| |
APAKAH ALKITAB BENAR SECARA HARFIAH 23. Mengetahui bahwa tidak semua yang dikisahkan dalam Kitab Suci terjadi secara harfiah, pasti menjadi batu sandungan bagi banyak orang. JAWABAN RAYMOND E. BROWN, S.S.: Saya tidak yakin sejauh mana hal itu berlaku umum, karena pembaca sekarang sudah semakin kritis, terutama di negara-negara maju. Dugaan saya, karena pendidikan sejak Sekolah dasar hingga Sekolah Lanjutan, orang sudah menyadari bahwa sebagian buku Kitab Suci bukanlah kisah historis. Menjadi sandungan atau tidak, tergantung bagaimana hal itu disampaikan. Menurut hemat saya, tidak ada gunanya kalau seorang berdiri di mimbar atau di depan kelas dan mengatakan, bahwa hal ini atau itu tidak pernah sungguh-sungguh terjadi. Saya mempunyai sebuah contoh, walau secara pedagogis dan teologis tidak begitu bagus, "Para majus dari Timur itu tidak pernah ada." Saya paham bahwa ada keberatan serius untuk meragukan kesejarahan kejadian para majus dalam Kisah Masa Kanak-kanak Matius. Akan tetapi kepastian dalam menentukan ada atau tidaknya para majus, tetap berada di luar wewenang ahli Kitab Suci. Sungguh sukar untuk membuktikan penolakan mutlak tersebut. Maka bahkan dalam lingkungan yang murni ilmiah pun, sebaiknya orang tidak mangatakan hal itu. Secara pedagogis, saya tidak melihat bagaimana hal itu bisa membawa manfaat bagi para pendengar. Apa lagi kalau diucapkan di dalam gereja, karena orang ke gereja justru ingin mengetahui lebih baik perihal Allah. Bagaimana mereka bisa semakin dekat dengan Allah dengan diberi tahu bahwa para majus tidak pernah ada? Secara teologis, pernyataan negatif semacam itu hanya mengalihkan perhatian dari maksud cerita yang sebenarnya, dan menyampaikan gagasan, bahwa cerita itu hanya ingin menyampaikan fakta saja. Menurut pendapat saya, kalau orang ingin berkotbah atau mengajar tentang kisah para majus dalam suasana religius, sebaiknya ia menyampaikan latar belakang Perjanjian Lama yang indah mengenai orang bijaksana dari Timur yang membawa wahyu ilahi bagi Israel. Bandingkan kisah Bileam. Dengan begitu para pendengar dapat menangkap pesan Injil Matius. Orang kafir berpedoman pada sumber pengetahuan yang mereka miliki, sampai pada kesimpulan untuk menyembah Allah. Memang, mereka masih tetap memerlukan bimbingan Kitab Suci Yahudi untuk menentukan di mana Raja orang Yahudi lahir. Kalau orang bisa menunjukkan bahwa injil Matius ingin menceritakan kembali kisah dari Perjanjian Lama itu, maka dengan sendirinya akan tersampaikan, bahwa kisah dari para majus dari Timur bukanlah kisah historis. Tanpa menunjukkan bahwa suatu cerita tidak historis, orang justru tidak meremehkan nilai teologis cerita ini. Maka menjawab pertanyaan terselubung anda, rasanya tidak akan menjadi batu sandungan menyampaikan atau mengajarkan masing-masing kitab sesuai dengan jenis sastranya. Jika sejarah hendaknya disampaikan sebagai sejarah, jika perumpamaan hendaknya disampaikan sebagai perumpamaan. Hanya saja pengajarnya harus peka terhadap baik maksud buku maupun maksud penyampaian. Akan saya tunjukkan implikasi dari hal diatas. Kadang kala karena takut menyebabkan skandal, orang mengira lebih baik memperlakukan kisah tidak historis sebagai historis dengan harapan tidak menimbulkan persoalan. Ini gagasan yang salah dan berbahaya. Kebenaran Tuhan perlu dilayani sebaik-baiknya. Berbahaya mengajarkan sesuatu yang oleh kaidah ilmu pengetahuan dinyatakan salah. Cepat atau lambat mereka yang diajar bahwa kisah Yunus historis dan bab-bab pertama Kejadian adalah ilmiah, tentu akan menyadari kesalahannya. Konsekwensinya mungkin mereka menolak kebenaran ilahi yang disampaikan dalam bab-bab itu. Dalam mengolah bagian Kitab Suci manapun, orang tidak usah memunculkan persoalan yang tidak dimengerti oleh pendengar. Merahasiakan masalah yang sangat rumit tidak berarti mengajarkan secara salah. Dalam mengajarkan Kisah Masa Kanak-kanak Yesus, saya tidak akan mempersoalkan kesejarahannya. Tetapi saya juga tidak akan secara tersurat maupun tersirat mengatakan bahwa peristiwa-peristiwa yang ada di sana historis dan harus dipercaya. Kita perlu hati-hati agar tidak menilai para pendengar terlalu naif. Saya tidak terlalu percaya kalau anak-anak SD mendengar kisah para majus dari Timur dalam hatinya tidak bertanya apakah kisah itu sungguh-sungguh atau hanya sebuah 'cerita.' Tantangan yang dihadapi para pengajar adalah menemukan jalan tengah antara membenarkan bahwa itu sungguh terjadi dan mengisyaratkan bahwa itu hanyalah 'sebuah cerita.' Cerita yang di dalamnya merupakan kebenaran ilahi disampaikan kepada kita. ---------------------------------- 101 Tanya-Jawab Tentang Kitab Suci Raymond E. Brown, S.S. Cetakan kedua: 1995 Penerbit Kanisius Jln. Cempaka 9, Deresan, Yogyakarta 55281 Telp.(0274) 588783, 565996, Fax.(0274) 563349 Kotak Pos 1125/Yk, Yogyakarta 55011 ISBN 979-497-261-4 | |
|
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota |