|
|||||||||||||||||
E. Bila Saudara Kandung dan Seayah Mewarisi bersama KakekPersoalan yang saya jelaskan sebelumnya berkisar mengenai bagian kakek bila hanya bersamaan dengan saudara kandung. Pada bagian ini akan dijelaskan bagian kakek jika ia tidak hanya bersama dengan saudara kandung, tetapi sekaligus bersama dengan saudara seayah. Untuk keadaan seperti ini, ulama faraid menyatakan bahwa para saudara seayah dikategorikan sama dengan saudara kandung, mereka dianggap satu jenis. Apabila pemberian dilakukan secara pembagian, keberadaan saudara seayah dalam keadaan seperti ini dikategorikan sebagai merugikan kakek. Meskipun setelah kakek mendapatkan bagian, seluruh sisa harta waris yang ada hanya menjadi hak para saudara kandung -- sebab jika saudara kandung dan seayah bersama-sama, maka saudara seayah mahjub, haknya menjadi gugur. Akan tetapi, jika saudara seayah mewarisi bersama kakek dan seorang saudara kandung perempuan, maka para saudara laki-laki seayah akan mendapatkan bagian sisa harta yang ada, setelah diambil hak saudara kandung perempuan (1/2) dan hak kakek (1/3). Agar persoalan ini tidak terlalu kabur dan membingungkan saya sertakan beberapa contoh kasus. Contoh pertama: seseorang wafat dan meninggalkan kakek, saudara kandung laki-laki dan saudara laki-laki seayah. Maka pembagiannya sebagai berikut: kakek mendapat sepertiga (1/3) bagian, dan saudara kandung laki-laki memperoleh dua per tiga (2/3) bagian, sedangkan saudara laki-laki seayah mahjub (terhalangi) karena adanya saudara kandung laki-laki. Dalam contoh pertama, saudara laki-laki dikategorikan sebagai ahli waris, karena itu bagian kakek sepertiga (1/3), hak saudara kandung laki-laki dua per tiga (2/3), sedangkan saudara laki-laki seayah terhalangi oleh adanya ahli waris yang lebih kuat dan dekat, yakni saudara kandung laki-laki. Jumlah sepertiga (1/3) bagi kakek dalam contoh kasus ini sesuai dengan kaidah yang ada: "hendaklah kakek diberi dengan salah satu dari dua cara yang paling menguntungkannya, mendapat sepertiga harta waris atau dengan cara pembagian". Kebetulan dalam kasus ini kedua cara pemberian waris bagi kakek menghasilkan bagian yang sama, yaitu sepertiga. Contoh kedua: seseorang wafat dan meninggalkan seorang saudara kandung perempuan, kakek, seorang saudara laki-laki seayah, dan dua orang saudara perempuan seayah. Maka pembagiannya seperti berikut: saudara kandung perempuan mendapat setengah (1/2) bagian, kakek mendapat sepertiga (1/3) bagian, sedangkan sisanya diberikan kepada para saudara laki-laki dan perempuan seayah --dengan ketentuan bagian laki-laki dua kali lipat bagian perempuan. Pada contoh kedua ini, saya langsung memberikan hak kakek sepertiga (1/3), tanpa menggunakan cara pembagian. Karena sebagaimana telah saya kemukakan bahwa keberadaan para saudara laki-laki/perempuan seayah sebagai perugi, yakni merugikan kakek pada cara pembagian. Kalaulah pemberian kepada kakak dalam contoh ini menggunakan cara pembagian, tentu hal ini akan merugikannya karena ia akan menerima bagian kurang dari sepertiga (1/3) harta waris yang ada. Oleh sebab itu, saya berikan haknya dengan cara yang paling menguntungkannya, yaitu sepertiga (1/3). Setelah itu saya berikan hak waris saudara kandung perempuan setengah secara fardh, karena ia lebih kuat dan lebih dekat kekerabatannya terhadap pewaris dibandingkan para saudara laki-laki/perempuan seayah. Sisanya barulah untuk mereka. Contoh ketiga: seseorang wafat dan meninggalkan ibu, kakek, seorang saudara kandung laki-laki, dan seorang saudara perempuan seayah. Maka pembagiannya seperti berikut: ibu mendapat seperenam (1/6) bagian, kakek memperoleh dua per enam (2/6) bagian, dan sisanya diberikan kepada saudara kandung laki-laki. Dalam hal ini saudara perempuan seayah gugur sebab ada saudara kandung, dan keberadaannya hanya merugikan kakek bila menggunakan cara pembagian. Catatan Pada contoh ketiga --seperti telah diutarakan-- keberadaan saudara laki-laki/perempuan seayah merugikan kakek bila menggunakan cara pembagian. Kemudian, dalam masalah ini kita berikan nasib (bagian) saudara perempuan seayah sebanyak dua per enam (2/6), dan itu menjadi bagian saudara laki-laki kandung, sebab saudara perempuan seayah gugur haknya oleh adanya saudara laki-laki kandung. Bila kita lihat secara seksama akan tampak oleh kita bahwa yang lebih menguntungkan kakek dalam hal ini adalah cara pembagian, bukan dengan cara menerima sepertiga (1/3) sisa harta waris setelah diambil ashhabul furudh -- dalam contoh ini adalah ibu. Barangkali untuk lebih memperjelas masalah ini perlu pula saya sertakan tabelnya. Masalahnya 12
Contoh keempat: seseorang wafat dan meninggalkan seorang ibu, kakek, saudara kandung perempuan, dan dua orang saudara seayah. Maka pembagiannya seperti berikut: ibu memperoleh seperenam (1/6) bagian, kakek sepertiga (1/3), dan saudara kandung perempuan mendapat setengah (1/2), sedangkan bagian dua orang saudara seayah sisanya. Tabelnya sebagai berikut: Masalahnya 12 dan naik menjadi 36
Catatan Apabila pewaris hanya meninggalkan kerabat seperti kakek dan saudara-saudara laki-laki/perempuan seibu saja, maka seluruh warisan merupakan bagian kakek. Sebab, seperti yang telah disepakati seluruh imam mujtahid, kakek dapat menggugurkan hak waris saudara seibu. Dan hak waris saudara seibu hanyalah bila pewaris sebagai kalalah, yakni tidak mempunyai pokok (ayah dan seterusnya) dan tidak pula mempunyai cabang (anak, cucu, cicit, dan seterusnya). Di samping itu, hal lain yang telah menjadi ijma' seluruh fuqaha ialah bahwa hak waris dari keturunan para saudara kandung ataupun seayah menjadi gugur karena adanya kakek. Misalnya, bila seseorang meninggal dan hanya meninggalkan kakek serta anak saudaranya, maka seluruh warisannya menjadi hak kakek. |
|||||||||||||||||
Pembagian Waris Menurut Islam oleh Muhammad Ali ash-Shabuni penerjemah A.M.Basamalah Gema Insani Press, 1995 Jl. Kalibata Utara II No.84 Jakarta 12740 Tel.(021) 7984391-7984392-7988593 Fax.(021) 7984388 ISBN 979-561-321-9 ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota Please direct any suggestion to Media Team |