Wawasan Al-Qur'an

oleh Dr. M. Quraish Shihab, M.A.

Indeks Islam | Indeks Quraish Shihab | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

SYUKUR                                                   (3/3)
 
Di  atas  dikemukakan  secara  global  nikmat-nikmat-Nya  yang
mengharuskan   adanya  syukur.  Dalam  beberapa  ayat  lainnya
disebut sekian banyak nikmat secara eksplisit, antara lain:
 
1. Kehidupan dan kematian
 
     Bagaimana kamu mengkufuri (tidak mensyukuri nikmat)
     Allah, padahal tadinya kamu tiada, lalu kamu dihidupkan,
     kemudian kamu dimatikan, lalu dihidupkan kembali. (QS
     A1Baqarah [2]: 28).
 
2. Hidayat Allah
 
     Hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang
     diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur (QS Al-Baqarah
     [2]: 185).
 
3. Pengampunan-Nya, antara lain dalam firman-Nya.
 
     Kemudian setelah itu Kami maafkan kesalahanmu agar kamu
     bersyukur (QS Al-Baqarah [2]: 52)
 
4. Pancaindera dan akal.
 
     Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam
     keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu
     pendengaran, penglihatan, dan hati, supaya kamu
     bersyukur (QS An-Nahl [16]: 78).
 
5. Rezeki
 
     Dan diberinya kamu rezeki yang baik-baik agar kamu
     bersyukur (QS Al-Anfal [8]: 26).
 
6. Sarana dan prasarana antara lain
 
     Dan Dialah (Allah) yang menundukkan lautan (untukmu)
     agar kamu dapat memakan daging (ikan) yang segar
     darinya, dan kamu mengeluarkan dan lautan itu perhiasan
     yang kamu pakai, dan kamu melihat bahtera berlayar
     padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dan
     karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur (QS An-Nahl [16]:
     14) .
 
7. Kemerdekaan
 
     Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, "Hai
     kaumku, ingatlah nikmat Allah atas kamu ketika Dia
     mengangkat nabi-nabi di antaramu, dan dijadikannya kamu
     orang-orang yang merdeka (bebas dari penindasan Fir'aun)
     (QS Al-Maidah [5]: 20)
 
Masih banyak lagi nikmat-nikmat  lain  yang  secara  eksplisit
disebut oleh Al-Quran.
 
Dalam  surat  Ar-Rahman  (surat  ke-55), Al-Quran membicarakan
aneka nikmat Allah dalam kehidupan  dunia  ini  dan  kehidupan
akhirat  kelak. Hampir pada setiap dua nikmat yang disebutkan.
Quran mengulangi satu  pertanyaan  dengan  redaksi  yang  sama
yaitu,
 
     Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu ingkari?
 
Pertanyaan tersebut terulang sebanyak tiga  puluh  satu  kali.
Sementara  ulama menganalisis jumlah itu dan mengelompokkannya
untuk sampai pada suatu kesimpulan.
 
Delapan pertanyaan berkaitan dengan nikmat-nikmat Tuhan  dalam
kehidupan   di   dunia  ini,  antara  lain  nikmat  pengajaran
Al-Quran,  pengajaran  berekspresi,  langit,  bumi,  matahari,
lautan, tumbuh-tumbuhan, dan sebagainya.
 
Tujuh  pertanyaan  berkaitan  dengan  ancaman  siksa neraka di
akhirat nanti. Perlu diingat bahwa ancaman adalah bagian  dari
pemeliharaan dan pendidikan, serta merupakan salah satu nikmat
Tuhan.
 
Delapan pertanyaan berkaitan dengan nikmat-nikmat  Tuhan  yang
diperoleh dalam surga pertama.
 
Delapan  pertanyaan  berkaitan  dengan  nikmat-nikmat-Nya pada
surga kedua.
 
Dari hasil pengelompokan demikian, para ulama menyusun semacam
"rumus", yaitu siapa yang mampu mensyukuri nikmat-nikmat Allah
yang disebutkan dalam  rangkaian  delapan  pertanyaan  pertama
--syukur seperti makna yang dikemukakan di atas-- maka ia akan
selamat dari ketujuh pintu neraka yang disebut  dalam  ancaman
dalam tujuh pertanyaan berikutnya. Sekaligus dia dapat memilih
pintu-pintu mana saja dari kedelapan pintu surga,  baik  surga
pertama  maupun  surga  kedua, baik Surga (kenikmatan duniawi)
maupun kenikmatan ukhrawi.
 
WAKTU DAN TEMPAT BERSYUKUR
 
     Segala puji bagi Allah yang memelihara apa yang ada di
     langit dan apa yang ada di bumi, dan bagi-Nya (pula)
     segala puji di akhirat. Dialah yang Maha Bijaksana lagi
     Maha Mengetahui (QS Saba' [34]: l).
 
Ayat ini menunjukkan bahwa Allah Swt.  harus  disyukuri,  baik
dalam  kehidupan dunia sekarang maupun di akhirat kelak. Salah
satu ucapan syukur di akhirat adalah dari  mereka  yang  masuk
surga yang berkata,
 
     Al-hamdulillah --segala puji bagi Allah-- yang memberi
     petunjuk bagi kami (masuk ke surga ini). Kami tidak
     memperoleh petunjuk ini, seandainya Allah tidak
     memberikan kami petunjuk (QS Al-A'raf [7]: 43).
 
Demikian terlihat bahwa syukur dilakukan  kapan  dan  di  mana
saja di dunia dan di akhirat.
 
Dalam  konteks  syukur  dalam  kehidupan  dunia  ini, A1-Quran
menegaskan bahwa Allah Swt. menjadikan  malam  silih  berganti
dengan  siang,  agar  manusia dapat menggunakan waktu tersebut
untuk merenung dan bersyukur, "Dia yang menjadikan  malam  dan
siang   silih   berganti,  bagi  orang  yang  ingin  mengambil
pelajaran atau orang yang ingin bersyukur (QS A1-Furqan  [25]:
62).
 
Dalam surat Ar-Rum (30): 17-18 Allah memerintahkan,
 
     Maka bertasbihlah kepada Allah di waktu kamu berada di
     petang hari, dan waktu kamu berada di waktu subuh, dan
     bagi-Nyalah segala puji di langit dan di bumi dan di
     waktu kamu berada pada petang hari dan ketika kamu
     berada di waktu zuhur.
 
Segala  aktivitas  manusia  --siang  dan   malam--   hendaknya
merupakan  manifestasi  dari  syukurnya.  Syukur  dengan 1idah
dituntut saat seseorang merasakan  adanya  nikmat  Ilahi.  Itu
sebabnya    Nabi    Saw.   tidak   jemu-jemunya   mengucapkan,
"Alhamdulillah" pada setiap situasi dan kondisi.
 
Saat bangun tidur beliau mengucapkan,
 
     Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan
     (membangunkan) kami, setelah mematikan (menidurkan) kami
     dan kepada-Nya-lah (kelak) kebangkitan.
 
Atau membaca,
 
     Segala puji bagi Allah yang mengembalikan kepadaku
     ruhku, memberi afiat kepada badanku, dan mengizinkan aku
     mengingat-Nya.
 
Ketika bangun untuk ber-tahajjud beliau membaca,
 
     Wahai Allah, bagimu segala pujian. Engkau adalah
     pengatur langit dan bumi dan segala isinya. Bagimu
     segala puji, Engkau adalah pemilik kerajaan langit dan
     bumi dan segala isinya ...
 
Ketika berpakaian beliau membaca,
 
     Segala puji bagi Allah yang menyandangiku dengan
     (pakaian) ini, menganugerahkannya kepadaku tanpa
     kemampuan dan kekuatan (dari diriku).
 
Sesudah makan beliau mengucapkan,
 
     Segala puji bagi Allah yang memberi kami makan dan
     memberi kami minum dan menjadikan kami (kaum) Muslim.
 
Ketika akan tidur, beliau berdoa,
 
     Dengan namamu Ya Allah aku hidup dan mati. Wahai Allah,
     bafli-Mu segala puji, Engkau Pemelihara langit dan bumi.
 
Demikian seterusnya pada setiap saat, dalam  berbagai  situasi
dan kondisi.
 
Apabila seseorang sering mengucapkan al-hamdulillah, maka dari
saat ke saat ia akan selalu merasa berada dalam curahan rahmat
dan kasih sayang Tuhan. Dia  akan  merasa  bahwa  Tuhan  tidak
membiarkannya sendiri. Jika kesadaran ini telah berbekas dalam
jiwanya, maka seandainya pada suatu, saat ia  mendapat  cobaan
atau merasakan kepahitan, dia pun akan mengucapkan,
 
     Segala puji bagi Allah, tiada yang dipuja dan dipuji
     walau cobaan menimpa, kecuali Dia semata.
 
Kalimat semacam ini terlontar, karena  ketika  itu  dia  sadar
bahwa  seandainya  apa yang dirasakan itu benar-benar mempakan
malapetaka,  namun  limpahan  karunia-Nya   sudah   sedemikian
banyak,  sehingga cobaan dan malapetaka itu tidak lagi berarti
dibandingkan dengan besar dan banyaknya karunia selama ini.
 
Di samping itu akan terlintas  pula  dalam  pikirannya,  bahwa
pasti   ada  hikmah  di  belakang  cobaan  itu,  karena  Semua
perbuatan Tuhan senantiasa mulia lagi terpuji.
 
SIAPA YANG DISYUKURI ALLAH?
 
Al-Quran juga berbicara menyangkut siapa dan  bagaimana  upaya
yang  harus  dilakukan sehingga wajar disyukuri. Dua kali kata
masykur dalam arti yang  disyukuri  terulang  dalam  Al-Quran.
Pertama adalah,
 
     Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi),
     maka Kami segerakan baginya di dunia ini apa yang Kami
     kehendaki bagi orang-orang yang Kami kehendaki, dan Kami
     tentukan baginya neraka Jahannam, ia akan memasukinya
     dalam keadaaan tercela dan terusir. Dan barangsiapa yang
     menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu
     dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah Mukmin, maka
     mereka itu adalah orang-orang yang usahanya disyukuri
     (dibalas dengan baik). Kepada masing-masing golongan
     baik yang ini (menghendaki dunia saja) maupun yanp itu
     (yang menghendaki akhirat melalui usaha duniawi), Kami
     berikan bantuan dari kemewahan Kami. Dari kemurahan
     Tuhanmu tidak dapat dihalangi (QS Al-Isra' [17]: 18-20).
 
Kedua adalah:
 
     Sesungguhnya ini adalah balasan untukmu, dan usahamu
     adalah disyukuri (QS Al-Insan [76]: 22).
 
Isyarat "ini" dalam ayat di atas  adalah  berbagai  kenikmatan
surgawi  yang  dijelaskan oleh ayat-ayat sebelumnya, dari ayat
12 sampai dengan ayat 22 surat 76 (Al-Insan).
 
Surat Al-Isra' ayat 17-20 berbicara tentang  dua  macam  usaha
yang  lahir  dari  dua  macam  visi  manusia. Ada yang visinya
terbatas pada "kehidupan  sekarang",  yakni  selama  hidup  di
dunia ini, tidak memandang jauh ke depan. "Kehidupan sekarang"
diartikan detik dan jam atau hari dekat hidupnya,  boleh  jadi
juga   "sekarang"   berarti   masa   hidupnya  di  dunia  yang
mengantarkannya bervisi hanya  puluhan  tahun.  Ayat  di  atas
menjanjikan  bahwa jika mereka berusaha akan memperoleh sukses
sesuai dengan usahanya; itu pun bila dikehendaki Allah. Tetapi
setelah  itu  mereka  akan  merasa  jenuh  dan  mandek, karena
keterbatasan visi tidak  lagi  mendorongnya  untuk  berkreasi.
Nah,   ketika   itulah  lahir  rutinitas  yang  pada  akhirnya
melahirkan kehancuran. Hakikat ini bisa terjadi  pada  tingkat
perorangan  atau  masyarakat.  Kejenuhan  dengan segala dampak
negatif yang dialami oleh anggota masyarakat bahkan masyarakat
secara umum di dunia yang menganut paham sekularisme --setelah
mereka mencapai sukses duniawi-- merupakan  bukti  nyata  dari
kebenaran  hakikat  yang  diungkapkan A1-Quran di atas. Tetapi
jika  pandangan  kita  jauh  ke  depan,  visi  seseorang  atau
masyarakat  melampaui kehidupan dunianya, maka ia tidak pernah
akan berhenti-bagai seseorang yang menggantungkan cita-citanya
melampaui  ketinggian  bintang.  Ketika  itu  dia  akan  terus
berusaha  dan  berkreasi,  sehingga  tidak  pernah   merasakan
kejenuhan,  karena  di  balik  satu  sukses masih dapat diraih
sukses berikutnya. Memang Allah menjajikan untuk terus-menerus
dan  sementara  menambah  petunjuk-Nya  bagi mereka yang telah
mendapat petunjuk.
 
     Dan Allah sementara menambah petunjuk-Nya bagi
     orang-orang yang mendapat petunjuk (QS Maryam [19]: 76).
 
Orang yang  demikian  itulah  yang  semua  usahanya  disyukuri
Allah.   Mereka  yang  disyukuri  itu  akan  memperoleh  surga
sebagaimana dilukiskan oleh kata masykur pada ayat kedua  yang
menggunakan kata ini, yakni surat Al-Insan ayat 22.
 
                              ***
 
Demikian sekelumit uraian Al-Quran  tentang  syukur.  Kalaulah
kita   tidak   mampu  untuk  masuk  dalam  kelompok  minoritas
--orang-orang  yang  pandai  bersyukur  (atau  dalam   istilah
Al-Quran  asy-syakirun,  yakni orang-orang yang telah mendarah
daging dalam dirinya  hakikat  syukur  dalam  ketiga  sisinya:
hati,  lidah,  dan  perbuatan)--  maka paling tidak kita tetap
harus berusaha  sekuat  kemampuan  untuk  menjadi  orang  yang
melakukan  syukur  --atau  dalam  istilah Al-Quran yasykurun--
betapapun kecilnya syukur itu.  Karena  seperti  bunyi  sebuah
kaidah keagamaan,
 
     Sesuatu yang tidak dapat diraih seluruhnya, jangan
     ditinggalkan sama sekali. []
 
----------------
WAWASAN AL-QURAN
Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat
Dr. M. Quraish Shihab, M.A.
Penerbit Mizan
Jln. Yodkali No.16, Bandung 40124
Telp. (022) 700931  Fax. (022) 707038
mailto:mizan@ibm.net

Indeks Islam | Indeks Quraish Shihab | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team