| |
|
SYUKUR (3/3) Di atas dikemukakan secara global nikmat-nikmat-Nya yang mengharuskan adanya syukur. Dalam beberapa ayat lainnya disebut sekian banyak nikmat secara eksplisit, antara lain: 1. Kehidupan dan kematian Bagaimana kamu mengkufuri (tidak mensyukuri nikmat) Allah, padahal tadinya kamu tiada, lalu kamu dihidupkan, kemudian kamu dimatikan, lalu dihidupkan kembali. (QS A1Baqarah [2]: 28). 2. Hidayat Allah Hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur (QS Al-Baqarah [2]: 185). 3. Pengampunan-Nya, antara lain dalam firman-Nya. Kemudian setelah itu Kami maafkan kesalahanmu agar kamu bersyukur (QS Al-Baqarah [2]: 52) 4. Pancaindera dan akal. Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati, supaya kamu bersyukur (QS An-Nahl [16]: 78). 5. Rezeki Dan diberinya kamu rezeki yang baik-baik agar kamu bersyukur (QS Al-Anfal [8]: 26). 6. Sarana dan prasarana antara lain Dan Dialah (Allah) yang menundukkan lautan (untukmu) agar kamu dapat memakan daging (ikan) yang segar darinya, dan kamu mengeluarkan dan lautan itu perhiasan yang kamu pakai, dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dan karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur (QS An-Nahl [16]: 14) . 7. Kemerdekaan Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, "Hai kaumku, ingatlah nikmat Allah atas kamu ketika Dia mengangkat nabi-nabi di antaramu, dan dijadikannya kamu orang-orang yang merdeka (bebas dari penindasan Fir'aun) (QS Al-Maidah [5]: 20) Masih banyak lagi nikmat-nikmat lain yang secara eksplisit disebut oleh Al-Quran. Dalam surat Ar-Rahman (surat ke-55), Al-Quran membicarakan aneka nikmat Allah dalam kehidupan dunia ini dan kehidupan akhirat kelak. Hampir pada setiap dua nikmat yang disebutkan. Quran mengulangi satu pertanyaan dengan redaksi yang sama yaitu, Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu ingkari? Pertanyaan tersebut terulang sebanyak tiga puluh satu kali. Sementara ulama menganalisis jumlah itu dan mengelompokkannya untuk sampai pada suatu kesimpulan. Delapan pertanyaan berkaitan dengan nikmat-nikmat Tuhan dalam kehidupan di dunia ini, antara lain nikmat pengajaran Al-Quran, pengajaran berekspresi, langit, bumi, matahari, lautan, tumbuh-tumbuhan, dan sebagainya. Tujuh pertanyaan berkaitan dengan ancaman siksa neraka di akhirat nanti. Perlu diingat bahwa ancaman adalah bagian dari pemeliharaan dan pendidikan, serta merupakan salah satu nikmat Tuhan. Delapan pertanyaan berkaitan dengan nikmat-nikmat Tuhan yang diperoleh dalam surga pertama. Delapan pertanyaan berkaitan dengan nikmat-nikmat-Nya pada surga kedua. Dari hasil pengelompokan demikian, para ulama menyusun semacam "rumus", yaitu siapa yang mampu mensyukuri nikmat-nikmat Allah yang disebutkan dalam rangkaian delapan pertanyaan pertama --syukur seperti makna yang dikemukakan di atas-- maka ia akan selamat dari ketujuh pintu neraka yang disebut dalam ancaman dalam tujuh pertanyaan berikutnya. Sekaligus dia dapat memilih pintu-pintu mana saja dari kedelapan pintu surga, baik surga pertama maupun surga kedua, baik Surga (kenikmatan duniawi) maupun kenikmatan ukhrawi. WAKTU DAN TEMPAT BERSYUKUR Segala puji bagi Allah yang memelihara apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, dan bagi-Nya (pula) segala puji di akhirat. Dialah yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui (QS Saba' [34]: l). Ayat ini menunjukkan bahwa Allah Swt. harus disyukuri, baik dalam kehidupan dunia sekarang maupun di akhirat kelak. Salah satu ucapan syukur di akhirat adalah dari mereka yang masuk surga yang berkata, Al-hamdulillah --segala puji bagi Allah-- yang memberi petunjuk bagi kami (masuk ke surga ini). Kami tidak memperoleh petunjuk ini, seandainya Allah tidak memberikan kami petunjuk (QS Al-A'raf [7]: 43). Demikian terlihat bahwa syukur dilakukan kapan dan di mana saja di dunia dan di akhirat. Dalam konteks syukur dalam kehidupan dunia ini, A1-Quran menegaskan bahwa Allah Swt. menjadikan malam silih berganti dengan siang, agar manusia dapat menggunakan waktu tersebut untuk merenung dan bersyukur, "Dia yang menjadikan malam dan siang silih berganti, bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur (QS A1-Furqan [25]: 62). Dalam surat Ar-Rum (30): 17-18 Allah memerintahkan, Maka bertasbihlah kepada Allah di waktu kamu berada di petang hari, dan waktu kamu berada di waktu subuh, dan bagi-Nyalah segala puji di langit dan di bumi dan di waktu kamu berada pada petang hari dan ketika kamu berada di waktu zuhur. Segala aktivitas manusia --siang dan malam-- hendaknya merupakan manifestasi dari syukurnya. Syukur dengan 1idah dituntut saat seseorang merasakan adanya nikmat Ilahi. Itu sebabnya Nabi Saw. tidak jemu-jemunya mengucapkan, "Alhamdulillah" pada setiap situasi dan kondisi. Saat bangun tidur beliau mengucapkan, Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan (membangunkan) kami, setelah mematikan (menidurkan) kami dan kepada-Nya-lah (kelak) kebangkitan. Atau membaca, Segala puji bagi Allah yang mengembalikan kepadaku ruhku, memberi afiat kepada badanku, dan mengizinkan aku mengingat-Nya. Ketika bangun untuk ber-tahajjud beliau membaca, Wahai Allah, bagimu segala pujian. Engkau adalah pengatur langit dan bumi dan segala isinya. Bagimu segala puji, Engkau adalah pemilik kerajaan langit dan bumi dan segala isinya ... Ketika berpakaian beliau membaca, Segala puji bagi Allah yang menyandangiku dengan (pakaian) ini, menganugerahkannya kepadaku tanpa kemampuan dan kekuatan (dari diriku). Sesudah makan beliau mengucapkan, Segala puji bagi Allah yang memberi kami makan dan memberi kami minum dan menjadikan kami (kaum) Muslim. Ketika akan tidur, beliau berdoa, Dengan namamu Ya Allah aku hidup dan mati. Wahai Allah, bafli-Mu segala puji, Engkau Pemelihara langit dan bumi. Demikian seterusnya pada setiap saat, dalam berbagai situasi dan kondisi. Apabila seseorang sering mengucapkan al-hamdulillah, maka dari saat ke saat ia akan selalu merasa berada dalam curahan rahmat dan kasih sayang Tuhan. Dia akan merasa bahwa Tuhan tidak membiarkannya sendiri. Jika kesadaran ini telah berbekas dalam jiwanya, maka seandainya pada suatu, saat ia mendapat cobaan atau merasakan kepahitan, dia pun akan mengucapkan, Segala puji bagi Allah, tiada yang dipuja dan dipuji walau cobaan menimpa, kecuali Dia semata. Kalimat semacam ini terlontar, karena ketika itu dia sadar bahwa seandainya apa yang dirasakan itu benar-benar mempakan malapetaka, namun limpahan karunia-Nya sudah sedemikian banyak, sehingga cobaan dan malapetaka itu tidak lagi berarti dibandingkan dengan besar dan banyaknya karunia selama ini. Di samping itu akan terlintas pula dalam pikirannya, bahwa pasti ada hikmah di belakang cobaan itu, karena Semua perbuatan Tuhan senantiasa mulia lagi terpuji. SIAPA YANG DISYUKURI ALLAH? Al-Quran juga berbicara menyangkut siapa dan bagaimana upaya yang harus dilakukan sehingga wajar disyukuri. Dua kali kata masykur dalam arti yang disyukuri terulang dalam Al-Quran. Pertama adalah, Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia ini apa yang Kami kehendaki bagi orang-orang yang Kami kehendaki, dan Kami tentukan baginya neraka Jahannam, ia akan memasukinya dalam keadaaan tercela dan terusir. Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah Mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya disyukuri (dibalas dengan baik). Kepada masing-masing golongan baik yang ini (menghendaki dunia saja) maupun yanp itu (yang menghendaki akhirat melalui usaha duniawi), Kami berikan bantuan dari kemewahan Kami. Dari kemurahan Tuhanmu tidak dapat dihalangi (QS Al-Isra' [17]: 18-20). Kedua adalah: Sesungguhnya ini adalah balasan untukmu, dan usahamu adalah disyukuri (QS Al-Insan [76]: 22). Isyarat "ini" dalam ayat di atas adalah berbagai kenikmatan surgawi yang dijelaskan oleh ayat-ayat sebelumnya, dari ayat 12 sampai dengan ayat 22 surat 76 (Al-Insan). Surat Al-Isra' ayat 17-20 berbicara tentang dua macam usaha yang lahir dari dua macam visi manusia. Ada yang visinya terbatas pada "kehidupan sekarang", yakni selama hidup di dunia ini, tidak memandang jauh ke depan. "Kehidupan sekarang" diartikan detik dan jam atau hari dekat hidupnya, boleh jadi juga "sekarang" berarti masa hidupnya di dunia yang mengantarkannya bervisi hanya puluhan tahun. Ayat di atas menjanjikan bahwa jika mereka berusaha akan memperoleh sukses sesuai dengan usahanya; itu pun bila dikehendaki Allah. Tetapi setelah itu mereka akan merasa jenuh dan mandek, karena keterbatasan visi tidak lagi mendorongnya untuk berkreasi. Nah, ketika itulah lahir rutinitas yang pada akhirnya melahirkan kehancuran. Hakikat ini bisa terjadi pada tingkat perorangan atau masyarakat. Kejenuhan dengan segala dampak negatif yang dialami oleh anggota masyarakat bahkan masyarakat secara umum di dunia yang menganut paham sekularisme --setelah mereka mencapai sukses duniawi-- merupakan bukti nyata dari kebenaran hakikat yang diungkapkan A1-Quran di atas. Tetapi jika pandangan kita jauh ke depan, visi seseorang atau masyarakat melampaui kehidupan dunianya, maka ia tidak pernah akan berhenti-bagai seseorang yang menggantungkan cita-citanya melampaui ketinggian bintang. Ketika itu dia akan terus berusaha dan berkreasi, sehingga tidak pernah merasakan kejenuhan, karena di balik satu sukses masih dapat diraih sukses berikutnya. Memang Allah menjajikan untuk terus-menerus dan sementara menambah petunjuk-Nya bagi mereka yang telah mendapat petunjuk. Dan Allah sementara menambah petunjuk-Nya bagi orang-orang yang mendapat petunjuk (QS Maryam [19]: 76). Orang yang demikian itulah yang semua usahanya disyukuri Allah. Mereka yang disyukuri itu akan memperoleh surga sebagaimana dilukiskan oleh kata masykur pada ayat kedua yang menggunakan kata ini, yakni surat Al-Insan ayat 22. *** Demikian sekelumit uraian Al-Quran tentang syukur. Kalaulah kita tidak mampu untuk masuk dalam kelompok minoritas --orang-orang yang pandai bersyukur (atau dalam istilah Al-Quran asy-syakirun, yakni orang-orang yang telah mendarah daging dalam dirinya hakikat syukur dalam ketiga sisinya: hati, lidah, dan perbuatan)-- maka paling tidak kita tetap harus berusaha sekuat kemampuan untuk menjadi orang yang melakukan syukur --atau dalam istilah Al-Quran yasykurun-- betapapun kecilnya syukur itu. Karena seperti bunyi sebuah kaidah keagamaan, Sesuatu yang tidak dapat diraih seluruhnya, jangan ditinggalkan sama sekali. [] ---------------- WAWASAN AL-QURAN Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat Dr. M. Quraish Shihab, M.A. Penerbit Mizan Jln. Yodkali No.16, Bandung 40124 Telp. (022) 700931 Fax. (022) 707038 mailto:mizan@ibm.net |
|
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota |