berperan di dalam hal-hal tersebut.
 
Masjid,   khususnya   masjid   besar,  harus  mampu  melakukan
kesepuluh  peran  tadi.  Paling  tidak  melalui  uraian   para
pembinanya  guna  mengarahkan  umat pada kehidupan duniawi dan
ukhrawi yang lebih berkualitas.
 
Apabila masjid dituntut berfungsi membina umat,  tentu  sarana
yang  dimilikinya  harus tepat, menyenangkan dan menarik semua
umat, baik dewasa, kanak-kanak, tua, muda, pria, wanita,  yang
terpelajar  maupun  tidak,  sehat  atau  sakit, serta kaya dan
miskin.
 
Di dalam Muktamar Risalatul Masjid di Makkah  pada  1975,  hal
ini telah didiskusikan dan disepakati, bahwa suatu masjid baru
dapat dikatakan berperan secara baik apabila memiliki ruangan,
dan peralatan yang memadai untuk:
 
a. Ruang shalat yang memenuhi syarat-syarat kesehatan.
 
b.  Ruang-ruang  khusus wanita yang memungkinkan mereka keluar
masuk tanpa bercampur dengan pria baik digunakan untuk shalat,
maupun untuk Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK).
 
c. Ruang pertemuan dan perpustakaan.
 
d.   Ruang   poliklinik,   dan   ruang  untuk  memandikan  dan
mengkafankan mayat.
 
e. Ruang bermain, berolahraga, dan berlatih bagi remaja.
 
Semua hal di atas  harus  diwarnai  oleh  kesederhanaan  fisik
bangunan,  namun  harus  tetap  menunjang peranan masjid ideal
termaktub.
 
Hal terakhir ini  perlu  mendapat  perhatian,  karena  menurut
pengamatan  sementara  pakar,  sejarah kaum Muslim menunjukkan
bahwa   perhatian   yang   berlebihan   terhadap   nilai-nilai
arsitektur  dan  estetika  suatu masjid sering ditandai dengan
kedangkalan, kekurangan, bahkan kelumpuhannya dalam  pemenuhan
fungsi-fungsinya.  Seakan-akan  nilai  arsitektur dan estetika
dijadikan  kompensasi  untuk  menutup-nutupi  kekurangan  atau
kelumpuhan tersebut.
 
YANG BOLEH DILAKUKAN DAN YANG TIDAK DIPERBOLEHKAN DI DALAM
MASJID
 
Masjid  adalah  milik  Allah,  karena  itu  kesuciannya  harus
dipelihara.  Segala  sesuatu  yang  diduga mengurangi kesucian
masjid  atau  dapat  mengesankan  hal  tersebut,  tidak  boleh
dilakukan di dalam masjid maupun diperlakukan terhadap masjid.
 
Salah satu yang ditekankan oleh sebagian ulama sebagai sesuatu
yang tidak wajar terlihat pada masjid (dan sekitarnya)  adalah
kehadiran para pengemis,
 
Untuk  memelihara  kesucian  masjid, Allah Swt. berfirman agar
para pengunjungnya memakai hiasan  ketika  mengunjungi  masjid
sebagaimana firman-Nya dalam QS Al-A'raf (7): 31:
 
     Hai anak-anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah
     setiap (memasuki) masjid.
 
Rasulullah Saw. menganjurkan agar memakai  wangi-wangian  saat
berkunjung  ke  masjid,  dan  melarang  mereka  yang baru saja
memakan bawang memasukinya.
 
     Siapa yang makan bawang putih atau merah hendaklah
     menghindar dan masjid kita.
 
Masjid harus mampu memberikan ketenangan dan ketenteraman pada
pengunjung  dan  lingkungannya,  karena  itu  Rasulullah  Saw.
melarang  adanya   benih-benih   pertengkaran   di   dalamnya,
sampai-sampai beliau bersabda,
 
     Jika engkau mendapati seseorang menjual atau membell
     di dalam masjid, katakanlah kepadanya, "Semoga Allah
     tidak memberi keuntungan bagi perdaganganmu," dan bila
     engkau mendapati seseorang mencari barangnya yang
     hilang di da1am masjid, maka katakanlah, "Semoga Allah
     tidak mengembalikannya kepadamu (semoga engkau tidak
     menemukannya)."
 
Kedua teks yang disebutkan  di  atas  tidak  berarti  larangan
berbicara tentang perniagaan yang sifatnya mendidik umat, atau
melarang para pembina dan pengelola masjid berniaga, melainkan
yang  dimaksud  adalah larangan melakukan transaksi perniagaan
di dalam masjid.
 
Fungsi masjid paling tidak dinyatakan  oleh  hadis  Rasulullah
Saw.  ketika  menegur  seseorang  yang  membuang air kecil (di
samping) masjid:
 
     Masjid-masjid tidak wajar untuk tempat kencing atau
     (membuang sampah). Ia hanya untuk (dijadikan tempat)
     berzikir kepada Allah Ta'ala, dan membaca (belajar)
     Al-Quran (HR Muslim).
 
Dengan kata lain, masjid adalah tempat ibadah  dan  pendidikan
dalam  pengertiannya  yang  luas.  Bukankah Al-Quran berbicara
tentang segala aspek kehidupan manusia? []
 
----------------
WAWASAN AL-QURAN
Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat
Dr. M. Quraish Shihab, M.A.
Penerbit Mizan
Jln. Yodkali No.16, Bandung 40124
Telp. (022) 700931  Fax. (022) 707038
mailto:mizan@ibm.net

Indeks Islam | Indeks Quraish Shihab | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team